Setelah puas mengamati bingkai foto itu, aku memilih untuk menjelajahi rak buku. Namun pikiranku tidak bisa untuk diajak berkompromi, sedari tadi aku memikirkan siapa perempuan di foto tersebut. Dari pose yang mereka lakukan itu terlalu intens, dimana perempuan itu duduk berpangku paha suamiku, sedangkan suamiku menyenderkan kepalanya di dada wanita itu.
Apa itu mantan istrinya? tapi setauku Aiden tidak pernah menikah. Aku melamun sambil terbengong tanpa sadar aku sampai di depan lemari kaca yang berisikan mahar-mahar yang diberikan Aiden. Aku hanya mengambil seperangkat alat sholat.
Aku kembali ke kamarku untuk naruh mukena dan mengambil ponselku di meja rias. Setelah itu aku keluar kamar, dan berkeliling melihat seluas apa rumah ini. Tiba-tiba ada segerombolan orang yang membawa alat bersih-bersih rumah.
Dan mereka menyapaku.
“Selamat siang Non,” sapa mereka kepadaku. Kulontarkan senyuman manisku agar aku tidak terkesan judes.
“Iya selamat siang.”
“Permisi Non mau bersih-bersih dulu,”
“Iya silakan.”
Gerombolan itu mulai berpencar sesuai tugas masing-masing. Banyak juga orangnya, apa mereka juga tinggal disini? sepertinya enggak deh… tapi nggak tau lah, nanti tanya Bik Asih aja.
Hm… aku mulai berkeliling, dan wow emang besar banget. Banyak ruang-ruang nya, ada kolam renang juga, tempat fitness, musholla kecil, ruang baca, tempat basket, taman, dan.. tidak tau, karena banyak ruang yang terkunci. Aku capek berkeliling dan berniat membantu perkerja yang sedang membersihkan rumah, tetapi mereka tidak mengijinkanku. Jadi aku terpaksa ke taman, di sana ada ayunan. Dan aku menaikinya. Tiba-tiba suasana jadi gelap. Ahhh.. mulai lagi. Disini ada penunggunya berarti.
Dan ternyata.
Ba!! Bener ada kuntilanak di depan ku, aku diam aja.
“hihihihihiiiiii!!!!!!!!!” dia mulai mengarahkan tangannya ke leherku, ingin mencekikku.
“Ngapain?" tanyaku santai. Aku sudah terbiasa dengan gangguan seperti ini. Dia menambah keseraman wajahnya, tapi itu tidak mempan untukku.
Kuntilanak terkaget karena aku pelototin dia, dia mundur.
“Nggak takut?” ttanyanya.
“Takut? Aku ? hahaaa… kamu itu yang seharusnya takut.” aku pelototin dia.
“Ehh.. maaf non, saya gak bakal ganggu lagi, tapi ini tempat saya, itu ayunan saya.”
“Ayunanmu? Sekarang ini punyaku?” Aku merampas kekuasaan tempat kuntilanak ini.
“Iya Nyonya,” jawabnya pasrah.
“Pergi sana,” usirku. Mood-ku jadi hancur gegara liat kuntilanak itu, merasa sok jagoan dia disini. Aku melihat pocong, gendruwo, dan ada harimau putih juga, mereka mulai pergi ketika aku liatin mereka. Hmm.. ya ini lah sedikit kelebihanku, hanya terkadang saja aku bisa melihat hal-hal kayak gitu. Setelah kejadian 4 tahun lalu.
Aku bersantai cukup lama, tak terasa hari sudah mulai sore. Aku kembali kamar, siap-siap untuk mandi dan sholat. Setelah itu aku santai di balkon samping kamarku, aku bisa melihat harimau yang sedang bersantai di pinggir kolam. Nih harimau punya siapa sih? Aku jadi penasaran. Tapi masih banyak orang di rumah ini, nanti malam aja deh aku tanyain. Aku mau balik ke kamar. Eh.. ada Aiden, kayaknya baru pulang. Nggak perlu nyapa lah, sesuai kesepakatan. Aku langsung masuk kamar. Rasanya sepi banget, nggak ngapa-ngapain, kangen sama kucing aku. Apa aku boleh melihara kucing ? tapi saat keliling tadi aku tidak melihat satu pun peliharaan di rumah ini. Apa aku coba tanya Aiden aja ya ?
Tapi kan, aku nggak boleh ganggu dia. Nanti aja deh kalo ketemu. Tapi sekarang pengen banget.. si blackie makannya teratur gak ya setelah aku pindah ke rumah ini. Padahal baru 2 hari disini hehe...
Setelah lepas isya' aku keluar kamar, tiba-tiba rasa lapar menyerang perutku.. aku kalau makan memang tidak teratur, sering banget dimarahin ayah gegara makan tidak teratur. Jadi kangen ayah.
Aku menuju dapur dan sudah tersedia makanan di meja makan, aku makan tidak banyak, karena aku berniat mau makan snack yang ada di kulkas sambil nonton drakor di kamar. Setelah selesai aku menuju kamar. Dan sepertinya ada tamu di ruang tamu, aku tidak melihatnya, udah jadi kebiasaan di rumah orang tuaku dulu sih, nggak pernah nampakin diri pas ada tamu, kecuali kalau disuruh buatin kopi buat tamunya ayah.
Aku masuk kamarku ini, kamarku sangat nyaman, luas banget, dan semua keperluan ada disini. Termasuk skincare dan make up. Mertua ku emang the best banget. Betah banget kalo kayak gini. Habis ini aku mau beli kulkas kecil buat ditaruh di kamar ah.. biar gak bolak balik ke dapur buat ambil snack.. aku menonton drakor hanya satu episode karena updatenya cuma 1 episode. Setelah itu aku matiin ponselku. Dan aku melihat baju-baju di lemari.. dan ya.. bagus bagus semuanya, lucu-lucu juga. Ada dress warna cream polos tapi kalau dipakai kayaknya elegant deh.. aku coba mamakai dress itu.
Oh.. wow ini baju yang dari dulu pengen aku pakai, model singlet tipis dan di atas lutut dikit dressnya, keliatan sexy banget aku. Aku tertawa sendiri, karena ini pertama kali aku makai baju kayak gini, ternyata aku tak segemuk yang dibilang ayah, ini sih masih tertolong gemuknya, emang bagian pipi dan dagu aku yang banyak lemaknya, di badanku tidak terlalu gemuk hanya berisi saja sih. Eh.. kebanyakan muji diri sendiri nih aku, hehe...
Aku liat meja riasku, disana terdapat berbagai macam make up banyak yang masih tersegel, hmm.. ya memang aku belom menggunakannya sama sekali sih. Aku mulai merias wajah aku. Aku senang banget.. ini salah satu impian aku aku bisa bebas memakai dan ber-make up sesuka aku. Sebenarnya make-up adalah salah satu hobi aku di rumah orangtuaku juga banyak banget make-up ku, tapi tak semahal yang ada disini. Merek make-up yang disediakan mama mertua samua brand-brand ternama, aku tidak tau berapa banyak uang yang dikeluarkan mama mertuaku untuk membeli semua make-up ini. Mumpung rumah ini sedang sepi, jadi aku bisa melakukan apapun.. haha..
Setelah selesai bermake-up dan menata rambut aku berdiri di depan kaca yang besar.. wow. Bagus banget. Aku berputar putar, beberapa kali mengambil foto di depan kaca. Aku keluar kamar dan mencari space yang bagus untuk berfoto. Dengan membawa tripod aku mulai mengaturnya, dan saat di tangga aku berpas-pasan lagi dengan Aiden. Dan temannya keliatan kaget ketika melihat aku. Aku hanya melihatnya. Aku merasa risih karena pakaian yang aku pakai sekarang juga tergolong seksi, apalagi tanpa lengan.
“Emm.. Arion ini Dea, Dea ini Arion sahabat aku,” Aiden memperkenalkan temannya padaku.
“Hai... Arion.” Dia menyondorkan tangannya kepadaku.
“Dea.” Aku hanya tersenyum dan tidak membalas jabatan tangannya, karena aku tidak terbiasa buat menyentuh orang baru.
Aku langsung turun dan menuju ruang baca, dan aku masih bisa merasakan mereka berdua masih memperhatikan aku, bodoamat lah. Jalani hidup masing-masing okey..
Tempat ini cocok banget buat foto dengan ootd aku yang kayak gini hehe.. aku mengambil beberapa foto, sedikit kesulitan. Apa aku sewa fotografer saja ya.. tapi ini terlalu malam. Kapan-kapan aja deh.
Tak terasa ini sudah jam 21.30, aku mulai menuju ke kolam untuk menghampiri harimau putih, dia terbangun. Dan aku menoleh ke kuntilanak yang sedang berada di ayunan.
“Selamat malam Nyonya.” Mereka serentak menyapaku, aku Cuma mengangkat alisku. Aku menunjuk harimau, dan menyuruhnya dia ke sampingku. Dan aku duduk di kursi santai.
“hmm… harimau putih. aku panggil kamu jadi white ya ?”
“iya.”
“siapa pemilikmu?”
“sesepuhnya Tuan Aiden.”
“Penjaga Aiden?”
“Iya Nyonya.”
“Sejak kapan disini?”
“Sejak rumah ini dibangun.”
“Hm.. sudah lama ?”
“10 tahun”
“Sejak kapan jaga Aiden?”
“Sejak Tuan bayi.”
“Sesepuhnya Aiden itu buyut atau eyangnya?”
“buyut.”
“Ohh...” aku mengelus kepala harimau itu. Dia nurut jadi kangen kucing aku.
Setelah itu aku diam dan mulai tiduran sambil melihat bintang dilangit. Dan tak terasa aku ketiduran. Tiba-tiba Hp ku berdering. Dengan sedikit rasa pusing aku liat siapa yang menelponku ternyata viola, salah satu sahabat aku. Ketika panggilan video berakhir. Aku lihat sekarang sudah pukul 22.30, aku langsung masuk ke dalam rumah, sebelum masuk aku sempat liatin Aiden sedang bermain ponselnya di balkon. Sepertinya temannya sudah pulang.
Aku menuju kamarku dan aku liat dia sudah tidak ada di balkon, sudah masuk kamarnya pasti. Aku ingat mau meminta ijin dia membawa kucingku kesini, aku memberanikan diri untuk mengetuk pintunya. Rada ragu, tapi yasudahlah cuma bertanya boleh apa tidak aja. Aku mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok..
“Aiden.” agak lama dia keluar.
“Apa?”
“Aku mau bawa kucingku ke rumah sini boleh? “
“Gaboleh”
“Kenapa?”
“Aku gak suka ada binatang di rumahku. Bikin kotor aja.”
“Tapi aku bosen kalo gaada kucing, gaada teman.”
“Aku bilang gaboleh ya gaboleh.”
Aku sedih banget denger nya. Aku langsung menuju kamarku. Aku banting pintu kamarku. Dan langsung kekamar mandi cuci muka dan ganti baju. Setelah itu aku tiduran sambil liat tik tok kucing yang lucu-lucu. Aku kangen banget sama kucingku. Gak kerasa aku nangis saking kangennya. Dan ketiduran lagi.
Pagi pun tiba. Setelah mandi dan makan, aku tiduran di sofa tengah. Orang pengangguran ya gini. Sambil sesekali melihat ponsel. Wallpaper ponselku adalah fotoku dangan kucingku. Arghhhh!!!.. dasar Aiden pelit. Mulai benci aku sama dia.Aku duduk dan liat kolam renang, kayaknya enak nih renang. Lagi gerah gini liat air jadi pengen nyemplung aja kan. Cocok banget cuacanya, tidak hujan tapi tidak terlalu puanas banget juga. Aku ke kamar dan mencari baju renang, ternyata adanya bikini.Hm.. mertuaku ini sedikit kurang pengertian. Masak adanya bikini. Kalo kayak gini gak bisa selfie. Ahh sudahlah.. pake aja.Aku memakai bikini itu dan tak lupa juga memakai handuk kimoni yang ada di kamar mandi biar nggak malu kalo tiba-tiba ada Bik Asih atau Pak Tono suami Bik Asih. Sebelum ke kolam, aku chat Bik Asih.Dea : Bik habis ini aku mau renang, tolong siapapun jangan boleh masuk ya. Tolong siapin snack sama jus jeruk ya Bik. Thanks.Bik Asih : siap non.Aku tersenyum dan aku memakai sunblok dan s
Aku bisa melihat aiden di dalam mobil sambil mengacak-acak rambutnya, dikira bakal keliatan menly sexy imut kayak Cha Uen Woo gitu? Yang ada kayak orang bego. Sekarang fiks aku benci banget sama dia.Aku memakai helm, dan bersiap menaiki sepedah motor. Tiba-tiba aiden pegang tangan ku.“Masuk ke mobil gak?”“Gak mau.”“Masuk!”“Lepasin tanganku!”“Masuk dulu baru aku lepasin.”“Gak mau!”“Kamu ini susah banget ya dibilangin!”“Pergi kamu! Sok-sok an merintah anak orang. Emang aku babu kamu!?”“Heh!? ”“Apa!? Kamu kira aku takut sama kamu?”“Dee.. please lah gak usah kayak gini, lu kayak anak kecil aja. Sadar diri dong udah gede gini.”“Yang ada tuh kamu, sadar diri dong.”“Ayo.. kita naik mobil aja ya...” dia ngomongnya berusaha dilembut-lembutin.“Kagak”“De..”“Kagak.”“Dea.”“Bacot, lepasin. Aku telpon Oma nih sambil nangis-nangis, trus bilang ‘oma aku habis dibentak aiden gak boleh kerumah oma’ biar warisan oma gak jatuh ketangan kamu! Biar mampus kamu!” ejek aku ke Aiden. Aiden ta
Aku cukup lama di rumah Oma. Ketika jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Aku dan Aiden berpamitan untuk pulang. Oma memberikan oseng-oseng pare dan kotak hitam. Aku tidak tau isi dari kotak hitam itu."Ini buat kamu ya Cantik. Dijaga baik-baik ya."Aku mengangukkan kepala. Setelah itu mencium tangan Oma, begitupun Aiden. Kamu pun pergi meninggalkan rumah oma.Sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar.Lalu aku bermain game sampek isya, setelah sholat aku mandi dan turun ke bawah. Kulihat Aiden sedang telfonan. Aku langsung ke washtafel buat cuci tangan. Ternyata semua makanan sudah disiapkan. Aku duduk didepan aiden. Aiden mematikan telponnya.“Udah?” tanyaku.“Udah.”“Yaudah yuk makan.. jangan lupa berdoa,” kataku sambil mengambil nasi.“Ambilin aku juga dong,” kata Aiden.“Ogah,” jawabku ketus.“Kan kamu yang ajak aku makan. ”“Ya trus? Kalo males ambil sendiri yaudah sana pergi ngapain disini.”Aiden Cuma pasang muka masam. Lalu kita makan dengan diam, setelah selesai
"Aahhh.. sudah ada 50 yang liat. Assalamualaikum semuanya, selamat malam. Udah lama aku gak on i* ya. Kali ini aku mau make up, karena aku punya baju yang sedikit glamour seperti ini aku ingin make up nya juga sedikit glamour juga. Aku akan menunjukkan meja rias aku, karena aku sudah pindah rumah, jadi ini bakal berbeda.” Aku menunjukkan meja riasku. Dan aku sempat baca beberapa komentar. Rasa antusiasku eningkat dengan pesat ketika pengunjung room liveku semakin banyak.‘Ahh.. kangen kakak, udah lama banget gak liat kakak’ komentar baby_joo2‘Gimana kak udah sehat?’ komentar 2nu.mber‘Aduhhh kakak tambah cantik aja komentar koo.voice‘My princess..’ komentar loli.ant‘Wahh.. Dea udah lama gak ketemu, gimana kabarnya?’ini komentar dari temanku.‘Queen Deaaaa backkkkk,’ komentar m.rsyu56‘Lama gak muncul kemana aja kak.. sedih banget aku nungguin kakak,’ komentar ko.kmo‘Good night cantik,’ akunnya arion21. Apa ini Arion?Dan banyak lagi. Aku balikkan lagi kameranya ke arah wajahku.“
Kedatangan Mbok Kencana di tengah malam masih menyisakan getaran di hatiku. Hari ini aku akan pergi keluar dengan Aiden, tapi ga tau kenapa mata aku tidak bisa dibuka. Aku bermimpi, aku tau bahwa ini hanya mimpi atau biasanya disebut lucid dream. Kalau lucid dream kita bisa mengatur mimpi semau kita, tapi dibanding mengatur aku seakan berada di dalam permainan mimpi, aku memang sering seperti ini, tapi hal ini sangat tidak mengenakkan, dimana aku harus menyelamatkan diri aku dari berbagai kejahatan yang ada di permainan ini. Ketika aku tidak berhasil selamat atau aku harus mati di dalam mimpi ini, maka artinya aku harus mengulanginya dari awal. Sebenernya ada jalan pintasnya yaitu bangun tidur, aku sudah mencobanya berkali-kali tapi aku tidak bisa, meskipun aku sudah bangun sebentar aku akan tertidur lagi. Mau tidak mau aku harus menyelesaikan permainan ini atau aku harus bernego dengan pengatur mimpi ini, aku tidak tau siapa yang mengatur tapi aku bisa bernego, biasanya aku harus men
Ketika masuk ruangan itu, Aiden menyuruhku duduk di sofa, badanku masih lemas banget pengen tidur rasanya. Perempuan itu menghampiri Aiden, ternyata itu sekretaris Aiden namanya Liana. Tiba-tiba ada notif chat, aku membukanya, ternyata dari mama mertua, yang bilang kalau mau kerumah.Aiden menghampiriku. dan mengatakan.“Ayo ikut aku,” ucap Aiden.“Kemana?”“Ayo ikut aja,” ucapnya dan langsung menggandengku. Badanku masih lemas banget. Apalagi laper ini seakan membunuhku. Kita kembali naik lift, badanku rasanya melayang waktu masuk lift. Ternyata lift nya turun, lalu lift terbuka Aiden menyeretku ke satu ruangan tapi dia tidak masuk, aku hanya di belakangnya. Aku berusaha menormalkan tubuh ku yang rasanya sangat tidak nyaman ini.“Oiii!!!!! Pengantin baruuu!” teriak seseorang dari dalam, sepertinya bukan satu orang saja.“Lu sekarang sering bolos ya bro?” suara seseorang dari dalam“Mentang-mentang punya istri anjirr.. ” ucap seseorang yang berbeda lagi.“Ngapa lu gak masuk?” tanya ses
Kehebohan geng Aiden membuatku sedikit terhibur. Namun siapa sangka tiba-tiba Aiden bersikap cemburu ketika salah satu temannya ingin duduk di sampingku.Setelah kenyang dengan makanan yang telah dihidangkan mereka. Aiden lekas mengajak aku keluar untuk membeli kucing yang sedari kemarin aku inginkan."Mau kemana Bro?" celetuk Raefal yang dari tadi menilik pergerakan aku dan Aiden."Anterin bini gua dulu," jawab Aiden seraya memasukkan ponsel ke dalam sakunya."Inces mau pergi?" tanya Devano. Aku hanya menganggukkan kepala."Yahh..." keluh Devano yang melihat responku."Udah Ayo," ucap Aiden lalu menggeretku dengan memegang bahuku. Aku yang merasa risih dengan tangan Aiden langsung berkelit agar segera terlepas dari cengkramannya.Selama perjalanan menuju parkiran tempat mobil aiden terparkir, setiap orang yang tanpa sengaja bertemu dengan kami menyapa Aiden dan memberikan tatapan penasaran kepadaku. Aku hanya bisa menghela nafas.&nbs
Setelah memberikan pertanyaan sekaligus perintah yang tidak jelas, Aiden kini sudah berada di kamarku. Bertepatan pada pukul 21:00 WIB.Aku kebingungan ketika melihat wajah Aiden yang sama-sama bingung. Pada akhirnya aku membuka mulutku dan menyuarakan pertanyaan kepadanya."Ada apa?""Ahh Nggak papa," jawab Aiden dengan kikuk."Aku mau tidur, kalau nggak ngapa-ngapain cepet keluar," usirku."Emm... De, akuu..." ucap Aiden dengan sedikit bergumam."Kenapa?" tanyaku penasaran melihat tingkah Aiden yang tidak jelas."Emm... Nggak," jawab Aiden dan langsung keluar dari kamarku. Aku hanya bisa mengerutkan kedua alisku ketika melihat tingkat Aiden yang semakin tidak jelas.Aku tidak tau dengan maskud Aiden bertingkah seperti itu. Akhirnya kuputuskan untuk tidur, karena seharian ini aku sudah capek bermain dengan kedua kucingku.***Keesokan harinya saat sarapan dengan Aiden di ruang makan. Terlihat dia yang sibuk denga
Dokter itu tertawa lembut, seolah ingin menenangkan kami. "Dea, hasil tes menunjukkan bahwa kamu hamil. Kamu berada dalam kondisi yang sangat baik, meskipun sempat mengalami mual dan kelelahan. Namun, jangan khawatir. Kondisi ini sangat normal, terutama jika ada perubahan fisik atau emosional."Aku terdiam, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Hamil? Aku hamil? Pikiranku terasa berputar. Tidak ada yang pernah menyebutkan ini sebelumnya, dan tentu saja, aku tidak pernah memikirkan hal ini."Aiden." aku berbisik, suaraku gemetar. "Aku hamil?"Aiden menggenggam tanganku lebih erat. "Iya, Sayang. Kamu hamil. Ini berita yang luar biasa, kamu jangan cemas. Kita akan menghadapinya bersama-sama."Aku terdiam, merasakan campuran perasaan yang sangat dalam. Di satu sisi, ada kebahagiaan yang tak terlukiskan, namun di sisi lain, aku merasa cemas. Bagaimana kami akan menjalani semua ini? Apa arti semua ini untuk kami? Dan yang terpenting, apakah kami siap dengan segala perubah
Dengan langkah yang berat, Aiden menarikku pergi dari pinggir sungai yang seakan berusaha menahan kami. Aku bisa merasakan kekuatan Alam Pusaka yang menahan kami, seolah tempat ini tidak ingin kami pergi begitu saja. Suasana yang tadinya penuh keindahan kini terasa penuh dengan ancaman yang tak terduga. Namun aku percaya pada suamiku, dan aku tahu, ia tidak akan membiarkan aku terluka.Akhirnya, setelah perjuangan panjang, kami tiba di batas Alam Pusaka, tempat yang menjadi pemisah antara dua dunia. Keindahan yang dulu kurasakan kini perlahan memudar, digantikan oleh rasa lega yang datang saat kami kembali ke dunia manusia.Tiba-tiba, aku merasakan tubuhku sedikit lebih baik. Rasa mual yang semula mengguncang perlahan mulai hilang, dan aku bisa merasakan kembali kekuatan dalam tubuhku. Aiden melepaskan pelukannya, meskipun aku bisa merasakan ketegangan yang masih ada di tubuhnya."Kita sudah kembali," katanya dengan suara yang lebih tenang, namun masih terdengar kelelahan. "Tapi aku r
Selama di Alam Pusaka. Aku bisa melihat keindahan yang tidak bisa kulihat selama di dunia manusia. Meskipun aku tidak bisa melihat Aiden secara jelas, setidaknya aku bisa melihatnya dalam bentuk bayangan. "Aku senang sekali melihatmu berlari dan menari seperti ini, Sayang. Ada perasaan sedih juga karena biasanya aku yang membantumu melakukan aktivitas sehari-hari. Di sini, kamu bisa melakukannya sendiri," ucap suamiku lembut, suaranya mengalir seperti aliran sungai yang jernih di depan kami, menenangkan sekaligus menghangatkan.Kami duduk di pinggir sungai yang indah, airnya yang jernih mengalir begitu tenang. Suasana ini begitu damai, dan aku merasa seolah dunia ini hanya milik kami berdua. Di sini, aku tidak merasa terbebani oleh keterbatasan penglihatanku. Alam Pusaka, dengan segala keajaibannya, memberiku kebebasan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Aku bisa merasakan udara yang lebih segar, aroma bunga yang jarang ditemukan di dunia manusia, dan setiap detik terasa begitu b
Pagi itu, di ruang tamu yang hangat, suasana terasa berbeda. Aiden, suamiku duduk di depan keluarga besarnya, seakan hendak mengungkapkan sesuatu yang penting. Aku berada di sampingnya dengan tenang, meski tampak sedikit cemas. Keluarga sudah berkumpul, mendengar dengan penuh perhatian."Aiden, kamu tampaknya tidak seperti biasanya," kata Oma menyelidik situasi. "Ada apa? Kamu biasanya lebih ceria kalau bicara soal perusahaan."Aiden menarik napas dalam-dalam. "Aku dan Dea akan pergi berbulan madu," ucapnya dengan nada yang mantap, tetapi ada keraguan yang samar terbersit. Semalam kami sudah mengobrol, dan ia sempat mengungkapkan keresahan. Takut kalau tempat itu akan menstimulus traumaku. Namun, aku meyakinkannya. karena di sana aku bisa melihat pemandangan banyak hal karena diselimuti alam gaib. "Ke mana?" tanya Mama Rita, tertarik. "Ada tujuan spesial, Nak?""Alam Pusaka," jawab suamiku, membuat suasana hening seketika. Dea menundukkan kepala, berusaha menahan perasaan yang datang
Malam itu, suasana ruang makan sudah penuh kehangatan. Aroma makanan khas keluarga memenuhi udara, membuat perutku yang tadinya gelisah kini mulai terasa lapar. Semua orang sudah duduk di tempatnya masing-masing, berbincang dengan riang. Aku dan Aiden datang terakhir, menambahkan kursi di sisi meja untuk kami berdua. Mama Rita langsung tersenyum hangat melihat kami. “Akhirnya kalian datang. Kami sudah hampir mulai, loh.” Aiden membantu menarik kursiku dengan lembut, memastikan aku duduk dengan nyaman sebelum ia duduk di sebelahku. “Maaf, kami agak terlambat,” katanya dengan nada santai. “Dea tadi masih butuh waktu untuk bersiap.” Andre yang duduk di ujung meja, bercanda sambil tertawa kecil. “Ah, Aiden. Kamu makin romantis saja.” Semua orang di meja tertawa, kecuali aku yang hanya bisa tersenyum gugup. Rasanya sulit menyesuaikan diri dengan perhatian sebanyak ini. Namun, Aiden, yang sejak tadi menggenggam tanganku di bawah meja, memberiku rasa percaya diri. Setelah semua mak
Aku terdiam sejenak, merasakan pipiku mulai memanas mendengar ajakan Aiden. Suaranya begitu lembut dan menggoda, tetapi ada sesuatu di dalamnya yang membuat jantungku berdebar lebih cepat.“Aiden,” panggilku pelan, berusaha menyembunyikan rasa gugupku. “Kamu tahu aku tidak terlalu suka dengan ide itu. Lagipula, aku belum terbiasa dengan semua ini.”Aiden tertawa kecil, lalu duduk di sampingku. “Sayang, aku tidak memaksamu. Aku hanya ingin membuatmu nyaman. Setelah semua yang kita lalui, aku merasa kita pantas menikmati momen yang tenang bersama.”Aku merasakan tangannya menggenggam jemariku dengan lembut, seakan memberikan kehangatan yang menenangkan. “Kita tidak harus buru-buru, Dea. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku ada di sini, sepenuhnya untukmu.”Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk merespons. “Kamu terlalu manis, Aiden. Kamu bisa gendong aku?”Aiden terdiam sejenak, lalu aku mendengar tawanya yang lembut dan penuh kehangatan. “Tentu saja, Sayang
"Titik!" pekikku tak sadar. Makhluk halus yang hendak pergi itu langsung berbalik ke arahku."Raden Ayu!" kagetnya. Dia kemudian berteriak. "Woy! Dalbo! Raden Ayu bisa melihatku!"Dalam hitungan sekejap sosok yang panggil pun datang. "Benar Raden bisa melihat kami?""Benar, Dalbo. Bagaimana kabar kalian.""Kami semua baik, Raden Ayu," jawab Dalbo. "Yang dikatakan Kanjeng Ratu benar-benar terjadi," ujar Titik. Aku bisa melihat bagaimana ekspresinya. Namun tiba-tiba seseorang keluar dari kamar mandi."Aiden?""Iya, Sayang?" ia mendekat ke arahku. "Kenapa masih memanggilku dengan nama? Panggil Sayang dong." Kemudian hendak menciumku, tetapi segera kutahan."Apa kamu tidak malu dilihat mereka?" cegahku karena Dalbo dan Titik terperangah melihat kami."Mereka?""Titik dan Dalbo. Mereka sedang di sini kan? Bahkan mereka terkejut melihat kamu mau menciumku."Aiden bergeming. "Kamu bisa melihat mereka? Bukannya Ayah bilang kalau kamu bahkan tidak bisa melihat apapun termasuk dunia gaib?""Se
Aku menenggak salivaku dengan paksa. Saling mencintai? Waktu seakan berhenti saat tebakan tersebut terlontar padaku. Sedangkan Aiden tampak enteng menjawab pertanyaan tersebut."Aku memang cinta sama De, Oma. Tapi belum tentu dengan Dea." Pria itu melepaskan keluhan hatinya yang kukira tak akan dibahas lagi.Ruangan mendadak hening setelah pengakuan Aiden. Nahasnya aku pun gugup, "A-aku..." Kalimat itu menggantung, rasa bingung menderai kepalaku."Kalau begitu, kamu harus berjuang lebih cerdas lagi Aiden," sahut Oma. "Begitu ya, Oma?""Iya dong, Aiden. Zaman sekarang kerja keras doang kan nggak cukup," kekeh Oma."Siap, Oma!" ucap Aiden yang langsung berdiri. Entah apa yang dia lakukan, tetapi semua orang tergelak karea dia. Saat gemuruh tawa mulai mereda, Oma bertanya padaku dengan lembut."Dea," panggilnya lembut penuh kasih."Iya, Oma?""Apa kamu nyaman bersama Aiden?" Aku terdiam sesaat. Pertanyaan tersebut terasa tak membebankan dibandingkan sebelumnya. "Nyaman, Oma.""Syukurla
"Gausah pegang-pegang istriku. Pegang istrimu sendiri sana!" nyolot Aiden. "Yaelah. Jabat tangan doang," balas Andre. Sayangnya aku cukup terkejut saat orang lain memanggil namaku. "Hai, Dea. Sudah lama tidak bertemu." Kali ini suaranya terdengar lembut. Itu adalah Ghiselle. Perempuan yang sebelumnya memusuhi dengan terang-terangan. Namun, hari ini aku merasakan frekuensi yang cukup nyaman daripada pertemuan terakhir kami."Iya. Ghiselle." Baru saja menjawab, "Iya Dea. Ak-" ucapan wanita itu terputus karena Mama Rita memanggil kami untuk segera bergabung ke ruang makan."Ayo, De," ajak Aiden kembali membawaku berjalan tanpa tongkat. Langkah kakinya yang lebar sudah ia kontrol mengikuti langkah kakiku. Aku bisa merasakan perubahannya yang sebelumnya kikuk menjadi sangat santai hari ini. Sepertinya ia sudah sangat cocok menjadi relawan untuk orang tuna netra sepertiku. Dia bahkan bisa mengingat detail kecil keperluan sehari-hari. Banyak hal yang ia rubah agar menjadi tempat inklusi ba