“Apa kau bilang? Apa maksudmu Alluna dalam bahaya?” kedua tangan yang sempat mencekik leher Romand dengan kuat kini perlahan mulai melemah.
Memikirkan apa yang baru saja Romand ucapkan membuat Andrew tidak bisa berpikir jernih."Tad? Kau menyuruhku menghentikan Tad? keningnya berkerut kasar alisnya menyatu mencoba mencerna ucapan Romand.Masih dengan nafas yang terengah-engah menahan rasa sakit di sekujur tubuh Romand kembali berucap.
"Ya, Tad, dia pasti sudah ada di rumahmu. Semalam... dia sempat bilang dalam keadaan sadar atau tidak dia berkata kalau pernah terbesit di otaknya bahwa dia ingin menghabisi Alluna. Tadi sebelum menuju ke rumahmu dia sempat datang kemari dan mengatakan kalau dia" ucapannya yang terbata seketika terputus karena Andrew kembali mencengkeram kerah kemejanya mengangkat setengah tubuh Romand dari lantai sembari menggeram marah."Kalau dia apa!? Jangan berbelit-belit katakan apa yang a
Mafin mendapat tembakan tepat di perutnya, setelah timah panas itu menembus perutnya darah segar langsung mencuat dari balik jas hitam yang di kenakannya. Sekujur tubuhnya terasa nyeri namun di bagian perutnya sampai mati rasa.Tubuhnya roboh, Mafin terkulai lemah jatuh bersandar di pintu.Alluna yang melihat reflek menggerakkan kakinya melangkah maju ingin menghampiri Mafin, namun Tad langsung mengarahkan pistol ke Alluna.“Berhenti!” Tad tak membiarkan Alluna menolong Mafin yang tengah terkapar menahan kesakitan.“Kau tidak bisa melakukan apapun tanpa seijinku!” tambahnya sembari melangkah mendekati Alluna.Dia semakin takut dan terpojok, melangkah mundur sampai di posisi tak bisa lagi bergerak. Alluna menelan ludahnya dengan susah payah. Keringat di dahinya terlihat mentes melewati pipi kemudian mengumpul di bagian dagu sebelum akhirnya Alluna mengusap dengan punggung tangannya yang t
Alluna menemani Andrew ke pemakaman. Laki – laki itu tengah tertunduk menatap papan bertuliskan nama Tad Klaew.Mengingat beberapa tahun silam bahwa Tad selalu menemani hari-hatinya membuat Andrew merasa bersalah karena telah membunuhnya.Alluna yang berdiri di samping Andrew dengan tangan terbungkus kain kasa di lukanya pun bisa merasakan kesedihan yang dirasakan laki-laki itu.Dia juga merasa bersalah karena dirinya, Andrew harus sampai kehilangan Tad. Tak ingin merusak suasana hatinya, Alluna melangkah pergi kembali ke mobil dan menunggu di sanaLumayan lama Andrew menghabiskan waktunya di sana, Alluna sampai tertidur di mobil. Hingga akhirnya dia terbangun saat mendengar pintu di buka dan Andrew masuk ke dalam.“Maaf aku membangunkanmu” Andrew memakai sabuk pengamannya. Dia tak langsung menyalakan mesin mobil karena ingin membicarakan sesuatu dengan Alluna.&nb
Alluna membawa pulang Andrew kembali ke rumahnya. Tubuhnya yang kecil terlihat sempoyongan saat membantu Andrew melangkah ke dalam rumah.Alluna melingkarkan satu tangannya ke pinggang Andrew sementara tangan Andrew merangkul bahu Alluna. Sebisa mungkin Alluna menjaga keseimbangan tubuhnya karena tentu saja tubuh Andrew sangatlah berat.Mereka berdua hampir jatuh ketika Andrew membebankan seluruh tubuhnya ke Alluna, dia yang mulai letih karena harus membantu Andrew sepanjang jalan masuk ke rumah kakinya bergetar hampir dan hampur roboh.“Astaga! Andrew kenapa kau berat sekali!”dengan sisa kekuatan yang dia miliki Alluna membawanya ke kamar. Sedikit lagi sampai ke tempat tidur, setelahnya Alluna membuang tubuh Andrew ke atas ranjang bersamaan dengan tubuhnya.Brugh!“Ya ampuun!” nafas Alluna memburu dia benar-benar letih karena Andrew.
Mobil Nathan berhenti di depan toko, Alluna yang melihat langsung tersenyum dengan kedatangannya. Dia berlari kecil dari balik meja kasir dan segera membuka pintu untuknya. “Kau, terlihat senang sekali hari ini? Ada apa?” sapa Nathan setelah melihat senyum Alluna. “Mmm! Tidak, aku hanya senang meliahtmu datang ke mari. Ada apa tumben kau datang tanpa memberiku kabar terlebih dulu??” Alluna kembali melangkah menuju meja kasir. “Aku, datang kemari karena ingin berpamitan denganmu!” Wajah Alluna langsung berubah muram, senyum di bibirnya perlahan menghilang.“Kau ingin pergi? Kemana??” tanyanya penuh dengan rasa penasaran. “Aku, harus ke Tokyo menggantikan Ayahku di sana selama 1 sampai 2 bulan?” dengan berat hati Nathan menjelaskan maksud dan tujuannya pergi ke Jepang. “Lalu... bagaimana dengan kuliahmu?” “Aku bisa melakuka
Setelah jam makan siang selesai, Andrew kembali ke ruang rapat. Dia nampak di sibukkan dengan berbagai pertemuan penting. Di sela-sela rapat perhatiannya teralihkan ke layar ponselnya yang menyala.Dia kemudian mengambil ponselnya yang ada di samping lengannya, setelah itu membuka pesan singkat dari Alluna.Membaca isi pesannya nampak Andrew tersenyum tipis, membuat semua pegawai merasa heran. Bahkan sempat sekretarisnya memanggil Andrew karena ada beberapa hal yang harus di tanyakan mengenai beberapa hal, namun Andrew seakan tak memperhatikannya. Dia justru fokus dengan ponsel yang di tangannya.“Presdir??” sapa sekretatisnya lagi karena Andrew tak mendengar panggilannya beberapa kali sebelumnya.“Presdir??”“Oh, mmm maaf, ada sesuatu yang harus aku urus” Andrew menyimpan ponselnya kemudian kembali fokus ke rapat.♡♡♡Sore menjelang
Alluna sepenuhnya belum bisa mempercayai apa yang Andrew katakan padanya. Laki-laki yang masih berdiri sembari merangkup kedua pipinya nampak menatapnya penuh harap.“Kau... sedang tidak bercanda?”Andrew tersenyum mendengar pertanyaan Alluna, perempuan itu sepertinya masih belum percaya dengan perasaannya.“Lalu... bagaimana caranya aku membuktikan agar aku benar-benar menyukaimu?” sesaat Andrew terdiam menatap kedua mata Alluna.“Aku tidak sedang bercanda, aku yakin kali ini aku benar-benar menyukaimu!” setelah berucap Andrew kemudian mengecup bibir Alluna.Perempuan itu masih diam seperti tak sadar, masih menerka-nerka apa yang terjadi sebenarnya.“Sepertinya hari ini kau kelelahan bekerja, aku akan mengantarmu kembali ke toko. Besok kita akan bertemu lagi” Andrew mengusap rambutnya lembut.“Um!” Allun
Greb!!Alluna menutup pintu mobil dengan kasar, sempat di dalam restourant dia bisa menahan kesal di depan perempuan itu namun kini dia tak bisa menahannya lagi.Bahkan wajahnya terlihat kusut dan cemberut kesal.“Kau masih marah?” Andrew berhasil duduk di sampingnya, bahkan sampai saat ini dia masih bisa tersenyum melihat sikap kekasihnya itu.Alluna menoleh cepat disertai tatapan tajamnya.“Kau pikir saja sendiri! Sekarang aku mau tanya. Kenapa kau mau di ajak bertemu dengannya? Padahal kau tahu dia mantan kekasihmu? Kenapa harus berhubungan lagi dengan mantan??” raut wajahnya terlihat garang, namun tak mampu membuat Andrew ketakutan.Andrew menghela nafas panjang sebelum berucap.“Dia bukan mantanku, Alluna” jelasnya dengan sangat lembut karena tak ingin menyakiti hatinya.“Lalu?” sahutnya cepat seolah tak sabar in
“Hallo, Bella suruh orang untuk mengantar gaun malam ke rumahku!” Andrew tengah menghubungi Adiknya untuk mempersiapkan gaun bagi Alluna.“Kau ingin warna apa, Kak?” sahut Bella dari seberang sana.“Kau pasti tahu seleraku! Ingat jangan terlalu terbuka!” perintahnya lalu menutup panggilan itu.Andrew meletakkan ponselnya kembali di atas nakas kemudian mengalihkan pandangannya ke pintu kamar mandi di mana di sana Alluna tengah membersihkan diri.Perlahan langkahnya semakin dekat dengan pintu, Andrew diam mematung menatap pintu itu dengan lekat. Di baliknya ada Alluna yang tengah berdiri di bawah shower mendongakkan kepala merasakan setiap tetesan air yang menghujam tubuhnya.Entah apa yang dipikirkan oleh Andrew namun tiba-tiba dia tersenyum sembari melangkah keluar dari kamar.Alluna telah selesai mandi dan dia baru tersadar bahwa gaun yan
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al