"Lauren, kamu dipanggil Pak Matthias ke ruangannya!" Seruan teman nya membuat fokus Lauren dari komputer teralihkan. Merasa bingung untuk apa Bos nya itu memanggil nya, karena ini masih jam kantor mungkin saja kan tentang pekerjaan? Lauren lalu pamit pada salah satu teman nya yang duduk di sebelah nya, dengan semua juga dekat, tapi paling dekat dengan Tissa. Berjalan dengan percaya diri menuju lantai atas, ada beberapa karyawan yang melewati nya menyapa dan Ia balas ramah. Lauren dibuat tersenyum sendiri karena mereka terlalu hormat padanya, seperti pada atasan saja. Tok tok! "Permisi Pak, Bu Lauren sudah sampai!" panggil sekertaris nya meminta izin. Mendengar suara dari dalam yang mempersilahkan masuk, sekertaris itu pun bergeser membiarkan Lauren masuk, tidak lupa menutup pintu nya lagi. Lauren berdiri kaku di tempat nya, merasa bingung tidak tahu harus bagaimana. Ia malah asik memperhatikan Matthias yang terlihat sangat fokus dengan pekerjaan nya, membuat nya jadi canggung taku
"Sekarang mau kemana lagi?" Mendapat pertanyaan itu, membuat Lauren segera menggeleng. "Sudah cukup Kak, ini sudah banyak," tolak nya cepat.Entah sudah berapa lama keduanya di Mall ini, berkeliling masuk dan keluar toko-toko bermerk terkenal hanya untuk mencari barang yang dirasa Lauren menyukai nya. Sungguh, Ia benar-benar dibuat speechless dengan sikap Matthias yang dirasanya terlalu berlebihan, bahkan terkesan memaksanya untuk harus belanja."Sebelum pulang, kita makan dulu yuk. Di sini ada Kafe milik teman saya, makanan khas Italia," ajak Matthias seraya menggenggam lagi tangannya. Tadi Ia sudah menyuruh seseorang menyimpan barang belanjaan Lauren di bagasi mobil nya, jadi tidak akan kerepotan.Lauren pun menurut saja mengikuti kemana dirinya akan dibawa lagi. Walaupun memang kencan ini dadakan, tapi Lauren cukup menikmati, apalagi Matthias sangat memanjakan nya. Kafe itu ada di lantai dua, terbilang cukup mewah dengan gaya khas Eropa. Seorang pelayan pun langsung menyiapkan meja
Mereka sudah sampai di depan rumah dari beberapa menit lalu, namun belum ada yang mau turun dan malah asik menyelami pikiran masing-masing. Tidak, lebih tepat nya sedang memikirkan alasan nanti saat bertemu Matthew karena Lauren membawa banyak belanjaan dengan merk terkenal. Suaminya itu pasti akan banyak bertanya."Katakan saja kalau kamu tadi memang sekalian shopping. Lagian kamu juga suka belanja kan? Jadi Matthew gak akan curiga," usul Matthias yang memang terlihat tenang. Sebenarnya sih ingin pamer pada Matthew kalau Ia membelikan hadiah lebih mahal, tapi bukankah akan membuat curiga?Lauren mengangguk paham, lalu keduanya pun baru turun dari mobil dan Matthias membantu juga membawakan belanjaan nya. Untungnya Matthew tidak menyambut lagi di pintu, jadi mereka pun memutuskan berpisah. Tidak lupa, Lauren sempat mengucapkan terima kasih karena hari ini Ia benar-benar serasa dimanjakan.Dengan agak susah payah karena belanjaan di tangannya, Lauren dengan perlahan membuka pintu. Bern
"Jadi gimana Lauren, kamu sudah mengerti kan?" tanya Matthias setelah selesai menjelaskan beberapa hal pada wanita itu. Tetapi karena tidak mendapat tanggapan juga, membuatnya mengangkat pandangan menatap bingung Lauren yang duduk di depan nya. Apa sedang melamun?Matthias lalu mengulurkan tangannya, mengusap tangan Lauren yang berada di atas meja, berhasil membuat nya tersentak dan menatap nya terkejut. "Kamu kenapa Lauren? Kayanya lagi ada yang kamu pikirkan ya? Cerita sama saya." Ia akan senang hati menjadi pendengar, bahkan memberikan bahu untuk menyender.Apa mungkin hal yang dipikirkan Lauren bersangkutan dengan Matthew? Menduga hal itu, membuat Matthias mendengus tanpa sadar merasa cemburu."Enggak papa kok Pak, maaf ya, tapi saya mengerti kok penjelasan anda tadi," jawab Lauren berusaha tersenyum, walau sorot mata bohong nya masih bisa Matthias lihat. "Jangan bohong, pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan kan?" desak Matthias tidak menyerah.Lauren yang menyerah pun menghela
Sudah dua minggu Matthew mengerjakan proyek nya, dan pria itu pun semakin sibuk, membuat waktu di antara Matthew dengan Lauren bersama semakin kurang. Bagi Lauren tidak terlalu mempersalahkan, hatinya sudah beku. Dan selama itu juga, ada seseorang yang selalu hadir mengisi kesepian nya. Siapa lagi kalau bukan Matthias. Seperti contohnya saja sekarang, lagi-lagi Lauren diajak Matthias bertemu dengan klien kerjanya. Bukan membicarakan tentang pekerjaan, melainkan hadir di acara ulang tahun klien kerja nya itu. Acaranya tidak diadakan mewah, hanya makan malam saja di rumah. Melihat sambutan dari keluar kecil itu, membuat Lauren menduga jika sepertinya Matthias cukup dekat dengan klien nya kali ini. "Wah akhirnya sampai juga, ayo-ayo silahkan masuk," kata seorang wanita yang memiliki rambut bob sebahu nya. Sebelum masuk, Matthias sempat memberikan bingkisan coklat nya yang sempat dibeli tadi di jalan. "Yang lain sudah menunggu di halaman belakang, kalian langsung ke sana saja ya," lanju
Lauren sudah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, kini perut nya terasa lebih nyaman dan bisa melanjutkan makan. Tetapi semakin langkah nya mendekati meja makan, telinga nya malah tidak sengaja mendengar obrolan mereka yang sepertinya bersangkutan dengan nya."Tapi kan Lauren istrinya Matthew, masa kamu suka sama Ipar kamu sendiri?" Suara itu dari Romi, tidak lama terdengar kekehan kecil seperti merasa tidak percaya sendiri, berusaha menutupi perasaan gugup nya.Matthias lalu kembali membuka suara. "Aku tahu, tapi.. Matthew juga menyia-nyiakan dia. Kasihan Lauren, banyak sekali yang Matthew sembunyikan dari dia. Lagi pula Lauren pantas dapat kebahagiaan lain, seperti dengan aku contoh nya," katanya percaya diri.Seulas senyuman terukir di bibir Lauren mendengar itu, hatinya tanpa bisa ditahan menghangat karena Matthias seperti sungguhan menyukai nya. Lauren bahkan tidak menyangka pria itu sampai akan menceritakan ini pada keluarga nya sendiri, apa tidak takut ya dilaporkan pada Mat
Sudah dari beberapa menit lalu Lauren dan Matthias saling mendiami, merasa bingung harus memulai obrolan dari mana. Suasana di sana sangat canggung. Sesekali Matthias melirik Lauren yang duduk di sebelah nya, dari tadi wanita itu menunduk seraya memainkan jemari tangannya.Dengan memberanikan diri, Matthias menggenggam tangan Lauren membuat wanita itu pun menatap nya. "Kamu mau dengar dari yang mana? Tanyakan saja, saya akan berusaha jawab kalaupun saya tahu," ucap nya dengan senyuman tipis, berusaha tidak memberikan tekanan. Hembusan nafas lirih keluar lewat celah bibir Lauren. "Apa benar Matthew sempat punya anak dengan Anne? Jadi sekarang Anne sedang hamil ya?" Inilah yang dari tadi terus mengganggu pikiran Lauren, merasa tidak bisa menahan rasa ingin tahunya lagi. Melihat pria di dekat nya itu menggangguk, membuat dada Lauren seperti dihantam sesuatu. Ternyata Ia tidak salah dengar, rasanya sakit sekali mengetahui kenyataan ini. Padahal Lauren sudah berusaha sekuat mungkin menah
"Kita mau kemana?" pertanyaan itu Lauren lontarkan lantaran Matthias tiba-tiba mengajaknya pergi padahal Ia sedang mengerjakan tugas. Sekarang mereka sedang di perjalanan, dan Lauren masih tidak tahu tujuan mereka.Matthias menoleh sekilas lalu kembali fokus menyetir. "Ke tempat proyek pengerjaan Matthew, sekalian saya mau cek sudah sejauh mana dia mengerjakan. Kamu juga sudah lama kan gak ketemu dia? Dia sudah berapa hari gak pulang?"Jika dihitung mungkin sudah mau empat hari Matthew tidak pulang, bahkan di kantor pun tidak bertemu. Lauren sih tidak masalah, malahan merasa senang karena jika bertemu mungkin Ia tidak akan tahan untuk menonjok wajah suaminya yang brengsek itu. Walaupun begitu, terkadang pria itu masih sesekali mengirim pesan memberitahu kesibukannya."Kayanya dia benar-benar ingin proyek besar ini berjalan sukses, makanya fokus ngerjain sampai ngorbanin banyak waktu," kata Matthias kembali membuka suara, kali ini Ia tidak terlalu ingin mengompori tahu jika suasana hat