Share

bab 5

Author: Amoyngapak
last update Last Updated: 2023-03-05 11:18:26

Bab 5

🍁 Pov. Samsul

Aku yang baru saja keluar dari kamar setelah mengganti sarung melihat Mamak menampar Rindu. Aku pun bergegas menghampiri mereka.

"Ma, apa yang mamak lakukan pada istriku? Kenapa mamak menamparnya?" tanyaku pada Mamak yang terlihat sangat emosi, napasnya pun tampak menggebu dengan punggung yang naik turun.

"Istrimu ini memang lantas ditampar, Samsul! Gara-gara dia kamu menjadi anak durhaka pada orang tua. Ajaran sesat apa yang sudah dia ajarkan padamu, hah?!" bentak Mamak dengan kilatan amarah yang terpancar dari kedua mata tuanya. Aku sampai bergidik melihatnya.

"Rindu tidak pernah mengajari hal buruk apapun padaku, Ma. Justru dia yang selalu mengingatkan aku agar tak menaruh dendam pada kalian atas perlakuan kalian selama ini. Jangan lupa, Ma, Rindu lah orang yang telah berhasil membujukku untuk pulang ke desa ini setelah dua tahun aku menjauhkan diri dari kalian karena sikap kalian terlalu membuatku sakit hati. Mama pasti tidak lupa bukan, bagaimana mama memohon pada Rindu agar aku kembali pulang dan meminta kami untuk tinggal di sini," sentakku yang terlanjur terpancing emosi.

"Oh, bagus kamu sekarang ya, Samsul. Kamu bela terus istri tidak berguna dan mandulmu ini. Jangan kamu juga lupa, Sam. Dia itu hanya orang lain yang secara kebetulan kamu nikahi, kalau orang tua dan saudara itu akan selama tetap menjadi keluarga. Karena di dalam darahmu juga mengalir darah kami. Camkan itu!"

Setelah mengatakan itu, mamak pergi begitu saja tanpa permisi. Rupanya ia datang bersama Aulia yang aku lihat hanya duduk di atas motor sambil menonton pertengkaran kami, sempat aku lihat ia tersenyum mengejek ke arahku. Benar-benar adik ipar tak tahu diri.

"Dek, kamu nggak papa?" tanyaku pada Rindu yang sejak tadi terus memegangi pipi kanannya.

"Aku nggak papa, Mas. Kamu yang sabar, ya. Mungkin mama hanya sedang emosi atas kejadian di rumahnya tadi sore," ujar Rindu menenangkan aku, padahal seharusnya aku lah yang melakukan itu padanya.

Aku melepas tangan Rindu dari pipinya, aku benar-benar kaget dibuatnya karena tenyata di pipinya tergambar cap lima jari yang artinya mamaku menamparnya dengan sangat keras.

"Astaghfirullah, Dek! Pipimu merah sekali, ini pasti sakit 'kan. Kamu duduk dulu, biar mas ambilkan es batu dan juga kain untuk mengompres pipimu itu," ujarku yang langsung berlari ke dapur tanpa menunggu jawaban dari istriku.

Setelah mendapatkan apa yang aku butuhkan, dengan secepat kilat aku kembali ke ruang tamu. Dengan perlahan aku mulai mengompres pipi istriku, terdengar desisan lirih yang keluar dari bibir tipisnya. Pasti ia sedang menahan sakit saat ini.

"Kenapa kamu tadi nggak berusaha menghindar saja sih, Dek waktu mamak mau nampar kamu?" tanyaku penasaran.

"Nggak sempat, Mas. Kejadiannya sangat tiba-tiba, aku juga nggak nyangka kalau mama bakalan nampar aku. Kalau tahu, sudah pasti aku akan menghindarinya lebih dulu," jawabnya sambil sesekali meringis kesakitan.

"Maafin mamak ya, Dek. Mamak memang sudah benar-benar keterlaluan!" ucapku kembali hendak terpancing emosi.

"Nggak papa, Mas. Toh orangnya juga sekarang sudah pulang 'kan, jadi nggak usah dibahas terus. Nanti yang ada kamu malah tambah emosi lagi."

Masya Allah, lihatlah betapa lembut hati istriku ini. Bagaimana aku tidak akan jatuh cinta berkali-kali padanya kalau hatinya selembut sutra dan seputih susu.

Aku jadi tiba-tiba teringat akan kisah masa kecilku sendiri. Bagaimana aku sering mendapat pukulan oleh bapak dan juga mamak, bahkan hal kecil sekali pun mampu membuat amarah mereka meledak-ledak hingga berakhir dengan gagang sapu yang patah karena dipakai untuk memukul punggungku saat itu

Dulu, saat aku masih kecilku. Adikku baru satu yaitu Joko, setiap hari aku harus selalu mengalah untuknya dalam segala hal. Baik itu makanan, mainan, uang jajan, pendidikan, pakaian, terutama kasih sayang.

Pernah waktu itu mamak membelikan kami nasi pecel. Aku yang memang sudah sangat kelaparan karena sejak pulang sekolah belum makan apa-apa malah diperintahkan mencari kayu bakar di hutan. Pulang-pulang aku hendak menyantap makanan yang merupakan menu favoritku itu. Namun, baru saja aku membuka bungkusan pecal itu dan langsung direbut oleh Joko. Mamak pun memberikanku lagi satu bungkus lainnya, jadi masing-masing kami makan satu bungkus.

Baru juga dua suap yang masuk ke mulutku, tiba-tiba Joko menaburkan kasir ke atas makananku itu yang mana itu merupakan makanan kami satu-satunya karena sudah tidak ada lagi. Joko sama sekali tidak merasa bersalah malah justru bertepuk tangan kesenangan melihatku. Jelas saja aku marah, posisi perut sangat lapar, baru makan sudah diperlakukan seperti itu.

"Joko! Kamu jangan kurang ajar begitu, dong! Ini itu makanan, lho aku masih lapar dan masih ingin memakannya!" bentakku secara reflek padanya.

Joko langsung menangis kencang dan mengadu yang tidak-tidak pada bapak. Bapak pun murka dan langsung memukuli aku menggunakan gagang sapu hingga patah menjadi dua. Mamak yang melihat kejadian itu hanya diam tak berusaha mencegah apalagi menolongku.

Aku menangis sambil menahan sakit dan meminta ampun. Namun, telinga bapak seakan tuli, ia rupanya masih tidak puas dan malah berganti menendangi punggungku. Aku yang meringkuk di atas lantai berusaha melindungi kepalaku dengan nenggunakan dua tangan kecilku. Setelah melihat aku tidak berdaya, barulah bapak meninggalkan aku dan pergi sambil menggendong Joko dan mengelusnya penuh kasih. Aku sungguh iri melihatnya.

Mamak datang menghampiri tubuhku yang sudah babak belur. Aku pikir ia akan menolongku tapi nyatanya dia hanya menyuruhku untuk pindah ke kamar, katanya gak enak kalau ada orang yang datang untuk mengurut. Selain sebagai petani, bapakku juga membuka jasa urut pijat capek dan pegal.

"Cepat sana kamu masuk ke kamar, Sam! Nggak enak dilihat kalau nanti ada pasien bapakmu yang mau datang mengurut badan!" titah Mamakku tanpa perasaan.

Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menuruti perintahnya. Dengan terseok-seok aku berjalan masuk ke ruangan sempit yang kami sebut kamar. Di sana aku kembali menangis sejadi-jadinya sampai aku kelelahan dan tertidur.

Keesokan harinya, tubuhku demam tinggi dan sekujur badan rasanya remuk. Bapak seakan tak peduli dan malah membangunkan aku dengan menyiramkan segayung air dingin. Tentu saja aku langsung gelagapan dan bangun seketika.

Tak ada air hangat untukku mandi, berbeda dengan adikku Joko. Padahal, udara di kampung ini begitu dingin menusuk tulang. Aku memaksakan mandi menggunakan air dingin. Tubuh kecilku menggigil kedinginan, aku berganti pakaian menggunakan seragam merah putih. Kulihat mamak tengah menyuapi Joko menggunakan telur dadar, air liurku hampir menetes kala melihatnya.

"Cepat makan dan jangan manja, Sam. Nasimu sudah mamak taruh di atas meja, ambil dan habiskan!" titahnya.

Dengan sedikit bersemangat aku berjalan menuju meja makan usang yang berada di dapur di samping tungku. Begitu aku buka tudung saji, hanya ada nasi putih dan minyak jelantah bekas menggoreng ikan asin. Mataku seketika menyendu. Aku bawa sepiring nasi yang sudah aku beri jelantah ikan asin itu mendekati mamak.

"Mak, apa nggak ada telur dadar juga untukku?" tanyaku sedikit takut.

"Makan saja apa yang ada, Sam. Kamu haru ngalah sama adikmu, dia 'kan masih kecil. Jangan lupa, setelah makan kamu jual dulu gula merah ke warung Mbok Jum untuk uang saku kalian. Sisanya mau mamak belikan kaus kaki Joko!" ucapnya memberi perintah.

Aku pun makan dalam diam sambil membayangkan jika saat ini aku tengah makan berlaukkan telur dadar sama seperti Joko.

Related chapters

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 6

    Ipar Ipar SerakahBab 6🍁 Pov. SamsulAku berjalan sedikit cepat dengan membawa dua kilo gula merah buatan mamak. Jalanan desa yang terjal dan berbatu membuatku sedikit kesulitan. Desa kami pada masa itu merupakan desa tertinggal dan belum tersentuh aspal sama sekali. Berbeda dengan desa-desa sekitar yang sudah mulai di aspal dan mulus. Akhirnya aku sampai juga di warung Mbok Jum. Seperti biasa, aku menyerahkan dua kilo gula untuk ditimbang ulang olehnya. "Ini pas dua kilo ya, Sam. Ini uangnya." Mbok Jum memberikan empat lembar uang seribuan berwarna biru. Setelah menerima dan mengucapkan terima kasih, aku pun pamit untuk kembali pulang. Di jalan aku sedikit berlari karena takut terlambat ke sekolah. Begitu sampai di rumah, mamak, bapak, dan Joko sedang duduk di teras menungguku. Joko sudah rapi dengan tas barunya, sementara tas lama Joko mamak berikan padaku. Padahal tas itu sudah ada beberapa bagian yang bolong, tetapi memang tidak separah bekas tasku sebelumnya. "Sini, mana ua

    Last Updated : 2023-03-27
  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 7

    Bab 7Pov. RinduAku melihat Mas Samsul melamun, entah apa yang sedang ia pikirkan. Bahkan, es batu yang ia pegang untuk mengompres pipiku pun sudah terlihat mencair dan membasahi tangannya. "Mas ...." panggilku mengalihkan lamunannya. "Eh, ... Iya, Dek kenapa? Maaf mas tadi sedikit melamun," ujarnya sedikit kaget. Aku menatapnya lembut, kuberikan senyum termanis yang aku miliki. "Kamu sedang ngelamunin apa, Mas? Kejadian tadi?" tanyaku lembut. "Bukan, Mas hanya tiba-tiba saja jadi keingat masalalu. Saat mas kecil dulu bersama Joko," ujarnya tersenyum yang terkesan dipaksakan. Mas Samsul pun akhirnya menceritakan semuanya, mulai dari Joko kecil sampai lahirnya Ardi dan mereka tumbuh besar bersama. Tak terasa air mataku mengalir begitu saja, antara haru dan sedih. Ternyata sikap kedua mertuaku itu memang sudah seperti itu sejak dulu. Mungkin itulah yang menjadi salah satu alasan adik-adik beserta istrinya tak pernah menghargai suamiku. Miris memang, orang tua yang seharusnya me

    Last Updated : 2023-03-27
  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 8

    Bab 8"Cuih! Makanan apa ini! Asin sekali dan hampir basi!" hardik Desrina alias Sri tiba-tiba sembari melepehkan makanan dari mulutnya dan mengelap bibirnya menggunakan tissu makan yang memang telah di sediakan. Otomatis, semua pasang mata tertuju ke arahnya, lalu sebagian bergantian menatap ke arahku penuh curiga. "Sri, apa maksud kamu ngomong begitu! Rindu memasaknya itu semua dadakan, ya. Kamu nggak usah mengada-ada!" bentak Mas Samsul yang sedang berdiri di sebelahku. "Mengada-ada apanya sih, Mas! Orang ini benaran, kok! Coba aja kamu lihat di piringku sekarang, nggak higienis juga. Mana ada kecoanya lagi, kamu itu niat jualan apa mau ngeracunin pembeli, sih!" fitnah Sri dengan berteriak lantang seolah-olah dialah yang paling benar. Aku dan Mas Samsul langsung menghampiri meja Sri dan melihat ke arah piringnya untuk membuktikan semua perkataan yang ia tuduhkan padaku. Kami terperanjat ketika ada seekor kecoa tengah terlentang di atas makananan yang tersaji di piring Sri. "Lo

    Last Updated : 2023-03-27
  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 9

    Bab 9"Eh, mana bisa begitu?" protes Desrina tak terima. "Kamu mau coba-coba untuk mempermainkan kami, Sam?" tanya mamak mertua sengit. "Halah ...! Bilang aja gak punya duit!" timpal Aulia meremehkan suamiku. Namun wajah ketiganya kentara sekali terlihat panik. Aku hanya diam menyaksikan kepanikan dari mereka bertiga. Mas Samsul tertawa miring seakan-akan apa yang ada di dalam pikirannya dama denganku. "Kenapa? Takut?" tantang Suamiku. Mas Samsul itu semakin ditekan, dia akan semakin berontak sekarang. Berbeda dengan dulu yang bisanya hanya diam dan mengalah. Trio rusuh saling tatap seakan-akan saling memberi kode satu sama lain. "Si--siapa yang takut! Gak ada dalam kamus seorang Desrina Maharani itu takut pada orang miskin kayak kalian!" ujarnya sombong dan mendapat anggukan setuju dari mamak mertuaku dan juga Aulia. "Ya sudah, kalau begitu kita berangkat sekarang saja. Kebetulan tadi aku sudah meminta tolong pada Lek Warno pinjam mobil untuk bawa kita semua ke RS besar di kot

    Last Updated : 2023-03-27
  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 10

    Bab 10🚨 Sebelum melanjutkan membaca kisah Mas Samsul dan Rindu. Author ingin meminta waktunya sejenak untuk mengirimkan Al-fatihah yang dihadiahkan kepada Almarhum Mas Samsul ayahanda dari Ananda Keisya Salma Khoirunnisa. Karena hari ini tepat 10 tahun sudah kepergian beliau menghadap sang ilahi. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah, dan dilapangkan kuburnya. Amin amin Allahumma amin. 🚨🍁🍁🍁🍁Hari sudah semakin larut, tetapi aku dan Mas Samsul belum juga menemukan solusi untuk kami tidur malam ini. Selepas shalat tarawih masjid sudah kembali sepi, akhirnya kami pun kembali menelusuri jalanan tanpa arah tujuan. Semakin jauh kaki kami melangkah, semakin sepi pula jalanan yang kami lalui. Tiba-tiba terdengar suara guruh yang sangat kencang ditambah dengan sapuan angin yang lumayan kencang juga. Tak lama setelahnya, disusul dengan gerimis yang mulai berjatuhan satu persatu membasahi bumi tempat kami berpijak. "Ya Allah, hujan, Dek! Kita cari tempat berteduh dulu dari pad

    Last Updated : 2023-03-27
  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 11

    Semalaman sudah aku dan Mas Samsul berada di kantor satpol pp. Mau tidak mau, aku pun akhirnya menghubungi Masku yang malam itu juga bertolak ke Magelang. Akhirnya, kami di bawa ke Purwokerto untuk kembali ke rumah orang tuaku. Di sana, aku dan Mas Samsul memang sengaja merahasiakan kejadian yang sebenarnya pun dengan Mas Wahyu yang sudah aku mintai tolong untuk menjemput. "Kalian puasa tidak?" tanya Mamaku. "Insya Allah puasa, Ma." jawab kami serempak."Alhamdulilah." Perjalanan Magelang purwokerto hanya 4 jam saja. Mulai berangkat dari kantor satpol pp pukul delapan pagi, sampai di rumah orang tuaku jam satu siang. Satu jam kami gunakan untuk istirahat, mandi, dan berganti pakaian di area pom bensin tadi. Tentu saja itu semua kami lakukan agar tidak terlihat begitu lusuh saat bertemu orang tuaku nanti. Kami tak ingin membuat orang tuaku kepikiran. "Lebih baik sekarang kalian istirahat saja, tadi kamarnya sudah dibersihkan sama Mbak Darmi. Untung saja Wahyu tadi sempat ngasih ta

    Last Updated : 2023-03-31
  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 12

    🍁 Kembali ke tuntutan DesrinaIbu melengos pergi membawa kedua menantu kesayangannya. Lek Warno sang pemilik mobil sewaan sampai melongo melihatk aksi tri rusuh yang di luar batas nalar manusia. "Itu si Sari 'kan?" tanya Lek Warno sedikit linglung. "Iya, itu mamakku, Lek." jawab Mas Samsul yang kini menyandarkan kepalanya pada punggung sofa. "Edan! Aku nggak nyangka kalau ternyata sifatnya belum berubah juga dari dulu," celetuknya lagi. Mas Samsul merogoh kantung celananya lalu memberikan dua lembar uang berwarna merah pada Lek Warno sebagai bayaran sewa mobilnya. Meskipun mobil itu tidak jadi dipakai karena keburu trio kucrut itu ngibrit duluan, tetapi untuk datang ke sini tetap memakai bensin. Jadi ya, sebagai uang kompensasi saja lah. "Ini apa, Le?" tanya Lek Warno semakin kebingungan saat suamiku memberinya uang. "Uang ganti bensin, Lek," ujar Mas Samsul terus terang. "Ndak usah wes! Lha wong mobilnya saja ndak jadi di pakai, kok. Kalau sudah nggak ada urusan lagi, aky mau

    Last Updated : 2023-03-31
  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 13

    Seminggu telah berlalu semenjak kejadian keributan anatara Mas Samsul dan juga Joko. Pagi ini, seperti biasanya aku membuka warung makanku, tetapi kali ini Mas Samsul tak ikut membantu karena sejak habis subuh tadi ia sudah pergi bersama temannya untuk melihat lahan yang akan mereka garap. Trio rusuh datang dan mulai duduk di salah satu meja yang selalu menjadi tempat mereka untuk ghibah dan makan gratis. Aku diam saja dan memilih sibuk untuk melayani para pembeli. "Assalamu'alaikum," sapa seseorang, rupanya itu adalah Lek Painem yang merupakan tetangga desa baru saja pulang dari kota. "Walaikum salam. Eh, Lek Painem, kapan pulang makin segar aja," godaku. "Ah, kamu bisa aja, Rin. Lek baru sampai tadi malam jam sembilan, kangen sama masakan kamu yang juara. Makanya Lek putusin untuk cepat-cepat ke sini, takut keburu kehabisan!" ujar Lek Painem. Kami pun tertawa bersama. "Monggo duduk dulu, Lek. Rindu layanin yang lainnya dulu, nanti Rindu temani Lek ngobrol," ujarku. Lek Painem

    Last Updated : 2023-03-31

Latest chapter

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 17

    🍁 Awal kedatangan Aulia. "Mbak, kenalin ini Aulia, calon istriku," ujar Ardian sembari memperkenalkan seorang gadis langsing, berkulit putih, dan bermata sipit. Sayangnya rambutnya di cat warna pirang dan pakaiannya sangat seksi. Aku menatapnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Penampilannya bak artis-artis yang wara-wiri di layar kaca, sungguh benar-benar hedon. Aku sampai terpana melihatnya, persis seperti boneka. Rupanya tak hanya aku saja yang terkesima, mamak mertua pun tak kalah kagetnya denganku. Terlebih lagi, matanya langsung silau melihat apa yang di pakai oleh calon menantunya itu terlihat mahal semua. "Ya ampun, Le. Kok ya kamu itu pintar sekali nyari calon istri, cantik banget persis kayak boneka!" seru mamak mertua dengan sorot mata berbinar bak melihat emas permata dan juha uang gepokan. Aulina menyalami punggung tangan kami semua dan menampilkan senyuman terbaiknya, membuat wajah ayunya bertambah berkali-kali lipat cantiknya dan tampak sangat elegant. Namun

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 16

    Pov. SriPerkenalkan, namaku Desrina Maharani atau biasa dipanggil dengan sebutan Sri. Aku menikah dengan Mas Joko karena sudah terlanjur hamil duluan. Awal pernikahan, ibu mertuaku sangat sayang padaku dan selalu memprioritaskan aku di atas segalanya. Terlebih lagi Setelah kelahiran Najwa yang merupakan cucu pertama di keluarga Mas Joko.Sebenarnya Najwa adalah cucu kedua di keluarga ini, cucu pertama yang sebenarnya adalah Vero yang merupakan anak Mas Samsul bersama mantan istrinya dulu yaitu Mbak Indah. Namun sayangnya, mereka bercerai akibat ulah mamak mertuaku dan Vero diasuh oleh ibunya. Vero dan Najwa hanya berbeda dua tahun saja, oleh sebab itu dulu aku begitu dekat dengan Mbak Indah. Sampai suatu hari, Mas Samsul membawa pulang seorang perempuan bernama Rindu setelah lima tahun bercerai dengan Mbak Indah. Awal perkenalan kami, aku sudah langsung tidak suka pada calon kakak iparku itu. Gayanya yang modis, tibuh terawat, kulit putih bersih dan juga perhiasan lengkap yang mene

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 15

    Kini kami semua sudah berada di rumah orang tua Mas Samsul. Seperti biasa, bak terdakwa aku menjadi pesakitan yang tengah diadili oleh keluarga toxic ini. "Ceraikan istrimu sekarang juga, Sam! Dia itu membawa pengaruh buruk terhadap keluarga kita, kamu lihat sendiri. Semenjak kedatangannya, keluarga kita tidak pernah tenang sedikit pun. Selalu saja ada masalah yang dia ciptakan sehingga memancing pertengkaran dengan adik-adikmu!" tegas bapak mertuaku seperti orang yang sudah kehilangan akalnya. Mas Samsul hanua diam, menatap tajam ke arah orang-orang yang ada di hadapannya. "Benar apa yang dikatakan bapakmu, Sam. Delapan tahun kalian menikah, tapi sampai detik ini belum ada tanda-tanda kehamilan dari istri kebanggaanmu itu. Kedua adikmu saja sudah punya dua anak, dan anak pertama mereka sudah besar-besar pula," timpal ibu mertuaku seakan-akan semakin menyiram bensin ke dalam api. "Sudahlah, Bu. Soal keturunan itu biarkan menjadi urusanku dan Mas Samsul, apa ibu dan juga kalian itu

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 14

    Semua mata orang-orang tertuju ke arah Joko. Mungkin dia kaget karena aku kini sudah berani melawan tidak seperti sebelumnya yang hanya bisa sabar, sabar, dan sabar setiap kali menghadapi kerusuhan mereka. "Sudah cukup dengan omong kosongmu yang tidak ada gunanya itu, Rindu! Selama ini aku menghargaimu karena kamu adalah istri dari abangku, tapi jangan mentang-mentang karena itu sekarang kamu bisa berucap kurang ajar!" sengitnya padaku. "Apa kamu bilang barusan, Jok! Aku, kurang ajar? Nggak salah kamu ngomong seperti itu, heuh? Bukankah selama ini kalian yang selalu bersikap kurang ajar padaku dan juga Mas Samsul. Dasar ipar-ipar tidak tahu diri!" ucapku tak kalah sengit. "Diam! Jika kamu terus bicara, jangan salahkan aku kalau detik ini juga kamu aku tampar, Rindu!" bentaknya yang sudah bersiap maju kehadapanku. "Hei!!! Sedikit saja kamu berani menyentuh wajah istriku, akan aku pastikan kamu pulang tinggal nama!" bentak Mas Samsul tiba-tiba yang langsung pasang badan di hadapanku

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 13

    Seminggu telah berlalu semenjak kejadian keributan anatara Mas Samsul dan juga Joko. Pagi ini, seperti biasanya aku membuka warung makanku, tetapi kali ini Mas Samsul tak ikut membantu karena sejak habis subuh tadi ia sudah pergi bersama temannya untuk melihat lahan yang akan mereka garap. Trio rusuh datang dan mulai duduk di salah satu meja yang selalu menjadi tempat mereka untuk ghibah dan makan gratis. Aku diam saja dan memilih sibuk untuk melayani para pembeli. "Assalamu'alaikum," sapa seseorang, rupanya itu adalah Lek Painem yang merupakan tetangga desa baru saja pulang dari kota. "Walaikum salam. Eh, Lek Painem, kapan pulang makin segar aja," godaku. "Ah, kamu bisa aja, Rin. Lek baru sampai tadi malam jam sembilan, kangen sama masakan kamu yang juara. Makanya Lek putusin untuk cepat-cepat ke sini, takut keburu kehabisan!" ujar Lek Painem. Kami pun tertawa bersama. "Monggo duduk dulu, Lek. Rindu layanin yang lainnya dulu, nanti Rindu temani Lek ngobrol," ujarku. Lek Painem

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 12

    🍁 Kembali ke tuntutan DesrinaIbu melengos pergi membawa kedua menantu kesayangannya. Lek Warno sang pemilik mobil sewaan sampai melongo melihatk aksi tri rusuh yang di luar batas nalar manusia. "Itu si Sari 'kan?" tanya Lek Warno sedikit linglung. "Iya, itu mamakku, Lek." jawab Mas Samsul yang kini menyandarkan kepalanya pada punggung sofa. "Edan! Aku nggak nyangka kalau ternyata sifatnya belum berubah juga dari dulu," celetuknya lagi. Mas Samsul merogoh kantung celananya lalu memberikan dua lembar uang berwarna merah pada Lek Warno sebagai bayaran sewa mobilnya. Meskipun mobil itu tidak jadi dipakai karena keburu trio kucrut itu ngibrit duluan, tetapi untuk datang ke sini tetap memakai bensin. Jadi ya, sebagai uang kompensasi saja lah. "Ini apa, Le?" tanya Lek Warno semakin kebingungan saat suamiku memberinya uang. "Uang ganti bensin, Lek," ujar Mas Samsul terus terang. "Ndak usah wes! Lha wong mobilnya saja ndak jadi di pakai, kok. Kalau sudah nggak ada urusan lagi, aky mau

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 11

    Semalaman sudah aku dan Mas Samsul berada di kantor satpol pp. Mau tidak mau, aku pun akhirnya menghubungi Masku yang malam itu juga bertolak ke Magelang. Akhirnya, kami di bawa ke Purwokerto untuk kembali ke rumah orang tuaku. Di sana, aku dan Mas Samsul memang sengaja merahasiakan kejadian yang sebenarnya pun dengan Mas Wahyu yang sudah aku mintai tolong untuk menjemput. "Kalian puasa tidak?" tanya Mamaku. "Insya Allah puasa, Ma." jawab kami serempak."Alhamdulilah." Perjalanan Magelang purwokerto hanya 4 jam saja. Mulai berangkat dari kantor satpol pp pukul delapan pagi, sampai di rumah orang tuaku jam satu siang. Satu jam kami gunakan untuk istirahat, mandi, dan berganti pakaian di area pom bensin tadi. Tentu saja itu semua kami lakukan agar tidak terlihat begitu lusuh saat bertemu orang tuaku nanti. Kami tak ingin membuat orang tuaku kepikiran. "Lebih baik sekarang kalian istirahat saja, tadi kamarnya sudah dibersihkan sama Mbak Darmi. Untung saja Wahyu tadi sempat ngasih ta

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 10

    Bab 10🚨 Sebelum melanjutkan membaca kisah Mas Samsul dan Rindu. Author ingin meminta waktunya sejenak untuk mengirimkan Al-fatihah yang dihadiahkan kepada Almarhum Mas Samsul ayahanda dari Ananda Keisya Salma Khoirunnisa. Karena hari ini tepat 10 tahun sudah kepergian beliau menghadap sang ilahi. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah, dan dilapangkan kuburnya. Amin amin Allahumma amin. 🚨🍁🍁🍁🍁Hari sudah semakin larut, tetapi aku dan Mas Samsul belum juga menemukan solusi untuk kami tidur malam ini. Selepas shalat tarawih masjid sudah kembali sepi, akhirnya kami pun kembali menelusuri jalanan tanpa arah tujuan. Semakin jauh kaki kami melangkah, semakin sepi pula jalanan yang kami lalui. Tiba-tiba terdengar suara guruh yang sangat kencang ditambah dengan sapuan angin yang lumayan kencang juga. Tak lama setelahnya, disusul dengan gerimis yang mulai berjatuhan satu persatu membasahi bumi tempat kami berpijak. "Ya Allah, hujan, Dek! Kita cari tempat berteduh dulu dari pad

  • Ipar Ipar SerakahΒ Β Β bab 9

    Bab 9"Eh, mana bisa begitu?" protes Desrina tak terima. "Kamu mau coba-coba untuk mempermainkan kami, Sam?" tanya mamak mertua sengit. "Halah ...! Bilang aja gak punya duit!" timpal Aulia meremehkan suamiku. Namun wajah ketiganya kentara sekali terlihat panik. Aku hanya diam menyaksikan kepanikan dari mereka bertiga. Mas Samsul tertawa miring seakan-akan apa yang ada di dalam pikirannya dama denganku. "Kenapa? Takut?" tantang Suamiku. Mas Samsul itu semakin ditekan, dia akan semakin berontak sekarang. Berbeda dengan dulu yang bisanya hanya diam dan mengalah. Trio rusuh saling tatap seakan-akan saling memberi kode satu sama lain. "Si--siapa yang takut! Gak ada dalam kamus seorang Desrina Maharani itu takut pada orang miskin kayak kalian!" ujarnya sombong dan mendapat anggukan setuju dari mamak mertuaku dan juga Aulia. "Ya sudah, kalau begitu kita berangkat sekarang saja. Kebetulan tadi aku sudah meminta tolong pada Lek Warno pinjam mobil untuk bawa kita semua ke RS besar di kot

DMCA.com Protection Status