"Dan kau akan mati sekarang," kata Louis kejam. Alex tersenyum. Senyum yang sama yang sering dilihat Louis ketika ia masih kecil. Dan itu mengguncang Louis. Tak ingin kehilangan fokus, Louis kembali memikirkan teman-temannya. Jika Louis tidak membunuh Alex sekarang, Aeron dan yang lain mungkin akan terluka. Dan jika itu terjadi, Sherly dan Judith pasti akan sangat terluka. Louis tidak akan membiarkan itu terjadi. Louis kembali menyerang Alex. Serangan tiba-tibanya itu tampaknya tidak diantisipasi Alex cukup cepat. Akibatnya, Alex terhempas keras ke dinding."Alex juga punya rencana menggunakanmu untuk menarik Louis keluar. Selama ini Alex hanya berusaha membuat Louis sekesal mungkin, semarah mungkin, agar ketika mereka berhadapan, Louis menjadi lawan yang cukup tangguh baginya. Perlu kau tahu, Alex benci lawan yang lemah. Dan malam ini, aku yakin, Louis pasti akan mati di tangan kakaknya itu."Suara Armando seolah menyita perhatian Louis. Dan amarah naik begitu cepat menguasai Louis."
Clara kembali menatap Presdir GM itu. Oh, betapa dia ingin membunuh pria itu. Tapi lalu apa? Pengawalnya yang sedari tadi berdiri di belakangnya akan membunuhnya, dan Alexakan membunuh Louis. Semuanya tetap akan berakhir dengan kematian Clara, dan juga Louis.Tak sanggup melihat apa yang mungkin akan terjadi pada Louis, Clara memejamkan matanya seraya berkata,"Louis, aku mencintaimu….""Tidaaakk! " Louis berteriak seraya melompat untuk berdiri di depan Clara tepat ketika Armando melepaskan tembaknya.Tapi kemudian Louis dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang berdiri di depannya, menerima peluru itu untuknya."Alex!"Pekikan kaget itu terdengar dari Clara yang detik berikutnya bergegas menghampiri tubuh Alex yang perlahan jatuh ke lantai.Lalu terdengar derap langkah kaki yang semakin dekat yang membuat Armando urung menyerang Louis maupunClara. Pria itu lalu berlari ke pintu lain di sisi ruangan.Tapi entah mengapa, Louis tidak bisa melangkahkan kakinya untuk mengejar bajingan i
Clara mempersempit jarak di antara mereka, lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Louis. Ekspresi Louis perlahan melembut." Jika sampai sesuatu terjadi padamu, Alex akan sangat kecewa. Dia tidak mengorbakan dirinya untuk ini, Louis," kata Clara sabar.Louis memejamkan matanya, menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan." Aku berjanji, aku akan berhati-hati," katanya kemudian." Aku akan melumpuhkan pengawalnya dulu."" Jangan melakukan tindakan bodoh apapun yang mungkin akan membahayakanmu," Clara mengingatkan.Louis mengangguk, lalu tersenyum." Aku akan membuatnya menyesal karena telah mengusik keluarga kita, Clara," Louis berkata.Clara tersenyum haru mendengar Louis menyebutkan" keluarga kita" Kehangatan menyelimuti hatinya ketika Louis menautkan jemari mereka." Kita harus segera menemukan mereka sebelum mereka pergi terlalu jauh," Louis berkata.Clara mengangguk. Sekarang, ia sepenuhnya percaya pada Louis.***" Berapa lama lagi helikopternya akan tiba, Roy
Yang gemetar dan menembakkannya. Setelah Louis melepaskan pelukannya detik berikutnya, Clara baru bisa melihat apayang terjadi. Presdir Armando mengerang kesakitan dengan tangan kirinya menyangga tangan kanannya yang berlubang dan berlumuran darah karena tembakan Louis tadi. Clara menatap Louis. Pria itu tidak perlu menoleh untuk melihat Presdir Armando mengangkat pistolnya. Pria itu bahkantidak perlu menoleh untuk menembak ke arah yang tepat. Louis… mungkin memang seorang pembunuh." Setelah melihat betapa kejamnya diriku, apakah kau masih mencintaiku, Clara?" tanya Louis kemudian. Clara menatap mata pria itu dalam." Tak peduli siapa pun kau, kurasa aku tidak bisa berhenti mencintaimu. Bahkan setelah aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, rasaku padamu tak sedikit pun berkurang. Seharusnya aku takut padamu, tapi aku lebih takut kehilanganmu, Louis. Tak peduli siapa pun kau, asalkan kau tetap hidup dan bersamaku, aku tidak akan meminta apapun. Aku mencintaimu Louis, dengan segal
" Alex. Dia juga takut pada Alex. Karena itulah, dia tidak pernah menyentuhmu," terang Aeron.Louis mencondongkan tubuhnya ke depan, menyandarkan tangannya di pahanya dan menautkan kedua tangannya di sana.Ditatapnya Aeron lekat."Apa saja yang telah dilakukan kakakku untuk mendapatkan semua reputasi mengerikan itu?" tanya Louis, berusaha agar suaranya terdengar tetap tenang padahal emosinya benar-benar sudah mendidih."Dia menjadi mafia, pembunuh, penjahat… bahkan lebih jahat dari Armando. Dia terjun ke dunia gelap itu, untuk menjagamu tetap aman. Dia juga menjadi mata-mata untuk kita, danmembahayakan dirinya sendiri. Dia melakukan semua itu untuk menjagamu, Louis. Dan teman-temanmu yang dibunuhnyaitu… mereka semua ternyata sudah bersekongkol untuk menangkapmu dan mengantarmu pada Alex. Aku yang memintabantuan Alex untuk menguji mereka karena mereka akan menjadi kelompokmu. Aku khawatir, kejadian buruk yang menimpaku dulu, akan terulang lagi padamu. Karena itu, aku memintanya untu
"Bisakah kita melanjutkan, pada siapa ini dipersalahkan? Menurutmu, siapa yang selalu bertingkah nekat dan membuatku nyaris gila dan kehilangan akal sehatku?"Louis tak maumengalah."Kau selalu bertingkah berlebihan jika menyangkut diriku. Sudah kubilang, aku akan baik-baik saja. Aku tidak melakukan semua itu tanpa rencana, Louis,"sengit Clara."Ya. Rencana yang membuatku nyaris kehilanganmu. Astaga, Clara! Apa yang sebenarnya ada dalam kepalamu itu? Kau tidak dibesarkan untuk menjadi sepertiku dan kau tidak perlu senekat itu dalam melakukan segalanya. Kau bisa menempuh jalur aman, tapi kau memilih membahayakan dirimu sendiri,"Louis tampak sangat frustasi."Kau pikir kau tidak membahayakan dirimu sendiri?" Clara membalas dengan kesal."Kau pikir apa yang kau lakukan itu? Menabrakkan mobilmu dan membuat dirimu sendiri terluka parah karenaku? Berjanjilah kau tidak akan menempatkan dirimu dalam bahaya lagi untuk melindungiku.""Kalau begitu berjanjilah kau tidak akan menempatkan dirimu d
Tiga Tahun kemudian..."Mark… Mark….” Memanggilnya dengan lembut.“Makanan nya udah dingin, tuh.”Mark masih mematung.Clara menatap semangkuk bubur di hadapanya dan wajah Mark, kakak laki-lakinya. satu-satunya secara bergantian." Aku tidak lapar. Akutidak ingin makan, "Mark menggenggam tangannya erat-erat.Kali ini Clara hanya menatap matanya.“Please, please… jangan seperti ini,”Mark, kakak yang selama ini selalu Clara kagumi dan mendidiknya, Setelah kian lama mereka Terpisah, karena Setelah Orangtuanya meninggal Mark Berangkat Ke Swiss untuk studinya dan Mengembangkan karirnya.dengan keras sejak ayah tiada, kini sedang menatap matanya dengan tatapan memohon. Matanya yang jernih, berkaca-kaca di balik kacamatanya.“Aku masih berharap ini mimpi,” ujar Clara.“Udahlah. Nggak usah dibahas lagi!” Mark mulai marah.“Semua sudah berakhir. Ingat, semua sudahberakhir! Louis bukan pria yang pantas untukmu!”Setiap kali nama itu disebut, air mata Clara mengalir.Rasa nya semua terjadi b
Pihak kepolisian membebaskan Mark karenaLouis sudah mencabut tuntutannya terhadap Mark. Clara tahu Louis hanya menggertak. Dia tidak bersungguh-sungguh ingin memenjarakan Mark. Namun, justru hal inilah yang membuatku semakin geram. Louis selalu bisa berbuat semaunya! Apa dia tertawa di balik semua ini? Sekarang rasanya sangat sulit bagi Clara untuk bisa memikirkan kalau Louis adalah orang yang baik.“Kakak benar-benar bodoh!” Clara memukul kepalanya, saat Mereka sudah di mobilnya. Seharusnya dia bisa melihat kemarahan dari matanya. Clara benar-benar merasa tersakiti. Kenapa Mark bertingkah kampungan semacam itu?“Clara! Kamu apa-apaan, sih. Aku terluka tahu!” Mark memegangi kepalanya.Di bibirnya terlihat darah yang sudah mengering.“Siapa suruh… siapa suruh Kakak berbuat onar? Ngapain juga Kakak datang ke rumah orang itu, hah?!”“Aku ngelakuin ini semua demi kamu!”“Apanya?! Aku nggak merasa tertolong dengan semua ini!”“Kamu tahu? Aku cuma ingin menghajar pria tengik itu! Dia sud
Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang
Hari ini Vincent libur kerja. Jadi setelah kuliah, dia menjemput Clara di tempat kerjanya yang baru dan Mereka mampir ke toko buku. Vincent suka membaca komik. Clara jadi teringat, dia ingin menunjukkan naskah novelnya pada Vincent, sampai sekarang belum juga sempat.Namun hari ini, saat melihatnya asyik dengan buku-buku komik, Clara rasa dia tidak jadi menunjukkan naskah novelnya. Dia tidak akan suka. Kalau toh dia membacanya, dia belum tentu bisa memberi masukan yang baik.Clara tidak boleh memaksakan egonya. Ditinggalkan dia berkutat di antara komik-komik sementara Clara pergi melihat-lihat novel. Mau tidak mau tangannya ini nanti pastinya akan memillih beberapa novel.“Kamu beli apa aja?” tanya Vincent sambil melihat ke tangan Clara yang membawa tiga buah novel.Kami sudah mau pulang dan hendak ke kasir.“Kamu?” Clara memperhatikan Vincent dan sekelilingnya yang tidak membawa apa-apa.“Kamu nggak beli?” tanya Clara lagi.Clara ingat semasa sekolah dulu, Dia juga mengalami saat-sa
Sudah dua hari, Clara dan Vincent tidak saling berhubungan. Mereka benar-benar butuh waktu untuk me renung. Sudah dua hari ini pula Clara melepas cincin yang diberikan Steven. Clara meletakkannya di kotak nya.Diabaikannya cincin itu beberapa lama. Diangkat ponselnya dan siap menghubungi nomor Vincent. Terdengar nada sambung di seberang sana. Tidak lama, panggilannya diangkat.“Halo,” sapa suara seorang cewek. Clara mengerut kan kening.“Ha… halo…” Clara jadi ragu sejenak.Terdengar sedikit kasak-kusuk di seberang sana lalu suara Vincent berseru,”Dari siapa? Hei…” Vincent dan si cewek seperti sedang berebut ponsel.“Hai, Clara,” sapa Vincent akhirnya.“Siapa itu?” tanyanya penuh curiga.Clara sudah berbesar hati mau menghubunginya lebih dulu, tetapi ternyata seperti ini kenyataannya. Clara berpikir yang bukan-bukan.“Desi,” jawab Vincent singkat. Dia selalu jujur.“Desi?” tentu saja Clara ingat siapa dia.“Kalian di mana?"“Di kosku. Mereka sedang bikin tugas. How are you? I really
Clara hanya diam. Hatinya sedang bergumul. Ternyata Mereka memiliki pandangan yang berbeda. Apa yang harus di lakukan? Apakah Clara egois kalau Dia mempertahankan cincin ini untuk kumiliki?“Lepaskan. Suatu hari, aku akan membelikanmu cincin yang lain. Bisakah kamu menunggu?” Vincent bicara tanpa menatapnya.Pasti dia sudah sangat jengkel. Clara menghela napas panjang. Clara memandangicincin di jemarinya.“Clara!” Vincent memanggilnya dengan nada agak keras. Untung pada saat itu Viona dan Dong Jun oppa datang.“Hai, kalian datang…” seru Viona senang.Kegirangannya memecah ketegangan di antara Clara dan Vincent. Mungkin sekarang rupa Mereka sangat pucat pasi. Clara menurunkan tangannya. Sayangnya, semua belum berakhir. Clara dan Vincent sama-sama tidak betah berada di tempat itu terlalu lama.“Kalau kamu nggak lepasin cincin itu, aku akan memukul Louis sekarang,” Vincent berbisik. Clara melebarkan mata.“Maksudmu apa?”“Aku nggak suka sama Louis. Aku ingin menonjok pria itu sekarang j