"Bisakah kita melanjutkan, pada siapa ini dipersalahkan? Menurutmu, siapa yang selalu bertingkah nekat dan membuatku nyaris gila dan kehilangan akal sehatku?"Louis tak maumengalah."Kau selalu bertingkah berlebihan jika menyangkut diriku. Sudah kubilang, aku akan baik-baik saja. Aku tidak melakukan semua itu tanpa rencana, Louis,"sengit Clara."Ya. Rencana yang membuatku nyaris kehilanganmu. Astaga, Clara! Apa yang sebenarnya ada dalam kepalamu itu? Kau tidak dibesarkan untuk menjadi sepertiku dan kau tidak perlu senekat itu dalam melakukan segalanya. Kau bisa menempuh jalur aman, tapi kau memilih membahayakan dirimu sendiri,"Louis tampak sangat frustasi."Kau pikir kau tidak membahayakan dirimu sendiri?" Clara membalas dengan kesal."Kau pikir apa yang kau lakukan itu? Menabrakkan mobilmu dan membuat dirimu sendiri terluka parah karenaku? Berjanjilah kau tidak akan menempatkan dirimu dalam bahaya lagi untuk melindungiku.""Kalau begitu berjanjilah kau tidak akan menempatkan dirimu d
Tiga Tahun kemudian..."Mark… Mark….” Memanggilnya dengan lembut.“Makanan nya udah dingin, tuh.”Mark masih mematung.Clara menatap semangkuk bubur di hadapanya dan wajah Mark, kakak laki-lakinya. satu-satunya secara bergantian." Aku tidak lapar. Akutidak ingin makan, "Mark menggenggam tangannya erat-erat.Kali ini Clara hanya menatap matanya.“Please, please… jangan seperti ini,”Mark, kakak yang selama ini selalu Clara kagumi dan mendidiknya, Setelah kian lama mereka Terpisah, karena Setelah Orangtuanya meninggal Mark Berangkat Ke Swiss untuk studinya dan Mengembangkan karirnya.dengan keras sejak ayah tiada, kini sedang menatap matanya dengan tatapan memohon. Matanya yang jernih, berkaca-kaca di balik kacamatanya.“Aku masih berharap ini mimpi,” ujar Clara.“Udahlah. Nggak usah dibahas lagi!” Mark mulai marah.“Semua sudah berakhir. Ingat, semua sudahberakhir! Louis bukan pria yang pantas untukmu!”Setiap kali nama itu disebut, air mata Clara mengalir.Rasa nya semua terjadi b
Pihak kepolisian membebaskan Mark karenaLouis sudah mencabut tuntutannya terhadap Mark. Clara tahu Louis hanya menggertak. Dia tidak bersungguh-sungguh ingin memenjarakan Mark. Namun, justru hal inilah yang membuatku semakin geram. Louis selalu bisa berbuat semaunya! Apa dia tertawa di balik semua ini? Sekarang rasanya sangat sulit bagi Clara untuk bisa memikirkan kalau Louis adalah orang yang baik.“Kakak benar-benar bodoh!” Clara memukul kepalanya, saat Mereka sudah di mobilnya. Seharusnya dia bisa melihat kemarahan dari matanya. Clara benar-benar merasa tersakiti. Kenapa Mark bertingkah kampungan semacam itu?“Clara! Kamu apa-apaan, sih. Aku terluka tahu!” Mark memegangi kepalanya.Di bibirnya terlihat darah yang sudah mengering.“Siapa suruh… siapa suruh Kakak berbuat onar? Ngapain juga Kakak datang ke rumah orang itu, hah?!”“Aku ngelakuin ini semua demi kamu!”“Apanya?! Aku nggak merasa tertolong dengan semua ini!”“Kamu tahu? Aku cuma ingin menghajar pria tengik itu! Dia sud
Mark sudah pulang ke Malang. Sekarang, tinggal Clara dan hidupnya. Clara sudah menyusun beberapa rencana. Clara akan mencari pekerjaan lagi sembari mengikuti berbagai kursus, menjahit, memasak, bahasa,rias pengantin…. Apa pun yang bisa Dilakukan, akan Dilakukannya.Sebenarnya, Clara sudah mengajukan lamaran kembali ke sekolahnya yang dulu, tetapi tidak ada kabar. Viona yang juga bekerja di sekolah tempat Clara mengajar dulu, mengatakan kalau posisi Clara sudah digantikan oleh guru baru.Clara jadi semakin patah arang. Melamar kembali ke sekolah itu saja sudah meruntuhkan harga dirinya. Apalagi sekarang, ternyata mereka benar-benar sudah tidak membutuhkannya. Viona selalu membesarkan hati Clara, katanya murid-murid selalu menanyakannya.Clara pun merindukan mereka. Entah kapan Clara bisa bertemu mereka lagi. Hal menyenangkan yang kudapat sekarang adalah Clara memiliki waktu menulis yang tidak terbatas. Clara bisa menulis lagi. Clara senang menulis sejak SMP. Apa saja Clara tulis. Bera
“I think,” Vincent menanggapi,“each job has pressure points…”Clara tidak menyukai tanggapan Vincent. Dia kan belum pernah bekerja. Clara yakin itu. Dia tidak tahu alasan sebenarnya Clara keluar dari pekerjaannya. So, skip it.“You should know that each person has his or her own story…” ujar Clara.“So, did you graduate from junior high school or senior high school?”JEDENG! What… what? Clara tidak salah dengar? Let’s repeat….“So, did you graduate from junior high school or senior high school?”“I have a bachelor degree!” ujar Clara dengan tegas dan bangga.Dari mana dia bisa mengira Clara lulusan SMPatau SMA? Clara mencoba membayangkan dirinya sendiri saat ini.Clara, gadis dengan tinggi 152 cm dan bobot kurang dari 50 kg; berwajah oriental dan kulit kuning langsat; rambut sebahu yang lurus dan dicat agak coklat; disandingkan dengan Vincent yang terlihat dewasa. Mungkin Clara memang terlihat seperti anak sekolahan. Tidak apa-apa. Clara tidak perlu tersinggung.“Oh…” Vincent hanya
Clara merasa hidup kembali. Memiliki kehidupan kedua yang sama sekali berbeda. Clara benar-benar bebas. Baru pertama kali ini Clara Merasakan hidup tanpa beban. Malam ini Clara ingin menonton film di bioskop. Sendirian. Menikmati hiruk-pikuk malam Minggu. Clara sudah mengabari Viona kalau malam ini Clara sedang tidak ingin diganggu.Dia selalu mengkhawatirkan Clara setiapmalam Minggu. Clara harap dia tidak muncul begitu saja saat Clara tidak ada di rumah nanti. Namun kalau boleh Clara Mengenang kembali, bukankah saat menjalin hubungan dengan Louis dulu Clara juga lebih sering sendiri? Seingat Clara, setiap malam Minggu Louis selalu sibuk dengan urusan ini-itu. Hanya sesekali Mereka pergi keluar.Hanya sesekali dia mengajaknya ke acaranya. Clara berdiri di depan dinding iklan film yang sedang diputar. Clara menonton Frozen saja. Biasanya Clara suka film-film drama, tetapi belakangan ini Clara bosan menonton itu semua. Mungkin karena drama percintaan Clara sendiri mirip dengan skenario
“Haha… kamu lagi?” refleks tawa Clara langsung meledak.Ini menggelikan. Meskipun begitu, Clara suka kejutan-kejutan yang terjadi di antara Mereka.“Mau pulang naik taksi lagi, ya?” terka Vincent.Clara sedikit malu mendengar pertanyaannya. Harus Clara jawab apa? Memang beginilah keadaannya. Clara tidak bisa mengendarai motor. Clara hanya bisa mengendarai mobil dan sepeda. Mobil di rumah adalah pemberian Louis dan Clara tidak berniat menggunakannya lagi.Setidaknya, tidak dalam waktu ini. Masa Clara harus naik sepeda ke mana-mana? Namun, mungkin bisa kucoba besok. Clara akan melakukan hal-hal baru. Di siang hari Clara masih bisa naik angkutan umum, tetapi di Kota Semarang ini, angkutan umum tidak beropera si hingga tengah malam.“Kuantar saja, gimana? Daripada buang-buanguang.”Kali ini Clara harus bisa menolak. Clara tidak boleh merepotkannya lagi.“Nggak apa-apa, Aku pulang sendiri aja.”“Jangan. Bahaya. Masa seorang wanita pulang sendiri tengah malam begini. Ayo naik,” ajak Vin
“Thank you….”“Miss Sean!” panggil Vincent lagi.“Can I have your phone number?”“Yeah, of course. I think I need yours too,”Mereka mengeluarkan ponsel masing-masing.“Thank you,” ujar Vincent sopan.“You’re welcome!” Clara berbalik.“Eh… Miss!” Ketiga kalinya Vincent memanggilnya.Anak ini benar-benar tidak menyerah.“Are you hungry? Can we have a dinner together?”Clara melebarkan mataku dan langsung menjawab,“YA!” Mengapa Clara begitu antusias dengan ajakannya?***Clara mengendarai mobil. Vincent mengendarai motor. Mereka beriringan. Clara dapat melihatnya melalui kaca spion mobil. Clara rela menggunakan kembali mobil pemberian Louis, sehingga Vincent tidak perlu direpotkannya lagi. Clara merasa tidak enak karena Dia bukan siapa-siapanya. Clara mengajaknya makan di warung kaki lima yang terkenal bersih dan enak, yang ternyata merupakan salah satu tempat favorit Vincent.Vincent orang yang sangat menyenangkan dan terbuka. Di satu sisi dia memang misterius dan dingin. Dia orang
Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang
Hari ini Vincent libur kerja. Jadi setelah kuliah, dia menjemput Clara di tempat kerjanya yang baru dan Mereka mampir ke toko buku. Vincent suka membaca komik. Clara jadi teringat, dia ingin menunjukkan naskah novelnya pada Vincent, sampai sekarang belum juga sempat.Namun hari ini, saat melihatnya asyik dengan buku-buku komik, Clara rasa dia tidak jadi menunjukkan naskah novelnya. Dia tidak akan suka. Kalau toh dia membacanya, dia belum tentu bisa memberi masukan yang baik.Clara tidak boleh memaksakan egonya. Ditinggalkan dia berkutat di antara komik-komik sementara Clara pergi melihat-lihat novel. Mau tidak mau tangannya ini nanti pastinya akan memillih beberapa novel.“Kamu beli apa aja?” tanya Vincent sambil melihat ke tangan Clara yang membawa tiga buah novel.Kami sudah mau pulang dan hendak ke kasir.“Kamu?” Clara memperhatikan Vincent dan sekelilingnya yang tidak membawa apa-apa.“Kamu nggak beli?” tanya Clara lagi.Clara ingat semasa sekolah dulu, Dia juga mengalami saat-sa
Sudah dua hari, Clara dan Vincent tidak saling berhubungan. Mereka benar-benar butuh waktu untuk me renung. Sudah dua hari ini pula Clara melepas cincin yang diberikan Steven. Clara meletakkannya di kotak nya.Diabaikannya cincin itu beberapa lama. Diangkat ponselnya dan siap menghubungi nomor Vincent. Terdengar nada sambung di seberang sana. Tidak lama, panggilannya diangkat.“Halo,” sapa suara seorang cewek. Clara mengerut kan kening.“Ha… halo…” Clara jadi ragu sejenak.Terdengar sedikit kasak-kusuk di seberang sana lalu suara Vincent berseru,”Dari siapa? Hei…” Vincent dan si cewek seperti sedang berebut ponsel.“Hai, Clara,” sapa Vincent akhirnya.“Siapa itu?” tanyanya penuh curiga.Clara sudah berbesar hati mau menghubunginya lebih dulu, tetapi ternyata seperti ini kenyataannya. Clara berpikir yang bukan-bukan.“Desi,” jawab Vincent singkat. Dia selalu jujur.“Desi?” tentu saja Clara ingat siapa dia.“Kalian di mana?"“Di kosku. Mereka sedang bikin tugas. How are you? I really
Clara hanya diam. Hatinya sedang bergumul. Ternyata Mereka memiliki pandangan yang berbeda. Apa yang harus di lakukan? Apakah Clara egois kalau Dia mempertahankan cincin ini untuk kumiliki?“Lepaskan. Suatu hari, aku akan membelikanmu cincin yang lain. Bisakah kamu menunggu?” Vincent bicara tanpa menatapnya.Pasti dia sudah sangat jengkel. Clara menghela napas panjang. Clara memandangicincin di jemarinya.“Clara!” Vincent memanggilnya dengan nada agak keras. Untung pada saat itu Viona dan Dong Jun oppa datang.“Hai, kalian datang…” seru Viona senang.Kegirangannya memecah ketegangan di antara Clara dan Vincent. Mungkin sekarang rupa Mereka sangat pucat pasi. Clara menurunkan tangannya. Sayangnya, semua belum berakhir. Clara dan Vincent sama-sama tidak betah berada di tempat itu terlalu lama.“Kalau kamu nggak lepasin cincin itu, aku akan memukul Louis sekarang,” Vincent berbisik. Clara melebarkan mata.“Maksudmu apa?”“Aku nggak suka sama Louis. Aku ingin menonjok pria itu sekarang j