Kemudian pemilik katin datang kearah mereka sembari membawakan sebuah jus. Lalu meletakannya di meja dekat dengan Dicky.
"Makasih, bu!" ucap Dicky tersenyum.
"Iya sama-sama den," sahut pemilik kantin dan berjalan pergi.
"Lo mau?" tanya Dicky kepada Zia.
Mengagukan kepala, "Boleh!" jawab Zia tersenyum.
"Bu!" ujar Dicky memanggil pemilik kantin.
"Iya ada apa den?" tanya pemilik kantin.
"Pesan satu lagi bu!" jawab Dicky sembari mengakat jari telunjuknya.
"Oh siap den." balas pemilik kantin dan beranjak pergi.
. . .
"Ini minumannya!" ujar pemilik kantin sembari meletakan jus di meja lalu beranjak pergi.
"Makasih bu!" sahut Zia lalu meminum minumanya menggunakan sedotan.
"Oh iya, teman kamu kok lama banget ya," kata Zia.
"Gue juga enggak tau," ucap Dicky.
Tak!
Suara keras dari meja mereka saat Fabio memukul kuat meja itu, datang tersenyum sembari membawa buku dan meletakannya di meja. Benar-benar membuat Lazia kaget. Fabio duduk di kursi sebelah Lazia. Raut muka kesal Lazia benar-benar terlihat jelas di wajahnya.
"Lo ngapain si kesini!" bentak Zia sembari berdiri.
"Emangnya kenapa? Ini 'kan tempat umum, iya enggak bro!" balas Fabio sembari melihat Dicky.
"Iya, tapi bukan disini juga! Banyak tuh tempat-tempat kosong, kenapa harus disini!" ujar Zia dengan nada tinggi.
"Lazia ... Dengerin gue. Pertama ini itu tempat umum, kenapa gue duduk disini? Itu si suka-suka gue dong!" sahut Fabio tersenyum lalu tertawa seperti bajak laut. Zia sangat kesal dibuatnya dan kembali duduk di tempatnya sembari memajukan bibirnya.
"Dicky kita pindah aja yo!" kata Zia tersenyum.
"Kaya 'nya enggak deh, soalnya gue takut nanti teman-teman gue nyariin," ucap Dicky.
"Wah ... Kebetulan banget gue haus!" ketus Fabio lalu mengambil jus yang berada di depan Zia.
"Lo lo lo"
"Itu minuman gue!" teriak Zia.
"Berisik banget, si! Ini 'tu cuma minuman tau, apa susahnya apa susahnya tinggal beli!" ucap Fabio lalu meminum jus itu hingga habis.
Dicky hanya bisa terdiam melihat tingkah laku mereka. Sampai teman-teman Dicky datang. Mereka bernama, Alpon dan Frans. Dua cowo keren, anggota team Dicky.
"Kalian kok lama banget?" tanya Dicky.
"Maaf-maaf bro, soalnya diluar ada yang nantangin kita buat tanding basket," jawab Frans.
"Siapa," balas Dicky.
"Biasa Boby, kelas IPS1!" sahut Alpon tersenyum.
"Hy Zia!" ucap Alpon sembari melambaikan tangan.
"Hy!" sahut Zia dengan senyum kecut.
"Ya udah kita langsung kesana." ujar Dicky dan berjalan pergi bersama teman-temannya.
"Yah ... Pergi!" gumang Zia lemas. Dewi hanya bisa tertawa pelan melihat ekspresi wajah Zia lalu berjalan menghampirinya.
"Lo kenapa, segitunya sama dia?" tanya Fabio.
"Kenapa? Lo cemburu? Dia itu cowo yang gue suka, jadi lebih baik lo jangan ngejar-ngejar gue lagi!" jawab Zia sembari melototi Fabio.
"Gimana berhasil enggak?" sahut Dewi tersenyum dan duduk di kursi Dicky tadi.
"Gagal!" memanyunkan bibirnya.
"Itu semua gara-gara dia, ni!" ucap Zia dengan nada tinggi.
"Ya Tuhan, mengapa harus cowo yang selalu salah!" kata Fabio sembari mengakat kedua tangannya.
"Lebay banget si lo!" ujar Dewi tersenyum kepada Fabio. Fabio hanya bisa terkekeh membalas perkataan Dewi.
Kemudian pemilik kantin datang menghampiri mereka. Untuk menagih minuman yang tadi Dicky dan Lazia pesan.
"Ini ni, bu!" menunjuk Fabio lalu berdiri diikuti Dewi.
"Sama dia aja ibu tangih." ucap Zia tersenyum dan berjalan pergi.
"Dadah!" ujar Dewi melambaikan tangan kearah Fabio yang sedang kebingungan dan pergi mengikuti Zia.
"Yah, yah, yah. Kok gue?" teriak Fabio kebingungan sembari berdiri
"Semuanya 50 ribu mas!" ujar pemilik kantin sembari mengeluarkan tangannya.
"Apa 50 ribu?"
"Padahal tadi rasanya biasa-biasa aja." gumang Fabio sembari mengambil dompetnya.
Lazia dan Dewi tertawa di sepanjang jalan, mereka mempertawakan raut wajah Fabio tadi. Yang menurut mereka benar-benar kocak.
"Seharusnya kita foto tuh mukanya. Terus kita tempel di mading." ucap Zia lalu tertawa.
Perjalanan mereka terhenti saat melihat di lapangan sedang ada tanding basket. Dan tentu saja Lazia berhenti karena melihat ada Dicky disana."Kita kesana, yuk!" ujar Zia sembari memegang tangan Dewi."Iya-iya." sahut Dewi.Mereka berdiri di pinggir lapangan, sembari menyemangati Dicky. Dicky malah terganggu oleh suara bising mereka. Hingga Fabio datang menghampiri Lazia dan berdiri disampingnya."Lo ngapain si ngikutin gue terus?" tanya Zia."Idih ... Siapa juga yang ngikutin lo," jawab Fabio sembari melihat kelapangan."Gue kerjain lo," batin Zia sembari tersenyum."Ayo Dicky semangat!" teriak Dewi."Hey," memanggil Fabio."Hey! Hello ..." Fabio tetap tidak menyautnya."Hey Fabio cowo aneh!" teriak Lazia kesal lalu menginjak kaki Fabio."Aw ... Sakit tau!" balas Fabio sembari memegang kakinya."Habisnya dari tadi gue manggil lo tau enggak!" dengan nada tinggi."Tapi, lupain aja. Gue punya tantangan buat
Selesai makan, Lazia beranjak pergi ke ruang tamu untuk menonton drama kesukaannya. Pukul 19:11, saat-saat dimana Lazia sedang menghayati drama yang berada di televisi tersebut. Tiba-tiba lamunan Lazia tentang drama itu buyar, setelah ketukan pintu kuat terdengar jelas dari luar.Tok, tok..."Iya-iya tunggu""Siapa si malam-malam gini datang kerumah gue." gumam Zia sembari berjalan kearah pintu.Klek!Ternyata itu ketukan pintu dari Fabio. Dengan menggunakan sarung dan juga membawa sebuah buku sembari tersenyum lebar."Aaa!" teriak Zia kaget lalu menutup kembali pintu itu."Loh kok malah ditutup lagi? Bukain dong pintunya""Hello!" ucap Fabio lalu mengetuk pintu."Gawat ... Itu 'kan Fabio. Dia pasti mau nagih hutang sama gue," gumam Zia ketakutan sembari bersandar di pintu.Tok, tok!"Iya-iya," teriak Zia.Klek!"Hy!" sapa Fabio tersenyum sembari melambaikan tangan lalu berjalan masuk kedalam.
"Cie ... Cie, cie, cie. Lo lihatin gue!" ujar Zia lalu tertawa."Udah napa! Enggak cape apa ketawa mulu," rengek Fabio."Enggak," balas Zia tersenyum."Tugas lo itu ngerjain pr gue, bukannya ngetawain gie," keluh Fabio."Iya-iya ...""Cuma ngomong itu aja, mukanya kaya yang pengen nangis," gumam Zia pelan sembari tersenyum lalu kembali mengejarkan tugas Fabio.Fabio melihat Lazia kembali mengerjakan tugasnya. Menghembuskan nafas kuat, sembari melap keringatnya. Tiga puluh menit Lazia mengejarkan tugasnya, tiba-tiba Fabio memanggilnya."Zia tolong ambilin minum dong," ujar Fabio sembari menonton televisi."Ayo pukul, pukul lagi," kata Fabio lalu loncat pelan di sofa sembari menonton televisi."Apa lo bilang? Ambilin minum?""Lo pikir gue pembantu lo apa?!" bentak Zia sembari melemparkan pulpennya ke meja."Lo lupa gue ini tamu ..." tersenyum."Yang namanya tamu itu raja" melihat ke arah Zia."Cepat ambilin
Lazia terdiam beberapa detik, sebelum ia berteriak."Aaa!"Dan langsung berdiri, walaupun Lazia sempat menginjak tangan Fabio. Mengambil sebuah tisu yang ada di meja lalu melap bibirnya dengan kasar."Tapi Zia. bisa di ulang lagi enggak? Soalnya manisnya cuma sedikit kerasa," ujar Fabio tersenyum sembari duduk dan melihat Lazia sedang sibuk membersihkan bibirnya."Dicky maafin gue!" teriak Zia ke udara."Ciuman pertama gue. Gue kasih sama cowo gila itu," tambah Zia sembari melihat Fabio yang sedang tersenyum. Kemudian kembali melap bibirnya."Lebay banget si lo!" kekeh Fabio sembari tersenyum lalu berdiri."Ini salah lo! Salah lo! Salah ... Lo!" teriak Zia dengan kuat. Sembari mengerakan kedua kakinya di lantai, seperti anak kecil yang sedang merengek."Salah gue?""Bukannya lo sendiri yang nimbuk gue! Udah lo bilang aja, kalau itu emang mau cem-ceman sama gue," balas Fabio tersenyum lalu mengambil bukunya."Dasar gila tau
"Lo letakin aja di meja gue," ucap Zia. Lalu berjalan pergi bersama Dewi."Tapi bentar lagi itu masuk." teriak Wizdan.Benar saja, keluar Lazia dan Dewi dari kelasnya. Tak lama kemudian bel tanda masuk, berdering. Membuat Lazia tidak jadi pergi ke ruang kelas Fabio.Karena Lazia seorang sekertaris. Lazia harus menulis soal pelajaran yang di berikan ibu Olah kepadanya. Walaupun Lazia sedang malas, gara-gara kejadian tadi pagi di rumahnya. Soal demi soal Lazia tulis di papan tulis. Sampai seorang siswa memanggilnya, dia bernama Reyhan."Apa?" jawab Zia."Lo gimana, si? Gue belum selesai, lo udah ngahapus aja," ujar Reyhan tersenyum. Sembari melihat teman-temannya."Hello ...""Siapa suruh lo main-main." sahut Zia. Dan kembali menulis soal.Hari ini semua siswa ribut. Hampir sebagaian tidak ada yang menulis, semua sibuk dengan perkerjaannya. Ada bernyanyi, tidur, berdandan dan sebagainya. Mereka anggap, mereka sedang ada di rumahnya terma
Lazia terus melamunkan kejadian tadi di kelas, saat-saat dimana Dicky melakukan hal yang romantis. Senyum manis terlihat di wajah Lazia, Dewi yang melihatnya saja sedikit kawatir, melihat Lazia yang seperti itu."Jadi hasilnya berapa anak-anak?" tanya Guru.Semua siswa tidak ada yang menjawab. Guru itu mengkerutkan dahinya, melihat ke arah Lazia yang sedang tersenyum."Lazia," ucap Guru itu dengan tatapan tajam."Zia, Zia ... " bisik Dewi sembari menyenggol badan Lazia. Tapi Lazia tetap saja tidak mendengarnya."Lazia!" bentak Guru. Membuat Lazia kaget setengah mati."Iya-iya, pak!" sahut Zia sembari mengkedipkan matanya. Dan mengambil pulpen."Kamu ngelamunin apa?" tanya Guru dengan nada tinggi."Dicky, pak!" jawab Zia cepat lalu menutupnya.Sontak semua siswa tertawa mendengarnya. Guru itu hanya membalasnya dengan menggelengkan kepala."Maksud Zia itu pelajaran, pak." ujar Zia tersenyum lalu terkekeh setelahnya.Dri
"Masih, emangnya kenapa?" tanya Dewi sembari terus menyetir."Kita muter-muter aja," jawab Zia tersenyum."Maksud lo?" balas Dewi bingngung."Masa lo enggak ngerti, si?! Kita ajak dia muter-muter jauh, sampai motornya itu habis bensin," ucap Zia."Oh, Iya-iya gue ngerti." sahut Dewi terkekeh.Dewi melanjutkan mobilnya sedikit cepat ke pusat kota. Dewi juga masih melihat Fabio sedang mengikutinya, di pusat kota itu. Dewi hanya berputar-putar hingga sepuluh kali, yang jaraknya itu tiga belas kilometer. Sampai Dewi memberhentikan laju mobilnya, karena dia melihat motor Fabio yang tiba-tiba berhenti."Kok lo berhenti?" tanya Zia."Kayanya motor Fabio udah habis bensin," jawab Dewi tersenyum. Sembari melihat Fabio dari spion mobilnya."Serius lo!" lanjut Zia lalu melihat ke belakang. Melihat Fabio sedang memeriksa tangki bensin motornya."Gimana kita lanjut?" tanya Dewi."Udah kita lanjut aja, langsung pulang. Biarin dia di situ
Semakin penasaran Lazia memberanikan diri untuk membuka pintu. Walau di dalam hatinya, ia merasa takut.Klek!Pintu terbuka, namun Lazia tidak melihat siapa-siapa. Lazia hanya melihat derasnya hujan dan angin kencang."Perasaan tadi ada yang ngetuk deh," gumam Zia pelan dengan rasa takut menghantuinya.Dorr!Tiba-tiba kilat datang di sertai gemuruh yang kuat, bersamaan dengan cahaya kilat itu, Lazia seseorang di pintu gerbangnya sedang berdiri menggunakan sebuah payung. Lazia ketakutan setengah mati, dan masuk kembali ke dalam rumah."Itu siapa?""Apa jangan-jangan hantu," gumam Zia sembari bersandar di balik pintu.Tok, tok!Ketukan pintu kembali terdengar, namun kini sangat keras."Siapa disana?!" teriak Zia dengan masih sembunyi di balik pintu.Tapi tetap saja tidak ada yang menjawab. Lima menit Lazia menunggu, Lazia memutuskan untuk membuka lagi pintunya. Namun kini secara perlahan.Ngek...Lazia melih
"Zia gue minta maaf, Zia!" ujar Fabio dengan nada tinggi dan Lazia berhenti sembari menangis tersedu-sedu."Gimanapun gue harus pergi.""Kenapa Fabio, Kenapa," lirih Zia dengan air mata yang tak kunjung berhenti."Di saat cinta datang dan lo harus pergi! Apa kita tidak bisa mencobanya terlebih dahulu? Setelah itu lo bebas mau pergi atau nggak.""Zia, hapus air mata lo. Lo jangan tangisi pria seperti gue," kata Fabio dengan nada dingin."Jika memang kita berjodoh, pasti Tuhan akan mempertemukan kita kembali dengan cara apapun.""Please Fabio jangan pergi," lirih Zia."Gue nyakin setelah nanti gue pergi. Lo pasti mendapatkan pria yang jauh lebih segalanya dari gue. Karena bagaimanapun gue harus pergi," kata Fabio yang membuat air mata Zia menetes cepat."Gue cuma pengen lo! Gue nggak mau yang lain Fabio, jadi please lo jangan pergi," pinta Zia."Kalau begitu, berikan alasan. Agar gue tetap bisa bertahan di sini," ujar Fabi
"Apa pentingnya ini buat lo," jawab Boby menatap sinis Zia. "Ini penting banget buat gue bob," kata Zia dengan nada sedih. "Pentingnya mana dia dengan Dicky?" tanya Boby cepat. "Gue emang suka sama Dicky, tapi itu dulu! Sebelum gue bertemu dengan dia, dia yang membuat hari-hari ku jadi berwarna," jawab Zia dengan mata berkaca-kaca. "Bob, please! Di mana Fabio sekarang." "Zia kayanya udah benar-benar mulai jatuh cinta sama Fabio, tapi kenapa dia baru sadar sekarang," batin Boby. "Kenapa lo diem Boby, ayo jawab di mana Fabio sekarang," ucap Zia dengan nada sedih. "Please!" Boby menghela nafas panjang lalu berjalan pergi masuk ke dalam kelas, "Lo bisa datang lagi sepulang sekolah dan gue akan kasih tau semuanya sama lo." Jam pulang pun terdengar. Saat Boby satu langkah dari pintu kelasnya, tiba-tiba salah satu temannya memanggil dan menunjuk ke arah belakang Boby. Saat Boby berbalik ia kaget, melihat Zia sedang jon
Malam berganti pagi. Hari ini Lazia benar-benar semangat, terlihat dari senyum lebarnya kepada Sopandi yang sedang berada di meja makan. Lazia mengambil beberapa roti lalu memakannya dengan senyum menggoda. Sopandi kaget kebingungan melihat tingkah laku putri bungsunya itu. Apa lagi pada hari senin ini, Lazia tampil lebih cantik."Ayah gimana Lazia, cantik nggak?" tanya Zia tersenyum."Kamu ke sekolah, ka!" ucap Sopandi menaikan sedikit intonasi suaranya."Iya-iya, lah ayah ... mau kemana lagi," kata Zia tersenyum."Baguslah," sahut Sopandi lemas."Bagaimana dinermu dengan Dicky tadi malam. Apa semuanya baik-baik saja?""Semuanya baik ayah, lancar!" jawab Zia tersenyum lalu memakan rotinya. Mendengar itu Sopandi hanya menghela nafasnya panjang.Bim, bim!"Dewi udah datang, Zia pergi dulu ya, ayah!" kata sembari menyalim tangan Sopandi.Di perjalanannya menuju sekolah, Lazia menceritakan Dicky kepada Dewi. Tentang kejadia
Setelah Fabio pergi mengejar Lazia, kini giliran Dicky untuk mengejarnya. Mereka joging di daerah komplek rumah Lazia, di sana ada sebuah taman besar yang biasa di pakai untuk lari pagi. Fabio dan Dicky berada di belakang Lazia, mengikuti semua gerakan Lazia, seperti peregangan dan pemanasan. Lazia hanya diam melihat mereka berdua, berharap salah satu dari mereka pulang. Setelah satu jam joging, Lazia merasa lelah dan beristirahat di sebuah kursi panjang yang berada di taman itu. Fabio dan Dicky langsung berlari menuju Lazia, sembari membawa botol minuman dingin. "Zia, lo pasti cape bangetkan!" ucap Fabio tersenyum sembari mengulurkan botol minuman. "Mendingan yang gue aja Zia," ujar Dicky tersenyum, lalu mengulurkan botol minumannya. "Mending yang gue aja Zia! Ini langsung gue ambil dari pabriknya," kata Fabio, lalu melihat sinis ke arah Dicky. "Lo jangan bohong, ya
"Enak 'kan," kata Dicky tersenyum."Iya, enak," balas Zia."Tapi ada sisa makanan di mulut lo!" ujar Dicky kemudian mengambil tisu yang ada di meja itu.Mengulurkan tangannya ke arah mulut Zia. Membersihkan sisa makanan yang bersarak di pinggiran mulut Zia. Dengan lembut dan penuh perasaan."Sebenarnya hati gue milih siapa? Kenapa perasaan ini beda dengan Fabio," batin Zia sembari melihat Dicky yang masih membersihkan mulutnya."Udah dong, malu di lihagin orang," ujar Zia tersenyum."Iya," sahut Dicky tersenyum."Oh iya Zia, nanti malam lo ada kegiatan nggak?""Kayanya nggak ada, si! Emangnya kenapa?" tanya Zia. Lalu meminum jus yang ada di mejanya."Gue mau ajak lo jalan-jalan. Yah ... sekedar liburanlah, besokan hari minggu," jawab Dicky."Boleh," ucap Zia tersenyum."Kalau gitu gue pulang dulu, ya! Gue mau siap-siap. Ingat nanti malam kita jalan," ujar Dicky."Iya ... " sahut Zia tersenyum."By." balas
"Gue bosen Zia ... gue pengen pulang!" rengek Fabio."Iya nanti, setelah lo sembuh," sahut Zia."Seharusnya na, Fabio itu nggak usah datang ke taman. Karena anak om pasti cuma mau ngerjain na, Fabio," sambung Sopandi tersenyum. Lalu melihat ke arah Zia."Nggak ayah! Zia beneran lupa, kalau Zia punga janji sama Fabio," cela Zia. Kemudian melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Kenapa lo senyum?""Emangnya kenapa?" tanya Fabio tersenyum."Om, Fabio nggak boleh senyum ya, om?""Boleh kok dan itu hanya untuk Zia seorang," kekeh Sopandi."Ayah ... " ketus Zia lalu melihat ke arah Fabio. Fabio hanya membalasnya dengan menaikan kedua alisnya sembari tersenyum."Na, Fabio udah makan?" tanya Sopandi."Belum om," jawab Fabio."Kenapa belum? Ini udah hampir jam dua loh. Kenapa belum makan juga," ujar Sopandi."Soalnya makanannya nggak enak om, rasanya hambar," sahut Fabio tersenyum."Berarti orang kaya lo itu,
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di dunia, buat
"Oh ... waktu lo tunangan sama Fabio," ucap Dicky."Iya," kata Zia tersenyum."Jadi lo mau, gue maafin lo?" tanya Dicky tersenyum."Iya. Maafin gue," jawab Zia."Ok gue maafin lo. Tapi dengan satu syrat," ujar Dicky."Apa," sahut Zia tersenyum."Lo. Harus jadi pacar gue," ucap Dicky sembari melihat Zia."Pacar?" tanya Zia kebingungan."Maksud gue itu, pacar bohongan," jawab Dicky malu lalu melihat kembali ke depan."Oh ... ok." kata Zia.Akhirnya Lazia tiba di rumah Dicky. Rumah yang besar, serta tanaman bunga di sekelilingnya. Berjalan masuk ke dalam bersama Dicky. Dicky membawa Lazia menuju meja makan yang di sana sudah ada kedua orang tua Dicky."Katanya ulang tahun. Tapi, kok nggak rame," batin Zia. Lalu duduk di kursi tak jauh dari kedua orang tua Dicky."Lo tunggu di sini, ya! Gue mau ganti baju." ujar Dicky lalu berjalan pergi."Nama kamu siapa cantik?"Tanya wanita paruh baya. W