Drrtt drrtt
Ponsel bergetar, sebuah pesan masuk dari Rivan. Eka mendecakkan lidah. Dia terpaksa urung mengecup bibir Surtini, padahal tinggal berjarak 3 cm. Setelah menghela napas berat, Eka mengambil ponsel dan membuka pesan.
["Eka, Om ada di depan kamar. Bu Mirna minta Om menemani kamu dan Surtini, bisa Om tau password-nya.]
"Nenek Kanebo memang firasatnya luar biasa! Mau nyuri ciuman aja susah," gerutu Eka sembari mengetikkan pesan balasan untuk Rivan.
["Password-nya 14052006, Om."]
Eka memang sengaja menjadikan tanggal lahir Surtini sebagai password kamar apartemen. Sebegitu penting si pelayan baginya. Dia pun tidak tahu kapan perasaan bertumbuh hingga begitu besar, padahal hanya berawal dari rasa simpati sebagai sesama anak tidak sah.
Tak lama kemudian, pintu terbuka. Rivan masuk sembari menenteng kantung kresek dengan logo restoran cepat saji ternama. Aroma a
"Non, Non, liat ini deh, bagus enggak?" rengek Surtini sembari menarik-narik lengan kemeja Eka. Mereka tengah mengemil gorengan di kantin. Namun, jajanan penuh minyak itu baru dimakan setengah potong oleh Eka karena dari tadi sibuk mengutak-atik ponsel. Setelah dipanggil Surtini, barulah dia mengalihkan pandangan. Sementara Rehan hanya membisu memandangi Surtini diam-diam. "Apanya yang bagus, Sur?" tanya Eka dengan kening berkerut. "Ini, Non. Surti bikinin buat Non Eka, liat contoh di Utube." Surtini memperlihatkan seutas gelang dari tali kur dengan kombinasi warna merah dan hitam yang dipilin. Dia juga menyingsingkan lengan kemeja. Gelang dengan bentuk dan warna serupa melingkar di pergelangan tangannya. "Gelang couple gitu, Non," ucapnya dengan pipi merona. Sebenarnya, Eka sangat senang dan tak sabar hendak memakai gelang itu. Namun, melihat wajah malu-malu Surtini, timbullah pikiran
"Non! Non! Non!" Konsentrasi Eka seketika buyar. Tadinya, dia tengah membaca referensi untuk tugas mata kuliah Manajemen Keuangan. Namun, suara cempreng Surtini melengking, membuat otaknya mendadak buntu. Eka menutup buku, lalu mengalihkan pandangan. Wajah Surtini terlihat merah padam. Tangan gadis itu terkepal kuat. Dia juga menggemeletukkan gigi. "Kenapa, Surti? Ada materi yang tidak kamu pahami? Kalo bingung, tidak usah marah, sini kubantu." "Bukan, Non. Ini lho Mas Rehan!" ketus Surtini dengan mata melotot. Mendengar nama rival cintanya itu, Eka jadi ikut melotot. "Si Rehan kenapa lagi?" desaknya dengan suara bernada tinggi. Surtini seketika mengkerut. Dia tampak gemetaran. Menyadari sikapnya membuat takut si pelayan, Eka menurunkan nada suara. Sorot matanya juga berubah lebih lembut. "Rehan kenapa, Surti?" tanyanya dengan lebih lembut. "Postingan-nya ini lho, Non. Bikin Surti kesel!" Surtini memperlihatkan layar ponsel. Foto Rehan memamerkan gelang membuat Eka pa
Amira memencet bel untuk yang kesepuluh kalinya. Namun, pintu apartemen Rehan tidak juga terbuka. Dia mendengkus kasar, juga mengipas-ngipasi wajah karena suhu mendadak naik akibat emosi jiwa. Reina yang berdiri di sampingnya jadi mengkerut."Ma ....""Apa lagi, Reina? Jangan bilang kamu mau buang air kecil!""Anu, Ma .... Kita, kan, ke sini mendadak. Siapa tau Kak Rehan lagi pergi ke mana gitu. Kenapa Mama enggak telepon aja dulu?"Amira menepuk kening. Kepanikan setelah melihat unggahan Rehan memang membuatnya sedikit hilang kendali. Meskipun Aris kurang setuju, dia dan Reina tetap kukuh mendatangi Rehan. Amira sangat tergesa-gesa sampai lupa memberi kabar terlebih dahulu kepada sang putra.Sebenarnya, Amira merasa tak perlu memberi kabar karena mereka sampai di apartemen Rehan di malam hari dan berpikir putranya pasti tidak akan ke mana-mana. Dia memang terlebih dahulu pergi ke ustaz untuk meminta air rukiyah. Amira
“Ada apa, Surti?” celetuk Rehan.Pemuda itu sedari tadi hanya mengamati. Namun, dia tak tahan ketika melihat Surtini mulai mencak-mencak tak jelas. Sementara Eka malah tersenyum jahat, membuat Rehan merinding saja. Pacar pura-puranya memang sering kali memiliki ide anti-mainstream yang sedikit kejam untuk membalas kejahatan lawan.“Ini lho, Mas, Sylvia udah keterlaluan!” keluh Surtini.Dia memperlihatkan layar ponsel. Rehan mencondongkan badan. Raut wajahnya perlahan berubah saat membaca pesan-pesan di grup WA angkatan Surtini dan Eka. Tiga pesan terakhir terasa sangat sadis dan tidak berperikemanusian.[“Eh, @Eka! Baca nih komentarku! Enggak pantes tau kamu sama Rehan! Anak haram cocoknya ya sama anak haram juga.”][“Jangan-jangan kamu ngerayu Rehan kayak ibu kamu menggoda majikan, ya!”][“Dasar anak lont*! Pantes ibu kamu mati kena karma! Hati-hati nanti k
Surtini mengerucutkan bibirnya. Dia sudah sangat penasaran dengan rencana Eka. Namun, sang "nona" meminta bersabar dan menunggu kedatangan Rehan."Ayolah, Non," rengeknya manja."Tunggu sebentar lagi, aku malas kalo harus menjelaskan dua kali."Tepat, setelah ucapan Eka selesai, bel berbunyi. Surtini bergegas membukakan pintu. Begitu melihat wajah Rehan, dia langsung menyeretnya ke dalam. Gadis itu tak peduli si pemuda tampak salah tingkah dengan wajah memerah saat dipenganginya di lengan."Ayo, Mas, cepat-cepat! Surti udah enggak sabar denger rencana Non Eka!" cecar Surtini sembari terus menarik Rehan, hingga ke sofa ruang tamu.Sayangnya, kesenangan Rehan harus ternganggu. Eka tiba-tiba bangkit dari sofa. Dia melepas pegangan tangan Surtini dengan cara yang sangat halus, hingga terlihat seperti hal wajar. Eka meminta gadis itu membuatkan minuman. Surtini bergegas menuju dapur."Silakan duduk," ucap Eka."Terima kasih."Rehan
Sebelum memulai drama jilid dua, Eka memastikan dulu waktunya tepat. Teman seangkatan harus banyak yang online. Kalau tidak, semua rencana akan sia-sia. Dia menyeringai saat melihat lebih dari separuh anak angkatannya tengah berselancar di dunia maya.“Panggung pertunjukkan akan segera dimulai. Surti, segera ke posisi!” titah Eka.“Siap, Non!”Surtini berpose hormat. Dia berlari ke kamar. Eka meletakkan ponselnya di penyangga, lalu melakukan siaran langsung. Kasusnya memang sedang hangat, tentu anak-anak angkatan segera mengikuti siaran langsung tersebut karena penasaran dengan apa yang akan Eka lakukan.@Mimi_Cute: “”Wah, si Lonet siaran langsung! Ada apaan nih?”@Sylvia_Ariana: Mau open BO kali?”@Luisa_sekseh: “Ayoklah yang cowok cepet gabung, nanti ketinggalan antrian! Ha ha ha
"Penelitian kamu menunjukkan variabel harga memiliki hasil yang paling bermakna. Menurut kamu, faktor apa yang menyebabkan hal ini? Apakah hasil ini benar-benar relevan?" tanya dosen penguji.Surtini mencengkeram ujung jas hitam yang dikenakan untuk mengurangi rasa grogi. Dia memang tengah menjalani sidang skripsi. Penelitiannya tentang analisis penjualan produk garmen merek tertentu dengan berbagai variabel mendapat banyak pertanyaan dari dosen penguji. Meskipun semalam sudah dibuat simulasi sidang oleh Eka, rasa gugup tetap menganggu konsentrasi gadis itu.Dosen pembimbing melirik Surtini. Sorot mata beliau seolah mengatakan “kamu bisa”, membuat Surtini mendapatkan suntikan semangat. Dia mengatur napas sejenak, lalu berbicara setelah degup jantung sedikit lebih tenang.“Hasil ini relevan dengan keadaan sekarang, Pak. Harga memang menjadi faktor yang sangat memengaruhi daya beli masyarakat untuk saat ini.”Surtini membuka salah sa
Langit muram, lalu perlahan mulai menitikkan air matanya, diawali gerimis dan berakhir dengan hujan lebat. Surtini dan Hastuti tergeletak di lantai gudang tua. Tangan dan kaki mereka terikat kuat dengan tali tambang.Hawa dingin lantai semen meremangkan bulu kuduk. Desau hujan membentur seng atap terdengar nyaring. Perlahan, kesadaran Surtini mulai kembali. Dia mencoba duduk dengan susah payah dan berhasil tepat ketika hujan berhenti.Surtini mencoba melihat sekeliling sambil meringis. Kepalanya agak pening. Sementara tubuh terasa nyeri di beberapa bagian karena memar. Mungkin anak buah Clarissa melemparkan gadis itu dengan kasar ke lantai semen, sehingga menyebabkan cedera.Surtini tersentak saat melihat di dekat kakinya ada Hastuti yang meringkuk seperti bayi. Dia pun mencoba memanggil, "Mbak! Mbak Tuti!"Sayangnya, Hastuti tak menyahut. Gadis itu masih pingsan. Surtini hendak lebih mendekat sang kakak, tetapi ternyata sulit berg