Setelah menyerahkan pesanan Akila, Zahira meminta izin pada pemilik dagangan untuk menjenguk ayahnya di Rumah Sakit."Ibu, aku hanya sebentar saja, aku hanya ingin tahu kapan rencana operasi ayahku!""Baiklah jangan lama," kata pemilik dagangan."Bareng aku saja, kebetulan aku pakai grab," tawar Akila.Berhubung Zahira di buru waktu, dia menerima tawaran Akila."Ayahmu sakit apa?" tanya Akila."Papaku mengalami kecelakaan dan tulang kakinya ada yang retak jadi harus di operasi!" jawab Zahira sedih."Oh kasian, kapan operasinya?" tanya Akila lagi."Tergantung dari biayanya sih, bukankah sekarang ini jika punya uang semuanya akan mudah!" jawab Zahira Akila merasa kasihan namun dia tak bisa berbuat apa-apa.Mobil berhenti depan Rumah Sakit, Zahira segera turun."Makasih tumpangannya!"Akila dan Zahira saling melambaikan tangannya.Zahira menuju ke kelas tiga dimana ayahnya di rawat tetapi kata penjaga pasien lain mengatakan jika ayahnya sudah di pindahkan ke ruang VIP.Dahi Zahira berke
Walau sudah dilarang untuk tak kembali ke apartemen, Fajar tetap memaksakan diri untuk pergi."Papa, aku mohon izinkan aku untuk menenangkan diri di apartemen, aku sayang kalian semua. Aku tak ingin membuat mama sakit," Fajar memohon dengan wajah memelas."Pergilah, papa yang akan menjelaskannya pada mamamu, tapi ingat pertimbangkan kembali apa yang papa tawarkan padamu," ucap Handoko.Fajar mengangguk, dia segera bergegas dan masuk ke dalam mobilnya lalu keluar. Satpam membukakan pintu garasi.Nagita turun dari tangga, sebelum emosinya tersulut Handoko langsung menggandengnya naik lagi ke lantai dua."Tenangkan hatimu, biarkan dia berpikir. Bukankah kau hanya menolak Akila saja, jadi tak perlu ada yang dirisaukan!"'Tapi bagaimana dengan Ajeng yang akan datang besok?" tanya Nagita sedikit melunak."Belum ada kesepakatan, masih tahapan perkenalan, aku yang akan menjelaskan pada mereka, jodoh itu sudah ditentukan Tuhan jadi bersabarlah!""Bagaimana jika jodohnya Akila!""Imanmu dimana
Akila segera mengabari Fajar jika rencana mereka berhasil. Dia juga sudah menanyakan nama lengkap Zahira dan alamat lengkapnya. Setelah dipikir-pikir, apa yang ditawarkan Akila cukup masuk akal, dia bertekad akan menceraikan Zahira setahun kemudian setelah proses pengalihan perusahaan itu beralih padanya.Zahira saking gugupnya, bahkan lupa bertanya apa pekerjaannya dan dimana. dia tinggal. Akila hanya berkata jika orang tua pria itu akan segera menghubunginya.Fajar pagi-pagi sudah kembali ke rumahnya. Melihat kedatangannya, Handoko dan Nagita saling pandang."Apa aku bilang, dia pasti sudah memikirkan semuanya.""Dimana mama dan papa bi?" tanya Fajar pada maid."Di ruang makan tuan!" jawab pembantu di rumah mereka.Fajar menuju ruang makan dimana ayah dan ibunya sedang sarapan pagi."Ayo makan, bi buatkan jus wortel buat Fajar!" pinta Nagita.Fajar tersenyum melihat perhatian ibunya, pasti ibunya berpikir dia menerima perjodohan itu. Fajar senyum-senyum sendiri. Handoko melihat seny
Betapa terkejutnya Handoko dan Nagita mendengar penuturan Zahira. Perjanjian apa? Bukankah Fajar dan Zahira belum pernah bertemu, siapa yang membuat perjanjian dengannya?"Perjanjian apa nak, kalau memang semuanya sudah disepakati kami pasti akan memenuhinya," ucap Handoko hati-hati."Pernikahannya hanya setahun dan setelah menikah saya bisa kembali ke rumah mama dan papa.""Kami lupa perjanjiannya, tapi sepertinya tidak seperti itu. Apakah Fajar yang memberitahukan hal itu?" tanya Handoko. Dia tidak begitu terkejut mendengar penuturan Zahira."Bukan Fajar tapi Akila!" jawab Zahira pelan.Handoko melirik isterinya yang terbelalak, dia mengedipkan matanya untuk mencegah istrinya itu bicara."Apakah kalian bersahabat?" pertanyaan yang simpel dari tuan Handoko membuat Zahira sedikit nyaman."Tidak terlalu dekat!" "Akila tidak memberitahumu siapa Fajar?""Tidak, lagian saya juga tidak begitu tertarik yang penting ayah saya bisa secepatnya di operasi!"Akhirnya Handoko mengerti dengan kea
Ruang operasi menyala, menandakan jika operasi sedang berlangsung. Nampak Zahira dan ibunya menunggu di depan ruang operasi, nampak pula para pengunjung lain sedang menanti keluarganya di operasi.Zahira merasa sangat tidak tentram, dia bergerak gelisah, sesekali berdiri lalu duduk. Ibunya memperhatikan tingkahnya ini."Jangan khawatir nak, percayalah papamu akan baik-baik saja. Dokter yang menangani papamu seorang profesor dari Amerika, yakinlah ayahmu akan sembuh seperti sediakala."Zahira bahagia mendengarnya tapi di lubuk hatinya yang paling dalam mengatakan penyesalan, "Maafkan aku ma, semua kulakukan demi mama dan papa. Jika nanti suamiku cacat tolong jangan menghujatnya."Dalam hati Naning berkata, "Maafkan mama nak, semua mama lakukan demi kebaikan kita semua, keluarga itu tidak bersalah. Ini sudah menjadi ketentuan Takdir, jika mama menolak bantuan mereka nanti bagaimana nasib kita nak. Mama menyembunyikan semua ini darimu agar kau tak membenci orang lain."Mereka berdua memi
Sekuat tenaga Naning menahan rasa penasarannya pada Zahira, mereka kembali ke rumah sebelum magrib. Zahira segera membersihkan rumah, lalu mandi dan bersiap-siap untuk sholat. Dia tak banyak bicara membuat ibunya terus bertanya-tanya dalam hati.Menjelang jam tujuh malam, terdengar ketukan di pintu dan ucapan salam."Assalamu alaikum!""Waalaikum salam!" jawab Naning dan segera membuka pintu.Dia tertegun saat melihat tuan Handoko dan ibu Nagita sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Karena terlalu serius memikirkan Zahira sehingga dia tak mendengar deru mobil yang berhenti di halaman rumahnya."Mari masuk pak, Bu!"Naning mempersilahkan tamunya duduk di kursi, dia sendiri bergegas ke dapur untuk membuat teh. Sesaat dia menengok ke dalam kamar untuk melihat Zahira.Naning membawakan teh untuk tamunya, kemudian dia mengambil biskuit yang dibeli Zahira di toko depan Rumah Sakit."Mari di minum tehnya, maaf saya hanya bisa menyediakan ini!""Ini sudah cukup kok Bu, ibu sendiri ya di ruma
Keluarga Handoko menggelar pernikahan di hotel berbintang, saat semua tamu pulang pengantin sudah di persilahkan memasuki kamar pengantin yang sudah di siapkan di hotel itu. Satu ranjang berukuran besar yang ditata seindah mungkin dan di atas kasur sudah di taburi bunga yang beraroma sangat wangi.Di depan pintu kamar, Fajar melepaskan tangan Zahira dan dia masuk begitu saja tanpa menoleh lagi ke belakang. Zahira melangkah dengan ragu, dia mencoba melirik ke kiri dan kanan, suasana tanpa lengang karena mereka berada tujuh lantai dari ballroom. Zahira menguatkan hatinya dengan menarik nafas dalam lalu menghempaskannya pelan.Zahira melangkah pelan ke dalam kamar lalu menutup pintu dengan perlahan. Dilihatnya jas pengantin teronggok begitu saja di atas kursi. Zahira memungutnya dan menggantungnya di hanger lalu memasukkannya ke dalam lemari. Terdengar bunyi gemericik air dalam kamar mandi, suaminya pastilah sedang mandi. Perlahan Zahira melepaskan baju pengantin yang di kenakannya. Dia
"Kita di tunggu di restoran," kata Zahira saat melihat suaminya keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang rapi.Fajar melihat sekilas ke arah istrinya dan berkata, "Ayo!"Keduanya segera menuju ke lantai dua menggunakan lift. Sudah duduk di depan meja makan kedua orang tuanya."Mari nak, mama harap kalian berdua menikmati malam pertamanya dengan indah!" Zahira hanya tersenyum kecut sedangkan Fajar tertawa tanpa suara."Mama jangan membuatku malu!" katanya.Tuan Handoko melihat senyum Zahira sehingga mereka bisa menduga apa yang terjadi di antara mereka semalam."Papa dan mama sudah tua, jadi kami sangat berharap kalian bisa secepatnya memberikan kami cucu!" Perkataan tuan Handoko nyaris membuat Zahira tersedak. Dia yang tengah meminum teh hangat itu hanya bisa menunduk karena tak ingin melihat tatapan mertua yang seakan hendak mengulitinya."Baru juga menikah kemarin pa!" kata Fajar sambil mengambil buah."Iya tau, papa ingin kalian pergi berbulan madu ke Bali!""Bulan madunya bis
Ayam berkokok bersahutan menandakan sudah waktunya bangun pagi diiringi dengan kumandang azan subuh, seperti biasa Zahira dan ibunya bangun disusul ayahnya dan Fajar. Setelah menunaikan shalat subuh berjamaah Zahira membantu ibunya memasak menu sarapan pagi."Kakek dan nenek sudah bangun?" tanya Zahira pada ibunya saat dia tak melihat keduanya."Iya juga ya, biasanya ibu mertua sudah bangun, cobalah tengok mereka di kamar," pinta Naning.Zahira bergegas ke samping, rumah ini tidak terlalu besar hanya terdapat tiga kamar tidur. Sejak Mulyono dan Naning tinggal di rumah ini kakek dan nenek tinggal di kamar belakang.Tok...tok...!"Nek....nenek....kakek....!" Zahira terus memanggil bahkan dia membesarkan volume suaranya.Fajar dan Mulyono yang mendengar teriakan Zahira datang menghampiri."Kenapa kau berteriak? Tidak sopan tau, mungkin saja mereka sedang sholat!" Tegur Fajar.Zahira memanyunkan mulutnya, "Perasaanku tak enak!"Mulyono mengetuk pintu kamar dan memanggil ayah dan ibunya na
Di kamar sebelah, Naning terus-terus mencium Zahira seakan mereka akan berpisah untuk selamanya. Naning terlihat sangat merindukan anaknya sehingga dia memeluk Zahira dengan erat dan tak ingin melepaskannya. "Ih...mama kenapa sih aku gak bisa bernafas loh, peluknya jangan kekencangan!" Akhirnya Naning melepaskan pelukannya, lalu dia tidur telentang dan memandang langit-langit kamar. "Mama kenapa? Jika punya masalah ceritakan padaku, siapa tahu aku bisa membantu!" Kata Zahira. "Bagaimana kehidupan rumah tanggamu nak, apa Fajar memperlakukanmu dengan baik?" "Ih..mama kok nanyanya aneh, kan mama sudah lihat bagaimana sikap kak Fajar padaku tadi. Jangan bilang jika mama menduga itu hanya akting!" "Tidak juga, setidaknya mama akan merasa sangat lega jika anak semata wayang mama sudah ada yang menjaganya!" Zahira mencoba mencerna kata-kata ibunya, dia berusaha menebak sebenarnya apa sih yang sedang di pikirkan ibunya ini. "Ma, ayo cerita padaku ada apa?" Naning terdiam cukup lama,
Untunglah Naning memberi tahu keberadaan mereka pada Zahira, sehingga saat keluarga Fajar ke Jawa Timur mereka mampir ke rumah kakek dan Nenek Zahira."Pandu sekarang sudah di pondok, sebaiknya kita ke rumah nenekmu!" kata Fajar.Zahira mengangguk, dia segera menelpon ibu dan ayahnya."Hallo, oh benarkah...ya Allah terima kasih, mama dan papa sudah lama merindukanmu nak. Mama nanti akan mengirimkan alamatnya!" Naning sangat antusias mendengar suara anaknya."Pa, Zahira bersama suaminya akan datang ke sini!" kata Naning pada suaminya setelah ponselnya di matikan."Mereka berdua saja?" tanya Mulyono."Kurasa bersama mertuanya!""Siapkan makanan untuk menyambut mereka, segera beritahu kabar ini pada mama dan papa di kebun belakang!"Naning segera bergegas memberitahu mertuanya akan kedatangan anak dan besannya.Kakek da nenek Zahira segera berdiri membantu Naning. Rumah mereka sangat sederhana namun cukup bersih. Kedatangan tamu dari jauh membuat para tetangga saling berbisik dan ingin
Resepsi berakhir dengan sangat menyebalkan bagi Akila namun dia tak menunjukkannya pada Armando, dia sangat iri karena semua tamu lebih memilih memuji Zahira ketimbang dirinya. Apalagi Fajar bahkan tak meliriknya sama sekali."Tunggu Fajar, aku akan membuatmu menderita bersama Zahira mu itu!" tekad Akila di dalam hati.Tuan Handoko dan nyonya Nagita tetap memperlakukan mereka dengan baik, Akila bahkan tak pernah di izinkan untuk ke dapur walau hanya sekedar menyiapkan sarapan untuk suaminya. Semua sudah disiapkan maid."Ma, aku sebaiknya masuk pesantren saja tahun ini!" pinta Pandu tiba-tiba.Nyonya Nagita tentu saja terkejut dengan permintaan putra bungsunya itu, padahal semula mereka yang menawarkannya masuk ke sekolah pesantren namun anak itu menolak."Benarkah? Bukankah sebulan lagi pengumuman kelulusan, pesantren mana yang kau inginkan nak?""Aku ke pesantren di Jawa Timur saja!" "Jauh sekali? Tapi tak apa nak, mama nanti akan beritahu papa!""Aku ingin berangkat Minggu depan, a
Handoko tetap berusaha memenuhi janjinya sebagai seorang kakak, dia menyiapkan acara resepsi yang cukup mewah untuk Armando dan Akila yang di gelar di rumahnya atas permintaan Armando.Nampak kesibukan di sana sini, Wedding Organizer yang membantu penyelenggaraan pesta malam ini. Handoko segera mengirimkan pesan pada Armando. Dan tak lama kemudian kedua pasangan itu tiba.Nagita telah menyiapkan kamar khusus untuk kedua mempelai itu, Akila tersenyum bahagia. Kini di berhasil masuk ke rumah mewah itu tanpa harus menikah dengan Fajar."Sayang, aku sungguh bahagia. Ini adalah kado terindah bagiku. Aku ingin tinggal di rumah ini selamanya!'" Kata Akila sambil menatap kagum kamar besar yang kini mereka tempati."Kau akan memiliki rumah ini sayang!" jawab Armando.Acara resepsi akan di gelar malam nanti sehingga mereka berdua masih memiliki waktu yang cukup untuk berbincang."Kau sangat optimis, memangnya seberapa besar andilmu terhadap rumah ini?" tanya Akila sambil tangan nakalnya mulai b
Waktu yang di nanti Armando akhirnya datang juga, ini baru permulaan selanjutnya akan ada pertunjukkan yang sangat menarik. Dengan dendam yang membara dia akan melemparkan saudara tirinya itu ke jalanan.Penghulu sudah siap, begitu juga kedua mempelai."Apa sudah bisa di mulai?" tanya pak penghulu."Tunggu beberapa menit lagi pak, saudara saya pasti sebentar lagi tiba!" pinta Armando.Benar saja, terdengar suara mobil yang berhenti di depan kantor urusan agama, Fajar dan Zahira tiba lebih dulu setelah itu kedua orang tuanya."Apa benar paman Armando menikah hari ini?" tanya Fajar saat ayah dan ibunya turun dari mobil."Iya, ayo kita lihat!" jawab Handoko."Pandu nggak ikut ma?" tanya Zahira."Sudah di ajak tapi dia lebih memilih menggambar di kamarnya!"Keempatnya berjalan beriringan, Fajar tak sengaja melihat ibu Kinara dari kejauhan."Sedang apa ibu Kinara di sini?" gumamnya dalam hati."Mereka sudah tiba!" bisik Sehan.Armando tak memalingkan wajahnya sedikitpun, dia menunggu kakak
Pemberitahuan mendadak dari Akila kepada kedua orang tuanya membuat mata mereka terbelalak."Apa kau gila? Siapa pria itu dan apa pekerjaannya?" tanya ibu tiri Akila yang bernama Kinara.Akila dan Armando yang sepakat ingin menikah hari ini juga meminta restu kedua orang tua Akila. Armando masih mampir membeli cincin sebagai mahar untuk Akila sehingga membiarkan calon istrinya itu pergi lebih dulu ke rumah orang tuanya."Dia laki-laki pilihanku Bu!" jawab Akila."Lalu Fajar?""Dia mengkhianatiku, dia sudah menikah Bu!" jawab Akila sendu.Tak lama kemudian mobil Armando berhenti di halaman rumah Akila, dengan santainya Armando turun dari mobil lalu mengucapkan salam ketika masuk ke rumah Akila."Pria ini?" tanya Kinara sambil matanya melirik ke sebuah mobil yang cukup mewah di depan rumahnya. "Kenalkan nama saya Armando!" Armando mengulurkan tangan untuk berjabat.Lalu Akila mempersilakan Armando untuk duduk. Kinara seakan pernah melihat sosok pria ini tetapi dia lupa dimana pernah be
Armando tak melihat Akila, dia lalu meletakkan baju yang baru saja di belinya itu di dalam kamar, dan satunya lagi di simpannya di lemari. kemudian dia keluar. Matanya melihat album foto di lemari telah bergeser, pastilah Akila sudah melihatnya. Armando menuju ke kamarnya dan mandi lalu mengganti bajunya dengan kaus oblong dan celana pendek, sesaat dia menatap tubuhnya di cermin. Senyum tipis tersungging di bibirnya, hari ini dia berencana untuk menemui seseorang yang suatu saat akan bisa merubah hidupnya. Saat ini Armando belum ingin mengingat masa lalu, dia segera bergegas keluar dan menemukan Akila yang sudah duduk dalam diam sambil mengenakan baju yang tadi di belinya."Kau sudah siap rupanya, ayo aku akan mengantarmu pulang!"Akila malah memilih duduk di ruang tengah sambil memperhatikan sekeliling."Kenapa?" tanya Armando lalu duduk di samping Akila."Maaf aku tadi sempat membuka album fotomu!""Oh itu, tidak apa-apa!""Apakah kau tinggal sendirian? Sepertinya aku pernah meliha
Akila tak terima dengan apa yang baru saja di dengarnya, ini tidak mungkin. Semudah itukah Fajar melupakannya dan malah memilih gadis penjual baju bekas. Dendam kini bersemayam di hati gadis itu, dia pulang dengan amarah yang meluap. Akila melampiaskan amarahnya dengan pergi ke club malam."Hallo cantik, sepertinya kau sedang putus cinta!" tegur seorang pria bertato tatkala melihat Akila menenggak beberapa gelas minuman keras.Akila melirik sesaat pria yang duduk begitu saja disampingnya."Jangan ganggu aku...dia sudah merebutnya....huhuhu...!" "Kau mabuk sayang, mari aku akan mengantarmu pulang!" tawar pria itu.Akila menolaknya dia masih ingin menghabiskan minuman di meja namun pria itu segera menyingkirkannya. "Hei...kembalikan!" Teriak Akila saat minumannya di singkirkan. Dia berdiri memukul pria itu namun tangannya hanya bisa terkulai dan dia jatuh ke dalam pelukan pria bertato itu.Pria bertato bernama Armando, dia membopong tubuh Akila menuju mobilnya. Akila terus meracau."Z