Mendengar hal itu, Zayyad tercenung. Ia mengangkat pandangannya kearah wanita itu. Melihat bola mata hitamnya yang jernih itu agak bergetar dan bulu matanya yang panjang nan lurus itu berkedip beberapa kali seperti menahan sesuatu. Jika memperhatikannya lebih jauh, itu tampak seperti melihat malam yang berkabut. Gelap dan kabur. Tapi tidak dapat menyembunyikan—
Melankolisnya.
"Aku sungguh sangat membenci pria. Aku sangat tidak menyukai jenis kelamin yang satu ini, tidak peduli mereka tua ataupun anak-anak" Alina membuat jari telunjuknya memutari bibir cangkir, matanya jatuh merenungi bentuk cangkir itu, mendalami permukaannya dan sesaat—
Ia tersenyum pahit. "Aku tidak ingin menikah dan sengaja bekerja jauh di kota Z hanya untuk menghindari kalian" Menghindari 'kalian' para pria yang sangat membuatnya muak setiap kali bertemu, yang selalu mendorong keinginan jahat yang ada dalam lubuk hatinya muncul, untuk membalaskan dendam pada mereka.
'Padahal merek
Perjalanan pulang ke vila terasa cukup hening. Tidak ada diantara keduanya yang membuka topik pembicaraan. Diluar sana sangat sunyi. Setelah meninggalkan suasana hiruk-pikuk kota, suasana berganti dengan jejeran pepohonan yang menjulang tinggi. Dedaunan hijaunya tampak menggelap ditelan kelamnya malam. Sesekali terdengar nyanyian makhluk kecil dan desiran angin malam di sepanjang jalan menuju vila. Alina yang membiarkan kaca jendela di sampingnya terbuka, dengan bebas melongok keluar. Merasakan hembusan angin malam yang menerpa wajah putihnya. Di bawah biasan bulan, kulit putihnya yang seperti susu tampak pucat dan dingin. Sekilas Zayyad menoleh, tepat pada saat Alina sedang tersenyum kecil memandang rembulan. Mata coklat Zayyad terus bergetar, kedua tangannya yang memegang setir menjadi gugup dan tegang. "Awas ada kucing!" Teriakan Alina yang begitu tiba-tiba itu, membuat Zayyad terkesiap. "A-apa?" Ia pun dengan asal memutar setir ke samping untuk menghindar
Zayyad terdiam. Jauh dalam lubuk hatinya, ia sangat ingin menjawab 'Aku sanggup!' tapi entah bagaimana ia merasa tenggorokannya tercekat. Ia tak dapat mengatakannya. "Aku ke kamar mandi dulu" Kata Alina, melihat Zayyad yang tidak menggubris lagi perkataannya. Ia pun terus beranjak pergi ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Zayyad sudah meluruskan badannya di atas sofa dengan kepala ia baringkan di atas empuknya bantal. Di samping itu Alina tengah bersandar di kepala ranjang sambil memainkan ponselnya. "Kau tidak bisa tidur?" Tanya Alina, melirik sekilas kearah Zayyad yang sedari tadi belum memejamkan matanya. "Sepertinya akan sulit!" Ia sudah menghabiskan secangkir latte di cafe tadi. Walau kadar kafein nya tidak begitu tinggi, tetap saja itu sangat mempengaruhi jam biologisnya. "Kemari lah!" Ucap Alina, sambil menepuk tempat kosong yang ada di sampingnya. Zayyad mengkerut kan dahinya dengan tatapan bertanya 'Untuk?' "Biar aku 'pok-pok'?"
Ding..ggggg Ding...ggggg Ding...ggggg Mata Alina terbuka lebar. Suara alarm yang keras dari ponselnya, sudah membuatnya terjaga dari tidur lelapnya. Perlahan ia menguap dan menggeliat dengan malas di atas kasur. Sebenarnya Ia ingin sekali melanjutkan tidur, menarik selimut dan melanjutkan kenikmatan surgawi nya. "Tidak bisa seperti ini!" Tiba-tiba ia bangkit keluar dari selimut lembut yang sangat menggoda itu. Mengambil ponselnya yang tergeletak di samping bantal, ia mematikan alarm. Itu setelan otomatis yang sudah dibuatnya setiap hari-hari mengajar. Tapi semenjak ia menikmati kehidupan nyonya kaya yang santai, ia sering mengabaikan alarm itu. Hanya mematikannya dan tidur lagi. "Hoaam..." Kesekian kalinya Alina menguap dengan wajah lesunya. Menatap ranjang besar yang empuk itu, ia merasa tergoda untuk menjatuhkan dirinya lagi di atasnya dan melanjutkan tidur. Tapi— "Tidak!" Alina menepuk kedua belah pipinya dengan keras. Terus diulang
Setelah beberapa menit berlalu, Alina melihat rebusan di panci mulai mendidih. Setelah memastikan itu cukup matang, ia pun mematikan kompor. Pada saat itu Zayyad baru saja muncul, berjalan kearah dapur. Kini ia sudah kembali dengan pakaian formalnya. Dada bidangnya sudah terbalut rapi dengan jas putihnya, lengkap dengan celana abu-abu gelap yang membungkus kaki panjangnya. Kali ini aroma lavender tercium lebih pekat daripada sebelumnya. Alina merasa tergoda untuk memeluk pria itu, mendekapnya erat dan menghirup seluruh aroma yang sangat menenangkannya itu. "Sudah mendidih?" "Em! Aku baru saja mematikan kompor nya" Zayyad memperhatikan Alina yang cukup bersahabat dengannya hari ini. Ia pun perlahan mengangguk sembari berkata. "Terimakasih" Setelahnya Alina pergi ke meja makan. Ia mengambil dua lembar roti tawar dan mengolesinya dengan selai kacang yang ada di atas meja. Lalu ia meletakkan dua lembar roti selai kacang itu di atas piring kosong. Pada saa
"Masalahnya aku belum tau ingin melamar di sekolah mana sekarang. Hari ini aku hanya akan pergi untuk mencari sekolah mana yang membuka lowongan pengajar bahasa Inggris" "..." Zayyad hanya diam tidak menanggapi apapun. Tapi dilihat dari tampangnya, Alina tau kalau pria itu ingin penjelasan lebih. "Jadi, hari ini aku berniat mencari, tapi tidak besok. Kapan aku mood saja!" "Oh.." Zayyad menganggukkan kepalanya mengerti. Detik itu ia seperti tampilan remaja laki-laki yang baru saja kecewa karena pernyataan cintanya ditolak. Begitulah dalam pandangan Alina yang diam-diam tersenyum kecil dalam hatinya. Alina pun mendorong kursinya agak kebelakang dan perlahan bangun dari duduknya. Lalu ia berjalan kearah Zayyad. "Ke-kenapa?" Zayyad yang masih berdiri di tempatnya, merasa gugup melihat Alina yang tiba-tiba saja mulai berjalan kearahnya. Melihat wanita itu yang tidak juga berhenti, malah terus mengambil langkah lebih dekat ke tempatnya berdiri. Zayyad pun d
Bakri sudah menunggu beberapa menit di depan pintu ruang kerja Zayyad. Melirik arloji di tangannya, dahinya berkerut. Sudah tiga puluh menit berlalu dan bosnya itu belum juga datang. Tidak biasanya hal seperti ini terjadi. Bosnya itu adalah seseorang yang berorientasi pada waktu dan cukup konsisten dengan apa yang sudah di tata dan ditetapkannya. Sudah beberapa tahun lebih ia bekerja sebagai sekretaris, hampir tidak pernah menemukan hal seperti ini terjadi kecuali—"Apa maag pak Zayyad kambuh?"Hal seperti itu pernah terjadi. Meskipun bosnya bukan seseorang yang workaholic, tapi pada pekerjaannya ia cukup disiplin. Karena bosnya itu sering kali tidak punya cukup waktu untuk menyiapkan makan siang, ia hampir melewatkan hal itu pada setiap harinya bekerja.Bosnya itu sebenarnya memiliki beberapa kebiasaan unik yang sebenarnya agak istimewa. Ia jarang sekali mengkonsumsi makanan yang bukan olahan rumahan. Karena hidup seorang diri, bosnya itu pun terbiasa men
Alina sudah mendatangi tiga sekolah besar yang ada di kota Y, tidak ada salah satupun dari mereka yang membutuhkan tenaga pengajar dalam bidang bahasa inggris. Sebenarnya Alina masih sangat mengharapkan, mengajar di sekolah khusus perempuan seperti yang ada di kota Z. Tapi hasil penulusuran nya di internet, sekolah seperti itu tidak ada di kota Y. Akhirnya ia memutuskan untuk mengajar dimana saja, akan tetapi sayangnya tidak ada satu sekolah pun yang membutuhkan tenaga pengajar baru. Di internet ia sama sekali tidak menemukannya dan di lapangan pun tidak. Sungguh Alina tidak tau harus bagaimana dengan nasibnya untuk saat ini. Apakah ia akan terus menjadi pengangguran selama beberapa bulan ke depan? Lalu duduk menikmati kehidupan nyonya besar yang membosankan itu! Sudah tidak ada tenaga untuk pergi mencari lagi, Alina pun kini sudah berada di warung kecil di samping sekolah yang baru saja didatanginya. Warung kecil itu tidak lain adalah tempat langganan nya yang terak
"Berbicara tentang royalti, ini adalah perkara yang sangat penting bagi si pencipta barang tersebut. Baik itu si penulis dengan karya tulisnya ataupun seperti dalam kasus ini— si desainer dengan karya desainnya. Jadi sederhananya ini dapat diibaratkan seperti paltform percetakan buku, tentunya setelah si penulis menyerahkan karyanya pada percetakan tersebut, lalu karyanya di distribusikan ke pasar maka si penulis akan menerima royaltinya. Menurutmu jika si penulis tidak menerima royalti tersebut, lalu apa yang akan ia lakukan?""Menuntut percetakan tersebut" Tukas Alina, lalu menyedot minumannya. Rasa asam jeruk yang bercampur manis meluncur ke dalam tenggorokannya yang kering."Tepat sekali!" Seru Mareta, tampak sangat bersemangat. "Jadi kalau dalam kasus perusahaan FS ini, bagaimana menurutmu?"Alina terus menggelengkan kepalanya. Jika tentang penulis dan percetakan buku yang dipaparkan tadi oleh Mareta, ia dapat dengan mudah memahaminya. Tapi jika sudah
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan