Alina sudah mendatangi tiga sekolah besar yang ada di kota Y, tidak ada salah satupun dari mereka yang membutuhkan tenaga pengajar dalam bidang bahasa inggris. Sebenarnya Alina masih sangat mengharapkan, mengajar di sekolah khusus perempuan seperti yang ada di kota Z. Tapi hasil penulusuran nya di internet, sekolah seperti itu tidak ada di kota Y.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengajar dimana saja, akan tetapi sayangnya tidak ada satu sekolah pun yang membutuhkan tenaga pengajar baru. Di internet ia sama sekali tidak menemukannya dan di lapangan pun tidak. Sungguh Alina tidak tau harus bagaimana dengan nasibnya untuk saat ini. Apakah ia akan terus menjadi pengangguran selama beberapa bulan ke depan? Lalu duduk menikmati kehidupan nyonya besar yang membosankan itu!
Sudah tidak ada tenaga untuk pergi mencari lagi, Alina pun kini sudah berada di warung kecil di samping sekolah yang baru saja didatanginya. Warung kecil itu tidak lain adalah tempat langganan nya yang terak
"Berbicara tentang royalti, ini adalah perkara yang sangat penting bagi si pencipta barang tersebut. Baik itu si penulis dengan karya tulisnya ataupun seperti dalam kasus ini— si desainer dengan karya desainnya. Jadi sederhananya ini dapat diibaratkan seperti paltform percetakan buku, tentunya setelah si penulis menyerahkan karyanya pada percetakan tersebut, lalu karyanya di distribusikan ke pasar maka si penulis akan menerima royaltinya. Menurutmu jika si penulis tidak menerima royalti tersebut, lalu apa yang akan ia lakukan?""Menuntut percetakan tersebut" Tukas Alina, lalu menyedot minumannya. Rasa asam jeruk yang bercampur manis meluncur ke dalam tenggorokannya yang kering."Tepat sekali!" Seru Mareta, tampak sangat bersemangat. "Jadi kalau dalam kasus perusahaan FS ini, bagaimana menurutmu?"Alina terus menggelengkan kepalanya. Jika tentang penulis dan percetakan buku yang dipaparkan tadi oleh Mareta, ia dapat dengan mudah memahaminya. Tapi jika sudah
Zayyad sudah berada di sebuah ruang kerja yang bergaya minimalis milik direktur utama 'FS'. Ia berdiri, menatap tanpa ekspresi kearah seseorang yang tengah duduk di atas sofa. Tampak salah satu kakinya yang berada di atas paha, itu bergoyang-goyang santai. Seseorang itu juga menatap balik kearahnya dengan senyum yang cukup menawan—dan meremehkan secara bersamaan.Zayyad mengepalkan kedua tangannya, meredam gejolak emosi yang memuncak. Ia sungguh sangat tidak mengerti dengan pola pikir seseorang yang ada di depannya itu. Berjalan beberapa langkah ke depan, ia meletakkan map dokumen yang di bawanya di atas meja kopi. "Kali ini permainan mu tidak lucu sama sekali!"Pria yang duduk di sofa itu, menatap kearah map coklat yang baru saja di letakkan di atas meja. Kedua sudut bibirnya tertarik, menundukkan wajahnya. Ia menahan diri dari tersenyum. Tak berapa lama kemudian, pria itu mendongak ke arah Zayyad dan bertanya dengan polosnya "Saudara, ada apa ini?
"Pak, saya tidak akan mengira Pak Bara bisa memikirkan cara yang begitu konyol seperti ini!" Zayyad baru saja memasuki departemen keuangan dan menemukan Bakri yang menyerahkan sebuah map coklat kepadanya. Dari tampilan wajah Bakri yang terlihat buruk, ia tau ini bukanlah hal yang baik. "Dia hanya akan berhenti memikirkannya, jika aku mengundurkan diri" Zayyad menerima map coklat itu, lalu membukanya. Ia melihat sebuah lembaran kertas tentang perjanjian royalti dalam hak kekayaan intelektual atas nama Kalista Putri. Di sana tertera dengan jelas di bawah, tepat di bagian penanggung jawab pembayaran royalti yang di tandatangani oleh pihak 'A' yang merupakan— Dirinya sendiri. "Tanda tangan itu di buat dengan sangat baik, bahkan itu cukup sulit untuk di katakan tiruan!" Zayyad hanya merenungi kertas putih ditangannya itu, lalu tersenyum pelan. Ia tidak akan mengira Bara akan menggunakan cara yang sangat berani seperti— meniru tanda tangan. Tidakkah
Menjelang senja, Alina baru kembali ke vila dengan badan dan punggungnya yang terasa cukup pegal. Menjatuhkan dirinya di atas sofa, ia merasa sangat kelelahan. Meskipun tenaga pengajar adalah salah satu yang paling banyak dibutuhkan, tetapi bukanlah mudah juga untuk mendapatkannya.Hari ini sudah cukup membuktikan, betapa sulitnya itu. Sungguh Alina tidak pernah memperkirakan hal ini sebelumnya. Karena dulu selepas ia memperoleh gelar sarjananya. Ia langsung melamar sebagai pengajar di sekolah khusus perempuan yang ada di kota Z. Dan baiknya, ia langsung di terima begitu saja."Huft! Sekarang aku mengerti kenapa tingkat pengangguran terus bertambah""Alin pergi melamar pekerjaan?" Erina baru saja pergi meninggalkan dapur, menemukan cucunya yang tak terlihat batang hidungnya seharian, kini muncul di ruang tamu dengan wajahnya yang terlihat lesu dan terduduk lemas di atas sofa."Em!" Alina mengangguk. Sama sekali tidak terlihat bersemangat.Erina per
Malam sudah larut, Zayyad juga sudah pulang. Meskipun masih seperti biasa, pria itu selalu melewatkan jam makan malam. Alina yang tengah memainkan ponselnya, merasa sangat kosong karena tidak adanya sosok itu di dalam kamar. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, biasanya pria itu sudah berbaring di atas sofa. Dan ia akan mengusiknya beberapa saat sebelum pria itu jatuh tertidur. "Sebenarnya apa yang sedang ia lakukan?"Alina sangat yakin pria itu tidak akan bekerja di malam hari. Jangan kan melakukannya, pria itu bahkan tidak pernah membawa pulang pekerjaannya ke vila. Ruang kerja yang ada di vila pun sangat jarang tersentuh. "Apa mungkin ia mencoba melarikan diri dari ku?"Itu bukanlah hal yang tidak mungkin. Bisa saja candaan kecilnya tadi pagi, membuat pria itu cukup takut untuk menemuinya sekarang. Memikirkan hal itu, Alina terus turun dari kasur. Ia berlari meninggalkan kamar, bergegas menuruni anak tangga dan mencapai ruang tamu.Hening.
Alina segera menyadarkan dirinya. Ia tidak ingin terlalu larut dalam panorama didepannya itu. Ia pun juga tidak ingin jika Zayyad menyadari, bahwa wajahnya yang tampan itu, sudah berkali-kali membuatnya terkesima. Alina yang memegang tinggi harga dirinya dengan cukup baik, mana bisa menerima kenyataan itu? Ia pun mencoba mengingat kembali, dimana pembicaraan mereka berhenti tadi. Lalu setelah mengingatnya, Alina pun berkata dengan begitu alaminya.Membuat Zayyad tidak curiga sama sekali, kalau Alina sempat terpesona karena tawa ringannya tadi."Kau tidak bisa seperti ini. Aku tidak pernah mendengar seorang CEO yang sangat murah hati seperti mu" Setiap kali Maya menceritakan pemeran utama pria dalam novel atau drama yang dibacanya. Kebanyakan dari mereka adalah tipe-tipe bos besar yang tanpa ampun dan mendominasi. Sangat jauh dengan apa yang ada di hadapannya saat ini."Harusnya kau bersikap tanpa ampun, otoriter dan angkuh. Bukan murni dan baik hati sepert
Zayyad Ingin sekali mengerahkan tenaganya untuk menyingkirkan Alina dari memeluk lehernya, tapi ia sama sekali tidak berdaya untuk melakukannya. Matanya yang dipenuhi rasa gugup dan resah itu perlahan menatap kebawah. Wajah cantik Alina terus memenuhi indra penglihatannya. Wanita itu memiliki postur tubuh yang tidak pendek dan juga tidak tinggi, tapi sedang. Berdiri di bawanya, kepala wanita itu sejajar dengan dadanya. Zayyad menarik nafasnya dan menghelanya perlahan, mencoba untuk tetap tenang dan menyakinkan dirinya. Wanita cantik bertubuh kurus didepannya ini, sama sekali tidak akan menyakiti dirinya. Meremas jari-jemari tangannya yang bergetar, Zayyad memberanikan diri untuk terus berdiri dalam posisi seperti itu dan menatap Alina yang saat ini juga menatap dirinya. Wanita itu memiliki wajah tirus dengan potongan rambut panjang sebahu. Warnanya hitam legam sama seperti bola mata kecilnya yang gelap seperti malam. Tapi entah kenapa, samar-samar pemandangan i
Di kamar ganti, Alina segera melepaskan gaun tidurnya yang sudah basah, menggantinya dengan baju tidur bermotif bunga-bunga kecil. Berjalan keluar, Alina melihat Zayyad yang baru saja meletakkan segelas air putih hangat di atas meja yang ada di samping ranjang. Ketika Zayyad menoleh kearahnya, Alina melihat tatapan itu masih kosong tak terbaca. Perlahan, Zayyad pun berjalan mendatanginya. Zayyad memegang kedua pundaknya dengan sangat lembut, lalu mendorongnya perlahan untuk berjalan ke tepi ranjang dan mendudukkannya. Perlakuan itu membuat Alina terkejut. Menautkan sepasang alisnya, Alina bertanya dalam hatinya. 'Pria ini tidak takut menyentuh ku?' "Minumlah!" Alina mendongak keatas, melihat Zayyad menyerahkan segelas air padanya. Alina memperhatikan raut wajah pria itu yang tidak menunjukkan perubahan sama sekali, masih hening dan jauh. Itu bukan pesona tenangnya seperti biasa atau penampilan pria yang mengasingkan diri. Tapi melihat keadaannya saat ini, sep
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan