Gagang telepon rumah berada dalam genggaman dan di dekatkan ke telinga, Rabia Anjasari sedang berbicara dengan seseorang di line seberang. Lalu di sampingnya berdiri seorang perempuan muda yang merupakan salah satu asisten rumah tangga di kediaman Bimantara; Minah, sedang menggendong seorang bayi gembul yang sejak tadi merengek-rengek, tidak mau diam.Keadaan rumah sepi saat ini; para Bimantara tidak ada di rumah karena bekerja–termasuk sang Nyonya Biman yang pagi tadi dipanggil sebab sedang ada klien. Dua anak muda yang bekerja di rumah Bimantara ini panik karena Bian menangis ditambah badannya panas. Diberi susu tidak mau, pun di gendong atau di letak di tempat tidur. Oleh sebab itu si pengasuh memutuskan menghubungi seseorang yang dapat membantunya saat ini.“Iya. Oh, iya. Um. Terima kasih, Dok.” Kemudian meletak gagang telepon ke tempat semula.“Gimana? Apa kata Dokter?” Minah langsung menyerbu. Oh, perempuan berambut panjang ini tahu bila Bia menghubungi seorang Dokter yang katan
Belum terlontar sapaan manis nan mesra dari si sulung yang kepalang kesal, suara dari seberang line membuat jidat Adnan berhias empat sudut siku-siku.[Berisik.]Uh ... kalau tidak ingat Adrian itu adik kandungnya, Adnan akan mengirim pembunuh bayaran ke tempat di mana adiknya itu berada sekarang untuk menghabisi si bungsu Biman. Heran. Kenapa Adrian selalu saja membuat orang lain kesal, hmph!Sabar Adnan, sabar. Orang sabar dapat pacar cantik dan bohay, katanya dalam hati. Jangan rusak batin Adnan ya. Karena itu adalah harapan terpendam yang tak terucap dan belum terwujud. Belum. Garis bawahi, belum! Adnan pasti bakal punya doi yang uwu. Hmph.“Adrian sayang, apa kabar?” Adnan berusaha membuat suaranya terdengar lembut.Di seberang telepon, si bungsu Biman mengerutkan kening.[Kalau nggak ada yang penting, aku tutup.]Panggilan masih tersambung, tetapi layar ponsel Adrian sudah mengarah ke langit-langit yang artinya alat komunikasi pribadi si bungsu di letakkan dan bersiap memutus pa
Senyum terukir di bibir gadis muda yang sedang merapikan peralatan makan bayi sembari sesekali menatap si gembul menggemaskan yang kini berada di pangkuan sang Nyonya rumah. Si gembul yang sudah tidak murung dan mulai aktif kembali–walau belum seperti sebelumnya–tapi Bian akan sangat gembira bila diperlihatkan wajah ayahnya.Oleh karena itu Rosa berinisiatif melakukan panggilan video pada putra bungsunya setelah Bian menyantap makan siang dan minum obat. Ketika wajah si bungsu Biman muncul maka si gembul akan melonjak-lonjak girang dan berceloteh.Bian sudah mengenali wajah ayahnya.“Bah! Bah! Bu!” Suara si gembul memenuhi ruang keluarga di susul gelak tawa dan tangan kecilnya yang saling bertepuk.Di layar ponsel milik sang Nyonya tampak Adrian mengukir senyum kecil menanggapi ocehan si gembul yang unyu dan minta di culik ini. “Iya-iya, Bian. Apa udah makan sama minum obat?”“Udah dong,” Rosa menyahut, “Kamu lagi nggak sibuk kan, Dri?”Si Biman muda mengangguk. “Jam makan siang
Bayi Bian yang sudah mulai aktif kembali sedang bermain dengan boneka-boneka yang berada di karpet tebal di sebelah tempat tidur. Si gembul nan menggemaskan itu memijit-mijit boneka lalu menarik boneka lain untuk di pukul-pukul–mungkin diajak adu jotos.Sementara si pengasuh merapikan tempat tidur si bayi; mengganti sheet serta sarung bantal sambil sesekali mengawasi si gembul yang minta di culik. Bia mengukir senyum senang melihat Bian yang sudah bisa duduk dan bermain sendiri; berceloteh pada boneka-boneka dengan bahasanya. Entah peran apa yang dimainkan oleh si gembul–yang terlihat memerintah boneka-boneka di sekitarnya.Selesai mengganti sheet, sarung bantal, bed cover dan mengganti kelambu di atas ranjang. Pun membersihkan bagian-bagian kerangka ranjang–meski bukan pekerjaan tetap si gadis, tetapi dia senang melakukannya. Membantu rekan kerjanya yang lain yang bertugas untuk membersihkan rumah. Setelah menyelesaikan semuanya, dia berbalik untuk mengambil kain kotor supaya di bawa
Kelopak yang menyembunyikan sepasang intan coklat pelan-pelan terbuka. Mengerjap beberapa kali sehingga penglihatannya yang buram menjadi jelas. Memerhatikan keadaan sekitar yang mana dia merasa agak berbeda dari biasanya. Bia menggeliat dan menemukan si gembul yang masih pulas di sebelahnya. Senyum si gadis mengembang.Mengusap pipi bayi gembul dan mengamati wajahbya yang damai. Lama dia memandang muka putranya yang sayang sekali tak mengambil banyak dari wajahnya. Perawakan Bian sangat Bimantara–kecuali intan coklat dan kehebohan si bayi; Bia tahu bila sikap Bian adalah cerminan dari pribadinya.Lama dia memandang wajah lucu, imut, menggemaskan yang minta di gigit tersebut, si gadis tersadar. Ini sudah pagi. Dia mesti membantu pekerjaan rumah tangga; menyiapkan sarapan, membangunkan si gembul dan memandikan. Dia bangkit dari berbaring–akibat gerakan yang dia lalukan, si bayi yang masih tertidur bergerak sedikit karena terganggu. Bia berhenti sejenak lalu mulai bergerak lagi perlahan
Adnan Bimantara selaku paman dari bayi gembul nan lucu, imut, menggemaskan serta membuat geram–terkadang ingin dia remas pipi tembam atau tangan yang mirip bantalan-bantalan si bayi saking gemas–siang ini melakukan ospek ke beberapa Rumah Sakit. Berhubung libur juga tak ada janji di luar jam kerja, si sulung Bimantara menyempatkan diri mencari petunjuk mengenai ibu kandung dari keponakannya. Biasanya dia meminta asistennya untuk menghubungi pihak Rumah Sakit untuk menanyakan hal-hal sehubungan kelahiran dan nama bayi di Rumah Sakit tersebut atau meminta seseorang mendatangi langsung–seperti yang dia lakukan sekarang.Dia menemui kepala Rumah Sakit untuk meminta ijin bertemu Dokter yang menangani kelahiran sekitar tujuh atau delapan bulan lalu juga ijin melihat berkas-berkasnya. Tentu saja Adnan menggunakan nama ayahnya sebagai jaminan agar kepala Rumah Sakit memberi ijin.Karena Bian sakit kemarin, keinginan Adnan menemukan ibu kandung si bayi makin menggebu-gebu. Meski si gembul buka
“Aku pulang ....” Putra sulung Bimantara mengucap salam dengan nada tak bersemangat sembari berjalan ke ruang keluarga. Dia langsung menjatuhkan badan di single sofa dan memeluk bantal kecil di sana. Mulutnya maju beberapa senti mirip muncung bebek.Bungsu Biman yang juga berada di ruang keluarga duduk di sofa panjang–di sisi kanan tempat kakaknya duduk–sedang memegang botol susu si gembul yang duduk di pangkuan ayahnya – mukanya menempel di dada Adrian–memutar mata melihat tampilan kusut dari si sulung.Selain karena memang hari libur, si Biman muda memutuskan sisa tiga hari perjanjian menyelesaikan pekerjaan di luar kota dia gunakan untuk istirahat. Dia baru merasakan akibat kurang istirahat–hampir tak tidur selama empat hari! Jika dihitung waktu tidurnya cuma satu atau dua jam saja. Bawah mata si bungsu sedikit menghitam karena kurang tidur. Setengah hari ini pun dia habiskan beristirahat. Bila bukan karena si gembul yang merengek dan hanya mau bersamanya dipastikan Adrian masih be
Cara dia memperoleh informasi soal si target bukan cuma dengan bertanya, pun dia bersosialisasi di lingkungan tempat tinggal si target. Jika informasi yang dibutuhkan klien seperti database, dia tidak perlu repot-repot keluar kamar. Tinggal otak-atik program di komputer, dia bisa mendapatkan apa pun. Beda cerita jika permintaan klien adalah mengetahui informasi seseorang. Kemal adalah tipe yang mengerjakan sesuatu secara sempurna, lengkap dan bersih–sampai tuntas. Maka dari itu dia rela keluar dari surganya dan berbaur dengan orang-orang.Saat ini dia bersosialisasi dengan warga desa di lingkungan sekolah tempat targetnya menuntut ilmu. Pun dia mencocokkan data yang di dapat di internet dengan di lapangan.Target yang dia selidiki; Rabia Anjasari – seorang gadis yang bisa bersekolah di SMA Bakti karena bantuan pemerintah. Penerima beasiswa dengan kategori yatim-piatu dan tak memiliki biaya pendidikan. Orang tua kandungnya tak diketahui. Nama yang digunakan adalah nama yang diberikan o