Share

21

Penulis: Kaeb
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-06 20:18:21

Adrian melihat-lihat alat bantu gendong yang diperlihatkan oleh si pramuniaga. Di matanya semua sama saja, meski si pramuniaga menjelaskan perbedaan–yang mungkin dari bahan dan lainnya. Si tuan muda ini menatap Bia yang berdiri–berjarak tiga langkah–di sebelah kanan sedang mengayun-ayunkan si bayi gembul. Memerhatikan gerakan si gadis biasa kemudian mengambil salah satu alat bantu gendong dan di cocokkan ke tubuh Bia.

“Anu, Tuan. Kalau boleh ....” Menatap si tuan muda dari ekor mata. “Sesuatu yang bantu saya gendong Tuan Bian dalam posisi tidur.”

“Oh, saya tahu.” Si pramuniaga dengan cepat menyahut. Dia bergerak menjauh. Mungkin mengambil yang dimaksud oleh Bia.

Si bungsu memandangi Bia. Di tangannya masih terdapat alat bantu gendong yang biasa di gunakan untuk menggendong bayi di depan dada. “Kalau yang kayak gini gimana?” Tanyanya. Dia butuh pendapat. Adrian baru pertama kali berbelanja begini; maksudnya membeli perlengkapan bayi. Dia tidak mengerti apa pun.

“Kalau kedua tangan Tuan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ikatan Hati   22

    Keduanya bingung. Berdiri mematung dengan pemikiran sama, namun tak saling buka suara. Beberapa detik berselang, si pemuda Bimantara melirik ke arah si pengasuh yang menggendong si bayi gembul dengan alat bantu–yang kemudian balas melirik. Mereka masih belum buka mulut. Ah, suasana canggung macam apa ini?“Anu, hm ....” Oh, oh, baru kali ini si tuan muda Bimantara terlihat kikuk dan spechless. Sedikit malu bertanya. Ya, dia masih awam. Tidak pernah berurusan dengan bayi! Apalagi membeli perlengkapan. Adrian lebih sering menghabiskan uangnya untuk membeli buku bisnis atau melihat profit bagus dari suatu usaha.Haa ... si tampan muka teplon menghela panjang. Menilik Bia yang masih berdiri diam. Memerhatikan si gadis dari kepala hingga kaki. Selain Bian, sepertinya gadis bernama lengkap Rabia Anjasari itu juga perlu beberapa perlengkapan baru. Melihat pakaian yang dikenakan si gadis–dan dia baru menyadarinya–Bia benar-benar tidak mempunyai–hm-uang-hm–untuk membenahi diri. Hah, selagi mas

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-06
  • Ikatan Hati   23

    Pakaian, popok, susu–yang Bia ingat di rumah masih ada stok–tapi sudah terlanjur beli lagi–kereta bayi, alat bantu gendong, apalagi?Adrian memutuskan menyudahi acara berbelanja keperluan Bian. Dia sudah lelah. Belum lagi paper bag dan kantung-kantung yang dia bawa. Tidak mungkin menyuruh Bia yang menggendong si bayi gembul untuk membawanya. Hei, meski stoic, dingin, dan bertampang datar; Adrian masih memiliki pikiran jernih. Di mana harga dirinya sebagai seorang lelaki yang masih sehat bugar, jika barang belanjaan mereka di bawa oleh si gadis yang jelas membawa manusia cilik bersamanya.Karena lelah dan jam makan malam hampir terlewat, Adrian membawa si pengasuh ke sebuah restoran terdekat untuk sejenak beristirahat dan mengisi tenaga. Mereka menduduki kursi yang berada di pojok, duduk berhadapan kemudian memesan makanan.Mereka tidak saling mengobrol. Si lelaki tampan mengeluarkan ponsel dan mengutak-atik benda itu–entah apa yang dia lakukan–sementara Bia mengintip ke dalam gendonga

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-07
  • Ikatan Hati   24

    Ah, mungkin dia terlalu banyak berpikir jadi merasa begitu? Adrian menggeleng dan melanjutkan menikmati makanan yang ia pesan.Dua buah pisang yang dibawa pelayan sebelumnya habis di lahap oleh si bayi gembul. Tampaknya Bian memiliki selera makan yang tinggi.“Bawa sini Bian. Kamu belum nyentuh makanan kamu,” suara si tuan muda terdengar ketika Bia selesai menyuapi air mineral lalu membersihkan sekitar mulut si bayi yang cemong-cemong.Adrian sudah selesai menyantap makan malamnya, omong-omong.Bia mengangguk. Dia berdiri dari kursi lalu menghampiri sang Tuan muda dan menyerahkan Bian kemudian kembali ke tempat duduknya. Si bayi gembul yang berpindah tangan tidak menangis; malah dia pamer gusi pada ayahnya. Bian yang sedang dalam posisi berdiri di pangkuan Adrian bergerak-gerak melonjak membuat si pemuda Bimantara memeganginya erat.“Kamu baru selesai makan, Bian.” Sedikit memaksa akhirnya si bayi duduk di pangkuan Adrian. Berhadapan dengan si gadis.Bia mengukir senyum untuk si bayi

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-07
  • Ikatan Hati   25

    “Kalian udah siap?”Yang ditunggu tiba; sang Kepala keluarga serta pasangannya. Adnan dan Adrian bersamaan bangkit dari sofa. Oh, tidak lupa perlengkapan perjalanan si bayi dalam sebuah tas di tangan kanan si bungsu Bimantara. Oh, mesti sigap dong sebagai seorang ayah!Bia mengangguk atas pertanyaan Agam tadi.Sang Kepala keluarga mengajak mereka berangkat. Sang Nyonya menyempatkan diri berbicara dengan asisten rumah tangga yang ditinggalkan. Menyampaikan beberapa pesan kemudian berpamitan Mereka berangkat menggunakan satu kendaraan. Sang Kepala keluarga duduk di kursi kemudi, di susul si sulung duduk di sebelah. Di belakang sang Nyonya masuk lalu meminta Bia yang menggendong Bian untuk mengikutinya. Bermaksud mengatur si gadis di tengah lalu di ujung Adrian.“Tunggu dulu,” si bungsu menghentikan langkah si pengasuh, “Aku di belakang.” Melonggarkan kursi kemudian masuk ke bagian belakang dan meletak tas yang ia bawa di sebelahnya.Setelah Adrian masuk, Bia terakhir yang masuk ke dala

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-08
  • Ikatan Hati   26

    Bia memandangi Maulana yang memberikan arahan untuk bertukar posisi atau pose yang semuanya memperlihatkan keanggunan, kemegahan, ketampanan serta kecantikan Bimantara. Terdapat dalam satu frame. Ah ... mereka benar-benar menyatu. Membuat si gadis biasa merasa di adili. Sejak awal dia sudah tahu; dia paham; dia mengerti, dia tak pernah punya kesempatan – lagi pula ia tak mau mengambil kesempatan itu sebagai aji mumpung–menggunakan keadaannya untuk memaksa masuk ke dalam lingkaran Bimantara. Tidak, dia tidak berhak.Hanya Bian.Ya, hanya Bian yang berhak masuk ke lingkup keluarga di sana, sebab si bayi memang keturunannya. Dia bukanlah siapa-siapa. Ah, kenapa dia merasa begini? Kenapa dadanya sesak? Mestinya dia bahagia. Keluarga Bimantara menerima si bayi gembul dengan tangan terbuka. Bukankah ia sendiri telah memutuskan? Tenang, Bia! Jernihkan pikiran. Kamu nggak berniat masuk ke sana, kan? Sadar!Bia menarik napas panjang. Dia lalu membalik badan, melangkah berlawanan arah dari area

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-08
  • Ikatan Hati   27

    Sementara itu di dalam studio ... Agam tengah mengobrol dengan Maulana. Sedikit membahas masa lalu. Rosa mengajak Rani berbicara mengenai pekerjaannya sebagai asisten fotografer bersama Adnan dan seorang lagi mengasingkan diri. Mengutak-atik ponselnya mencoba menghilangkan kejenuhan. Adrian memang tidak pintar bersosialisasi. Jadi dia lebih memilih menyibukkan diri sendiri daripada berbaur.Oh, Bian. Semoga tak menuruni sifatmu ini ya, bang.Merasakan sesuatu dalam saku bergetar, Agam menyela pembicaraannya dengan Maulana untuk melihat benda yang berada di dalam saku. Ponselnya. Dengan layar menyala memperlihatkan sebuah pesan. Cukup lama Bimantara senior ini memandang layar ponselnya sampai ia memasukkan kembali alat komunikasi tersebut ke tempat semula.“Erm, Lan ...,”Agam mencondongkan tubuhnya lalu berbisik di telinga si pria sebayanya. Menyebut nama panggilan kecil lelaki itu.“Oke. Tapi kamu berhutang sama aku.” Titik.Agam mengangguk. “Asal kamu nggak berkhianat!”Raut Maulana

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-09
  • Ikatan Hati   28

    “Ayo, Bia,” kata Agam kemudian membuka pintu dan keluar dari kendaraan yang dia kemudikan hampir dua jam lamanya–setelah dari gedung pemotretan.Si gadis buru-buru keluar sambil menggendong Bian. Hawa sejuk segera terasa. Dia memandang sekitar. Mereka entah berada di mana, Bia tidak tahu; yang pasti bukan kediaman Bimantara yang dia tinggali beberapa minggu terakhir. Mereka berada di tempat asing. Si bayi di pelukan Bia kelihatan cukup senang; mengamati sekitar lalu tersenyum dan tertawa tanpa suara.Adrian keluar dari mobil paling akhir. Di tangannya terdapat tas perlengkapan Bian. Dia memandang si pengasuh. “Ayo.” Katanya membuat Bia terkejut dan berjalan terlebih dahulu.Bia mengikuti di belakang hingga dia melihat sebuah rumah yang meski terbuat dari kayu–bentuknya memanjang ke samping, bukan ke belakang; seperti rumah pada umumnya–kelihatan mewah. Di kelilingi tanaman-tanaman hias. Sewaktu mencapai bagian depan yang terasnya pun terbuat dari kayu, tiba-tiba pintu yang ada di hada

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-09
  • Ikatan Hati   29

    Dua orang pria yang kini berada di sebelah ruangan yang mana ada anggota Bimantara lain duduk berhadapan. Ini adalah ruang kerja Adam. Tanpa diberitahu, Agam mengerti jika ayahnya bakal bertanya perihal Bian. Sebab dia cuma memberi tahu mereka akan datang berkunjung di hari minggu seraya memperkenalkan anggota baru–biasanya mengacu pada menantu atau pasangan dari salah satu putranya–bukan langsung cicit yang di perkenalkan.Raut muka datar yang sejak awal di pasang sang Senior melunak. Menghela dan menatap satu anaknya yang ada di hadapan. Namun tidak mengucap sepatah kata, Adam memilih menunggu Agam buka mulut.Pria yang hampir berkepala lima ini menghembus napas pelan. Dia menyandarkan punggung ke sandaran kursi, menatap wajah ayahnya. “Seperti yang papa lihat; Adrian punya anak–yang artinya cicit papa. Namanya Abian Bimantara. Dan ....”Belum selesai kalimat Agam–dia sengaja menjeda karena berpikir kata-kata apa yang mesti diucapkan agar tidak menimbulkan kecurigaan. Tentu, ia masi

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10

Bab terbaru

  • Ikatan Hati   82

    Adrian Bimantara; tokoh utama kita yang berwajah tampan, tetapi sayang parasnya sangat berbanding terbalik dengan mimik muka yang selalu datar mirip pantat teplon baru saja tiba di depan sebuah gedung berlantai dua yang tidak terlalu besar. Gedungnya di cat putih khas gedung-gedung Rumah Sakit pada umumnya. Ya, dia baru sampai di halaman Rumah Sakit yang diberitahukan oleh sopir pribadi ayahnya mengenai keberadaan si buah hati serta si pengasuh.Entah ada urusan apa sampai mereka ke Rumah Sakit, mana jaraknya cukup jauh dari kota. Si Bimantara muda saja membutuhkan setengah jam, apalagi kalau pakai kendaraan umum. Pasti lebih lama.Dia memarkirkan mobilnya di parkiran khusus roda dua, mematikan mesin lalu keluar dari kendaraan pribadinya. Tak lupa dikunci lagi. Adrian berjalan masuk ke dalam gedung Rumah Sakit. Tapi, baru kakinya menginjak lobi, pemuda ini ingat sesuatu. Bagaimana dia menemui si pengasuh di sini? Adrian tidak tahu si pengasuh berada di mana, sedang apa dan menemui sia

  • Ikatan Hati   81

    Adrian Bimantara adalah tipikal pria tepat waktu. Benci keramaian dan senang menyendiri. Tipe-tipe introvert, sih. Ah, tapi bukan itu yang mau kita bahas. Bimantara muda tersebut adalah seseorang yang selalu on time; on time sampai di kantor dan on time pulang bekerja. Jadi, saat jam menunjukkan jam pulang–biasanya sekitar pukul lima sore–maka dia akan membereskan semua pekerjaan–menyisihkan yang mesti dilakukan besok atau yang memiliki tenggat waktu lebih lama. Bukan tak mau bekerja keras. Tetapi, buat apa membuang waktumu di saat pekerjaan selesai dan diberikan kelonggaran untuk pekerjaan lainnya? Pun tak cuma badan yang butuh istirahat, otak yang digunakan saat bekerja juga perlu tenang. Karena dia memang tidak suka kelayapan, maka tujuan utama pria tampan minim ekspresi ini adalah rumah; kediaman Bimantara. Sewaktu sampai di basemen lalu berpisah dengan beberapa staf yang satu lift dengannya, lelaki tinggi itu berjalan ke arah ia memarkirkan mobilnya. Namun, langkah Adrian ter

  • Ikatan Hati   80

    “Erm, Tuan.”Yang mau Bia sampaikan bukannya hal aneh, tapi si gadis kelihatan bingung.“Bilang aja,” ujar si Tuan Besar memaklumi gerak-gerik gadis di depannya. Ya, gadis sederhana tersebut punya kepribadian sangat sungkan terhadap orang lain. Meski mungkin yang dikatakan atau dilakukannya bukan sesuatu yang bisa membuat rasa tak enak di hati.Bia mengambil sesuatu dari saku celananya dan menyodorkan pada sang Kepala keluarga. “Sudah waktunya imunisasi Bian, Tuan.”“Kukira kenapa. Kau membuatku berpikir ada sesuatu yang buruk.” Agam menerima buku yang disodorkan si gadis. Buku catatan ibu dan anak. Membuka dan melihat halaman terakhir. Dia ingat di sana memang ada tertulis jadwal selanjutnya dan benar tanggal yang tertera adalah tanggal hari ini. “Aku akan minta Danu untuk antar kamu.”Si gadis menggeleng. “Boleh saya pergi sendiri, Tuan? Saya janji bakal kembali sebelum malam.” Teringat kejadian waktu lalu, Bia tidak berani membawa si gembul sampai malam. Dia benar-benar akan kembal

  • Ikatan Hati   79

    Bia terharu. Sungguh. Dia tak mengira. Sang Bimantara senior bahkan mengingatnya dan meminta si photographer untuk mengambil gambarnya. Memegang erat gambar yang ukurannya tidak besar–Agam sengaja meminta di cetak untuk ukuran dompet supaya si gadis bisa menyimpannya tanpa membuat orang lain curiga–lalu di dekatkan dengan dada.Gambar ini akan menjadi penenangnya saat rindu menyerang dan tak bisa bertemu putranya. Apalagi ketika dia keluar dari kediaman Bimantara. Bia mesti mempersiapkan batinnya agar tidak merengek nantinya.“Sama-sama.”Agam sudah menduga jika Bia akan senang, tapi tak memperkirakan si gadis bakal menunjukkan muka sendu kemudian. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis itu, tapi ia pun akan berusaha agar Bia tidak berpisah dengan putranya. Dia mengambil sesuatu lagi dalam laci. Kali ini menyerupai buku yang sekali lagi diserahkan pada si pengasuh.“Saya udah pernah bilang sama kamu, sekalipun kamu nggak minta apa pun, ini adalah hasil kerja keras kamu.”Bia menatap ben

  • Ikatan Hati   78

    Hari ini hampir semua Bimantara berkumpul di rumah; hari minggu. Kecuali sang Nyonya yang sedang ada project di luar. Jadi, tak heran melihat si bungsu berada di ruang tengah sedang memainkan ponsel.Oh, dia sedang membaca artikel-artikel yang ditemukan di internet. Artikel tentang apa? Ahem, ingat soal si bungsu ini yang sempat berpikir untuk meriset sesuatu yang tidak dimengerti? Berhubung libur dan tak membawa pulang pekerjaan–dia jarang melakukannya, sih–jadi dia merisetnya sekarang. Mengetikkan sebaris kalimat di kotak pencarian sehingga bermunculan hasil yang sesuai dengan kata kunci yang dimasukkan. Si Biman muda mencari tahu sehubungan dengan hatinya yang terasa aneh dan jantung yang berdebar lebih cepat saat bersama seseorang.Dan rata-rata artikel yang dia temukan serta baca malah berisi pertanyaan lain yang membuatnya bingung. Apa hubungannya dengan yang ingin dia ketahui? Pertanyaannya adalah; ‘apa kamu juga sangat memedulikan orang itu? Merasa nyaman?’ lalu diakhiri kata,

  • Ikatan Hati   77

    Bia terdiam. Mencerna perkataan si tuan muda. Mencoba mengingat kembali saat dia membawa Bian imunisasi lalu ... ah, dia ingat. Waktu itu si tuan muda bilang; ‘ingat posisimu, pengasuh’. Dia memang merasa sakit waktu itu. Tapi, rasa sakitnya sudah hilang. Tak disimpan lama-lama dalam hati. Bia berusaha melupakannya. Dia segera menggeleng. “Tuan nggak perlu minta maaf. Sa-saya juga salah. Saya cuma kasih tahu Tuan Besar, nggak tuan Adrian.”Senyum yang tadinya tersemat cuma tipis, kini terukir lebar. Lama-lama menjadi kekehan kecil lalu tawa. Suasana yang semula sendu karena si gadis menangis berubah drastis sebab tawa halus meluncur dari bibir tipis si Biman muda. Tawa ringan yang mencairkan hawa dingin. Tawa yang membuat linangan air mata berhenti. Tawa yang membuat satu organ di dada berdegup keras. Tawa yang menghangatkan udara malam.Bia terhenyak. Menikmati suara tawa yang kedua kali dia dengar. Tawa dari si Biman muda yang membuat jantungnya jadi berdebar-debar dan wajahnya pana

  • Ikatan Hati   76

    Dua pertanyaan yang diajukan dengan nada santai barusan membuat gadis berpakaian sederhana yang kebingungan jadi kelabakan. Dia buru-buru–tetap merasa ragu–duduk di sebelah si tuan muda di sisi yang kosong. Memberi sedikit jarak agar tidak menempel atau bersentuhan dengan si tuan muda. Bia gugup, tentu saja. Pertama, posisi duduk yang bersebelahan–walau dia memberi celah–tetap terbilang dekat. Kedua, dia tak tahu apa yang ingin dibicarakan oleh si tuan muda. Apa tentang hari ini? Kehebohan yang terjadi? Tentang Bian? Atau malah si gadis yang menjadi calon istri?Suara jangkrik terdengar. Ahem.Si gadis duduk sembari menautkan kedua jemari. Dia sedang bingung dan gugup. Bertanya-tanya dalam hati apa yang ingin dibicarakan oleh si tuan muda. Sedang si Biman muda menarik napas lalu dihembuskan. Sejenak menenangkan diri. Oh, bukan karena dia bakal mengajak bicara si pengasuh, tetapi karena lelah batin yang dirasa karena kejadian yang cukup menguras emosi hari ini.“Aku nggak berharap bany

  • Ikatan Hati   75

    “Rabia nggak mungkin kayak gitu.” Adnan memberanikan diri bersuara.Agam menghela di tegangnya suasana. “Iya. Saya juga tahu, Bia nggak akan seperti itu.”Adam menyungging seringai tipis mendengarnya. Sementara Naomi tak percaya jika Bimantara-Bimantara lain tak ada yang membela. Dia melirik ke arah calon ayah mertua, ibu mertua dan kakak ipar yang sama sekali tak melihat ke arahnya. Pun orang yang dia sukai ternyata diam di tempat tanpa mencoba menyelamatkan dirinya. Kenapa mereka semua malah membela perempuan udik itu?“Yeah ..., saya tahu,” imbuh si Tuan Paling Besar. Dia kembali menatap si gadis cantik bersurai lurus. “Kamu tahu kenapa?”Naomi menelan ludah. Dia tidak berdaya.“Bia mempunyai naluri seorang ibu, sedangkan kamu tidak.”Kalimat sang Bimantara senior barusan menohok seorang pemuda di tempatnya bersimpuh. Naluri seorang ibu? Si pengasuh juga pernah membahasnya. Orang yang bisa merawat Bian mesti memiliki naluri seorang ibu.“Saya rasa Bia malah menganggap Bia seperti a

  • Ikatan Hati   74

    “Tadi pagi siapa saja yang bareng sama Bian?” Tanya sang Biman senior sembari membenarkan posisi baju si gembul dan membiarkan bayi buntal itu bermain-main sendiri di karpet; berguling ke kiri dan ke kanan, telungkup lalu tertawa sendiri. Melakukan itu berulang-ulang.Sebenarnya enggan mengatakannya, sebab Bia tidak bisa memastikan. Kalau salah tunjuk, bagaimana? Dia yang bakal menanggung. Apalagi sikap menghakimi tanpa bukti kan salah. Tapi, tidak ada orang lain yang bersama Bian waktu itu. Si gadis menghela. Pun karena sudah terjadi dan membuat bayinya terluka, dia tak ingin kejadian serupa terulang.“Saya nggak mau nuduh. Tapi, orang yang terakhir kali sama Bian adalah Nona Naomi.” Katanya serius menatap mata hitam milik sang Bimantara.“Naomi?” Adam mengulang. “Naomi Wibowo?”“Nona Naomi kemari untuk belajar rawat Bian sebagai calon istri Tuan Adrian,” Bia memberitahu. Ini bukan rahasia, kan? Semua penghuni rumah tahu.Sang Biman senior tahu; dia tak bisa ikut campur untuk masalah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status