Share

Be Careful What You Wish For

last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-09 13:03:21

“Pak Nur.” sapa Salama.

Nur menoleh, memperlihatkan wajah antusias dan tersenyum, “Ya Bu, ada apa?”

“Pak Nas kan jadi wakil ketua di cabang Surabaya ya, terus, terus siapa yang mau menggantikan Pak?”

“Wah Bu Salama, kok tanya saya. Saya tidak tahu,” jawab Nur.

“Ayolah Pak Nur, Pak Nur kan sering pergi sama Bu Celo, masak Bu Celo ndak kasih bocoran? Sedikit saja. Pak Anwar ya?”

Nur memejamkan matanya sambil terkekeh, “Haduh Bu Salama ini, memangnya saya ini siapa ko Bu Celo mau bocorin hal penting begitu ke saya?”

“Pak Anwar” tukas Gun. “Siapa saja kandidatnya? Enggak ada kan? Tinggal Beliau saja. Pak Anwar punya insting bisnis kuat, disiplin, pekerja keras. Patut untuk jadi seorang wakil ketua. Ini kerjasama dengan bengkel resmi kan dari beliau juga pencetusnya.”

“Idih, amit-amit jabang bayi.” tukas Salama menyanggah.

“Kalau dilihat dari urut-urutannya ya seharusnya Pak Anwar yang maju menggantikan Pak Nas. Tidak ada yang layak dan berkompeten yang pantas duduk sebagai Wakil Ketua kecuali Pak Anwar. Beliau paling senior,” sambung Nur.

“Sekarang siapa kandidatnya Mbak Salama? Tidak ada yang pantas dan yang bisa jadi wakil ketua kecuali beliau. Lagian kalau pak Anwar jadi wakil ketua, bengkel kita ini pasti jadi lebih besar dan berkembang lagi. Kepemimpinannya di divisinya sudah jadi bukti konkret. Keuangan tidak ada yang bocor sama sekali. Kita bisa bertahan di tengah pandemi tanpa memecat seorang pegawai pun, ya semua berkat Pak Anwar.”

Nur melihat Salama begidik mengingkari. Sementara itu, Anna bengong melihat kekanan dan kekiri kearah Gun dan Salama bergantian. Nur lalu melihat meja-meja di depannya, dia pikir, pasti sudah datang semua ini. Sudah lengkap tinggal Anwar dan asistennya Toni, juga Bu Celo. Bu Celo pasti datang terakhir tepat waktu seperti biasa, pikirnya, dan akan langsung memulai acara. Biasanya Bu Celo langsung membuka acara, berpidato sebentar lalu mengumumkan beberapa hal, mungkin promosi jabatan atau yang lain. Acara akan diakhiri dengan makan-makan prasmanan.

“Kalau bisa jangan sampai Pak Anwar. Siapalah gitu. Pak Nur saja ya?” balas Salama.

“He? Ko malah saya yang dibawa-bawa,” sanggah Nur tersadar dari imajinasinya. Tiba-tiba di dalam jantungnya berdegup. Timbul keinginan yang sangat kuat untuk menjadi wakil ketua. Dia sangat berharap itu terjadi meski tidak ada kemungkinan sama sekali. Dia membayangkan kalau dia jadi wakil ketua, maka permasalahan ekonominya akan bisa teratasi dengan gaji seorang wakil ketua. Dia bisa membayar hutang-hutangnya dan bisa membahagiakan istrinya.

“Mungkin saja to Pak Nur. Melihat track record Bapak selama ini, Bapak juga bisa masuk sebagai kandidat calon wakil ketua. Saya berharap Pak Nur saja yang jadi wakil ketua,” kata Salama.

“Iya Pak Nur, kalau saya mending Pak Nur saja yang jadi wakil ketua.” sahut Dita, yang sudah duduk dari tadi disebelah Salama. “Pak Nur ini sebenarnya populer lo diantara kami.” disambut anggukan Anna, Salama.

Nur terkekeh seolah-olah menyangkal hal itu, namun di dalam hatinya dia berucap, “Aamiin.”

“Pssstt….” Salama memberikan gelengan kepala kecil sambil melirik kearah pintu.

“Selamat sore Pak Anwar, Mas Toni” sapa Salama dengan antusias.

“Selamat sore,” jawab Anwar tanpa tersenyum yang sudah tiba di seberang tempat duduk Nur. Sementara dia lihat Toni hanya tersenyum kecil kepada Salama.

Anwar langsung duduk dan diikuti oleh Toni. Seketika Nur merasakan keadaan canggung. Salama mengajak ngobrol Anna entah tentang apa, Nur tidak bisa mendengarnya, Luvi dan Dita sibuk dengan ponsel mereka, begitu juga dengan Gun. Dia melihat Anwar dan Toni yang juga sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Dia melihat ke sekeliling mejanya. Di bagian kiri Gun, mereka ada yang asyik ngobrol dengan sebelahnya atau seberangnya. Begitu juga dengan seberang tempat duduknya disekitar Anwar, mereka kelihatan agak canggung dan kikuk, lalu menutupi kecanggungan dengan bermain ponsel. Nur akhirnya mengeluarkan ponselnya dan berniat membuka media social ketika dilihatnya Bu Celo sudah ada di ujung meja. Hatinya berdesir.

Ruangan itu ada di lantai dua sebuah restoran masakan jawa dengan konsep semi terbuka. Ruangan itu luas yang diklaim bisa menampung hingga 300 orang. Di semua sisinya hanya ada dinding dengan tinggi sekitar satu meter dan sisanya dibiarkan terbuka dengan kusen jendela panjang tanpa daun jendela. Disisi luar jendela tersebut ditumbuhi bunga dengan desain pot panjang yang menempel di dinding.

Sinar matahari sore berwarna kuning keemasan yang masuk dengan leluasa menimpa sosok Bu Celo dengan sempurna. Nur merasa bahwa warna emas itu menerpa sisi kiri tubuh Bu Celo membuat wajahnya yang berwarna kulit kuning langsat semakin cerah. Angin musim kemarau yang dingin dan kencang menimpa rambut Bu Celo yang sepundak belah samping, hingga membuatnya sedikit berantakan namun tidak mengurangi kesan rapi. Malah pikir Nur, rambut yang sedikit berantakan tersebut membuat Bu Celo semakin cantik. Dilihatnya Bu Celo memakai kemeja formal putih polos lengan panjang, bawahan abu-abu. Dia berasumsi bahwa Bu Celo pasti memakai celana panjang.

“Selamat sore Bapak-Bapak, Ibu-Ibu,” sapa Bu Celo sambil menaruh tas bahunya yang warnanya senada dengan celananya di atas meja.

“Selamat sore Bu Celo,” jawab semuanya. Nur berharap agar Bu Celo melirik dirinya namun Bu Celo tidak melakukan hal itu. Hatinya terbersit rasa kecewa. Nur melihat hanya Anwar yang tidak menjawab sapaan tersebut dengan tetap tidak berubah posenya sejak duduk tadi, duduk tegap tanpa bersandar di kursinya dengan kedua tangan diatas meja dan melihat ke layar ponselnya.

“Baiklah, kita mulai saja,” sambil lalu, Bu Celo berjalan menuju ke belakangnya yang sudah berdiri satu set mikrofon. Ruangan itu mendadak lengang. Suara sarang lebah itu berhenti seketika saat Bu Celo berjalan menuju podium. Seolah-olah semua tersihir hingga diam dengan kehadiran beliau. Nur menyadari semua mata tertuju pada Bu Celo.

Nur lihat Bu Celo berdiri dengan tegap di belakang mikrofon, pandangannya lurus kedepan, wajahnya mencerminkan sikap percaya diri yang absolut, kedua kakinya di buka selebar bahunya, tangannya berada di depan dadanya dan mengenggam satu sama lain dengan tangan kiri menggenggam yang kanan.  

“Selamat sore teman-teman semuanya,” buka Bu Celo mantap dan tegas dengan suaranya yang agak berat. Semua pegawai menoleh ke kanan atau kirinya karena mikrofon tersebut ada disamping meja-meja.

“Terima kasih sudah mau datang dan meramaikan acara ulang tahun bengkel kita ini. Saya terus saja berdoa agar keluarga besar bengkel kita ini selalu sehat dan dalam perlindungan-Nya. Sebenarnya, saya mau minta maaf dulu. Acara ulang tahun ini kembali lagi seperti acara beberapa tahun lalu. Kita tidak bisa mengadakan family gathering seperti dua tahun terakhir karena pandemi dan banyak hal lainya. Oleh karena itu, saya meminta maaf.”

Nur lihat Bu Celo menundukkan kepalanya dan diikuti oleh sahutan-sahutan para pegawai, “Tidak apa-apa Bu”

Setelah riuh sahutan dari pegawai berhenti, Bu Celo melanjutkan dengan pose yang tidak berubah, “Teman-teman semua, dua belas tahun lalu tepat hari ini bengkel kita dibuka. Hari pertama buka, tidak ada satupun mobil yang mampir ke bengkel kita. Sampai satu bulan kemudian hanya satu mobil yang mampir ke bengkel kita. Kemudian saat itu, Pak Mo, mohon berdiri Pak Mo.”

Nur lihat Bu Celo membuka tangannya lalu menjulurkan tangan kanannya membuka telapaknya dan menunjuk ke arah Pak Mo. Pak Mo berdiri lalu tersenyum pada Bu Celo.

Bu Celo lalu melanjutkan, “Berkata pada saya. Yang sabar Bu Celo. Memang bengkel baru buka ya seperti ini. Belum ada yang percaya. Tetap semangat.”

Bu Celo mengambil nafas, “Saat itu Pak Mo mengajari saya satu hal yaitu passion. Dan terbukti dua belas tahun kemudian bengkel kita ini menjadi besar dan terkenal. Mohon teman-teman tepuk tangan untuk Pak Mo.”

Nur lihat Pak Mo dengan wajah tuanya tersenyum disanjung di depan umum seperti itu. Setelah tepuk tangan berhenti, dilihatnya Pak Mo duduk lagi.

“Passion juga yang telah menyelamatkan bengkel kita dari keterpurukan 6 tahun yang lalu. Masa-masa sulit dimana kita harus berjuang melalui kebangkrutan dan tipu daya supplier. Saya melihat dimasa-masa sulit tersebut wajah-wajah penuh gairah dan semangat untuk masuk kerja dan menyelesaikan pekerjaan meskipun dengan masa depan yang tidak menentu. Passion tersebut yang telah membantu kita keluar dari masa sulit tersebut dan berada di titik ini.”

Tepuk tangan menggema di ruangan.

Bu Celo melanjutkan pidatonya, “Passion adalah kekuatan untuk melakukan sesuatu dengan benar dan baik tanpa ada paksaan. Karena passion saya terus bersemangat membesarkan bengkel kita ini. Karena passion juga teman-teman datang ke bengkel setiap hari dan melakukan yang terbaik. Karena passion juga kita berusaha untuk menjadi berguna bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar kita.” Diikuti oleh riuh rendah dan tepuk tangan para pegawai.

 “Dua belas tahun merupakan usia yang masih muda. Jadi passion adalah hal penting yang harus ada ketika masih muda. Dengan passion, kita bisa mewujudkan apapun meraih apapun. Hidup cuma sekali dan kita tidak tahu kapan mati, kenapa harus bersusah payah memenuhi mimpi orang lain kalau kita punya passion sendiri dan mampu mewujudkannya”

Lagi, para pegawai berdiri dan bertepuk tangan dengan semangat.  

“Saya tidak akan panjang lebar dengan ini. Ada satu hal yang perlu saya sampaikan. Fakta bahwa Pak Nas menjadi wakil ketua di cabang Surabaya meninggalkan celah di bengkel pusat ini. Kita memang membutuhkan beliau untuk membesarkan bengkel kita yang ada disana. Oleh karena itu, bengkel pusat ini membutuhkan pengganti dari Pak Nas.”

Nur mendengar bisikan- bisikan kencang dari meja-meja yang ada di depannya yang menyebut-nyebut nama Anwar. Dia melihat Anwar tersenyum simpul dan yang dari tadi tetap melihat layar ponselnya. Dia tidak tahu senyum tersebut karena dia pasti jadi wakil ketua atau ada hal yang lucu di ponselnya. Dia membatin, “Enggak, enggak mungkin aku yang jadi penggantinya, pasti Pak Anwar.”

“Pak Nuraga adalah pengganti Pak Nas. Mohon berdiri Pak Nuraga,” kata Bu Celo.

Deg. Jantungnya seolah olah berhenti dan jatuh ke perutnya meskipun dia rasakan detak itu semakin kuat menghantam dadanya. Tak sadar, mulutnya menganga, matanya melotot dan menunjukkan wajah bodohnya. Dunia seakan-akan berhenti berputar. Ruangan itu mendadak sepi baginya, ruangan yang ramai riuh rendah oleh tepuk tangan dan sorak sorai pegawai itu tak terdengar. Dia merasa ruangan yang terang benderang oleh sinar matahari sore itupun menjadi gelap di pandangannya dan semua mata tertuju kepadanya. Tenggorokannya tercekat dan kering. Sesaat itu dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri sambil melongo seolah- olah bertanya apa benar yang dia dengar. Dilihatnya Anna, Salama, Luvi, dan Dita bertepuk tangan dengan antusias yang tinggi. Dikirinya, dilihatnya Gun juga bertepuk tangan dengan wajah bangga. Sekilas, dilihatnya Anwar sedang melotot kepadanya.

Bab terkait

  • If I Could Not Have You No One Could   Nuraga

    Jantung Nur masih berdetak dengan kencang. Hatinya membuncah membawanya terbang kegirangan namun otaknya memaksa untuk mengingkari, memandang semua berdasar logika dan tetap berpijak di bumi. Pikirannya, pada akhirnya, mau tidak mau melayang layang dan berangan-angan. Dengan kedudukannya sekarang ini dia akan mendapat gaji yang lebih besar daripada sebelumnya. Gaji seorang wakil ketua berada pada level dua digit jutaan daripada seorang kepala divisi yang hanya satu digit jutaan saja. Dia tak sabar ingin segera sampai di rumah dan memberi tahu istrinya. Dengan gaji sebesar itu dan bonus yang juga naik, dia bisa memberikan fasilitas kesehatan yang lebih baik pada anaknya. Akhirnya dia kan bisa mendaftarkan anaknya untuk mendapatkan donor ginjal seperti yang dia dan istrinya inginkan selama ini. Dengan ginjal donor yang sehat, anaknya akan tumbuh sehat seperti anak-anak lainya. Tidak akan ada cuci darah minimal 2 minggu sekali yang menghabiskan sebagian besar gaji dan bonus-bon

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • If I Could Not Have You No One Could   Dara

    Dilepasnya sepatu di depan pintu dan ditaruh di rak sepatu sebelah pintu. “Assalamualaikum, Sayang?” katanya sambil membuka pintu. Hening, tidak ada jawaban.“Jam segini masa sudah tidur?” pikirnya. Terbersit perasaan kecewa di hatinya. Pelan-pelan dia berjalan menuju kamar depan agar tidak membangunkan istri dan anaknya. Dilihatnya lewat pintu yang terbuka, istrinya dengan mata terbuka baru bangun tidur disamping anaknya yang tetap terlelap.Dilambaikanlah tangan kirinya dan menjunjung tas kresek hitam di tangan kanannya sambil berbicara tanpa suara, “Maaf.” Nur berharap istrinya tidak sebal karena telah membuatnya terbangun. Nur pernah membuat istrinya sebal karena dia secara sengaja membangunkan istrinya yang sedang tidur untuk makan malam. Istrinya bilang saat itu, dengan suasana hati yang buruk dan bersungut-sungut, berbicara pada Nur, dia lebih memilih untuk tidur daripada makan. Istrinya juga bilang bahwa dia sakit kepala kare

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • If I Could Not Have You No One Could   Rahasia Gun dan Nur

    Nur memarkir motornya di bawah pohon keres yang berdaun jarang. Lalu dia berjalan ke dalam warung, diliriknya tempat favoritnya, seperti biasa belum ada yang menduduki. Di dalam warung, Nur melihat tidak ada antrian, maka dia langsung menuju ke meja yang terdapat laci kaca dan berisi bermacam-macam lauk pauk. Nur berkata, “Mak, pecel satu kayak biasanya ya.”“Nggeh Mas Nur.” Jawab Mak Nem.Nur menunggu sebentar. Sesaat kemudian Mak Nem memberikan piring yang sudah berisi nasi pecel pesanannya. Dia teringat sesuatu lalu berkata lagi pada Mak Nem, “Sama kopi Mak, nggeh?”Mak Nem mengangguk sambil berteriak pelan ke arah dapur, “Kopi siji.”Nur tidak menunggu kopi tersebut, dia langsung berjalan menuju pintu keluar yang hanya beberapa langkah dari meja. Dia duduk di kursi panjang tanpa sandaran di teras warung tersebut. Piringnya ditaruh di meja panjang di depannya. Dikeluarkannya ponsel, roko

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • If I Could Not Have You No One Could   Bengkel

    Dia memarkir motornya di tempat parkir yang berada di belakang bengkel. Parkir itu luas dan berkanopi, berkonsep semi-indoor. Biasanya, hanya ada empat mobil yang parkir disana, mobil Aston Martin DB5 biru langit milik Bu Celo, Honda Civic hitam 2018 milik Pak Anwar, dan dua mobil Avanza tipe G putih 2018 yang menjadi mobil operasional bengkel. Hanya ada mobil operasional yang terparkir. Selain itu, semua pegawai menggunakan motor ataupun menggunakan transportasi umum.Lalu dia berjalan beriringan dengan Gun menuju pintu utama bengkel. Bengkel itu berpagar tinggi bercat putih dengan kawat berduri di atasnya. Tepat disamping pagar itu, ada tempat duduk panjang di bawah kanopi seng untuk para pegawai yang istirahat. Para mekanik yang biasanya duduk di sana sambil merokok.“Hari pertama masuk sebagai wakil ketua.” suara hati Nur dengan diselimuti rasa bangga dan senang. Dilihatnya di dalam pagar sebelah pintu masuk bengkel, ada tulisan berwarna putih dengan wa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • If I Could Not Have You No One Could   Bu Celo

    “Tok.. Tok..”Nur mengetuk pintu ruangan Bu Celo yang sudah terbuka lebar. Dilihatnya dari pintu Bu Celo sedang berdiri tegap di depan jendela belakang membelakangi pintu masuk. Sepertinya, batin Nur, Bu Celo sedang memantau aktivitas para pegawai di bengkel. Tangan Bu Celo mungkin di lipat di depan tubuh. Nur lihat, Bu Celo memakai celana panjang warna biru tua dan kemeja putih lengan panjang dan sepatu hak tinggi berwarna hitam. Sedangkan, di gantungan bajunya yang berbentuk tongkat di pojok ruangan, tergantung outer Bu Celo dengan warna yang senada dengan celana.Siluet sosok itu, dipikiran Nur, mencerminkan pose wanita yang tangguh dan mandiri. Sikap dan pembawaan seorang wanita karir sukses, tak lain, seorang pemilik bengkel berkelas nasional. Pose menawan yang memancarkan sihir pesona karena kepercayaan diri tinggi dengan sedikit keangkuhan.“Silahkan masuk Pak Nur.”Nur masuk ke ruangan Bu Celo. Dia berhenti di depan sofa. D

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • If I Could Not Have You No One Could   Ancaman Anwar

    Nur mendapati dirinya sudah berdiri di depan pintu Pak Anwar. Pintu itu masih tertutup rapat, tapi dia tahu Pak Anwar sudah ada di dalam ruangan. Dirinya ragu untuk mengetuk pintu tersebut. Seolah-olah dia mau masuk ke kandang singa. Hatinya berdebar tak karuan.Tok Tok. Suara pintu itu diketuk.“Masuk.” Nur mendengar suara Pak Anwar dari dalam ruangan.Nur membuka pintu itu pelan-pelan. Sambil tersenyum, dia berkata dengan sopan, “Selamat pagi Pak Anwar.” Dianggukannya kepalanya pada si empunya kantor. Dilihatnya Pak Anwar duduk di kursi kerjanya, beliau sedang membaca berkas-berkas yang ada di depannya. Seperti biasa, beliau selalu memakai dasi, pakaian bisnis formal.Nur merasakan pandangan Pak Anwar dari balik kacamata, pandangan yang tajam. Sakit. Pandangan yang tajam itu serasa menusuk hatinya. Dia merasa tertekan, serasa ruangan itu sempit.Nur masuk ruangan Pak Anwar dengan canggung, seolah-olah dia adalah bawahan ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30
  • If I Could Not Have You No One Could   Gun, What the f you do?

    Nur masuk ke ruangannya dan duduk di kursinya. Hatinya berdebar kencang berkecamuk antara bingung, takut, dan marah. Benar kata Gun, Pak Anwar bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia mau.“Gun, apa yang kamu lakukan? Kamu bilang kemarin cuma mengambil dua puluh juta, kenapa Si Anwar bilang sampai seratus juta?” desis Nur. Diambilnya rokoknya, dinyalakannya, dan dihisapnya kuat-kuat. Dia menggaruk dahinya.Diambilnya ponselnya, dia mulai mengetik pesan singkat.“Gun, kemarin yang kamu ambil berapa? Dua puluh atau seratus?”Dikirimnya pesan itu. Disingkirkannya ponsel itu, tiba-tiba dia tidak ingin melihat ponselnya. Dijauhkannya ponsel itu dari dirinya, diletakkan di ujung meja. Dia takut dengan apa isi balasan dari Gun.Dihisapnya rokok itu.Hatinya cemas tidak karuan. Pikirannya berkecamuk. Dia berdiri. Dia menuju ke jendela samping, dihisapnya lagi rokoknya dengan kuat. Sesaat kemudian dia merasa tena

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30
  • If I Could Not Have You No One Could   Kena Tanggung

    Nur baru pulang dari bengkel habis Isya’. Kejadian hari ini terlalu berat baginya. Pikiranya berkecamuk dan bingung. Sepanjang jalan pulang, dia terus memikirkan bagaimana bisa laporan itu sampai di tangan Pak Anwar dan bagaimana ada selisih depan puluh juta. Tadi waktu mengantarkan santunan ke rumah Pak Mis, Bu Celo juga tidak mengatakan apa apa.Nur sebenarnya punya kesempatan besar untuk bertanya pada Bu Celo, karena saat itu hanya dia dan Bu Celo di dalam mobil kantor. Mulutnya sudah gatal ingin bertanya dan menutup rasa penasaran. Namun, pada akhirnya, dia tidak berani bertanya soal laporan itu. Pikirnya, bisa-bisa tambah curiga Bu Celo dan malah bunuh diri dengan pertanyaan itu. Jadi, dia pikir untuk tunggu dan lihat saja bagaimana nantinya.Jam delapan malam dia masuk rumah. Dara sedang duduk santai di kursi tamu dengan memegang ponselnya. Dilihatnya Wahid sudah tidur di kamar depan. Nur langsung mencium istrinya. Dilihatnya dari sudut matanya, Dara menuju

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30

Bab terbaru

  • If I Could Not Have You No One Could   Perfect Ending?

    Sekitar tiga setengah tahun kemudian.Nur sedang duduk di food court sebuah mall besar di kota itu. Di hadapannya terhidang makanan mie dan es teh. Makanan itu sama sekali belum dia sentuh, mie itu sudah dingin. Dia hanya dari tadi minum es teh itu terus-menerus, hingga es itu sudah habis, dan hanya tersisa es batu saja di dalamnya. Meski begitu, dia masih menyeruput sisa-sisa teh yang tertinggal.Dia menyandarkan tubuhnya di kursi. Dia pandangi orang-orang yang berlalu lalang hiruk-pikuk disekitarnya. Hampir mereka semua membawa teman, pasangan, dan ada anak-anak. Nur mencelos hatinya. Hatinya berlubang. Rasa kehilangan masih terasa di hatinya.Nur ingat dulu, Dara selalu mengajaknya ke mall ini, dan makan mie ini, es teh ini pula dulu yang menjadi minuman favorit mereka berdua.Hari ini, entah mengapa, ada dorongan yang sangat kuat dari dalam hatinya untuk pergi ke mall ini dan makan mie, juga minum es teh ini. Kerinduan yang

  • If I Could Not Have You No One Could   Closure

    Nur menutup pintu ruangan Dara. Di luar ruangan itu, dia bersandar pada tembok dan kembali menangis. Air mata deras membasahi pipinya. Penyesalan yang dalam. Dada yang sesak. Hati yang berlubang.Kedua kalinya, dia membuat perempuan yang dia cintai menangis.Dia segera cepat menguasai dirinya. Nur tidak ingin ada orang yang lewat di lorong itu dan melihatnya menangis. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Dipandanginya pintu kamar Celo yang ada di seberang lorong, tepat di sebelah kamarnya.“Aku harus kesana. Aku mau melihat Celo dan aku harus mengakhiri ini dengan baik-baik. Aku mengenal dia dengan baik. Tidak ada alasan bagiku untuk tidak mengakhirinya dengan baik-baik pula. Meski semalam dia sudah secara aktif mau membunuhku, tapi rasaku tetap sama. Semua kata cinta itu adalah jujur. Aku tidak bohong semalam ketika aku bilang aku mencintainya.” batin Nur.Dengan langkah yang masih pelan-pelan, Nur menyeberangi loro

  • If I Could Not Have You No One Could   All Mysteries Are Gone

    “Aku sebenarnya menerima pekerjaan lepas waktu sebagai penerjemah sejak setahun yang lalu. Aku enggak pernah bilang soalnya aku takut Mas Nur tersinggung. Aku takut kalau Mas Nur merasa kecil karena berpikir uang yang diberikan Mas Nur kurang. Oleh sebab itu, aku tidak pernah bilang soal ini. Oleh sebab itu pula, pekerjaan rumah banyak yang terbengkalai. Aku minta maaf soal itu.”Dara melihat Mas Nur menutupi mukanya denga kedua telapak tangannya. Mas Nur sepertinya menangis. Dara tadi sebenarnya melihat ada bekas-bekas tangisan di wajah Mas Nur, namun Dara diam saja. Dara tidak pernah tahu dan tidak mau tahu alasan Mas Nur menangis.“Aku minta maaf juga Sayang, gara-gara itu, aku menyangka Sayang berselingkuh. Aku berpikiran buruk ketika laptop Sayang itu menyala dan setiap kali laptop itu menyala, semua pekerjaan rumah terbengkalai.”“Aku minta maaf Mas, aku sudah menyimpan rahasia di hubungan kita.”“Sayang, ak

  • If I Could Not Have You No One Could   Kekecewaan Dara

    Dara masih melihat Mas Nur dengan kemarahan yang memuncak. Dia benar-benar ingin meluapkan segala kemarahan kepada Mas Nur saat itu juga. Kalau saja tidak ada Papa dan Wahid di kamar itu. Dia pasti sudah melempar Mas Nur keluar jendela dan membiarkannya terjatuh dari lantai lima dan remuk di bawah sana.“Bagaimana keadaanmu Nur?” tanya Papa kepada Mas Nur yang terlihat masih menahan sakit karena luka di perutnya. Kepalanya juga di perban.Dara mengetahui sebab Mas Nur menderita itu semua. Dokter Mus tadi pagi datang dan menjelaskan semuanya kepada dirinya dan Papa. Ketika dokter Mus menceritakan cerita kepahlawanan Mas Nur yang membantu Bu Celo lepas dari para perampok yang menyatroni rumah Bu Celo, Dara merasakan sebersit kekhawatiran atas keselamatan Mas Nur. Ingin dia segera berlari dan melihat keadaan Mas Nur yang ada di seberang ruangannya.Niat itu diurungkannya.Dara masih marah kepada Mas Nur. Dara merasa jijik dengan Mas Nur. Entah me

  • If I Could Not Have You No One Could   Penyesalan Nur

    Nur benar-benar berusaha untuk bisa bangkit dari posisi rebahannya. Kalau saja dia benar-benar kangen dan ingin bertemu Wahid dan Dara, di pasti mengalah dengan rasa sakit yang mendera itu. Dia mungkin lebih memilih untuk menyerah pada sakit di sisi kiri perutnya daripada harus berusaha agar bangkit.Setelah sekitar tiga puluh menit berusaha, usaha Nur membuahkan hasil. Dia bisa bangkit dari rebahan. Kakinya sekarang sudah menggantung di pinggir ranjang. Kini tinggal berusaha unutuk berjalan ke kamar mandi. Dia juga baru sadar kalau dia tidak dipasang kateter untuk buang air kecil.Tiba-tiba juga dia merasa ingin buang air kecil. Dorongan yang kuat untuk buang air kecil.Dalam waktu satu jam, dia telah berhasil menjalankan misi yang diberikan oleh dokter Mus. Kini tinggal memanggil meminta tolong perawat untuk mengantarnya ke kamar Wahid. Tapi buat apa Nur meminta bantuan perawat? Dia bisa sendiri. Bukankah tadi dokter Mus bilang bahwa kamar Wahid ada di depan k

  • If I Could Not Have You No One Could   Nasib Wahid dan Dara

    Nur membawa Celo ke rumah sakit internasional. Nur tadi dengan sigap memasukkan Celo ke mobil Aston Martin dan membawanya ke rumah sakit. Nur khawatir dengan Celo. Sementara itu, dirinya juga khawatir dengan nasib anak dan istrinya. Dia hanya menuruti instingnya. Dia hanya menyelamatkan Celo dan dirinya yakin Wahid dan Dara tidak ada di rumah yang meledak itu. Nur yakin kalau Celo tidak sejahat itu. Sesampainya di rumah sakit, dirinya dan Celo langsung dibawa ke instalasi gawat darurat. Celo mengalami syok dan luka pukulan dan bantingan. Sedangkan Nur mengalami luka sayatan. Nur mengatakan bahwa Celo dan dirinya adalah korban perampokan. Nur tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak mau berurusan dengan polisi dan membuat semuanya semakin kacau. Ini hanyalah masalah kecil yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah dan dengan cara damai. Luka yang dialami Nur tidak parah. Benar dugaan Nur, luka sayatan yang dangkal dan sama sekali tidak berba

  • If I Could Not Have You No One Could   Nyawa Nuraga

    “Kalau aku tidak bisa memilikimu Nur, maka Dara dan Wahid pun tidak.” kata Celo menyeringai.Nur merasakan kengerian. Dengan cepat dia bangkit sambil mengelus pipi kanannya. Sakit.Celo memainkan pisaunya, melemparkannya ke tangan kanan dan kiri bergantian. Seolah-olah Nur adalah binatang buruan yang terperangkap dan pasti mati.“Aku mencintaimu Nur. Aku ingin memilikimu sepenuhnya. Aku tidak ingin berbagi dengan Dara ataupun Wahid.”“Tunggu dulu, aku tidak mengerti. Bagaimana bisa kamu membuat gosip di bengkel?”“Toni. Toni adalah anak buahku yang setia. Dia memang aku tugaskan untuk menjadi bawahan Anwar. Dengan bantuan Toni, aku bisa membisikkan apapun ke tua bangka serakah itu, termasuk gosip kita yang selingkuh, kita yang sekamar di Jakarta, dan laporan keuanganmu. Invoice itu gampang didapatkan. Aku yang punya hotel itu dan aku juga sudah mengatur agar kita sekamar. Ban yang meletus dan syok

  • If I Could Not Have You No One Could   Tipu Muslihat Celo

    Nuraga memacu motornya dengan cepat ke rumah Celo. Dia khawatir dengan nasib anak isrinya dan juga penasaran apa yang dimaksud Celo dengan kata-katanya di telefon tadi.“Bagaimana bisa Celo tahu tentang Wahid dan Dara disaat aku saja tidak tahu dimana mereka berdua?”“Apakah mungkin Celo berbuat yang tidak-tidak dan di luar nalar?”“Apa yang telah dilakukan Celo terhadap Wahid dan Dara?”“Tidak, Celo tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak terhadap Wahid dan Dara. Celo bukan orang yang kejam. Celo bukan orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang dia mau.”“Kata Dara, Celo menunjukkan kedekatan yang luar biasa terhadap Wahid selama ini.”“Celo tidak ungkin berbuat kejam pada Wahid dan Dara.”Deggg…Jantung Nur berdegup kencang. Nur menyadari sesuatu.Ingatan Nur melayang pada si kurus yang dihajar Celo sampai babak belur se

  • If I Could Not Have You No One Could   The Death of the Loved One

    Di ulang tahun perempuan remaja itu yang ke lima belas, Dad menghadiahi seorang pengawal. Seorang pengawal laki laki dengan tubuh sebesar dan setinggi Dad. Dad bilang bahwa perempuan remaja itu perlu diawasi agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Pengawal itu harus selalu mengikuti kemanapun si perempuan remaja itu pergi. Dad membayar pengawal itu untuk bekerja selama dua puluh empat jam sehari tujuh hari seminggu.Sesaat perempuan remaja itu melihat kepada si pengawal, ini semua hanya akal-akalan Dad. Pengawal ini hanyalah kepanjangan tangan dari Dad. Pengawal ini hanyalah bentuk baru dari penjara yang selama ini mengungkungnya. Dari pengawal ini, semua gerak-geriknya akan semakin terpantau dan Dad akan tahu semua tingkah lakunya.Perempuan remaja itu hanya pasrah menerima hadiah dari Dad. Dengan cepat perempuan remaja itu memeluk Dad dan mengucapkan terima kasih dengan berurai a

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status