Nur telah menyelesaikan makannya. Dia memandangi Celo yang masih menghabiskan Zuppa Soup-nya.
“Kamu suka?”
“Iya, ini Zuppa Soup terenak yang pernah ku cicipi di negeri ini.”
Nur mengernyitkan dahinya.
Celo yang menyadari ekspresi wajah Nur menerangkan, “Di negeri ini banyak yang menjual Zuppa Soup, terutama di kota-kota besar macam Jakarta dan Surabaya. Tapi mereka tidak enak, biasa saja menurutku. Tidak ada rasa asli italia kalau aku bilang.”
“Memangnya kamu pernah makan Zuppa asli dari negaranya?”
Celo mengangguk. “But it was long time ago.” kata Dara sambil memasukkan satu suapan kepada Nur.
Nur semakin mengernyitkan dahinya sambil menerima suapan Celo. Wajahnya bodoh menampakkan rasa penasaran.
“Bagaimana enak?” tanya Celo. Tetapi sebelum Nur menjawab pertanyaan tersebut, Celo sudah tersenyum sambil menundukk
Pukul setengah sepuluh, Nur keluar dari rumah Celo. Hatinya senang, dia gembira malam ini. Seluruh rencananya berhasil. Celo telah berhasil dia buat terkesan malam ini. Dia juga berhasil mengenal Celo lebih jauh.Dia benar-benar tidak menyangka, Celo mempunyai masa lalu yang seperti itu. Dia semakin terkesan juga dengan Celo. Rasa cinta di dalam dadanya semakin bergelora. Rasa itu sekarang tumpah ruah. Nalurinya sebagai lelaki muncul. Dia ingin melindungi Celo dan membahagiakan Celo.Mungkin Nur tidak akan bisa mengimbangi kekayaan dari Celo. Namun seorang perempuan tetap saja membutuhkan seorang lelaki. Seorang perempuan tetap menginginkan seorang lelaki ada di sampingnya yang memberikan perlindungan, kasih sayang, dan cinta.Nur pikir, semandiri-mandirinya perempuan, tetap saja perempuan itu mendambakan seorang lelaki. Meskipun di luar, di lisan, di setiap perbuatannya, perempuan tersebut memungkiri bahwa tidak membutuhkan lelaki, tetapi perempuan tersebut han
Dara dengan berat hati melepaskan kepergian Mas Nur untuk berangkat ke bengkel. Jauh dalam lubuk hati Dara, dia ingin sekali saja Mas Nur menemaninya ketika Wahid sedang menjalani perawatan.Bukan karena apa-apa, bukan karena Dara ingin ditemani mas Nur atau Dara tidak mandiri. Dara ingin Mas Nur tahu bahwa selama ini Bu Celo selalu datang pada saat Wahid menjalani perawatan. Pada awalnya Dara tidak ada masalah dengan kehadiran Bu Celo. Namun, lama kelamaan Dara merasa risih dengan kehadiran beliau.Dara ingin Mas Nur tahu dengan mata kepalanya sendiri bahwa Bu Celo menginginkan Wahid memanggilnya dengan sebutan “Bunda.” Dara risih dengan itu. Dara ingin tahu apa maksud Bu Celo meminta Wahid untuk seperti itu. Pikiran jelek pun muncul dari dalam otaknya.Tetapi, dengan segera pikiran tersebut dihapusnya. Dara percaya benar bahwa Mas Nur tidak akan berani berbuat begitu. Mas Nur cinta hanya kepadanya dan setia kepadanya. Kalau tidak, apa yang bisa men
Pukul empat sore Mas Nur mengiriminya pesan. Setelah membalas pesan Mas Nur, Dara masih melanjutkan pekerjaannya. Dara baru menyadari bahwa dia tidak membawa alat pengisi daya untuk ponselnya ketika dia telah mengirim semua hasil terjemahnya. Dara merasa khawatir dengan daya di ponselnya yang hampir habis.Dara tidak tahu mengapa hari ini observasi Wahid lebih lama daripada biasanya. Dara dan Wahid baru boleh pulang jam delapan lebih. Saat itu baterai ponsel Dara sudah sangat menipis. Dara akhirnya membawa Wahid ke lobby rumah sakit. Dara membuat kesalahan karena mengeluarkan Wahid sebelum ada kejelasan dia pulang dengan naik apa.Jam delapan lewat empat puluh menit Dara mencoba menelefon Mas Nur. Tapi ponsel Mas Nur tidak bisa dihubungi. Dara mencoba beberapa kali menelefon dan mengirim pesan singkat tapi tetap tidak ada respon. Dara tidak ingin naik taksi online malam-malam seperti ini.Mas Nur pernah berkata kepadanya, kalau malam hari janga
Darah Nur mendidih melihat kejadian yang berlangsung di depan matanya. Tangannya mencengkeram keras setir motor butut itu. Dara telah tertangkap basah bermain gila dengan Ben. Otaknya berpikir, apa yang seharusnya dia lakukan.Nur berpikir untuk langsung mendatangi mereka berdua saja. Kebetulan semua orang yang berkepentingan hadir. Namun, dia merasa minder dengan Ben. Dari tunggangannya saja Ben sudah kelihatan lebih sukses dan kaya daripada dirinya. Tidak, nanti akan ada waktu dimana dia bisa menghadapi Ben secara frontal dan tatap muka.Maka, dengan menahan perasaan marah, Nur menyaksikan seluruh adegan di depan matanya. Setelah melihat Ben pergi, dia menyalakan motornya dan memacunya menuju rumahnya.Dengan menggendong Wahid yang sedang tertidur, Dara membukakan pintu pagar.Pertama kali saat Nur melihat Dara, ada sorot kelegaan di dalam matanya. Tidak ada sirat pandangan takut atau aneh. Dara menunjukkan suatu pandangan yang melegakan karena telah me
Sudah hampir dua minggu sejak kejadian Nur memergoki Dara diantar pulang Ben. Nur masih memendam kemarahan yang membara. Hatinya masih bergelora mengingat kejadian malam itu. Meskipun Dara sudah mengungkapkan ceritanya, namun Nur tidak percaya begitu saja. Dia tidak bisa mengecek kebenaran cerita Dara.Nur mengambil rokoknya dan berdiri di dekat jendela ruangannya. Dia buka jendela lebar-lebar agar udara masuk dan asap rokoknya keluar. Nur merasa hari itu panas sekali. Sinar matahari bersinar dengan kuat dan serasa seluruh atap-atap yang terlihat dari jendela ruangannya itu memekik kepanasan. Belum lagi ditambah dengan hiruk pikuk kesibukan di bengkel bawah.Nur sudah melaksanakan rencananya. Dia, dengan mempertaruhkan segala harga dirinya, bercerita pada Celo tentang Ben. Nur meminta Celo untuk mengganti Ben dengan dokter yang lain. Ingatannya melayang pada kejadian beberapa hari yang lalu.“Sweetheart, aku bisa minta bantuan?” tanya Nur ke
Nur mengendarai mobilnya menuju kota kelahirannya. Dia memutuskan lewat tol saja untuk menghemat waktu. Sepanjang jalan itu, Nur merasakan penyesalan yang mendalam. Beberapa kali dia pukul setir mobil Avanza itu. Nur benar-benar frustasi dan membenci dirinya sendiri.“Kenapa aku tidak pernah bisa menolak permintaan Celo untuk berbuat dosa? Kenapa setiap kemauannya selalu aku turuti? Kenapa imanku lemah sekali?” teriak Nur dalam hati.Hampir saja tadi Nur membawa Celo untuk ke Pasuruan. Hampir saja tadi Nur juga goyah imannya untuk menuruti dan mengabulkan semua kemauan Celo. Dia sedang tidak ingin dekat dengan Celo. Hatinya sekarang sedang limbung dan galau. Dia sudah tidak ingin berbuat dosa lagi. Oleh karena itu, Nur tadi sesegera mungkin menyelesaikannya.“Semoga saja Celo tidak sadar dengan perubahan ini.” batin Nur.Ingatannya melayang pada kejadian di ruangan Celo tadi.“Maaf Sweetheart, aku enggak
Nur duduk di kursi meja makan. Wajahnya serius ditutupi oleh kedua telapak tangannya. Dia menyesali perbuatannya akhir-akhir ini. Hatinya terkoyak dan hancur karena penyesalan tersebut. Nur berpikir bahwa kata-kata ibunya kemarin memang benar adanya.Saat dia kecil, dia memang berkemauan keras untuk tidak meniru seluruh tingkah laku bapaknya. Dia tidak ingin perempuan lain menjalanui hidup menyakitkan seperti ibunya. Oleh sebab itu, dia mengejar Dara dengan sabar. Oleh sebab itu pula, Dara adalah pacar pertamanya. Dan dia juga berusaha kerasa agar Dara menjadi pacar yang terakhirnya.Tetapi Nur khilaf, dia menjadikan Celo kekasihnya juga disaat dia sedang menjalani pernikahan dengan Dara. Hal yang dia benci saat dia muda dulu telah dilakukannya. Dia menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia masuk kedalam lubang itu.Yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Dia adalah fotokopi dari bapaknya. Meski dalam skala yang lebih kecil, tetapi tetap saja, dirinya mai
Dengan sedikit kekecewaan, Dara melepas kepergian Mas Nur. Dengan berat hati pula, Dara melepas pelukannya kepada Mas Nur. Dara sungguh merasa tertekan jika Bu Celo datang hari ini. Namun, Dara sudah berniat, jika Bu Celo datang hari ini, Dara akan meminta penjelasan atas semuanya.Jam sepuluh, Wahid sudah selesai menjalani prosedur. Wahid kini sudah dipindah ke ruang observasi. Dara sengaja tidak menerima pekerjaan terjemah hari ini. Dia tidak ingin seperti dua minggu lalu. Dia tidak ingin membuat Mas Nur cemburu jika Ben harus mengantarnya lagi malam nanti. Dia ingin naik taksi online saja jika nanti malam Mas Nur tidak bisa dihubungi.Pintu kamar Wahid diketuk. Hati Dara berdebar. Dara mengira kalau Bu Celo yang datang. Tetapi tidak, Ben yang datang bersama perawat.“Pagi Bu Dara. Bagaimana kabarnya hari ini?” sapa Ben ketika menjumpai Dara di depan pintu kamar.“Baik. Dokter sendiri bagaimana?” jawab Dara dengan sopan.
Sekitar tiga setengah tahun kemudian.Nur sedang duduk di food court sebuah mall besar di kota itu. Di hadapannya terhidang makanan mie dan es teh. Makanan itu sama sekali belum dia sentuh, mie itu sudah dingin. Dia hanya dari tadi minum es teh itu terus-menerus, hingga es itu sudah habis, dan hanya tersisa es batu saja di dalamnya. Meski begitu, dia masih menyeruput sisa-sisa teh yang tertinggal.Dia menyandarkan tubuhnya di kursi. Dia pandangi orang-orang yang berlalu lalang hiruk-pikuk disekitarnya. Hampir mereka semua membawa teman, pasangan, dan ada anak-anak. Nur mencelos hatinya. Hatinya berlubang. Rasa kehilangan masih terasa di hatinya.Nur ingat dulu, Dara selalu mengajaknya ke mall ini, dan makan mie ini, es teh ini pula dulu yang menjadi minuman favorit mereka berdua.Hari ini, entah mengapa, ada dorongan yang sangat kuat dari dalam hatinya untuk pergi ke mall ini dan makan mie, juga minum es teh ini. Kerinduan yang
Nur menutup pintu ruangan Dara. Di luar ruangan itu, dia bersandar pada tembok dan kembali menangis. Air mata deras membasahi pipinya. Penyesalan yang dalam. Dada yang sesak. Hati yang berlubang.Kedua kalinya, dia membuat perempuan yang dia cintai menangis.Dia segera cepat menguasai dirinya. Nur tidak ingin ada orang yang lewat di lorong itu dan melihatnya menangis. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Dipandanginya pintu kamar Celo yang ada di seberang lorong, tepat di sebelah kamarnya.“Aku harus kesana. Aku mau melihat Celo dan aku harus mengakhiri ini dengan baik-baik. Aku mengenal dia dengan baik. Tidak ada alasan bagiku untuk tidak mengakhirinya dengan baik-baik pula. Meski semalam dia sudah secara aktif mau membunuhku, tapi rasaku tetap sama. Semua kata cinta itu adalah jujur. Aku tidak bohong semalam ketika aku bilang aku mencintainya.” batin Nur.Dengan langkah yang masih pelan-pelan, Nur menyeberangi loro
“Aku sebenarnya menerima pekerjaan lepas waktu sebagai penerjemah sejak setahun yang lalu. Aku enggak pernah bilang soalnya aku takut Mas Nur tersinggung. Aku takut kalau Mas Nur merasa kecil karena berpikir uang yang diberikan Mas Nur kurang. Oleh sebab itu, aku tidak pernah bilang soal ini. Oleh sebab itu pula, pekerjaan rumah banyak yang terbengkalai. Aku minta maaf soal itu.”Dara melihat Mas Nur menutupi mukanya denga kedua telapak tangannya. Mas Nur sepertinya menangis. Dara tadi sebenarnya melihat ada bekas-bekas tangisan di wajah Mas Nur, namun Dara diam saja. Dara tidak pernah tahu dan tidak mau tahu alasan Mas Nur menangis.“Aku minta maaf juga Sayang, gara-gara itu, aku menyangka Sayang berselingkuh. Aku berpikiran buruk ketika laptop Sayang itu menyala dan setiap kali laptop itu menyala, semua pekerjaan rumah terbengkalai.”“Aku minta maaf Mas, aku sudah menyimpan rahasia di hubungan kita.”“Sayang, ak
Dara masih melihat Mas Nur dengan kemarahan yang memuncak. Dia benar-benar ingin meluapkan segala kemarahan kepada Mas Nur saat itu juga. Kalau saja tidak ada Papa dan Wahid di kamar itu. Dia pasti sudah melempar Mas Nur keluar jendela dan membiarkannya terjatuh dari lantai lima dan remuk di bawah sana.“Bagaimana keadaanmu Nur?” tanya Papa kepada Mas Nur yang terlihat masih menahan sakit karena luka di perutnya. Kepalanya juga di perban.Dara mengetahui sebab Mas Nur menderita itu semua. Dokter Mus tadi pagi datang dan menjelaskan semuanya kepada dirinya dan Papa. Ketika dokter Mus menceritakan cerita kepahlawanan Mas Nur yang membantu Bu Celo lepas dari para perampok yang menyatroni rumah Bu Celo, Dara merasakan sebersit kekhawatiran atas keselamatan Mas Nur. Ingin dia segera berlari dan melihat keadaan Mas Nur yang ada di seberang ruangannya.Niat itu diurungkannya.Dara masih marah kepada Mas Nur. Dara merasa jijik dengan Mas Nur. Entah me
Nur benar-benar berusaha untuk bisa bangkit dari posisi rebahannya. Kalau saja dia benar-benar kangen dan ingin bertemu Wahid dan Dara, di pasti mengalah dengan rasa sakit yang mendera itu. Dia mungkin lebih memilih untuk menyerah pada sakit di sisi kiri perutnya daripada harus berusaha agar bangkit.Setelah sekitar tiga puluh menit berusaha, usaha Nur membuahkan hasil. Dia bisa bangkit dari rebahan. Kakinya sekarang sudah menggantung di pinggir ranjang. Kini tinggal berusaha unutuk berjalan ke kamar mandi. Dia juga baru sadar kalau dia tidak dipasang kateter untuk buang air kecil.Tiba-tiba juga dia merasa ingin buang air kecil. Dorongan yang kuat untuk buang air kecil.Dalam waktu satu jam, dia telah berhasil menjalankan misi yang diberikan oleh dokter Mus. Kini tinggal memanggil meminta tolong perawat untuk mengantarnya ke kamar Wahid. Tapi buat apa Nur meminta bantuan perawat? Dia bisa sendiri. Bukankah tadi dokter Mus bilang bahwa kamar Wahid ada di depan k
Nur membawa Celo ke rumah sakit internasional. Nur tadi dengan sigap memasukkan Celo ke mobil Aston Martin dan membawanya ke rumah sakit. Nur khawatir dengan Celo. Sementara itu, dirinya juga khawatir dengan nasib anak dan istrinya. Dia hanya menuruti instingnya. Dia hanya menyelamatkan Celo dan dirinya yakin Wahid dan Dara tidak ada di rumah yang meledak itu. Nur yakin kalau Celo tidak sejahat itu. Sesampainya di rumah sakit, dirinya dan Celo langsung dibawa ke instalasi gawat darurat. Celo mengalami syok dan luka pukulan dan bantingan. Sedangkan Nur mengalami luka sayatan. Nur mengatakan bahwa Celo dan dirinya adalah korban perampokan. Nur tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak mau berurusan dengan polisi dan membuat semuanya semakin kacau. Ini hanyalah masalah kecil yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah dan dengan cara damai. Luka yang dialami Nur tidak parah. Benar dugaan Nur, luka sayatan yang dangkal dan sama sekali tidak berba
“Kalau aku tidak bisa memilikimu Nur, maka Dara dan Wahid pun tidak.” kata Celo menyeringai.Nur merasakan kengerian. Dengan cepat dia bangkit sambil mengelus pipi kanannya. Sakit.Celo memainkan pisaunya, melemparkannya ke tangan kanan dan kiri bergantian. Seolah-olah Nur adalah binatang buruan yang terperangkap dan pasti mati.“Aku mencintaimu Nur. Aku ingin memilikimu sepenuhnya. Aku tidak ingin berbagi dengan Dara ataupun Wahid.”“Tunggu dulu, aku tidak mengerti. Bagaimana bisa kamu membuat gosip di bengkel?”“Toni. Toni adalah anak buahku yang setia. Dia memang aku tugaskan untuk menjadi bawahan Anwar. Dengan bantuan Toni, aku bisa membisikkan apapun ke tua bangka serakah itu, termasuk gosip kita yang selingkuh, kita yang sekamar di Jakarta, dan laporan keuanganmu. Invoice itu gampang didapatkan. Aku yang punya hotel itu dan aku juga sudah mengatur agar kita sekamar. Ban yang meletus dan syok
Nuraga memacu motornya dengan cepat ke rumah Celo. Dia khawatir dengan nasib anak isrinya dan juga penasaran apa yang dimaksud Celo dengan kata-katanya di telefon tadi.“Bagaimana bisa Celo tahu tentang Wahid dan Dara disaat aku saja tidak tahu dimana mereka berdua?”“Apakah mungkin Celo berbuat yang tidak-tidak dan di luar nalar?”“Apa yang telah dilakukan Celo terhadap Wahid dan Dara?”“Tidak, Celo tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak terhadap Wahid dan Dara. Celo bukan orang yang kejam. Celo bukan orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang dia mau.”“Kata Dara, Celo menunjukkan kedekatan yang luar biasa terhadap Wahid selama ini.”“Celo tidak ungkin berbuat kejam pada Wahid dan Dara.”Deggg…Jantung Nur berdegup kencang. Nur menyadari sesuatu.Ingatan Nur melayang pada si kurus yang dihajar Celo sampai babak belur se
Di ulang tahun perempuan remaja itu yang ke lima belas, Dad menghadiahi seorang pengawal. Seorang pengawal laki laki dengan tubuh sebesar dan setinggi Dad. Dad bilang bahwa perempuan remaja itu perlu diawasi agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Pengawal itu harus selalu mengikuti kemanapun si perempuan remaja itu pergi. Dad membayar pengawal itu untuk bekerja selama dua puluh empat jam sehari tujuh hari seminggu.Sesaat perempuan remaja itu melihat kepada si pengawal, ini semua hanya akal-akalan Dad. Pengawal ini hanyalah kepanjangan tangan dari Dad. Pengawal ini hanyalah bentuk baru dari penjara yang selama ini mengungkungnya. Dari pengawal ini, semua gerak-geriknya akan semakin terpantau dan Dad akan tahu semua tingkah lakunya.Perempuan remaja itu hanya pasrah menerima hadiah dari Dad. Dengan cepat perempuan remaja itu memeluk Dad dan mengucapkan terima kasih dengan berurai a