Share

6. Barter

Author: Lalunaxx
last update Last Updated: 2021-08-26 21:23:54

Minggu pertama bulan Juni, tepatnya di tanggal lima.

Mencondongkan tubuh dengan kaki rapat, Yuhwa memicing sipit sembari menilik kalendar meja yang berdiri tepat di bawah lukisan cat minyak bernuansa biru. Gadis itu mengusap dagu, mengerucutkan bibir ragu sebelum kembali memasukan untaian tali-temali di tangannya ke dalam saku.

Kuno, jelek, dan murahan. Hans tidak akan menyukainya, menurut Yuhwa. Maka ia urungkan kembali niatnya untuk memberi hadiah kecil pada si pria yang tengah bertambah usia hari itu. Pandangannya kemudian berselancar, secepat angin berhembus dan jatuh pada pintu kayu oak yang tanpa suara berteriak 'tolong jangan ganggu aku', meminta Yuhwa untuk segera berlalu dan mengabaikan eksistensi seseorang di balik itu.

Semenjak siaran langsung bersama para member MINE tadi, Hans berada dalam suasana hati yang buruk. Tak ada satu orangpun yang berani mengusik ketenangannya, terlebih Yuhwa. Bahkan pria itu belum keluar ruangan relaksasi sepeninggalan Manajer Kim dan yang lainnya sekitar tiga jam yang lalu. Entah benar-benar melakukan relaksasi, atau sesuatu lainnya yang tak mau Yuhwa ketahui dengan pasti.

Menurut Yuhwa, tidak akan ada manusia normal yang tidak terganggu dengan teror panggilan bertubi dari nomor tidak dikenal. Mungkin begitu juga cara orang-orang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai penggemar merusak hari bagus Hans ini.

Satu langkah meninggalkan tempat berdirinya di depan pintu, bilah kayu tersebut terbuka tanpa permisi, berhasil membuat sang gadis terlonjak kaget hingga nyaris jatuh terpeleset di atas lantai marmer licin. Dengan wajah datar, si pelaku bertanya, "Kenapa?"

Sejenak Yuhwa mengeratkan gigi-giginya, mendecak gemas akan kelakuan menyebalkan Hans yang siap menjadi santapan hariannya selama tinggal di rumah itu. Meskipun begitu, untuk yang saat ini ia tidak dapat kabur, kan? Hans terlalu cerdik untuk menyita kartu identitasnya. Mengunci pergerakan sang gadis tanpa banyak usaha sia-sia.

"Hm, tidak apa-apa," jawabnya memaksakan senyum palsu. Padahal dalam hati Yuhwa berteriak kesal, mengumpat halus dan menyandingkannya dengan nama Hans.

Jari telunjuk Hans terangkat, pria itu arahkan tepat di depan wajah Yuhwa. "Cucilah wajahmu itu. Kau terlihat seperti orang yang baru saja dicampakkan," ledek pria itu kemudian.

Beruntung Yuhwa tidak marah. Ia hanya merasa sedikit dongkol saja. "Kau mau kemana?" Hanya itu tanggapannya.

"Apa itu urusanmu? Ini rumahku."

Yuhwa berdeham, sempat mengangguk setuju kemudian menimpali, "Aku kan hanya tanya."

Mengangkat kedua pundak tak acuh, Hans nyatanya benar-benar pergi meninggalkan Yuhwa, tak mau repot-repot menjawab pertanyaan sang gadis yang katanya hanya sekedar basa-basi itu. Memang bukan urusan Yuhwa sih. Tapi apakah Hans tidak memiliki sopan santun? Ia setidaknya bisa jawab toilet atau dapur kalau malas menjawab panjang. Toh, sepertinya itu bukan jawaban yang menyangkut privasi seseorang. Bagaimanapun, Yuhwa dapat melihat dengan mata kepala sendiri nantinya.

"Eh, tunggu, Hans!" Teriak gadis itu berhasil menghentikan langkah Hans. Sang pria menoleh dengan kedua alis terangkat, terlihat sangat terganggu dengan presensi Yuhwa di rumahnya.

Tapi untuk kali ini Yuhwa berniat baik. Memberanikan diri, gadis itu mengambil langkah mendekat, merogoh sebelah sakunya dan menyerahkan benda sederhana yang sempat menjadi pergelutan hati dan pikirannya beberapa saat lalu. Gelang makrame berwarna hitam. Kalaupun Hans tidak menyukainya, setidaknya Yuhwa sudah memilih warna yang paling cocok dengan sifat pria itu. Ia juga membuatnya dengan sepenuh hati, meskipun Hans pasti tidak peduli.

"Anggap saja... hadiah ulang tahun?" usulnya, "kau tahu sendiri aku tidak punya apa-apa, bukan? Aku membuat ini dari benang yang kutemukan di laci sana." Pandangan Hans mengikuti arah telunjuk Yuhwa, yang berakhir pada sebuah laci kecil di bawah televisinya.

Hans mengangguk. Sejujurnya ia tak ingat betul kenapa bisa ada benang hitam dan manik-manik kecil di dalam laci miliknya, tapi ia tak berniat mengurusi itu.

Terlihat tidak tertarik, Yuhwa lantas menambahkan, "Kau pasti tidak menyukainya. Tapi yasudah, pastikan jangan membuangnya di depan mataku." Bibir gadis itu mengerucut, pipinya mengembung, kepalanya merunduk gugup.

"Yuhwa!" sahut Hans setengah keraguan.

Yuhwa mendongak, melebarkan kedua mata setelah tak menduga bahwa Hans akan menanggapi ucapannya dengan menyebut namanya. Takut-takut kalau pria itu sangat tidak suka dengan hadiahnya dan memaki Yuhwa di depan muka.

"Aku mau yang itu." Ucapan Hans mengakhiri kecemasan Yuhwa. Lain dari apa yang mejadi dugaan buruknya, Hans justru mengangkat jari telunjuk, mengarahkan jemari panjang itu pada pergelangan tangan kiri Yuhwa. Lebih tepatnya, gelang merah dengan batu giok hijau yang telah menempel pada lengan sang gadis sejak sepuluh tahun yang lalu.

Dengan gestur protektif Yuhwa mencengkeram gelang tersebut erat, mengerutkan kening seraya menggelengkan kepala cepat, menolak mentah-mentah permintaan Hans. "Kalau yang ini tidak bisa," tolaknya.

"Aku yang berulang tahun, dan aku mau yang itu!" pinta Hans lagi, kini dengan nada yang lebih tinggi.

Meski begitu, Yuhwa tetap tidak akan memberikan gelang tersebut. Terlepas dari kondisinya yang sudah kumal dan warna yang sudah pudar, gelang pemberian mendiang sang ayah adalah barang paling berharga yang bahkan tak akan pernah Yuhwa biarkan seorang pun menyentuhnya. Apalagi sosok pria tak tahu terimakasih seperti Hans.

"Tidak ada penawaran, Hans. Kalau kau tidak suka gelang pemberianku, ya sudah."

Yuhwa melirik benda incaran Hans, hingga ingatannya sedikit terlempar untuk sejenak bernostalgia pada masa di mana sang ayah masih hidup, mengajarinya membuat makrame, hingga dari situlah Yuhwa dapat memberi hadiah kelewat sederhana untuk ulang tahun Hans yang dirayakan secara megah-megahan oleh para penggemarnya.

Yuhwa tidak munafik. Sebetulnya ia juga malu memberikan hadiah yang terlihat tidak bernilai semacam gelang makrame itu pada sosok terpandang seperti Hans. Kalau saja Yuhwa tahu bahwa kini seluruh papan reklame di sepanjang stasiun bawah tanah Korea terisi penuh oleh wajah Hans, pasti gadis itu lebih malu lagi.

Tapi mengingat kenyataannya Yuhwa hanyalah gadis kurang beruntung yang berakhir tanpa sepeser uang di kantung, tak ada opsi lain kalau ia ingin berbagi secuil kebaikan pada Hans selain dari gelang ketinggalan jaman buatannya. Toh menurutnya, gelang sederhana itu cukup dapat melengkapi penampilan Hans di atas panggung.

Hans mendengus kasar. Sembari berlalu ia berucap ketus, "Dasar tidak tulus."

Peristiwa ini sedikitnya mengajarkan Yuhwa, ada pepatah yang menyebut 'Air susu dibalas dengan air tuba', dan Hans adalah salah satu spesies di muka bumi yang mendasari pepatah tersebut diciptakan.

***

Sepertinya Hans cukup menyukai kopi. Atau bahkan sangat menyukai kopi. Sementara salah satu kabinet dapur di isi penuh oleh bungkusan mie instan dan dua kabinet lainnya berisi peralatan memasak, tiga kabinet sisanya dihadiri oleh jajaran biji maupun bubuk kopi dari berbagai macam negara. Peralatan membuat kopi yang dimiliki sang pria Lee juga terbilang lengkap, tentu saja. Mulai dari penggiling biji kopi di dekat keran cuci piring, bahkan alat pembuatan kopi manual dan juga otomatis yang tersebar dari ujung hingga ke ujung lain dapur.

Yuhwa hitung-hitung dengan jari tangannya, pukul lima sore hari ini pun Hans sudah menyesap cangkir kopinya yang ke enam. Entah berapa banyak yang pria itu minum di luar pengawasan Yuhwa.

Melihat kini Hans lagi-lagi menyeduh secangkir kopi lainnya, Yuhwa hanya dapat menghela napas lalu mengangkat pundak tak acuh. Kalaupun Yuhwa bicara panjang lebar soal bahayanya minuman hitam pekat itu bagi kesehatan lambung, Hans tentu tak akan pasang telinga secara cuma-cuma. Akan lebih baik jika Yuhwa duduk diam di atas sofa, pasang mata dan telinga menyimak televisi, dan mengabaikan eksistensi Hans yang tengah duduk menghadapnya dari ujung sana.

Tapi semua itu hanya angannya belaka.

Tepat setelah sang gadis meletakkan bokongnya di atas permukaan sofa, namanya disapa tegas oleh penghuni lain di dalam rumah. Siapa lagi kalau bukan Hans?

"Hm?" tanggap Yuhwa sekenanya. Perasaannya sedikit kurang enak, jadi Yuhwa sengaja tidak ingin terlalu menanggapi sapaan pria itu dengan serius. Ia bahkan tidak mau repot-repot mengalihkan perhatian dari layar televisi yang tengah menayangkan pertandingan sepakbola.

Merasa diabaikan, Hans menyahut sekali lagi, "Zhao Yuhwa," tegasnya.

Mau tak mau Yuhwa pun mengalah. Menengok kecil ke arah suara tersebut memanggilnya, lalu mengangkat kedua alis bertanya-tanya. Tak lupa sebelah tangannya menekan tombol merah pada remot sehingga layar kaca yang menjadi perhatiannya beberapa saat lalu kini meredup, meninggalkan jejak hitam dan bisu yang entah kapan akan dilebur.

Hans berdeham, mengakhiri peperangan tanpa suara di antara mereka lalu melambaikan sebelah tangannya di batas alis, meminta Yuhwa untuk lekas datang menghampirinya. Dehaman dalam itu membuat Yuhwa gugup, tetapi saat Hans kembali menyesap kopi di cangkirnya, Yuhwa menjadi sedikit lebih tenang.

Sang gadis pun beranjak, dalam hati meyakinkan diri bahwa Hans tidak akan macam-macam. Meski Yuhwa tahu sendiri, Hans banyak mau dan pria itu berkepribadian keras. Tapi sebelum telinganya mendengar kalimat-kalimat tidak masuk akal lain yang keluar dari bibir tipis pria itu, Yuhwa tetap harus bersedia menuruti panggilannya.

"Kau suka kopi?" tanya Hans begitu lengan Yuhwa menyentuh ujung meja makan. Meja kaca itu terasa dingin. Sama menusuknya dengan tatapan Hans selagi berbicara dan mengecap bibir.

Yuhwa menggeleng. "Tidak begitu."

Hening sejenak, dan Hans meraih ponselnya, mengangkatnya tinggi-tinggi seolah tengah menyimak suatu berita panas dari layar persegi panjang itu. "Kenapa?" katanya.

Yuhwa pun menerka-nerka, mencari gagasan yang lebih kuat selain dari alasan kesehatan. Setelah mendapatkannya, ia kemudian berucap, "Rasanya tinggal lama di lidah. Aku tidak nyaman dengan itu."

Detik kemudian, ponsel Hans meleset dari tangannya, meleset masuk ke dalam cangkir dengan kopi yang bersisa setengah. Berbeda dengan sang empu yang tidak menunjukkan reaksi apapun, Yuhwa justru mengangakan mulutnya lebar-lebar. Tangannya bergerak refleks, meraih alat elektronik itu dengan cepat, mengabaikan ujung-ujung jarinya yang terbakar oleh panasnya kopi.

"Astaga, Hans!! Kau ceroboh sekali?!" pekik Yuhwa mengibaskan tangan.

"Jawabanmu mengejutkanku."

Padahal, sama sekali tidak terlihat seperti itu.

Dari kesan dingin, raut datar, dan sikap tenang, sebelah mananya yang menggambarkan keterkejutan Hans? Apakah jantungnya bahkan bereaksi minim?

"Hair dryer! Kau bisa mengeringkannya dengan itu. Kau punya, kan?" tanya Yuhwa kelabakan, "ayo cepat, sebelum mesinnya rusak!" tambahnya lagi.

"Ada di kamarku," ucapnya.

Menggenggam ponsel aroma kopi tersebut di tangan, tanpa buang waktu Yuhwa berlari ke arah tangga, meninggalkan Hans yang kini melipat kedua tangan di depan tangan dengan tenang.

"Ambil saja ponsel itu. Aku bisa beli baru."

Langkah Yuhwa terhenti. Sembari menengok frustasi sang gadis menyeletuk, "Ya? Kau gila?"

Hans mengangkat kedua pundak. "Kalau tidak mau, yasudah. Buang saja."

Kedua kelopak mata Yuhwa membola, sedikit tak percaya dengan pernyataan Hans yang barusan masuk ke telinganya.

Yuhwa tahu Hans punya banyak uang, dan ponsel bukanlah sesuatu yang sulit untuk ia beli dengan kekayaannya itu. Mengingat Yuhwa memang butuh, ia akan mengucap terimakasih. Tapi, apakah Hans membuang ponsel hanya karena sedikit tercelup ke dalam cangkir kopinya?

Atau karena telepon bertubi-tubi dari penggemar fanatik yang membuatnya terlampau kesal?

Tidak mungkin Hans sengaja menjatuhkan ponselnya agar dapat ia beri pada Yuhwa sebagai transaksi tukar menukar hadiah ulang tahun, kan? Tentu saja tidak mungkin. Hans bahkan tidak menyukai gelang pemberian Yuhwa itu.

Related chapters

  • Idol's Secret Housemate   7. The Riot

    Yuhwa sudah melewati malam itu dengan mata terbuka lebar. Entah pukul berapa tepatnya, tapi dari sorot lampu yang menelisik lewat tirai jendela, pasti di luar sana masih gelap dan belum ada sinar matahari sama sekali. Dengan udara dingin yang menyapa pundak menggigil, Yuhwa pun menyerah. Beranjak dari baringnya, membuka lemari pakaian di sudut kamar, dan mengambil sebuah jaket hitam dari sana. Terimakasih pada Manajer Kim, kini ia memiliki setumpuk pakaian di dalam lemari. Bahkan tak lupa dengan pakaian dalamnya. Hebat! Darimana Manajer Kim tahu soal ukuran dan sebagainya? Oh mari lupakan soal itu sejenak. Sebelum keluar dari kamar dengan niatan berjoggingdi ruang tamu yang luasnya mendekati ukuran lapangan voli itu, Yuhwa melemparkan pandangannya ke atas nakas, mempertimbangkan diri untuk membawa ponsel yang Hans berikan padanya tiga hari yang lalu. Ponsel bercita rasa kopi yang telah ia keringkan dengan pengering rambut selama

    Last Updated : 2021-08-29
  • Idol's Secret Housemate   8. Mr. Cunning

    Kepala Yuhwa pening, seperti dijatuhi ribuan batu pualam yang turun dari langit dan menghantam langsung tepat di utara tubuhnya. Mungkin karena rasa lelah yang tak terbendung, atau kantuk yang menyelimuti seperti langit mendung. Hari itu terasa abu-abu bagi sang gadis kewarganegaraan Cina ini. Mulai dari menanti kesadaran Hans untuk kembali, menyiapkan sarapan yang pantas untuk si pria sakau, bahkan menjemur bantal dan selimut Hans yang basah kuyup akibat tragedi semalam.Yuhwa pikir ia akan segera kaya raya bilasaja pekerjaannya di rumah Hans mendapat upah yang sesuai. Sayang, dirinya hanyalah seseorang yang harus bekerja secara sukarela. Wajib dan harus. Keputusan yang mutlak kalau memang ia tidak ingin kembali mengancam nyawa di bawah kaki para sindikat perdagangan organ manusia."Astaga.. mereka ini selalu membuat masalah," keluh Manajer Kim selesai bicara melalui ponselnya.Omong-omong soal Manajer Kim, demi keamanan dan keselamatan nyawa Hans

    Last Updated : 2021-09-01
  • Idol's Secret Housemate   9. Weakness

    "Di mana Kak Jihun?" Kalimat tersebut menjadi pemecah keheningan yang telah mengudara sejak tigapuluh menit lalu. Saat itu Hans tengah sedikit demi sedikit menghabiskan teh calendula sembari menonton drama yang ia bintangi sendiri, sementara Yuhwa mengambil bagian untuk mempercantik rumah Hans dengan sapu dan kain lap di tangan. Meski berada dalam satu ruangan yang sama, keduanya tidak mau repot-repot buka suara untuk sekedar basa-basi atau berbincang santai selayaknya teman serumah. Kelewat canggung bahkan untuk sekedar bertemu pandang, dalam waktu sepersekian detik salah satu atau keduanya akan segera memalingkan wajah ogah-ogahan. "Ah, aku lupa! Aku seharusnya memberi tahumu lebih awal. Jason diterpa isu plagiarisme," jawab Yuhwa sembari menepuk kening. Hans nampak membolakan matanya terkejut, hingga detik kemudian ia mendesis singkat dan mengeluh, "Anak itu lagi." Dari ucapan Hans, Yuhwa jelas akan menebak-nebak, apakah ini

    Last Updated : 2021-09-04
  • Idol's Secret Housemate   10. Dream

    Semuanya menjadi titik tolak di malam itu. Bagaimana kegelapan menyelimuti suasana rumah, dilengkapi dengan kisah ironis Hans yang sempat Yuhwa dengar dari Manajer Kim beberapa saat lalu melalui sambungan telepon. Kepala sang gadis menengok, mempertemukan raut prihatinnya dengan wajah mengkhawatirkan Hans yang kini memangku kepala di atas lipatan lutut. Keduanya membisu, tapi Yuhwa seolah tahu berbagai pikiran yang mungkin menjadi misteri di dalam kepala Hans. Sebuah misteri yang sama sekali tidak pernah terungkap di hadapan siapapun, bahkan orang terdekat Hans sekalipun. Trauma masa kecil. Yuhwa tidak perlu penasaran soal apa yang terjadi, apa yang membuat Hans sangat-sangat ketakutan, atau bahkan mengapa tidak ada yang mencoba untuk mengobati kekhawatirannya itu. Sebab ia lebih peduli soal bagaimana dirinya dapat menjadi seseorang yang dapat Hans andalkan di tengah badai ribut yang menghantui mental si arogan berkulit pucat, Hans.

    Last Updated : 2021-09-11
  • Idol's Secret Housemate   1. Meeting a Top Star

    "Ada tambahan lain? Perlu kantung plastik?" Setelah meneguk liur, Yuhwa lantas menggelengkan kepala singkat menanggapi pertanyaan dari sang petugas kasir berkulit putih cerah di hadapannya. Netra gadis itu bergerak resah, mencuri lirik ke luar bangunan minimarket dan mencari-cari keberadaan pria berjaket hitam yang sedari tadi berjaga di sana. Begitu pandangan Yuhwa tidak mendapati sosok yang dicarinya, segera pula sang gadis menyambar kantung belanja yang sudah di bayar, secepat kilat berlalu keluar bangunan dengan langkah tergesa. Entah ia atau sepatu kets putih di bawah kakinya, keduanya tak tahu apapun soal arah dan tujuan. Tapi menurutnya, sekarang adalah waktu yang tepat bagi Yuhwa untuk menyelamatkan diri. Lari atau tidak sama sekali. Dua minggu sudah ia dikurung di dalam ruangan berukuran tiga kali tiga meter. Pengap, minim penerangan, ditambah ancaman berbahaya yang harus Yuhwa terima setiap kali ia mencoba untuk kabur. Meringk

    Last Updated : 2021-08-12
  • Idol's Secret Housemate   2. New Sojourn, New Journey

    "Kau bisa tidur di sini untuk sementara waktu. Aku dan Hans jarang sekali berkunjung, mungkin hanya di akhir minggu atau dua sampai tiga kali sebulan jika grupnya sedang melakukan comeback," jelas manajer Kim sembari menunjukkan sebuah kamar sederhana di bawah tangga.Ruangan itu berinterior putih, dengan satu kasur ukuran medium serta sebuah meja kerja yang dilapisi oleh debu tipis. Yuhwa tebak, ruangan tersebut memang dibiarkan kosong untuk beberapa waktu kebelakang. Sang gadis mengambil langkah masuk, kemudian menyadari bahwa ruangan tersebut tidak terlalu gelap untuk ukuran ruangan kecil yang biasa berada di bawah tangga. Mungkin, karena tangga rumah mewah tersebut juga terbilang lebar dibandingkan tangga pada umumnya."Toilet ada di sana kalau kau perlu man–," menggantung bicara, manajer Kim terlihat menilik Yuhwa sembari mengangkat kedua alis. "Ohh, kau tidak ada pakaian ganti, ya?"Yuhwa berpaling canggung. Toh, tidak ada yang dapat di

    Last Updated : 2021-08-12
  • Idol's Secret Housemate   3. "High"

    Di antara derasnya rintik hujan di luar rumah, suara derak kuku yang berbenturan dengan permukaan meja menjadi satu-satunya pemecah keheningan di dalam ruangan kecil di bawah tangga. Obsidian hitam Yuhwa bergerak resah dari kiri ke kanan, memandangi ponsel di atas meja, atau pintu kamar yang menjadi batas amannya. Ia benar-benar resah, hingga pakaiannya yang sudah dikotori debu harus lebih kotor lagi setelah keringat dinginnya bercucuran tanpa jeda. Konyol! Berhasil lari dari sindikat penjual organ manusia, Yuhwa kini berakhir terkurung di dalam rumah seorang pengguna narkoba. LSD, ingatnya kembali. Yuhwa pernah mendengar obat terlarang jenis itu. Setidaknya, ia tahu bahwa LSD adalah sebuah cairan yang biasa orang sebut denganAcid. Yang umumnya diteteskan pada kertas kecil berbentuk menyerupai perangko, dan akan ditaruh di atas permukaan lidah untuk penggunaannya. Setahu Yuhwa juga, sang pengguna akan mengalami halusinasi berat yang tak j

    Last Updated : 2021-08-13
  • Idol's Secret Housemate   4. (Girl)friend

    "Tunggu apa lagi? Cepat temui Kelly! Yuhwa biar aku yang urus," perintah Manajer Kim kepada Hans.Yuhwa tebak, pasti agensi menemui banyak kesulitan demi mempertahankan nama baik seorang Lee Hans. Buktinya, belum ada dua hari Yuhwa kemari, ia sudah bertemu dengan berbagai fakta buruk soal pria itu. Mulai dari narkoba, tingkah gilanya saat mabuk, dan kini bahkan perkara kisah cintanya dengan wanita. Entah, sudah berapa banyak wanita yang pria itu hamili. Hingga begitu mudahnya pula kata 'aborsi' meluncur dari bibir laknat itu.Hebat sekali orang-orang di luaran sana yang mengaku sebagai penggemar Hans. Apakah mereka tahu bahwa idolanya bertingkah bejat di balik kamera? Kalau itu Yuhwa, pasti sangat merasa terkhianati.Memang benar kata orang, bahwa pria tampan biasanya bersikap seenaknya.Lengan Yuhwa ditarik, karena kini tugasnya adalah bersembunyi. Tapi begitu sang gadis mulai mengekori langkah Manajer Kim, Hans berseru, "Sebentar! Aku puny

    Last Updated : 2021-08-19

Latest chapter

  • Idol's Secret Housemate   10. Dream

    Semuanya menjadi titik tolak di malam itu. Bagaimana kegelapan menyelimuti suasana rumah, dilengkapi dengan kisah ironis Hans yang sempat Yuhwa dengar dari Manajer Kim beberapa saat lalu melalui sambungan telepon. Kepala sang gadis menengok, mempertemukan raut prihatinnya dengan wajah mengkhawatirkan Hans yang kini memangku kepala di atas lipatan lutut. Keduanya membisu, tapi Yuhwa seolah tahu berbagai pikiran yang mungkin menjadi misteri di dalam kepala Hans. Sebuah misteri yang sama sekali tidak pernah terungkap di hadapan siapapun, bahkan orang terdekat Hans sekalipun. Trauma masa kecil. Yuhwa tidak perlu penasaran soal apa yang terjadi, apa yang membuat Hans sangat-sangat ketakutan, atau bahkan mengapa tidak ada yang mencoba untuk mengobati kekhawatirannya itu. Sebab ia lebih peduli soal bagaimana dirinya dapat menjadi seseorang yang dapat Hans andalkan di tengah badai ribut yang menghantui mental si arogan berkulit pucat, Hans.

  • Idol's Secret Housemate   9. Weakness

    "Di mana Kak Jihun?" Kalimat tersebut menjadi pemecah keheningan yang telah mengudara sejak tigapuluh menit lalu. Saat itu Hans tengah sedikit demi sedikit menghabiskan teh calendula sembari menonton drama yang ia bintangi sendiri, sementara Yuhwa mengambil bagian untuk mempercantik rumah Hans dengan sapu dan kain lap di tangan. Meski berada dalam satu ruangan yang sama, keduanya tidak mau repot-repot buka suara untuk sekedar basa-basi atau berbincang santai selayaknya teman serumah. Kelewat canggung bahkan untuk sekedar bertemu pandang, dalam waktu sepersekian detik salah satu atau keduanya akan segera memalingkan wajah ogah-ogahan. "Ah, aku lupa! Aku seharusnya memberi tahumu lebih awal. Jason diterpa isu plagiarisme," jawab Yuhwa sembari menepuk kening. Hans nampak membolakan matanya terkejut, hingga detik kemudian ia mendesis singkat dan mengeluh, "Anak itu lagi." Dari ucapan Hans, Yuhwa jelas akan menebak-nebak, apakah ini

  • Idol's Secret Housemate   8. Mr. Cunning

    Kepala Yuhwa pening, seperti dijatuhi ribuan batu pualam yang turun dari langit dan menghantam langsung tepat di utara tubuhnya. Mungkin karena rasa lelah yang tak terbendung, atau kantuk yang menyelimuti seperti langit mendung. Hari itu terasa abu-abu bagi sang gadis kewarganegaraan Cina ini. Mulai dari menanti kesadaran Hans untuk kembali, menyiapkan sarapan yang pantas untuk si pria sakau, bahkan menjemur bantal dan selimut Hans yang basah kuyup akibat tragedi semalam.Yuhwa pikir ia akan segera kaya raya bilasaja pekerjaannya di rumah Hans mendapat upah yang sesuai. Sayang, dirinya hanyalah seseorang yang harus bekerja secara sukarela. Wajib dan harus. Keputusan yang mutlak kalau memang ia tidak ingin kembali mengancam nyawa di bawah kaki para sindikat perdagangan organ manusia."Astaga.. mereka ini selalu membuat masalah," keluh Manajer Kim selesai bicara melalui ponselnya.Omong-omong soal Manajer Kim, demi keamanan dan keselamatan nyawa Hans

  • Idol's Secret Housemate   7. The Riot

    Yuhwa sudah melewati malam itu dengan mata terbuka lebar. Entah pukul berapa tepatnya, tapi dari sorot lampu yang menelisik lewat tirai jendela, pasti di luar sana masih gelap dan belum ada sinar matahari sama sekali. Dengan udara dingin yang menyapa pundak menggigil, Yuhwa pun menyerah. Beranjak dari baringnya, membuka lemari pakaian di sudut kamar, dan mengambil sebuah jaket hitam dari sana. Terimakasih pada Manajer Kim, kini ia memiliki setumpuk pakaian di dalam lemari. Bahkan tak lupa dengan pakaian dalamnya. Hebat! Darimana Manajer Kim tahu soal ukuran dan sebagainya? Oh mari lupakan soal itu sejenak. Sebelum keluar dari kamar dengan niatan berjoggingdi ruang tamu yang luasnya mendekati ukuran lapangan voli itu, Yuhwa melemparkan pandangannya ke atas nakas, mempertimbangkan diri untuk membawa ponsel yang Hans berikan padanya tiga hari yang lalu. Ponsel bercita rasa kopi yang telah ia keringkan dengan pengering rambut selama

  • Idol's Secret Housemate   6. Barter

    Minggu pertama bulan Juni, tepatnya di tanggal lima. Mencondongkan tubuh dengan kaki rapat, Yuhwa memicing sipit sembari menilik kalendar meja yang berdiri tepat di bawah lukisan cat minyak bernuansa biru. Gadis itu mengusap dagu, mengerucutkan bibir ragu sebelum kembali memasukan untaian tali-temali di tangannya ke dalam saku. Kuno, jelek, dan murahan. Hans tidak akan menyukainya, menurut Yuhwa. Maka ia urungkan kembali niatnya untuk memberi hadiah kecil pada si pria yang tengah bertambah usia hari itu. Pandangannya kemudian berselancar, secepat angin berhembus dan jatuh pada pintu kayu oak yang tanpa suara berteriak 'tolong jangan ganggu aku', meminta Yuhwa untuk segera berlalu dan mengabaikan eksistensi seseorang di balik itu. Semenjak siaran langsung bersama para member MINE tadi, Hans berada dalam suasana hati yang buruk. Tak ada satu orangpun yang berani mengusik ketenangannya, terlebih Yuhwa. Bahkan pria itu belum keluar ruangan relaksas

  • Idol's Secret Housemate   5. MINE

    "Kalian itu terlalu sombong, sampai lupa ada banyak orang di luaran sana yang tidak mengenali kalian." Sementara dalam hati menyetujui, Yuhwa hanya dapat bungkam dan berdiri kaku menghadap ke arah kelima pria yang tengah menaruh atensi padanya. Dinilai dari sopan santun serta tutur kata yang terlontar, Yuhwa berpendapat bahwa seseorang yang pantas untuk menjadi pemimpin grup MINE adalah si pria berambut hitam yang baru saja hadir beberapa saat lalu. Yuhwa tidak paham mengenai aspek lain. Tapi baginya, Hans terlalu kasar dan arogan. Pria itu mengulurkan tangan, kembali mengembangkan senyum manisnya lalu berkata, "Aku Kang Taehee, anggota termuda MINE. Kau bisa menyebutku Taehee atau apapun senyamanmu." Tanpa buang waktu, Yuhwa pun menyambut uluran tangan ramah Taehee. Tak lupa dengan senyum termanis yang ia simpan sejak kedatangannya ke Korea. Menyimpan senyumnya lama-lama, tak rugi jika ia membagikannya pada pria selemah lembut Taehee.

  • Idol's Secret Housemate   4. (Girl)friend

    "Tunggu apa lagi? Cepat temui Kelly! Yuhwa biar aku yang urus," perintah Manajer Kim kepada Hans.Yuhwa tebak, pasti agensi menemui banyak kesulitan demi mempertahankan nama baik seorang Lee Hans. Buktinya, belum ada dua hari Yuhwa kemari, ia sudah bertemu dengan berbagai fakta buruk soal pria itu. Mulai dari narkoba, tingkah gilanya saat mabuk, dan kini bahkan perkara kisah cintanya dengan wanita. Entah, sudah berapa banyak wanita yang pria itu hamili. Hingga begitu mudahnya pula kata 'aborsi' meluncur dari bibir laknat itu.Hebat sekali orang-orang di luaran sana yang mengaku sebagai penggemar Hans. Apakah mereka tahu bahwa idolanya bertingkah bejat di balik kamera? Kalau itu Yuhwa, pasti sangat merasa terkhianati.Memang benar kata orang, bahwa pria tampan biasanya bersikap seenaknya.Lengan Yuhwa ditarik, karena kini tugasnya adalah bersembunyi. Tapi begitu sang gadis mulai mengekori langkah Manajer Kim, Hans berseru, "Sebentar! Aku puny

  • Idol's Secret Housemate   3. "High"

    Di antara derasnya rintik hujan di luar rumah, suara derak kuku yang berbenturan dengan permukaan meja menjadi satu-satunya pemecah keheningan di dalam ruangan kecil di bawah tangga. Obsidian hitam Yuhwa bergerak resah dari kiri ke kanan, memandangi ponsel di atas meja, atau pintu kamar yang menjadi batas amannya. Ia benar-benar resah, hingga pakaiannya yang sudah dikotori debu harus lebih kotor lagi setelah keringat dinginnya bercucuran tanpa jeda. Konyol! Berhasil lari dari sindikat penjual organ manusia, Yuhwa kini berakhir terkurung di dalam rumah seorang pengguna narkoba. LSD, ingatnya kembali. Yuhwa pernah mendengar obat terlarang jenis itu. Setidaknya, ia tahu bahwa LSD adalah sebuah cairan yang biasa orang sebut denganAcid. Yang umumnya diteteskan pada kertas kecil berbentuk menyerupai perangko, dan akan ditaruh di atas permukaan lidah untuk penggunaannya. Setahu Yuhwa juga, sang pengguna akan mengalami halusinasi berat yang tak j

  • Idol's Secret Housemate   2. New Sojourn, New Journey

    "Kau bisa tidur di sini untuk sementara waktu. Aku dan Hans jarang sekali berkunjung, mungkin hanya di akhir minggu atau dua sampai tiga kali sebulan jika grupnya sedang melakukan comeback," jelas manajer Kim sembari menunjukkan sebuah kamar sederhana di bawah tangga.Ruangan itu berinterior putih, dengan satu kasur ukuran medium serta sebuah meja kerja yang dilapisi oleh debu tipis. Yuhwa tebak, ruangan tersebut memang dibiarkan kosong untuk beberapa waktu kebelakang. Sang gadis mengambil langkah masuk, kemudian menyadari bahwa ruangan tersebut tidak terlalu gelap untuk ukuran ruangan kecil yang biasa berada di bawah tangga. Mungkin, karena tangga rumah mewah tersebut juga terbilang lebar dibandingkan tangga pada umumnya."Toilet ada di sana kalau kau perlu man–," menggantung bicara, manajer Kim terlihat menilik Yuhwa sembari mengangkat kedua alis. "Ohh, kau tidak ada pakaian ganti, ya?"Yuhwa berpaling canggung. Toh, tidak ada yang dapat di

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status