Share

14. Mencari Bukti

Penulis: Ayria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Tepat ketika dia melewati pintu, suara ketus kakaknya menyapa.

Raina berbalik, mencoba terlihat tenang meski tubuhnya menegang. Kakaknya berdiri di sana, dengan tatapan sinis menelusuri wajah Raina.

"Ruangan kamu kan di lantai 3," lanjut Vanya ketus.

Sambil melirik kantornya, Vanya mencibir. "Apa kamu diam-diam masuk ke ruanganku? Nggak sopan kamu, Ray."

Berusaha berpikir cepat, Raina memutar otaknya. "Nuduh aja kamu, Mbak. Ini aku nyariin Jai, dia daritadi nggak ada di meja," kilah sang adik sambil menoleh ke arah Jainitra yang masih berbincang dengan sekretaris Vanya. "Ternyata ngobrol di sini," ia berpura-pura kesal pada asistennya.

"Maaf, Bu," Jainitra buru-buru menimpali dengan suara rendah, seolah merasa bersalah.

Setelah beberapa saat menatap sang adik dengan curiga, Vanya mendengus sambil mengibaskan tangan. "Ya udah. Balik sana. Aku tuh sibuk. Kamu tau sendiri kan, aku harus ngurusin masalah yang kamu buat," ejeknya.

Meski geram, Raina menahan lidah agar tidak meledak di depan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   15. Pesan Mencurigakan

    Raina terhuyung mundur, punggungnya membentur lemari ketika mendengar suara panggilan dari pintu. Tubuhnya membeku, jantungnya berdegup kencang. Ia pikir itu Vanya yang akan menemukannya.Namun, bukan suara wanita yang kemudian terdengar. "Ray, kamu nggak apa-apa?" Tama buru-buru masuk dengan langkah panjang, wajahnya khawatir. Dia segera meraih tangan Raina, memeriksa dahi adiknya yang sedikit memerah karena terantuk."Lagian, kamu ngapain di sini? Ini kan kamar Vanya? Kalau dia tahu kamu ada di sini, nanti kamu kena omel lagi!" cecarnya tanpa memberi Raina kesempatan untuk menjawab.Buru-buru Raina membungkam mulut sang kakak dengan tangan. Mendekatkan telunjuk ke bibirnya, serta melirik cepat ke arah pintu yang terbuka. Napasnya terhenti, memastikan tak ada suara langkah mendekat. Namun hanya hening yang menyapa. Wanita itu menghela napas lega.Tak bisa melanjutkan investigasinya, sang adik lalu menarik tangan Tama, menyeretnya keluar dari kamar Vanya. Tidak ada waktu lagi untuk mel

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   16. Gosip Kantor

    Raina duduk di ruang kerja dengan pandangan kosong menatap dokumen-dokumen yang berserakan di mejanya. Hatinya masih bergejolak setelah pertemuannya dengan Kakek dan Vanya. Ditambah dengan pesan misterius yang tak sengaja ia intip di ponsel Jovian.Kepalanya terasa berat memikirkan masalah demi masalah yang muncul di hadapan. Dia mencoba fokus, namun suara-suara di luar ruangan mulai mengganggu konsentrasinya. Bisik-bisik dan tawa kecil yang terdengar samar dari balik pintu sedikit terbuka.Raina berdiri dan mendekatkan diri ke pintu. Perlahan, dia membuka pintu sedikit lebih lebar dan mendengar percakapan beberapa staf yang sedang berkumpul di pojok lorong.“Aku sih nggak heran kalau akhirnya Bu Vanya yang akan memimpin perusahaan,” ucap seorang pria dengan nada rendah tapi jelas terdengar sombong. “Lihat saja, selama ini Bu Vanya yang selalu dapat proyek-proyek besar. Kalau Bu Raina? Cuma numpang nama besar keluarga.”Seorang wanita lain menimpali sambil terkikik, "Iya, lagian Bu Van

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   17. Kencan

    "Sepertinya istriku sibuk sekali," suara khas sang suami menyapanya.Terkejut, Raina mendapati Jovian berdiri di ambang pintu, tersenyum lembut. Pria itu tampak lebih bugar akhir-akhir ini, kakinya sudah tidak terlihat lemah. Sejak rajin menjalani terapi, kondisi Jovian memang semakin hari semakin membaik.“Mas?” Raina menyambut dengan raut wajah terkejut. "Kok kamu di sini?"Jovian mendekat dan mengecup keningnya. "Aku mau ngajak kamu makan malam."Sang istri menatap suaminya penuh tanda tanya. "Kerjaan kamu gimana?"Seraya tersenyum dan mengangkat bahu pria itu berkata dengan nada santai, "Lancar, kok." Dia meraih tangan sang istri dan mengecup punggung tangan Raina. "Udah lama kan kita nggak nge-date." Mendengar itu, Raina merasa hatinya melunak. Meskipun keraguan masih menghantui benaknya, sikap lembut Jovian selalu berhasil membuat ia kembali mempercayai pria itu. Toh belum ada info yang pasti mengenai pelaku sabotase. Bisa jadi suaminya tak terlibat sama s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   18. Pertemuan Tak Terduga

    Jovian menoleh dan tersenyum ramah. "Ternyata Pak Adrian! Lama tak berjumpa." Raina mempererat cengkeraman pada lengan sang suami. Adrian Sudarmo merupakan salah satu pengusaha besar di bidang entertainment. Namanya sering muncul di media, terutama karena bisnis hiburan dan properti yang tengah berkembang pesat. Mas Jovian mengenal sosok penting itu?“Apa kabar, Pak?” sapa Jovian dengan hangat. "Kapan terakhir kita bertemu ya?"Adrian tertawa. "Rasanya sudah lama sekali. Kapan ya...kayaknya sudah lebih dari dua tahun yang lalu," ucapnya seolah mengenang masa lalu.Sementara itu Vanya tampak terkejut dan bingung. Namun jelas ia tidak ingin membiarkan Jovian merasa di atas angin. Sambil berdeham pelan, wanita itu menyapa sang pemilik perusahaan entertainmen, "Pak Adrian kenal dengan Jovian?" tanya Vanya, mencoba terdengar sopan tapi jelas dengan nada sarkastis. "Oh, tentu saja! Jovian ini banyak membantu saya ketika saya baru memulai karier. Bahkan, dia menyelamatkan saya dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   19. Pelaku Sabotase

    Raina melangkah keluar dari lift dengan napas tertahan, manik cokelatnya menatap ruang kerja di hadapannya dengan penuh keraguan. Dia meremas tali tas laptopnya, jari-jarinya gemetar pelan.Sudah semalaman ia tidak bisa tidur, memikirkan informasi yang ia terima dari Jainitra, asistennya. Segalanya masih mengambang di kepala. Sabotase pipa, tuduhan miring dari Vanya, dan—lebih dari segalanya—keraguan yang bolak balik muncul akan tindak tanduk mencurigakan suaminya.Bagaimana jika apa yang dikatakan kakaknya benar? Bagaimana jika Jovian memang terlibat dalam kekacauan ini?Bagaimanapun Raina sadar dia harus mencari tahu kenyataan, meskipun itu bisa berarti menghancurkan kepercayaan pada orang-orang terdekat. Setelah menarik napas panjang, akhirnya ia melangkah perlahan menuju ruang kerjanya."Selamat pagi Bu Raina," Jainitra segera menyambut dengan senyum ramah, menyadari wajah sang atasan tampak lebih lelah dari biasa.Raina hanya mengangguk singkat, menelan perasaan gugup yang membunc

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   20. Alamat Pada Kalender

    Sang cucu menatap lurus ke arah Kakek. "Pelaku adalah mantan karyawan yang merasa diperlakukan tidak adil. Kalau kita terlalu keras dan kasus ini sampai ke media, kita tidak tahu cerita apa yang dia dikarang untuk menyerang perusahaan," tuturnya sambil menyerahkan laporan yang telah ia susun bersama asisten. "Kita bisa dianggap menekan rakyat kecil, dan itu malah akan menghancurkan reputasi kita." Kakek mengangguk pelan, tampaknya setuju. "Baiklah, kamu urus ini dengan hati-hati. Ingat, jangan mengecewakan Kakek lagi."Raina merasa sedikit lega mendengar persetujuan Kakek, tapi sebelum dia bisa merasakan kemenangan sepenuhnya, sang Dewan Komisaris melanjutkan. "Oh, dan satu lagi. Aku ingin kalian bertiga—Raina, Vanya, dan Nita—memimpin program sosial perusahaan kita."Tatapan Raina melompat ke arah Vanya yang tampak terkejut, dan tentu saja, tidak senang."Kakek, maksudnya Raina ikut dalam kegiatan sosial ini?" tanya sang kakak dengan nada protes yang jelas tidak bisa disembunyikan."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   21. Bungkam

    Dengan jantung berdebar, Raina membalikkan badan. Untungnya, sosok yang muncul di hadapan adalah seseorang yang ia kenal baik."Mas Tama," desisnya lega. Namun, ketika dia melirik ke dalam gang, dua pria tadi sudah menghilang entah ke mana. Sang wanita menghela napas, sedikit kecewa pengejarannya berakhir sia-sia."Ray, kamu ngapain di sini?" tanya Tama, suaranya penuh kekhawatiran."Tadi aku makan di restoran dekat sini," balas Raina, mencoba terdengar wajar. "Mas Tama sendiri ngapain?"Sena, sepupu mereka, tiba-tiba muncul dari balik punggung Tama. "Lah, ini kan deket klubnya si Tama," jawab pria itu dengan nada santai, sambil menunjuk ke arah salah satu bangunan yang paling gemerlap di antara deretan toko-toko lain.Bibir Raina membentuk huruf 'O' bulat. Tentu saja, klub malam terkenal milik kakaknya ada di sini. Dia ingat pernah diundang ke pesta pembukaannya dulu.Meskipun Tama adalah cucu laki-laki pertama, Kakek tidak pernah benar-benar melihat potensi dalam dirinya. Setelah Van

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   22. Kegiatan Sosial

    Namun keraguannya sedikit demi sedikit menguap begitu ia sampai di rumah dan menemukan Jovian telah menunggu di teras."Mas, kok di luar?" tanya Raina."Aku nungguin kamu," jawab Jovian dengan senyum lembut. "Biasanya kamu udah pulang jam segini. Aku chat juga nggak dibalas." Tangannya yang hangat mengusap puncak kepala Raina, membuat hati wanita itu mencair sejenak."Tadi diajak makan dulu sama Mas Tama," kilah Raina, mencari alasan. Untungnya dia memang bertemu Tama sehingga bisa menjadikan pria itu sebagai alasan.Sebenarnya kakaknya memaksa untuk mengantar pulang, namun berhubung Raina menyetir mobil sendiri, dia menolak."Yuk masuk. Udah dingin di luar." Jovian menuntunnya masuk dengan sikap lembut, membuat Raina merasa sedikit lebih tenang dan mengikis kecurigaan pada hatinya.Hari-hari berikutnya, setelah kakek memberikan mandat agar dia ikut serta dalam kegiatan sosial yang diadakan oleh perusahaan bersama kakak-kakak tirinya, Raina kembali sibuk dengan berbagai persiapan acara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   96. Kisah Jovian - Penolakan

    “Bangsat! Kalau jalan yang bener!” teriakan kasar itu membelah keheningan malam.Jovian tersentak, menunduk dalam-dalam tanpa menatap pria bertato yang berteriak ke arahnya. Tubuhnya terasa lelah, hampir kehabisan tenaga, ia hanya mampu menggumamkan kata maaf pelan sambil berlalu.“Woy! Bocah tengik! Songong kali kau! Main pergi-pergi aja!” seorang pria lain dengan bandana mencengkeram bahunya, kasar, memaksa Jovian berhenti.“Maaf, Bang. Saya buru-buru,” ucap pemuda itu, suaranya serak dan tertekan. Ia melirik jam tangan kesayangan yang terpasang di pergelangan tangan—hadiah terakhir dari ayahnya yang sudah tiada. Waktu hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Aji pasti sudah menangis ketakutan di rumah yang gelap.Namun para preman itu tak membiarkannya pergi begitu saja. Salah satu dari mereka mendorong Jovian hingga terjengkang, memaksanya untuk melawan.

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   95. Kisah Jovian - Teman Tapi…

    “Jo, gue pinjem uang dong!” seru seorang siswa berseragam abu-abu.Belum sempat Jovian menjawab, temannya yang lain langsung menyikut lengan si peminjam. “Bego, perusahaan bokapnya udah bangkrut,” bisiknya. Pelan tapi cukup keras hingga terdengar.Siswa yang pertama langsung terkesiap. “Eh, maaf, Jo. Gue nggak tahu,” ucapnya, menangkupkan tangan, berusaha terlihat menyesal, meski senyumnya masih terkesan mengejek.Tanpa menjawab, Jovian bangkit dari kursinya, lalu berjalan keluar kelas dengan langkah yang berat dan kasar, meninggalkan mereka semua di belakang.“Apaan, gitu doang ngambek,” gerutu si peminjam, menyandarkan tubuhnya santai ke kursi.“Jangan gitu, bego! Nyokapnya meninggal gara-gara nggak ada duit buat berobat, terus nggak lama bo

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   94. Kisah Jovian - Ayah… Tidak Mungkin…

    Pria bertubuh besar itu berdiri di depan pintu rumah Haris, wajahnya mengeras dan penuh amarah. Tangan kanannya mengepal, sementara tangan kirinya dengan kasar menampar-nampar buku yang tampaknya berisi catatan utang. Wajahnya sangar, dihiasi dengan kumis tebal dan tatapan yang menakutkan, seperti elang yang sedang menatap mangsanya.“Bayar hutangmu, Pak Tua!” bentak pria itu, suaranya menggema di ruang tamu yang semakin hari semakin tak terurus. Matanya memelototi Haris dengan sorot meremehkan, sementara tubuhnya condong maju, seakan siap menyerang.Ayah Jovian yang berdiri berjarak beberapa langkah, tampak ciut. Pria paruh baya itu mencoba merapatkan kedua tangannya di dada, membungkuk sedikit, menatap lantai dengan wajah penuh kekhawatiran. “S-saya janji akan membayarnya, Pak… tolong beri saya keringanan,” katanya dengan suara bergetar.

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   93. Kisah Jovian - Awal Mula

    Enam belas tahun silam.Jovian menendang kerikil, menghela napas panjang. Bosan menyelimutinya. Terutama setelah lebih dari satu jam Ayahnya meninggalkannya sendirian di tepi jalan, berpesan agar tetap menunggu di mobil. Namun setelah lama duduk diam, sosok pria paruh baya itu tak juga terlihat.“Ayah lama nih,” gumamnya, kembali menendang batu kerikil di dekat kaki.Manik cokelat madu pemuda itu teralihkan ke arah rumah mewah di hadapannya. Halaman luas terbentang dengan kolam renang berair jernih yang memantulkan sinar matahari sore. Pohon-pohon rindang menaungi jalan masuknya, menghadirkan bayangan seperti lengan-lengan yang melambai pelan.Bangunan megah itu membuat mata Jovian berbinar. Tapi tiba-tiba, suara serak yang ia kenali mengusik pemujaannya.“Tolonglah, Pak Adi… saya sudah tidak tahu harus kemana,&r

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   92. Selamat Tinggal

    “Apa kamu senang sekarang?”Suara cibiran memecah lamunan Raina akan pertemuannya dengan kakek beberapa hari lalu. Wanita itu tersentak dan menoleh, mendapati Nita berdiri tak jauh darinya dengan gaun perak berkilauan di bawah cahaya lampu pesta. Pipi sang kakak memerah serta maniknya tampak tak fokus.Entah apa yang kakaknya bicarakan, Raina sedang tak dalam kondisi untuk meladeninya. Dia berencana untuk pergi, tapi Nita mendekat, menghalangi jalannya.“Mau kemana?” Ucap wanita itu dengan senyum sinis di bibir. “Bukankah ini yang kamu inginkan? Kesempatan untuk pamer, bersikap angkuh setelah berhasil menyelesaikan proyek besar Sakala Nusa?” sindirnya sambil menyilangkan tangan di dada.Raina menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Mbak, ini bukan waktu atau tempat yang tepat untuk

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   91. Perjanjian Dengan Kakek

    Kakek melanjutkan perkataannya, seolah berharap sang cucu akan melunak. “Lagipula, sebentar lagi, dengan pembukaan resmi Hotel Sakala yang baru, siapapun tak akan bisa menyangkal kualitasmu sebagai anggota Hartanto.”Raina terdiam sejenak, napasnya tersengal pelan menahan emosi yang bergejolak dalam sanubari. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia meraih tasnya dan mengeluarkan amplop cokelat yang selama ini selalu ia bawa, seolah itu adalah perisai terakhirnya.Tanpa berkata apa pun, ia mengeluarkan isi amplop dan menyusun beberapa lembar dokumen di atas meja.Sambil menyesuaikan posisi kacamatanya, Kakek mencondongkan tubuh. Kemudian mulai menelisik foto-foto serta dokumen-dokumen yang dibawakan oleh sang cucu.Matanya membelalak sejenak, keterkejutan yang jarang sekali ia tunjukkan. “I-ini… darimana kamu mendapatkannya?&r

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   90. Senyum itu…

    “Selamat atas pembukaan hotel barunya.”Suara yang menyapa telinganya bukanlah nada bariton khas Jovian.Raina menelan pahit di ujung lidah. Pikirannya telah sadar sepenuhnya bahwa pria itu adalah sosok berbahaya—seseorang yang tak seharusnya ia dambakan. Namun hatinya masih saja merindukan bayangan suaminya.“Terima kasih, Aji,” ucapnya, mencoba menguasai diri saat menerima uluran tangan dari pria di depannya.CEO TechNova itu menatap wanita itu dengan mata yang tajam, senyum tipis terpatri di bibirnya, tampak memancarkan ketenangan. “Omong-omong,” manik Aji melirik ke samping, seolah mencari-cari sosok lain. “Di mana suamimu?”Mendengar pertanyaan itu, sang wanita mendengus kecil, nyaris tak terdengar. Meski Jovian tak melakukan sesuatu seca

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   89. Pesta Pembukaan Hotel

    “Selamat atas pembukaan hotel Sakala cabang baru, Bu Vanya, Bu Raina! Saya tidak sabar melihat bagaimana hotel ini berkembang ke depannya,” sahut seorang pria berjas biru tua, sambil menjabat tangan Raina dan Vanya secara bergantian. Senyumnya ramah, namun sorot matanya penuh harapan pada kesuksesan investasi barunya.Akhirnya, pesta pembukaan Hotel Sakala yang ditunggu-tunggu telah tiba.Dengan senyum tipis, Raina membalas ucapan sang investor. “Kami sangat menghargai kehadiran Anda di acara ini, Pak. Semoga malam ini menjadi malam menyenangkan dan penuh makna bagi kita semua,” ucapnya sopan, berusaha tetap tenang di tengah perasaan yang berkecamuk.Di sampingnya, Papa berdiri berdampingan dengan Ambar. Setiap kali Raina mencuri pandang ke arah mereka, hatinya menggelegak, namun mati-matian ia menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menco

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   88. Mimpi Buruk Tak Berkesudahan

    “Sepertinya, ada alasan lain kenapa Jovian menikahimu,” suara Tama terdengar rendah, nyaris seperti bisikan di tengah keheningan.Raina terdiam, tangan yang memegang ponsel terasa dingin. “A-apa maksudmu, Mas?” bisiknya dengan gugup.“Anak buahku mendengar desas-desus tentang Sindikat Sinara,” Sang kakak melanjutkan, suaranya terdengar semakin dalam, seolah menggema langsung di dalam kepala Raina. “Organisasi itu tidak hanya sekadar mengelola informasi. Mereka mengincar grup-grup besar, mendekati target mereka dan membuatnya percaya, mengorek semua rahasia yang dibutuhkan. Dan ketika waktunya tiba… mereka menghancurkan target tanpa ampun.”Tenggorak sang adik tercekat. Seperti ada batu besar yang menyangkut di sana. Matanya membelalak kosong ke arah dinding kamarnya, tapi pikirannya bising, mencoba mencerna semua yang baru saja didengar.

DMCA.com Protection Status