Ibuku sangat membenci perempuan. Bahkan aku, anak perempuannya sendiri. Sejak aku lahir, dia sudah ingin membunuhku. Memakai lipstik, aku dipukul. Mengenakan rok, aku kena pukul juga. Apalagi kalau aku mendekati Ayah, akan lebih parah lagi. Menjelang ujian masuk perguruan tinggi, ibuku yang sangat membenci perempuan menyebarkan gosip di sekolah, menuduhku merayu ayahku sendiri. Sampai akhirnya aku terjun dari lantai lima belas. Hasilnya? Ibuku sangat puas.
Lihat lebih banyakPada tengah malam, penghuni kompleks terbangun karena suara teriakan dan suara ambulans.Ayahku dibawa keluar dengan tubuh penuh darah, sudah dalam keadaan tidak sadar.Tidak ada yang tahu apa yang terjadi malam itu, hanya terdengar beberapa teriakan yang samar.Namun, aku yang tidur di kamar sebelah, menyaksikan kejadian mengerikan itu dengan mata kepala sendiri.Sebenarnya, saat ibuku meraba-raba, aku sudah bisa menebak apa yang akan dia lakukan, tetapi aku tidak menghentikannya.Aku terjaga sepanjang malam, hanya menunggu suara dari kamar sebelah.Benar saja, pada tengah malam terdengar teriakan mengerikan dari sebelah.Saat Ayah tertidur, Ibu mengambil pisau tajam yang disembunyikan di bawah bantal dan menusukkannya ke kedua paha ayahku.Sambil menusuk, Ibu berteriak gila."Haris, aku melakukan ini semua demi kebaikanmu.""Tenang saja, meski kakimu hilang, kamu masih bisa hidup. Aku akan selalu ada di sampingmu merawatmu!""Kamu cukup tinggal di sini bersamaku, jangan lihat wanita
Di bawah tatapan keheranan banyak orang, mereka berdua mulai bertengkar di depan kantor.Ibuku menunjukkan pesan-pesan dari para wanita di ponsel ayahku, bersikeras hingga wajahnya memerah karena marah.Namun, di mata ayahku, itu semua hanyalah pesan biasa.Melihat situasi yang tak kunjung selesai, akhirnya dia memilih untuk pasrah, ikut bertengkar dengan ibuku.Dia mengungkit ejekan para tetangga akhir-akhir ini.Dia membicarakan pahitnya hubungan sosial selama bertahun-tahun.Bahkan, dia menyebut soal kematianku.Semuanya hanya untuk mempertahankan harga dirinya yang sudah sangat dipermalukan itu.Saat itu, atasan Ayah sudah kembali tenang. Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan keluar diiringi banyak orang, lalu memandang ayahku dan ibuku dengan tatapan merendahkan.Ayahku akhirnya dipecat.Hal itu jelas menjadi pemicu pertengkaran lain di antara mereka.Mereka bertengkar dari kantor sampai ke rumah. Suasana perlahan menjadi dingin, hanya ibuku yang masih terus bicara panjang l
Aku terus mengulangi rencana itu beberapa kali.Tak peduli seberapa kacau kejadiannya, asal menyangkut ayahku, ibuku langsung kehilangan akal sehat dan ikut terlibat.Kalau hari ini aku mengirim pesan dari ponsel Ayah, besok Ibu pasti langsung mendatangi orang itu dan membuat keributan.Ibu mulai bermusuhan dengan teman-teman lamanya, bahkan tidak ada yang mau memanggilnya untuk main kartu lagi.Saat kejadian ini berulang, Ibu tidak menyadari ada sesuatu yang aneh, tetapi para korban di lingkungan malah saling mendukung.Aku mendengar mereka dengan bebas bergosip di meja kartu. Ada yang mengeluh, ada yang mengecam."Kak Yulia ini belakangan seperti orang gila, ketemu orang langsung mengamuk.""Lihat nih, lebam di lenganku belum hilang sampai sekarang!""Dia ngotot bilang aku selingkuh dengan suaminya. Seolah-olah suaminya, si Haris itu, harta karun yang sangat berharga. Padahal wajahnya saja jelek dan orangnya pengecut."Dalam satu putaran permainan kartu, mereka menghujat ibuku habis-
Ibuku menjawab dengan cepat, tanpa nada sedih sama sekali."Di mana abunya?""Sudah aku sumbangkan. Disimpan di rumah malah bikin ribet."Aku mendengar nada tidak sabar dalam suara ibuku, tetapi karena ada orang lain di situ, dia menahan diri.Aku melihat barang-barangku satu per satu diangkut pergi. Tepat saat orang itu mengangkat kantong terakhir dan bersiap membayar, tiba-tiba aku berkata:"Kardus ini dulu kuberikan untuk Amanda, sekarang kembalikan saja padaku."Ibu melirikku sambil mengerutkan kening, lalu mendengus sinis."Kasih dia saja."Nada suaranya seperti sedang memberi sedekah.Sebenarnya kardus ini bukan dari nenekku, melainkan aku temukan di pinggir jalan.Di dalamnya ada semua barang yang sangat aku hargai.Aku mengambil kardus itu dan duduk. Setelah mengantar orang itu keluar, Ibu yang melihat aku masih duduk di situ, langsung menyuruhku pergi.Namun, dia tidak tahu, hari ini aku datang untuk tinggal di sini.Aku dan ibuku bertengkar hebat di rumah.Namun kali ini, dia
Kerumunan yang ramai di bawah menarik kembali perhatianku.Wajah-wajah muda yang penuh semangat mendongak menatapku, sementara di telingaku terngiang ucapan anak-anak nakal di kelas."Eh! Baru segini saja sudah nggak kuat?"Catatan yang sudah kususun selama tiga tahun di SMA hilang entah ke mana, semua usahaku selama ini lenyap begitu saja.Saat akhirnya kutemukan, catatan itu sudah berada dalam ember penuh air kotor, hancur lebur tak berbentuk.Suara tawa beberapa orang terdengar di belakangku. Saat itu, tiba-tiba aku merasa lelah.Rasanya bahkan untuk bernapas saja sulit sekali.Aku hanya ingin bertahan hidup, kenapa itu terasa begitu berat?"Kalau nggak tahan, mending mati saja. Orang kayak kamu nggak pantas hidup di dunia ini."Kata-kata pemuda itu begitu kejam. Aku mengabaikan mereka dan berbalik untuk pergi.Namun, salah satu dari mereka tiba-tiba mencengkeram lenganku, menyuruhku bermain dengannya.Dalam kepanikan, aku berlari ke atap.Niatku hanya ingin menghindari gangguan mer
Aku jatuh tersungkur ke lantai, tas di punggung menghantam punggungku hingga terasa sakit sekali.Ibu menendangku dua kali, lalu berjalan ke meja kopi di samping, sambil terus mengumpat."Kalau bukan tukang barang bekas yang bilang, aku nggak akan tahu! Kamu berani sekali menyembunyikan ini!""Rok! Lipstik! Anak kecil seperti kamu berani-beraninya mencuri uang di rumah untuk membeli barang begini!""Kamu benar-benar mau merebut suamiku, ya!"Ibu meraih barang-barang itu satu per satu dan melemparkannya ke arahku.Barang-barang itu adalah lipstik dan camilan dari kakak perempuan tetangga, serta sebuah rok kecil.Lipstik dan camilan itu sudah kadaluwarsa, tapi aku tidak pernah tega memakannya. Kini semuanya berserakan di lantai.Aku meringkuk di tempat, memeluk diriku erat-erat, sambil memeluk rok kecil yang mulai berbau apek karena terlalu lama disimpan di tempat gelap.Aku hanya perlu bertahan sedikit lagi.Rasa sakit di tubuhku sudah mati rasa. Harapan ada di depan mata. Aku hanya per
Tamparan itu membuatku terjatuh ke lantai, pandanganku berkunang-kunang.Gigi depanku hampir copot karena tamparan yang terlalu keras, rasa besi dari darah menyebar di mulut."Anak kurang ajar! Di rumah pasang muka sedih, tapi di luar bisa tertawa-tawa senang. Apa kamu sedang belajar merayu laki-laki?!"Umpatannya sangat kasar, begitu kasar hingga semua tetangga keluar untuk menonton, tetapi tak satu pun berusaha menghentikannya.Mungkin di mata mereka, aku memang seperti yang ibuku katakan. Seorang anak tidak berguna yang mencoba merayu ayah kandungnya sendiri.Kakak perempuan itu hanya terpaku di tempatnya sambil ketakutan.Mendengar keributan itu, ibunya keluar, dan ketika melihat keadaanku yang berantakan, nalurinya ingin segera membantuku berdiri.Namun, ibuku langsung menarikku ke hadapannya."Apa kamu yang sudah mengajarkan hal nggak benar pada putrimu, lalu menularkannya pada anak ini?""Apa kamu juga mau membantu anak ini merayu suamiku?""Kalian semua memang nggak ada yang be
Di rumah sakit, seorang perawat dengan riang menerimaku dari dokter anak, lalu berkata kepada ibuku."Bayinya perempuan, kulitnya putih bersih. Pasti cantik kalau sudah besar!"Mendengar itu, wajah ibuku yang awalnya tampak lemah seketika berubah.Dia langsung menarik rambut perawat muda itu dan menamparnya beberapa kali.Suara makian ibuku menggema di sepanjang koridor."Dasar perempuan sial! Apa kamu diam-diam menukar anakku? Aku sudah makan banyak tokek kering! Mana mungkin anak itu bukan laki-laki!"Untungnya, bibiku cepat tanggap. Sambil menahan ibuku, dia menelepon ayahku untuk datang, sehingga keributan itu akhirnya reda.Gara-gara telepon itu, ibuku terus menatap bibiku dengan sinis.Setelah kesehatan Ibu membaik, Ayah membawanya pulang untuk menjalani masa nifas.Beberapa waktu kemudian, Bibi datang menjengukku karena khawatir. Di dalam kamar, suara tangisan bayi nyaris tidak terdengar.Sementara itu, ayahku sedang menyuapi Ibu makan bubur havermut hangat satu sendok demi satu
Di rumah sakit, seorang perawat dengan riang menerimaku dari dokter anak, lalu berkata kepada ibuku."Bayinya perempuan, kulitnya putih bersih. Pasti cantik kalau sudah besar!"Mendengar itu, wajah ibuku yang awalnya tampak lemah seketika berubah.Dia langsung menarik rambut perawat muda itu dan menamparnya beberapa kali.Suara makian ibuku menggema di sepanjang koridor."Dasar perempuan sial! Apa kamu diam-diam menukar anakku? Aku sudah makan banyak tokek kering! Mana mungkin anak itu bukan laki-laki!"Untungnya, bibiku cepat tanggap. Sambil menahan ibuku, dia menelepon ayahku untuk datang, sehingga keributan itu akhirnya reda.Gara-gara telepon itu, ibuku terus menatap bibiku dengan sinis.Setelah kesehatan Ibu membaik, Ayah membawanya pulang untuk menjalani masa nifas.Beberapa waktu kemudian, Bibi datang menjengukku karena khawatir. Di dalam kamar, suara tangisan bayi nyaris tidak terdengar.Sementara itu, ayahku sedang menyuapi Ibu makan bubur havermut hangat satu sendok demi satu...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen