Rosita keluar dari pintu kamarnya yang langsung ke ruang makan. Ia masih mengenakan celana pendek selutut dan atasan baju tidurnya. Disitu tampak Jerry, bapaknya, baru selesai sarapan pagi. Ketiga adik Rosita, Dino, Doni, dan Dini, tampak sudah rapi mengenakan seragam sekolah dasar, mereka sedang duduk dikursi masing-masing menunggu sarapan pagi. Nasi goreng kesukaan mereka yang sedang dibuat oleh ibunya, bu Minah, di dapur persis di sebelah ruang makan ini. Aroma wangi nasi goreng sampai ke hidung mereka.
“Hmm, wanginya nasi goreng buatan ibu,” kata Dino.
“Nyam-nyam..” sambut Dini adik bungsunya.Rosita melirik ke bapaknya, yang tampak sedang mengikat tali sepatu bootnya; lalu ia duduk di kursi disamping Dino. Ia mengelus perutnya yang semakin membuncit, 8 bulan sudah usia kandungan bayi dalam perutnya.
”Makanya kalau kawin jangan sama pengangguran. Sebentar lagi kamu melahirkan, mana tanggung jawab suamimu? Enggak pernah kirim uang se-perakpun. Sedangkan kamu butuh uang banyak, buat biaya melahirkan, baju-baju bayi, juga makanan bayi nanti,” kata Jerry tanpa menatap kewajah Rosita.
Rosita kembali melihat perutnya, lalu mengelusnya lagi. Perut yang menyimpan jabang bayi dari mas Sapto, suaminya, yang telah lama pergi, dan entah kapan akan kembali; atau mungkin sama sekali tidak akan kembali.
”Bapak enggak bisa bantu kamu lagi. Jadi habis lahiran, kamu harus cepat-cepat cari kerja.”
Rosita terkejut mendengar ucapan bapaknya. Dulu, Jerry tak pernah bersikap seperti itu, memojokkan Rosita dengan memberi solusi yang tidak masuk akal. Ia menatap wajah bapaknya, sambil mengelus-elus perutnya lagi.
”Sabar ya nak,” bisik hatinya.
Bu Minah muncul dari dapur, membawakan piring berisi nasi goreng untuk adik-adik Rosita, ia langsung menengahi pembicaraan Jerry dengan Rosita,
”Gak bisa begitu pak.. baru melahirkan itu butuh istirahat. Memangnya kucing abis lahiran langsung cari makan,”
”Aaah, kamu juga bisa apa Minah..? kamu bisa bantu si Ros, urus bayinya, kasih makan, belikan baju. Apa gajimu cukup?. “
Jerry, bapaknya Rosita, sifatnya memang keras. Dia sangat berharap Rosita menikah dengan laki-laki yang berkecukupan hartanya, jadi tidak merepotkan keuangan keluarga lagi.
Rosita terdiam mendengar ocehan bapaknya. Akan tetapi hatinya tidak bisa menerima, karena ucapan itu terdengar oleh adik-adiknya yang masih kecil-kecil. Bagaimana nanti perasaan mereka?.
”Sudahlah bu, pak, Ros nanti akan cari kerja; tapi Ros minta waktu istirahat satu minggu saja,”
Jerry tidak menjawab, dia pergi keluar hendak berangkat ketempat kerjanya. Baju seragam Satpam tak pernah dipakai dari rumah, seragam itu dimasukan kedalam tas ransel yang disangkutkan kebahunya. Kemudian terdengar Jerry menyalakan motor, suara mesinnya sudah tidak enak terdengar dikuping, karena motor butut itu memang sudah lama tak diservice.
Jerry, bekerja sebagai Satpam di sebuah perumahan. Sedangkan bu Minah, sebagai pembantu dirumah tetangga; untuk tambahan biaya sekolah adik-adiknya Rosita yang masih membutuhkan.
”Sabar ya kak…” ucap Dino yang duduk persis di sebelahnya. Rosita mengangguk pelan, dan menatap wajah adiknya.
Rosita memang merasa bersalah, sewaktu mas Sapto melamar dirinya, bapak tidak setuju karena dia masih menganggur. Setelah Rosita hamil dua bulan, mas Sapto dapat panggilan kerja keluar pulau. Namun sampai saat ini, tak pernah ada beritanya. Apa dia hidup atau mati, dan atau, sudah mulai bekerja. Mas Sapto menghilang begitu saja tanpa kabar beritanya.
**
Tiba waktunya Rosita melahirkan. Bayinya perempuan. Cantik, secantik ibunya. Para tetangga berdatangan menengok secara bergantian, karena ruang tamu dirumah itu hanya tersedia empat kursi, jadi cuma cukup untuk tamu dua atau tiga orang saja.Pada kursi kosong disebelah Rosita, tampak bungkusan kado hadiah, serta amplop yang terdapat diatas beberapa bungkusan kado tersebut; pemberian dari para tetangga yang datang lebih dulu.
”Duuh cantik.. putih ikut ibunya. Namanya siapa Ros, eh bapaknya belum datang ya ?” tanya bu Tari tetangga terdekat dari rumah Jerry.
Belum sempat Rosita menjawab, bu Nancy memotong,
”Iya, mana bapaknya Ros. Kalau gak ada bapaknya, kasih saya saja bayinya, daripada ditaruh dipanti asuhan,” kata bu Nancy.
Rosita yang masih dalam kondisi baby blues, tidak kuat menahan ledakan emosinya.
”Emang siapa yang mau taruh bayi ini kepanti bu Nancy?!”
”Maksudnya, bukan ditaruh Ros, maksud ibu dititipkan,” bu Nancy bela diri.
”Ngomong yang jelas bu.. jangan asal njeplak saja.. Bapaknya masih tugas diluar pulau, kenapa sih ikut campur urusan rumahtangga orang lain?.. kurang kerjaan ya bu? ” ucap Rosita dengan sebal.
Wajah bu Nancy memerah, ia merasa malu, lalu berdalih.
”Ya maafin Ros, tadi ibu cuma bercanda aja kok, Ros sampai marah begitu,”
Rosita menatap tajam kepada bu Nancy,
“Bercanda ya gak begitu dong bu.. saya baru melahirkan, badan masih cape. Apa ibu sudah lupa, bagaimana rasanya melahirkan bayi..? Seluruh otot tubuh kita ini, rasanya seperti diperas-peras bu..“
Wajah bu Nancy memerah, ia tampak jadi salah tingkah.
”oh iya, maaf.. saya lupa. Bu Nancy belum pernah melahirkan bayi kan.. makanya berharap bayi ini saya titipkan. Begitu ya bu..?”
”Yaa.. itu kalau Rosita mau..” ucap bu Nancy terbata-bata.
”Gak akan saya lepas bayi ini bu, walaupun bu Nancy berani bayar seharga rumah bu Nancy itu,” ucap Rosita ketus.
Bu Tari merasa kurang enak dengan ucapan Rosita, ia lalu mengajak bu Nancy pulang, lagipula ibu-ibu tetangga yang lain tampak masuk ke halaman kecil rumah pak Jerry.
”Ayoo bu Nancy, itu ada tamu yang lainnya. Gantian.. kita keluar, mereka masuk. Ros lekas sehat ya,” kata bu Tari sambil keluar dari situ.
Rosita mengangguk pelan.
Ya namanya juga mulut tetangga, mereka memang sudah lama menggosip tentang Rosita yang hamil seolah-olah tanpa suami dimata mereka. Karena waktu itu, sebelum mas Sapto pergi, menitipkan Rosita ke rumah bapaknya, tak ada tetangga yang memperhatikan. Semakin besar kandungannya, makin gencar pula gosip tetangga. Namun Rosita tak bisa melawan karena kenyataan memang demikian adanya.
**
Tepat satu minggu setelah Rosita melahirkan Maya, Jerry mulai menegur Rosita,“Mana? katanya mau cari kerja? Jangan kelamaan istirahatnya, ”
“Iya pak, tenang aja.. ini kan masih pagi,”“Justru pagi-pagi cari kerja.. sebelum rezekinya dipatok ayam,” sahut bapaknya.
Sebenarnya ia tidak tega harus mengajak Maya mencari pekerjaan, apalagi bayinya ini mengundang rezeki yang banyak. Perlengkapan bayi yang tidak mungkin bisa dibeli oleh Rosita maupun bapaknya, datang begitu saja dari tangan para tetangga yang baik hati. Belum lagi amplop berisi uang dengan lembaran biru dan merah. Sebagian diambil oleh Jerry, sebagiannya sempat disembunyikan oleh Rosita dibawah bantal bayi.
“Baiklah pak, kalau begitu Ros jalan sekarang cari kerja,”
Rosita memasukkan pampers kedalam tas, dan beberapa kebutuhan lainnya. Kemudian menggendong Maya, bayinya yang tampak masih tertidur pulas. Sedih hatinya melihat Maya yang sedang tidur lelap, tapi terpaksa ia menggendongnya.Kalau ditinggal di rumah, siapa yang mengurusnya. Ibu pegang tiga rumah tetangga untuk membantu pekerjaan mencuci dan setrika baju, membersihkan ruangan rumah, cuci piring, dan sesekali menyiram tanaman.
Rosita lalu keluar dari rumah. Menutup pintu rumah yang tak pernah dikunci, karena mereka tak punya harta yang berharga.
Tujuannya pergi ke Mall bukan untuk mencari kerja, tapi ingin rileks, ia butuh nikmati waktu sendiri. Menikmati makanan yang enak di resto agar Maya sedikitnya dapat tambahan gizi, karena makanan sehari-harinya di rumah; porsinya lebih banyak mie instan saja.
***
Rosita tampak turun dari angkot, lalu jalan memasuki halaman pertokoan Mall. Di kejauhan, tampak seorang laki-laki yang baru saja turun dari mobil yang diparkirnya. Pandangannya tertuju pada Rosita yang gendong bayi. Wanita belia bertubuh putih bersih dengan wajah cantik dan menarik. Laki-laki itu memperhatikan langkah kaki Rosita. Kepercayaan diri yang terpancar dari sorot matanya, membuat laki-laki itu langsung jatuh hati. Seperti cinta pada pandangan pertama. Di dalam lobby Mall, suasana masih sepi dari pengunjung, Beberapa pelayan lapak sedang merapikan dagangannya. Rosita melangkah mencari resto yang sudah siap menerima tamu. Laki-laki tadi mengikuti langkah Rosita, sampai duduk di resto, dia pun duduk tak jauh dari situ. Rosita menaruh bayinya di kursi, lalu jalan menuju ke kasir untuk memesan makanan.Laki-laki yang memperhatikan itu sangat terkejut, melihat Rosita meninggalkan bayinya di kursi sendirian.”Ini perempuan macam apa sih? Masa bayinya ditinggal begitu saja..?”Pa
Di dalam kamar Rosita.Maya tampak tertidur lelap diatas kasur. Ranjang kecil didalam ruangan berukuran 2 x 3 meter, jadi terlihat lega; karena Rosita menata lemari dan meja riasnya ke sudut ruangan.Rosita membuka satu persatu tas belanjaan yang tadi dibelikan oleh pak Deden. Ia dapat merasakan kebaikan yang tulus dari hati pak Deden, meskipun ia belum tahu, siapa sebenarnya lelaki itu. Toh nanti waktu juga yang dapat membuktikannya, pikir hatinya.”Ini nanti buat beli susu Maya ya..” Pak Deden memberikan uang pada Rosita, sewaktu baru saja naik ke dalam mobilnya tadi sebelum sampai di rumah..”Gak usah pak Den, saya bisa kasih ASI saja,”Rosita menolak, karena pak Deden sudah mengeluarkan banyak uang untuk membeli pakaian-pakaian.”Katanya kamu mau kerja, mana mungkin dikasih ASI, emangnya mau pulang pergi dari kantor kerumah dulu, begitu?””Ya enggak begitu pak Den.. Susunya bisa diperas trus taruh di kulkas,””Dirumah sudah ada kulkasnya..?”“Ada sih.. tapi ya gitu.. kulkas sudah
Pak Jerry mengantar mas Sapto sampai pagar rumah,”Maafkan Rosita ya mas..””Iya pak,” sahut mas Sapto datar.Mas Sapto dan mas Ipung lalu pergi dari situ.Jerry masuk ke dalam rumah, langsung menggedor pintu kamar Rosita,”Rositaa.. Rooos ! kamu gak sopan, marah-marah sama bapak didepan tamu,”Rosita acuh, dia tidak peduli lagi pada bapaknya. Saat ini, ia bahkan menyesal punya bapak seperti Jerry. Bisa menasehati anaknya, tapi kelakuannya sendiri seperti itu.Sebenarnya Jerry memanggil Rosita, ingin tahu soal uangnya dapat darimana?. Jerry tadi juga sempat melihat, tas-tas belanjaan yang berserakan di lantai kamar Rosita, Jerry jadi curiga, tentu saja, Rosita juga sudah bisa membaca reaksi bapaknya tadi.”Roos ! buka pintunya, atau bapak dobrak pintunya nih,”"Terserah bapak, mau didobrak silakan saja.. ini kan rumah bapak juga,"Sudah hampir satu tahun, rumah ini suasananya berubah jadi seperti dineraka, setiap hari ada saja yang salah dimata bapak; lalu dia marah-marah kepada siapa
Rosita mulai mengerti perasaan pak Deden terhadapnya, dia hanya menjaga mood Rosita saja; akan tetapi tiba-tiba handphone pak Deden berbunyi. Rosita mengalihkan pandangan ke arah luar jendela mobil, namun ia membuka telinganya lebar-lebar menguping pembicaraan pak Deden disampingnya. Pak Deden melambatkan gas mobilnya, tapi tetap fokus pada jalan di depan, sambil menyelipkan handphone ditelinga kanan yang ditunjang oleh bahunya. ”Pah..” ”Iya Rick, ada apa?” ”Mbak Diyah melahirkan, jadi ga masuk hari ini, papah bisa cariin gantinya ga?” ”Bisa, ya udah.. sekarang papah jemput orangnya, langsung kesitu ya,” Pak Deden langsung mematikan handphone, dan menoleh ke arah Rosita, ”Ros, kita gak jadi ke hotel, tapi ke kafetaria, kebetulan kasirnya ga masuk,” Rosita menoleh ke pak Deden, ”Maksudnya gimana pak Den?” ”Sementara kamu kerja disitu, mau kan? Cuma duduk saja. Kita titip Maya ke tempat penitipan bayi.. ga apa-apa.. aman kok,” ”ya boleh pak Den, yang penting kerja, lagipula
Setiba di depan rumah Jerry, Rosita turun dari mobil pak Deden. Tak lama kemudian mobil pak Deden pergi, dan baru saja Rosita hendak membuka pintu rumah.“Hei Ros.. saya mau bicara sama kamu,” kata bu Amilia yang tiba-tiba berdiri di jalan depan rumah. Rupanya tanpa setahu pak Deden, bu Amilia mengikuti mobil suaminya, dari kejauhan.Rosita kaget,“Ibu?”“Jangan panggil ibu, saya bukan ibumu..”Rosita tercekat,“Ada apa ya tante…? Masuk dulu, kita bicara didalam saja”"Gak perlu. Saya cuma mau tanya, sejak kapan kamu menggoda suami saya?"“Menggoda?. Saya tidak merasa menggoda suami tante.. Dia mungkin yang tergoda pada saya..?”Bu Amilia terpukul oleh kalimat yang keluar dari mulut Rosita.“Tidak mungkin kamu tidak menggodanya, itu bayi siapa?”“Ini bayi saya bu…”“Iya saya tahu, pasti hasil selingkuh dengan suami saya kan..?”“Terserah tante mau ngomong apa, percuma tante marah-marah disini, kenapa tante gak marahi suami tante saja..?”Rosita melihat Bu Tari tetangga terdekat disitu
Jam di dinding menunjukkan pukul 21.00 sebelum Pak Deden tertidur di sofa ruang keluarga, dan terbangun pukul 24.20, karena mendengar suara mesin mobil isterinya masuk ke garasi. Dia sengaja mematikan lampu ruang tengah. Ketika isterinya masuk, Pak Deden langsung menegurnya, “Mamah darimana sih? hari gini baru pulang?” Bu Amilia terkejut, ia tak menyangka suaminya menunggu di ruang tengah, tapi ia berusaha tenang, dan menjawabnya dengan jujur. “Tadi mampir ke rumah Satria,”“Oh, ya ga apa-apa.. tapi kenapa ga kabarin papah dulu. Mamah curhat lagi yah ke Satria.. ?”“Iya pah.. soalnya papah udah ga punya waktu buat dengerin curhatan mamah, pagi-pagi sudah pergi, pulang malam langsung tidur. Udah gitu gak tidur di dalam, malah tidur di paviliun. Kapan waktu buat mamah ngobrol sama papah?”“Ya kalau papah masuk ke kamar, nanti mamah malah keganggu tidurnya. Jadi ceritanya mamah masih mau ngobrol sama papah,”“Iya dong, mamah kan masih isteri papah” Pak Deden diam,“Trus sekarang mamah
Matahari mulai naik memancarkan panas teriknya ke halaman sempit rumah Jerry. Dari kejauhan, suara adzan mulai berkumandang. Pintu ruang tamu terbuka lebar, disitu Rosita terlihat duduk memeluk Maya yang tidur pulas dalam dekapannya. Rosita gelisah, sesekali menoleh kearah jalan di depan rumah itu. Ia tak yakin kalau pak Deden tidak datang, karena tadi malam dia janji bakal menjemputnya.Bu Lastri duduk di depannya. Ia hanya menatap kearah Rosita, entah apa yang ada dalam pikirannya, Rosita tak ambil pusing."Bu Lastri mau sholat..? Di kamar saya ada keranjang merah, ada sajadah dan mukena disitu, cari aja""Iya non.."Bu Lastri lalu jalan menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Sementara itu, Rosita makin gelisah menunggu pak Deden datang menjemput. Didalam benaknya, "apakah tadi malam pak Deden bertengkar dengan isterinya, lalu bu Amilia melarangnya untuk menemui Rosita?. Kalau saja memang seperti itu yang terjadi, Rosita berniat, hanya akan menunggunya hari ini sampai sore hari nanti
Kehangatan suasana baru di rumah baru, meski hanya sebuah rumah kontrakan; membuat seluruh persoalan hidup sebelumnya, nyaris hilang dalam sekejap. "Mang Ujang, kalau mau istirahat, silakan.. nanti selesai shalat ashar kita jalan,""Iya pak..""Bu Lastri juga boleh istirahat dulu,"Mang Ujang jalan menuju ke tangga, dan bu Lastri menggendong Maya masuk ke kamarnya.Tiba-tiba handphone pak Deden berdering.."Naah, naah.." ucap Ricky senyum-senyum."Ssssttt.." seru pak Deden sambil menaruh telunjuknya didepan bibir.Rosita tersenyum kecil, karena kurang paham pada situasi saat itu."Assalammu'alaikum kang Satria,""wa alaikum salam kang Den, Bisa ketemu saya hari ini ?""Besok ajalah kang.. saya masih sibuk disini,"Tiba-tiba Maya menangis, Rosita masuk ke kamar lalu membawanya keluar rumah, tapi suara tangisannya terdengar oleh Satria Irawan."Itu bayi kang Den..?""Iya kang.. siteteh udah curhat semua kemaren kan..?""iya sudah kang Den, besok jam sepuluh pagi saya tunggu di kantor ya