Tanpa sadar, kedua sudut bibir Kai terangkat melihat nasi goreng, yang menjadi bekal makan siang pertamanya selama pernikahannya dengan Kira.Nasi goreng itu dikemas di dalam tempat makan siang berbentuk kotak warna hitam. Tadi pagi, Kai menagih nasi goreng itu pada Kira, hingga Kira memasak dua porsi, untuk dirinya sendiri dan untuk Kai.Kai ragu sejenak, ia tidak suka makan sembarangan, ia lebih suka makanan yang rendah lemak dan kalori.Namun, saat teringat bagaimana cerianya Kira ketika Julian melahap nasi gorengnya kemarin, rahang Kai pun berkedut.Detik itu juga, Kai melahap nasi gorengnya. Saat ia mengunyah makanan itu di dalam mulutnya, seketika itu juga Kai tertegun.Sekarang, Kai mengerti kenapa kemarin Julian terlihat lahap dan memuji masakan Kira, karena ternyata nasi gorengnya memang enak.Kai memasukkan suapan demi suapan ke dalam mulutnya, lagi dan lagi, tanpa memedulikan kalori yang ada dalam makanan itu.Hingga akhirnya ia tak sadar bahwa nasi gorengnya telah habis. K
‘Aku mengajakmu ke pameran itu bukan sebagai asisten pribadiku, tapi sebagai istriku.’ Itu kata-kata Kai yang diucapkan kemarin sore pada Kira, membuat Kira tertegun. Maka dari itu, Kira tidak ingin mengecewakan suaminya. Setelah jam kerja habis hari ini, Kira pergi ke salon untuk merias dirinya, sebab jika Kira merias diri oleh dirinya sendiri, ia tidak punya banyak waktu. Ia ingin terlihat pantas. Bukan sebagai asisten Kai yang selalu tampil rapi dan formal, tapi sebagai wanita yang berdampingan dengannya—sebagai istri. “Potong sedikit ujung rambut, blow lembut, dan makeup natural ya, Kak,” kata Kira pada stylist yang menyambutnya ramah. Stylist itu tersenyum sumringah, ia tidak perlu effort lebih untuk membuat Kira menjadi seperti bidadari, karena wajah kliennya itu sudah terlihat cantik meski tanpa riasan. Satu jam berlalu, Kira keluar dari salon dengan penampilan yang tak lagi sama. Rambutnya yang biasanya dikuncir kuda kini digerai lembut, membingkai wajahnya yang dihias d
Tanpa Kai dan Kira sadari, sejak kedatangan mereka, ada sepasang mata yang menyadari kehadiran mereka dan selalu mengawasi dari kejauhan. Tangannya mengepal. Raut mukanya tampak muram.“Jadi… kamu menolak aku cuma karena wanita itu, Kai?” gumam Violet nyaris tak terdengar dengan napas yang memburu karena cemburu.Ya, akhirnya Violet datang ke acara pameran ini setelah bersusah payah mendapatkan tiket. Dan tak ia sangka, ternyata ia melihat Kai datang bersama Kira. Padahal kemarin Kai menolak ajakan Violet, karena Kai bilang bahwa dirinya akan pergi bersama rekan kerja. Mengingat hal itu, kepalan tangan Violet pun menguat.Violet melihat Kai dan Kira mendekat ke arah kerumunan orang yang mengerumuni sang seniman. Penasaran, Violet ikut menghampiri dan berdiri di antara kerumunan itu.Sang seniman tersenyum ramah dengan mata berbinar kala melihat Kaisar. “Kai!” serunya antusias. “Senang sekali kamu datang. Dan ini…?” Tatapan sang seniman langsung beralih ke arah Kira.Kai tidak langsung
Kira tidak bisa memejamkan matanya. Ia berguling ke kiri dan kanan untuk mencari kenyamanan dalam tidurnya. Kata-kata Kai yang mengakui Kira sebagai istrinya di pameran tadi terus terngiang di telinga.“Nggak, Kira, kamu gak boleh terlena,” gumam Kira pada dirinya sendiri sambil memejamkan mata dengan erat.Bagaimanapun juga, masih ada Violet di hati dan hidup Kai. Kira tidak boleh merasa bangga dulu karena telah diakui istri oleh pria itu.Menyadari ada Violet dan Luna dalam kehidupan suaminya, entah mengapa rasa kecewa tiba-tiba menyelimuti relung hati Kira. Apalagi saat ia teringat pada Aksa yang malang, rasa sakit itu kembali menyerang dadanya.Saat Kira tengah bergelut dengan pikirannya, pintu kamar tiba-tiba terdengar diketuk. Kira membuka mata. Siapa yang datang malam-malam begini? Tidak mungkin Ani, bukan? Asisten rumah tangganya itu tidak akan berani mengganggu waktu malam Kira kalau tidak ada hal penting.“Siapa?!” seru Kira sambil bangkit dari tempat tidur.“Ini aku.”Seket
“Karena Kai tidur di kamarku.”“A-APA?!!”Seruan Violet di seberang sana membuat Kira sontak menjauhkan ponsel karena suaranya mampu menyakiti telinganya. Setelah menghela napas pelan, berusaha menahan emosinya, Kira kembali menempelkan ponsel di telinga.“Jangan ngadi-ngadi kamu, ya! Kamu pikir, aku akan percaya?” Violet berdesis sinis.Satu sudut bibir Kira kembali terangkat. “Perlu bukti?”Di sisi lain, Violet terdiam dengan kepalan tangan yang bergetar mendengar pertanyaan Kira barusan.Pertanyaan itu terlalu percaya diri, sehingga membuat Violet semakin yakin bahwa saat ini Kai tengah tidur di kamar Kira.Mengingat bagaimana sikap Kai tadi malam di pameran–yang mengakui Kira sebagai istri secara terang-terangan, Violet percaya bahwa Kai bisa saja melakukan hal yang lebih dari sekadar tidur bersama. Mata Violet tampak berair, berusaha menahan marah.“Nggak perlu!” desis Violet pada akhirnya, sebelum ia mematikan sambungan telepon secara sepihak. “Arrrghh! Kira, Sialan. Berani-bera
Kai berdiri di depan pintu rumah Violet. Saat ia akan memutar handle pintu, tiba-tiba saja wajah Kira memenuhi benaknya.Ia menghela napas panjang sambil memejamkan matanya sejenak. Kai tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini pikirannya selalu dipenuhi Kira, Kira dan Kira?Rasanya… ia tidak ingin jauh dari wanita itu.Bahkan untuk pergi ke rumah Violet seperti saat ini saja, Kai butuh usaha keras untuk meyakinkan dirinya sendiri.“Oh? Honey! Kamu di sini?!”Keterdiaman Kai buyar manakala pintu di hadapannya tiba-tiba terbuka dan muncul sosok Violet di sana.Mata Violet langsung berbinar cerah melihat kehadiran sang kekasih. Ia menarik tangan Kai dan membawanya masuk.“Ayo, masuk! Ngapain diam di pintu terus?” kekeh Violet, lalu ia mengambil cooler bag dari tangan Kai berisi ASIP untuk Luna.“Mana Luna? Dia sudah bangun?” tanya Kai sambil berjalan menuju pintu kamar Luna.“Anak kita lagi dimandiin sama Rina, Honey. Sebentar lagi selesai.” Violet memasukkan beberapa kantong ASIP ke dalam
Kira tidak mengharapkan Kai datang secepatnya.Jadi, daripada menunggu sesuatu yang tidak pasti, pagi itu Kira memilih mengenakan pakaian olahraga dan bersiap untuk jogging di sekitaran komplek. Ia memakai outfit yang pas di tubuhnya, hingga mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna.Namun, baru saja Kira akan memakai sepatu di ruangan keluarga, tiba-tiba saja ia mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat. Kira menoleh karena penasaran siapa yang datang. Saat ia melihat sosok Kai, saat itu juga Kira tertegun.“Mas?” panggilnya dengan tatapan tak percaya. Ia tak menyangka Kai akan menepati janjinya untuk pulang lebih cepat dari rumah Violet.Kai menatap penampilan Kira dari atas sampai bawah, lalu tanpa sadar ia menelan saliva kala melihat lekukan tubuh Kira yang ternyata lebih sempurna daripada bentuk biola.“Kamu mau ke mana?” tanya Kai dengan suara berat seraya menatap mata Kira dengan dalam dan tajam.“Mau jogging, Mas. Udah lama aku nggak menggerakkan tubuh aku,” jawab Kira ap
Kai mengulum senyum sambil memainkan remote mobil di tangannya. Ia berdiri, bersandar pada pintu mobil, tatapannya lurus ke arah pintu rumah. Entah mengapa jantungnya kembali berdebar-debar saat menantikan Kira keluar dari dalam sana.Tak berapa lama, sosok yang ditunggu-tunggunya akhirnya keluar. Wanita itu mengenakan celana jeans dipadukan dengan kaos oversize warna hitam. Rambutnya dikuncir kuda dan mengenakan sling bag. Penampilannya persis seperti anak kuliahan. Kira tidak terlihat seperti seorang wanita yang sudah pernah melahirkan.“Sudah siap?” tanya Kai, “nggak ada yang tertinggal?”Kira menggelengkan kepalanya. “Nggak ada, Mas.”Kai mengangguk. Pria itu berdiri tegak saat Kira sudah berdiri di hadapannya. Lantas ditariknya ikatan rambut Kira hingga rambutnya tergerai panjang. Kira sempat terkejut dengan ulah Kai tersebut.“Bukannya sudah kubilang jangan mengikat rambutmu seperti ini?” omel Kai sambil berdecak lidah.“Mas, tapi gerah!” protes Kira.“Aku sudah menyiapkan ini u
“Kira… kalau kamu butuh tempat untuk berlindung, berdirilah di belakangku. Aku siap melindungimu dan membantumu. Kapanpun,” ucap Julian sungguh-sungguh.Kira tertegun. Kata-kata Julian membuat lidahnya mendadak terasa kelu. Ia menunduk, menatap tangannya yang ada dalam genggaman Julian. Tangan itu terasa hangat, tapi entah mengapa Kira merasa ada yang salah. Ia cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman pria itu.“Julian…,” gumam Kira akhirnya. “Kamu orang baik. Sangat baik bahkan, tapi aku nggak bisa mempermainkan perasaanmu.”“Aku tahu, Kira,” sahut Julian dengan tenang, ada kekecewaan yang terdengar dalam nada suaranya. “Aku tahu kamu belum siap, tapi aku cuma ingin kamu tahu bahwa kamu nggak sendirian, Kira. Ada aku yang selalu siap membantumu.”Kira mengangguk, akan tetapi ia tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ucapan Julian yang terlalu baik untuknya itu.Belum sempat Kira berkata-kata, ponselnya–yang sejak tadi ia abaikan, kembali bergetar. Sejujurnya sejak tadi ponse
“Aku… nggak bisa bersamamu lagi.”Sontak, Violet terhenyak mendengarnya. Raut wajah wanita itu seketika berubah menegang. Kepalanya menggeleng cepat, seolah-olah tak ingin mempercayai apa yang barusan ia dengar.“Honey, a-apa yang kamu bicarakan?” Violet tertawa kering, matanya menatap Kaisar lurus-lurus dengan mata yang tiba-tiba menggenang. “Kamu… ingin meninggalkanku?”Kai mengembuskan napas berat. “Maafkan aku, Vi,” ucapnya dengan tenggorokan tercekat. “Aku rasa ini yang terbaik buat kita.”Sekali lagi, Violet menggelengkan kepalanya cepat. “Nggak! Kamu nggak serius, ‘kan?! Kamu pasti cuma bercanda, Honey.” Ia duduk dengan punggung menegang.Kai menatap mata wanita yang tampak berkaca-kaca itu. Ada rasa bersalah yang menghantam jiwanya, tapi bayangan wajah Kira pun terus berputar-putar dalam benaknya, membawa Kai pada posisi yang sulit.Kai akhirnya berdiri, menatap Violet dengan tegas. “Aku serius, Vi,” ucapnya, “aku sudah t
“....Tapi jangan berharap lebih, Mas. Aku sudah kehabisan alasan untuk bertahan... selain ibuku.”Kata-kata yang diucapkan Kira membuat Kai tertegun. Tangan Kai mengepal. Rahangnya berkedut. Ada salah satu bagian dari dalam dirinya yang merasa sakit mendengar ucapan Kira.Kira pergi meninggalkan Kai yang membeku di tempatnya berdiri. Ia berjalan cepat menaiki tangga dengan perasaan nyeri yang tiba-tiba menyerang dada. Ia memang sudah kehabisan alasan untuk bersama Kai, selain karena ibunya yang butuh biaya pengobatan yang tidak sedikit.Saat Kira akan membuka pintu kamarnya, tiba-tiba saja sebuah tangan menarik tangannya, hingga badan Kira berputar dan berakhir berhadapan dengan Kai.Pria itu menatap Kira dengan tatapan kusut. “Aku serius saat mengatakan akan memperbaiki semuanya, Kira,” ucap Kai dengan suara rendah. “Aku tidak bercanda.”Kira melihat ada keseriusan yang tergambar dalam sorot mata suami di atas kertasnya itu. Lalu Kira tersenyum kecut. “Bukannya aku sudah tanya bagaim
‘Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Kira.’Kai tidak bisa memejamkan matanya malam itu. Peringatan dari Julian sore tadi terus terngiang-ngiang di telinga.Sial!Kenapa dirinya harus merasa terancam dengan kehadiran sosok Julian?Apalagi setelah Julian mengatakan secara terang-terangan bahwa dia menyukai Kira.Kai duduk di tepian ranjang, tangannya mengepal kuat-kuat. Ia tidak mengerti kenapa harus peduli pada hubungan Kira dan laki-laki itu? Padahal jika itu dulu, Kai mungkin tidak akan peduli sedikit pun pada apa yang dilakukan Kira.Lamunan Kai buyar tatkala ia mendengar ponselnya berdering. Siapa yang menghubunginya malam-malam begini? Kai bertanya-tanya dalam hati.Dengan terpaksa Kai meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Ia terdiam saat melihat nama Violet terpampang di layar.Saat itu juga, Kai mengusap wajahnya gusar. Benar. Seharusnya ia memperdulikan kekasihnya saja. Wanita yang lebih dulu ia cintai bahkan jauh sebelum pernikahannya dengan Kira berlangsung.Namun, en
“Apapun hubunganku dengan wanita itu, itu bukan urusanmu, Julian.” “Tapi Kira adalah urusanku!” “Aku suaminya!” “Suami?” Julian mendengus kasar. Ia maju satu langkah, mendekati Kai sambil menatapnya tajam. “Suami mana yang tega membiarkan istrinya melahirkan sendirian demi wanita lain, Kai?” Mata Kai kembali membulat mendengar kata-kata itu. Ucapan Julian bagai batu yang menghantam dadanya begitu kuat, mengingatkan Kai akan kesalahannya di masa lalu. Sementara itu, Kira yang sejak tadi tampak syok setelah mendengar Julian yang tahu mengenai pernikahannya dengan Kai, kini semakin terkejut dengan fakta yang diketahui Julian. Padahal Kira sama sekali tidak pernah mengatakan apapun pada Julian terkait hubungannya dengan Kai. Kira menatap Julian dengan tatapan penuh kebingungan. Julian menoleh ke arah Kira, lalu tersenyum lembut, berbanding terbalik dengan nada tajamnya barusan. “Maaf, aku
“Kai? Sedang apa kamu di sini?” Julian maju mendekati Kai dengan satu alis terangkat.Kira masih membeku di tempatnya berdiri, ia tidak menyangka bahwa suaminya itu akan menepati janjinya untuk kembali kepadanya.Kai lantas menatap Julian dengan tajam. “Aku ada urusan dengan Kira,” ujarnya, dingin, lalu menghampiri Kira dan meraih tangannya, yang membuat Kira terkejut dengan sikap Kai yang tiba-tiba itu.Kira menatap kedua lelaki itu bergantian. Seolah-olah ingin menyadarkan Kai bahwa saat ini mereka ada di hadapan Julian, dan Kai harus menjaga sikap jika tidak ingin Julian curiga.“Tu-Tuan, ada urusan apa?”Panggilan ‘tuan’ yang disematkan Kira membuat rahang Kai semakin mengeras. Kai menggenggam pergelangan tangan Kira dengan erat. “Kita bicara!”“Maaf, Tuan Kaisar.” Julian menahan tangan Kai yang menggenggam tangan Kira. Ia menatap Kai dengan sama tajamnya. “Hari ini Kira adalah pendampingku. Lagi pula… hari ini hari libur, kamu nggak berhak mengganggu Kira dengan urusan pekerjaan.
Kai melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Fokusnya terbagi antara jalanan di depannya, dan ponsel yang terus memanggil nomor telepon Kira. Akan tetapi, tidak ada satupun panggilannya yang Kira angkat. Ke mana wanita itu? Kai bertanya-tanya dalam hati. Ya, pada akhirnya ia memutuskan untuk memilih pergi, setelah memastikan Violet aman bersama Livia. Kai tidak bisa mengabaikan perasaannya, yang terus menerus gelisah karena teringat Kira. Mobil akhirnya berhenti di parkiran Dufan. Sementara itu ponselnya masih memanggil nomor telepon Kira. Namun, lagi-lagi panggilannya berakhir dengan sia-sia. Kini Kai berjalan mondar-mandir di depan pintu masuk sambil menempelkan ponselnya di telinga. Kali ini ia menghubungi Ani, menanyakan apakah Kira sudah tiba di rumah atau belum? “Belum ada, Tuan. Non Kira belum pulang,” jawab Ani di seberang sana. Kai mengusap wajah dengan gusar. Ia menyesal karena tidak meminta orang suruhannya untuk mengikuti Kira hari ini. Sebab, tadinya Kai ber
‘Aku bisa tanpa kamu.’Kata-kata Kira yang diucapkan beberapa saat yang lalu, terus terngiang-ngiang di telinga Kai.Kai tidak mengerti, entah mengapa kata-kata itu mampu menusuk jantungnya, membuat Kai tidak fokus mengemudi dan beberapa kali ia hampir menabrak mobil di hadapannya ketika berhenti di lampu merah.Kekecewaan yang tergambar di wajah Kira–yang sempat Kai lihat saat ia berbalik meninggalkannya, membuat dada Kai terasa sesak. Namun, Kai juga tidak bisa mengabaikan rasa khawatirnya pada Violet yang saat ini dilarikan ke UGD.Setibanya di rumah sakit beberapa saat kemudian, Kai langsung berlari menuju UGD sesuai lokasi yang disebutkan manajer Violet.Seorang wanita berambut pendek menghampiri Kai begitu Kai tiba. “Tuan? Mbak Violet lagi diperiksa oleh dokter,” ucap Livia–manajer Violet.“Apa yang terjadi? Kenapa bisa Violet kecelakaan waktu pemotretan?” tanya Kai dengan raut muka khawatir yang tak disembunyikan.“Violet jatuh dari tebing buatan di lokasi pemotretan outdoor, T
‘Kira, aku janji, aku akan datang menemuimu lagi. Jadi, tunggu aku di dalam, hm? Aku akan pergi sebentar saja. Tiketnya sudah aku kirimkan ke handphone kamu.’Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Kai sebelum pria itu pergi dari hadapan Kira.Kira tercenung. Ia masih membeku di tempatnya berdiri. Tanpa sadar, matanya menggenang dan memanas. Hatinya dirundung perasaan nyeri karena pria itu lebih memilih menemui kekasihnya ketimbang menemaninya masuk ke dalam tempat wisata itu.Pada akhirnya… tetap saja Violet yang menjadi prioritas utama Kai, dibanding Kira.Kira tersenyum kecut. Ia terlalu banyak berharap sehingga akhirnya merasa kecewa.Kira menarik napas dalam-dalam dan mendongakkan kepala sembari mengerjapkan matanya berkali-kali, menghalau air mata yang mendesak keluar.Ia lantas memeriksa pesan dari Kai. Pria itu telah mengirimkan e-tiket ke nomor ponselnya. Kira mengunduh e-tiket tersebut dan kembali tercenung karena mel