Aku menatap kosong ke arah pintu ruang operasi yang tertutup rapat, jantungku terasa seperti berhenti. Mereka baru saja membawa Angel masuk lagi, suara alat medis yang berderit dan langkah-langkah cepat para dokter masih terngiang di telingaku. Waktu terasa begitu lambat. Aku ingin berteriak, menangis, atau berlari masuk ke dalam untuk memeluk Angel, tapi tubuhku terasa terlalu berat untuk bergerak. Ratna ada di sebelahku, matanya tak lepas dari pintu itu, wajahnya pucat dan penuh kekhawatiran.Aku memaksa diriku untuk bernapas perlahan, mencoba menenangkan jantung yang berdetak kencang di dadaku. Setiap detik yang berlalu terasa seperti penyiksaan, seolah-olah ruangan ini dipenuhi oleh kecemasan yang semakin menekan. Tidak ada suara selain desahan napas kami yang terputus-putus dan detak jarum jam yang terus bergerak, seakan menghitung mundur waktu yang tersisa bagi Angel.Kami duduk di kursi di luar ruang operasi, mencoba tetap tegar, meskipun harapan dan ketakutan b
"Tidak... ini tidak mungkin..." bisikku, meskipun suaraku hampir tak terdengar. Bibirku bergerak, tetapi tidak ada kata-kata yang bisa keluar, hanya rasa sesak yang terus menyiksa dadaku. Aku merasakan tubuhku melemah, dan sebelum aku menyadarinya, kakiku goyah dan aku jatuh ke lantai rumah sakit yang dingin.Ratna berusaha menahanku, tapi aku hanya duduk di lantai, menatap kosong ke arah pintu ruang operasi yang tertutup rapat. Di balik pintu itu, Angel... Angel yang selama ini bertahan, yang selama ini kukira akan selamat, sudah tiada. Tiadanya Angel meninggalkan lubang menganga di dalam diriku yang tak bisa kugambarkan.Aku tidak tahu berapa lama aku duduk di sana, tanpa gerak, tanpa kata. Aku seperti terperangkap di dalam badai emosiku sendiri. Segalanya terasa begitu kosong. Dunia yang tadinya penuh dengan harapan dan rencana untuk Angel, tiba-tiba hancur
Entah sudah berapa lama aku membiarkan diriku tenggelam dalam kesedihan. Hidupku terasa seperti terhenti, seolah waktu tidak lagi bergerak. Hari-hari berlalu tanpa arti, hanya diisi dengan menatap dinding kosong atau terpekur di sudut ruangan, mencoba memahami bagaimana dunia bisa terus berputar ketika duniaku sendiri telah hancur.Aku bahkan tidak tahu lagi kapan terakhir kali aku benar-benar keluar dari apartemen ini. Makan, tidur, bangun—semua terasa seperti rutinitas yang tanpa jiwa. Angel sudah pergi, dan bersamanya, pergi pula keinginan untuk hidup. Ada saat-saat di mana aku hanya duduk diam, menatap keluar jendela, bertanya-tanya apa yang masih tersisa untukku.Sebuah ketukan di pintu terdengar, mengganggu kesunyian yang telah menjadi teman setiaku selama berminggu-minggu. Biasanya, aku mengabaikan setiap suara dari luar, membiarkan siapa pun yang
Ketika akhirnya pintu lift terbuka, aku melangkah keluar dengan cepat. Kantor terasa berbeda, penuh dengan kegelisahan yang tidak biasa. Orang-orang berjalan cepat ke sana kemari, ekspresi tegang terlihat di wajah mereka. Aku bisa melihat petugas keamanan dan beberapa orang berpakaian resmi yang tampaknya dari penyidik. Ada ketegangan di udara, dan semua orang terlihat terlibat dalam sesuatu yang sangat besar.Aku berhenti sejenak, mencoba mem proses apa yang sedang terjadi di sini. Kantor yang biasanya tenang kini terasa seperti sarang lebah yang sibuk, penuh dengan ketegangan dan bisikan yang tak berujung. WeiLife Sciences sedang berada di bawah pengawasan ketat, dan itu lebih jelas dari apa pun yang pernah kulihat di tempat ini sebelumnya.Aku harus mencari Gita dan Joshua. Mereka pasti tahu sesuatu.Mataku menya
Setelah menerima pesan dari Pak Harvey, rasa gelisah dalam hatiku semakin menggunung. Aku butuh lebih dari sekadar pesan teks yang samar. Aku butuh kejelasan. Dan yang bisa memberiku jawaban lebih banyak selain Pak Harvey adalah Joshua. Dia selalu berada di tengah-tengah semua ini—urusan pabrik, strategi bisnis, dan tentu saja, kasus yang menjerat Mr. Wei.Aku memutuskan untuk tidak menunggu lebih lama. Malam itu, aku memutuskan untuk menemui Joshua di rumahnya. Aku ingin bicara langsung dengannya, tanpa gangguan atau batasan. Aku butuh penjelasan yang lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi, tidak hanya dengan Mr. Wei, tapi juga dengan perusahaan, akuisisi Indah Karya Swastika, dan semua masalah yang terus bergulir ini.Malam itu, setelah membereskan pikiranku sebisa mungkin, aku berdiri di depan rumah Joshua. Sebuah rumah yang sederhana namun elegan, jauh dari hiruk-pikuk kantor dan segala macam tekanan pekerjaan. Joshua membuka pintu dengan senyum tipis, meskipun aku bisa m
Aku termenung di apartemen, duduk di sofa sambil menatap ke luar jendela. Hujan tipis turun di luar sana, menambah suasana kelam di dalam hatiku. Apartemen ini terasa begitu sepi, begitu hampa, seperti jiwaku yang kosong tanpa arah. Angel, anakku, cahaya hidupku, sudah tidak ada lagi. Aku merindukannya lebih dari apa pun. Aku merindukan tawa kecilnya, pelukan hangatnya, dan suara lembutnya yang selalu memanggilku "Mama". Setiap sudut apartemen ini mengingatkanku pada dirinya—mainannya yang masih tertinggal di sudut ruangan, foto-foto yang dulu kuambil bersamanya, semua itu kini hanya menjadi kenangan yang menghantui.Dan Ratna, yang selama ini selalu ada untukku, kini juga sudah kembali ke kehidupannya. Dia sudah cukup lama mendampingi dan menguatkanku, tetapi dia juga punya tanggung jawab dan keluarga yang harus diurus. Tanpa Ratna, apartemen ini terasa semakin sunyi, seperti gaung yang tak berujung.Tapi yang paling menyakitkan adalah kehilangan yang lebih besar, kehilangan yang tak
"Ronald, aku sudah bilang, aku tidak suka diperlakukan seperti ini!" kataku dengan nada dingin, mencoba menahan amarah yang semakin memuncak. Aku merasakan napas Ronald di dekat wajahku, membuatku semakin mual dan marah. Dia tidak bergeming, malah tersenyum, seolah-olah permainan ini memberinya kesenangan.Aku tak tahan lagi. Aku tidak bisa membiarkan dia memperlakukan aku seperti ini. Dengan kekuatan yang tiba-tiba muncul entah dari mana, aku mendorongnya dengan sekuat tenaga, membuat jarak antara tubuhku dan tubuhnya. Ronald tampak terkejut sesaat, tidak menyangka bahwa aku akan melawan.“Jangan sentuh aku lagi!” kataku tegas, mataku menatapnya tajam. Aku tidak peduli apa yang dipikirkan Ronald atau apa rencana liciknya, tapi aku tidak akan membiarkan diriku menjadi bagian dari permainannya.Dia melangkah mundur, tatapannya berubah dingin. "Kau akan menyesalinya, Sonia," katanya dengan nada ancaman. “Kau pikir Mr. Wei akan menyelamatkanmu? Dia akan lama di penjara, dan kau akan send
Joshua tampak berpikir sejenak, ekspresinya berubah semakin serius setelah mendengar apa yang kukatakan. Dia sudah mencurigai hubungan Ronald dengan Nyonya Cynthia, tetapi tampaknya dia belum mengetahui sejauh mana keterlibatan mereka."Aku sudah mencurigai ada sesuatu di antara mereka, Sonia," katanya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan wajah tegang. "Namun, aku belum punya cukup bukti untuk memastikan hubungan mereka sejauh mana. Jika benar mereka bekerja sama, ini lebih buruk dari yang aku bayangkan."Aku menatapnya, merasa cemas sekaligus bingung. Joshua biasanya adalah orang yang selalu punya rencana cadangan, seseorang yang bisa diandalkan di tengah kekacauan. Tapi kali ini, dia tampak ragu."Apa yang harus kita lakukan?" tanyaku, berharap dia akan memberi solusi konkret.Dia menggelengkan kepala pelan, tatapannya penuh dengan kekhawatiran. "Sonia, dalam situasi seperti ini... mungkin yang terbaik adalah menjauh. Aku tidak ingin kau terjebak di antara konflik mereka. Ro