Joshua tampak berpikir sejenak, ekspresinya berubah semakin serius setelah mendengar apa yang kukatakan. Dia sudah mencurigai hubungan Ronald dengan Nyonya Cynthia, tetapi tampaknya dia belum mengetahui sejauh mana keterlibatan mereka."Aku sudah mencurigai ada sesuatu di antara mereka, Sonia," katanya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan wajah tegang. "Namun, aku belum punya cukup bukti untuk memastikan hubungan mereka sejauh mana. Jika benar mereka bekerja sama, ini lebih buruk dari yang aku bayangkan."Aku menatapnya, merasa cemas sekaligus bingung. Joshua biasanya adalah orang yang selalu punya rencana cadangan, seseorang yang bisa diandalkan di tengah kekacauan. Tapi kali ini, dia tampak ragu."Apa yang harus kita lakukan?" tanyaku, berharap dia akan memberi solusi konkret.Dia menggelengkan kepala pelan, tatapannya penuh dengan kekhawatiran. "Sonia, dalam situasi seperti ini... mungkin yang terbaik adalah menjauh. Aku tidak ingin kau terjebak di antara konflik mereka. Ro
Setelah Mr. Wei dijatuhi hukuman dua tahun penjara, hidupku berubah drastis. Aku terpaksa meninggalkan semua kenyamanan yang pernah kurasakan, dan sekarang aku tinggal di sebuah kontrakan kecil yang letaknya tidak jauh dari rumah tahanan tempat Mr. Wei dipenjara. Tempat ini jauh dari apa yang pernah kumiliki bersama Mr. Wei. Tidak ada kemewahan, tidak ada kehangatan. Hanya dinding dingin yang membuatku merasa seolah terjebak dalam kotak kecil. Tapi ini cukup untuk bertahan. Untuk saat ini.Setiap hari terasa seperti perjuangan. Angel sudah tidak ada, dan sekarang Mr. Wei juga pergi, meninggalkan ruang kosong yang semakin hari semakin sulit kuisi. Kehidupan yang pernah kukenal hancur berkeping-keping. Tapi aku telah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan menyerah. Mr. Wei mempercayakan masa depannya padaku, dan aku tidak bisa mengecewakannya.Untuk menghidupi diriku sendiri, aku bekerja sebagai SPG di sebuah perusahaan kosmetik. Pekerjaan ini bukanlah pilihan yang ideal, tap
Akhirnya, setelah 1,5 tahun penuh cobaan, hari yang kutunggu-tunggu tiba. Mr. Wei mendapatkan keringanan hukuman karena kelakuan baik, dan dia akhirnya dibebaskan dari penjara. Pagi itu terasa berbeda. Hawa dingin yang biasanya menusuk kulit seolah tidak ada artinya lagi, karena di dalam dadaku, kehangatan tak sabar telah membara. Aku berdiri di depan pintu Lembaga Pemasyarakatan, mataku terus mengarah ke gerbang besar yang setiap detiknya akan terbuka. Mr. Wei akan keluar dari sana. Setelah dua tahun penantian, penderitaan, dan harapan, hari ini adalah hari kebebasannya.Aku merapatkan jaketku, mencoba menenangkan diri meski jantungku berdegup kencang. Napasku terengah, seolah tak sabar untuk melihat sosoknya. Semua rasa sakit dan perjuangan selama ini terasa seperti angin lalu saat membayangkan dia akan kembali ke sisiku. Dunia mungkin mengira dia pria yang telah hancur, tapi bagiku, dia selalu menjadi seseorang yang kuat dan tak tergantikan.Lalu, pintu besar itu perlahan terbuka.
Hari-hari berikutnya, hidupku seolah berputar hanya untuk memenuhi hasrat Mr. Wei yang seakan tak pernah surut. Setiap pagi aku terbangun dengan tubuh yang lelah namun penuh kenikmatan. Bahkan di saat aku baru membuka mata, dia sudah ada di sana, membangunkanku dengan cara yang paling menggoda, tak memberi ruang bagi pikiranku untuk protes. Pagi-pagi buta, ketika dunia masih diam, Mr. Wei menemukan jalannya ke dalam diriku dengan desakan yang seolah tak kenal batas.Pada suatu hari di akhir pekan, dia sudah berada di antara kedua kakiku sebelum aku sepenuhnya sadar, napasnya hangat melintas di atas kulitku yang dingin oleh udara pagi. Setiap sentuhannya terasa intens, seolah dia tidak ingin melewatkan satu inci pun dari tubuhku. Aku menggigit bibirku, tak mampu menahan desahan panjang yang keluar dengan sendirinya. Berapa kali puncak yang kuraih saat itu? Aku bahkan tak mampu menghitung. Tubuhku sudah terb
Sore itu, setelah seharian menjaga booth kosmetik, aku mulai bersiap untuk pulang. Langkahku ringan saat berjalan menuju motorku di parkiran. Tapi tiba-tiba, sebuah mobil Avanza mendekat dengan cepat, membuatku hampir terserempet. Aku terkejut, mundur sedikit, berusaha menghindar.Sebelum aku sempat bereaksi lebih jauh, kaca mobil itu perlahan turun, memperlihatkan wajah yang sangat kukenal. Mr. Wei tersenyum lebar dari dalam mobil, matanya penuh canda."Masuk!" serunya, santai seperti tidak ada kejadian yang baru saja membuat jantungku hampir copot.Aku masih dalam keadaan terkejut. "Mobil? Dari mana kamu punya mobil?" gumamku, bingung. Tapi aku langsung membuka pintu dan masuk ke dalam tanpa banyak bertanya.Begitu duduk, aku menatapnya dengan heran. "Sayang, ini mobil dari mana?" tanyaku, masih belum paham. Mr. Wei bukan tipe orang yang mendadak punya mobil.Dia tertawa kecil, melirikku sekilas sebelum kembali fokus ke jalan. "Ini mobil sewaan, aku lagi kerja jadi pengemudi taksi o
Tiba-tiba, pintu ruangan kantor Ivan terbuka. Sosok Pak Rudi, pimpinan cabang yang selalu tegas namun adil, masuk dengan langkah pasti. Wajahnya datar, tapi jelas ada rasa penasaran di matanya. Aku dan Ivan sama-sama terkejut, tak menyangka kedatangannya.“Ivan, ada masalah apa di sini?” tanya Pak Rudi dengan nada tenang, tapi penuh wibawa.Ivan, yang sebelumnya terlihat begitu percaya diri, sekarang mulai gelagapan. Dia bangkit dari kursinya, mencoba memasang wajah tenang, meski jelas terlihat canggung. “Ini, Pak… ada karyawan yang mau resign,” katanya dengan suara terbata-bata sambil melirikku, mencoba menjaga sikapnya di depan atasannya.Pak Rudi mengerutkan kening, menatap Ivan, lalu beralih padaku. Dia melihat berkas surat resign di tangannya dan menghela napas kecil. “Saya dengar dari luar,” ujarnya dengan nada lebih tajam. “Kenapa kamu mempersulit pengunduran diri ini, Ivan?”Ivan terdiam sejenak, matanya sedikit panik. “E-eh, bukan begitu, Pak. Saya hanya khawatir… jika Sonia
Mr. Wei membawa kami menuju daerah Kebayoran, tepat di jantung kota Jakarta. Suasananya begitu berbeda dari tempat tinggalku yang sederhana. Jalanan di sini dipenuhi oleh deretan rumah mewah yang tampak seperti milik para pengusaha atau pejabat penting. Taman-taman kecil dengan pohon yang terawat rapi menyambut kami di sepanjang jalan. Mobil-mobil mewah berbaris di sepanjang sisi jalan, membuatku merasa seperti memasuki dunia yang sama sekali berbeda dari kehidupan kami selama ini.Mobil kami berhenti di depan sebuah rumah yang, meskipun tidak sebesar yang lainnya, tampak begitu baru dan indah. Mr. Wei turun terlebih dahulu, membuka pintu untukku, dan dengan senyum lembut dia berkata, “Mari, aku ingin kau melihat tempat ini.”Rumah itu memiliki desain minimalis, dengan fasad berwarna putih dan abu-abu lembut yang memancarkan kesan modern dan bersih. Dari luar saja, aku sudah bisa merasakan bahwa tempat ini dirancang dengan hati-hati. Meskipun ukurannya tidak sebesar rumah di sekitar k
Minggu itu, kami akhirnya pindah ke rumah baru di Kebayoran. Tidak banyak barang yang perlu dipindahkan, mengingat kehidupanku sebelumnya di kos sederhana tidak memerlukan banyak perabot. Aku hanya membawa beberapa pakaian, peralatan pribadi, dan barang-barang kecil yang penting bagi kami. Rasanya begitu aneh dan menyenangkan berada di rumah yang jauh lebih luas dan nyaman, seolah-olah hidup kami berdua telah melonjak ke dimensi baru.Hari pertamaku di Fleurs de Luxe Cosmétiques masih minggu depan, jadi aku punya cukup waktu untuk bersantai dan menyesuaikan diri. Mr. Wei sibuk bekerja sebagai pengemudi taksi online, sering kali keluar rumah untuk mencari orderan. Sementara itu, aku menggunakan waktu yang tersisa untuk merapikan rumah, mempersiapkan makanan, menata baju tidur, dan… mempersiapkan diriku untuk malam-malam bersama Mr. Wei. Setiap kali dia kembali pulang, rasanya seperti ada percikan baru yang terus menyala di antara kami. Seperti sepasang kekasih yang baru saja pindah ke