Share

15. Kesempatan Kedua

Author: prasidafai
last update Last Updated: 2025-02-12 22:34:04

Sydney membuka pintu limousin dengan cepat, berharap melihat Morgan dan si kembar di dalamnya. Namun, kursi-kursi kulit mewah itu kosong. Tidak ada siapa pun di sana.

Dahi Sydney berkerut. Wanita itu bertanya dalam hati, ‘Ke mana mereka?’

“Sydney.” Suara berat seorang pria membuat Sydney menoleh.

Salah satu anak buah Morgan berdiri di dekat Sydney, mengenakan setelan hitam rapi dengan wajah datar.

“Tuan Morgan sudah masuk ke dalam hotel bersama si kembar.”

Sydney mengernyitkan dahi lebih dalam.

‘Morgan membawa si kembar masuk ke hotel? Untuk apa?’ batin Sydney.

Sydney mengeluarkan ponsel, lalu mengetik sesuatu. "Kenapa?"

Pria itu melirik layar ponsel Sydney sekilas sebelum menjawab dengan singkat, “Ikut saya.”

Sydney menimbang sejenak. Ini Morgan. Pria itu tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan Jade dan Jane.

Akhirnya, Sydney mengangguk dan mengikuti pria itu masuk ke dalam hotel.

Lift berhenti di lantai paling atas.

Sydney melangkah keluar dengan sedikit ragu, tet
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   16. Raja Iblis

    Morgan membaca pertanyaan Sydney di layar ponselnya. Rahang pria itu mengeras, tetapi senyum tipis tetap menggantung di bibirnya. "Seberapa berkuasa aku?" Morgan berbisik, mengulang pertanyaan Sydney. Sydney tidak menjawab. Tatapannya tetap terkunci pada pria itu, menunggu. Morgan menyandarkan punggung ke sofa, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. Jarak mereka menyempit, dan panas tubuh pria itu merambat ke udara di antara mereka. "Kau yakin ingin tahu jawabannya, Sydney?” Daripada bertanya, Morgan lebih terdengar seperti sedang menantang Sydney. Sydney menelan ludah, tetapi dia tidak goyah. Morgan mengamati itu. Semakin hari, Sydney semakin terlihat menarik di mata Morgan. Kebanyakan orang akan mulai gelisah atau pura-pura tidak peduli saat berhadapan dengannya dalam situasi seperti ini. Namun, Sydney berbeda. Morgan tertawa pelan, suaranya serak dan dalam. "Aku bisa mendapatkan apa pun yang kuinginkan." Morgan mengangkat gelas anggur yang ada di meja, menggoyangkan

    Last Updated : 2025-02-12
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   17. Evakuasi Darurat

    Keesokan paginya, Morgan mengajak Sydney untuk turun ke restoran hotel. Sydney langsung setuju karena dia memang lapar setelah dua mulut mungil milik Jade dan Jane meminum air susunya. "Apa Tuan tidak akan berhenti menatapku seperti itu?" tanya Sydney. Kali ini Sydney menulis di atas tisu meja menggunakan pulpen pinjaman dari pria di hadapannya. Morgan mengangkat alis dan bibirnya melengkung membentuk seringai tipis. "Seperti … apa?" tanya Morgan memelankan kecepatan bicaranya, sengaja mengulur waktu. Sydney meletakkan sandwich yang hampir habis, lalu menulis lagi di tisu meja. "Seolah aku adalah sesuatu yang ingin Tuan mangsa.” Morgan terkekeh pelan. "Sydney, kalau aku ingin memakanmu ..." Morgan mengikis jarak, suara pria itu berubah menjadi bisikan yang menelusup ke telinga Sydney. "Aku tidak akan melakukannya di tempat seramai ini." Sydney tetap diam, tetapi ada sedikit ketegangan di ujung jarinya yang mencengkeram pulpen lebih erat. Semalam, Morgan mencium Sydney. Semal

    Last Updated : 2025-02-13
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   18. Menunggu Morgan

    "Kumohon, tetaplah tenang, Sydney." Suara berat dan tegas dari pria di hadapan Sydney terdengar jelas di tengah getaran mobil yang melaju cepat. Pria itu duduk tegak, wajahnya tetap tenang meski rahangnya mengeras. Sydney membuka mata dan menatapnya sejenak. Dia mendekap si kembar lebih erat, tubuhnya kaku di dalam mobil yang tertutup rapat. Jantung Sydney berdetak kencang. Dia mengetik sesuatu di ponsel, lalu menunjukkannya kepada pria yang memintanya tenang. "Seberapa buruk situasinya?" Pria itu melirik layar ponsel, lalu mendesah pelan. "Cukup untuk membuat Tuan Morgan murka," jawabnya singkat. Sydney menelan ludah. Dia kembali menoleh ke luar jendela. Mobil hitam yang membuntuti mereka masih di sana, menjaga jarak, tetapi jelas tidak berniat pergi. ‘Morgan … Apa dia baik-baik saja?’ Sydney membatin. Sydney menggigit bibir, merasakan kecemasan perlahan merayap di dadanya. Jika hal ini bisa membuat Morgan benar-benar marah, berarti situasinya lebih buruk dari yang dia duga

    Last Updated : 2025-02-13
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   19. Api Pertama

    Beberapa jam kemudian, saat hari sudah sore. “Ikut aku,” pinta Morgan, sedikit mengejutkan Sydney. Sydney mengangkat wajahnya dari si kembar dan mendapati Morgan sudah berdiri di ambang pintu kamar. Mata pria itu gelap dan sulit dibaca, tetapi sudah lebih baik daripada tadi siang. Wanita itu menelan ludah, tetapi tetap bangkit. Sydney sudah selesai menyusui dan memandikan si kembar. Keduanya kini tertidur pulas di dalam kamar. Morgan berbalik tanpa menunggu jawaban. Sydney menghela napas dan mengikuti langkah pria itu. Saat Sydney sampai di ruang utama, Morgan sudah duduk di sofa panjang, kaki terentang santai, tetapi ekspresinya tajam. Seorang anak buahnya berdiri di dekat meja, memegang ponsel seperti menunggu perintah lebih lanjut. Sydney hendak duduk di ujung sofa, tetapi begitu dia nyaris menurunkan tubuhnya, sebuah tangan besar melingkari pinggangnya dan menariknya mendekat. Sydney terkejut. Dalam sekejap, Sydney sudah duduk tepat di samping Morgan, pinggul mereka berse

    Last Updated : 2025-02-14
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   20. Hadiah atau Hukuman?

    Tok! Tok! Tok! Aksi Morgan harus terhenti kala pintu ruang utama vila diketuk. Morgan dan Sydney menoleh. Seorang anak buah Morgan berdiri di depan pintu. Di belakangnya, ada dua orang asing yang memakai pakaian formal. “Psikolog dan dokter spesialis anak yang Tuan minta sudah tiba,” lapor pria berbadan besar itu. Morgan melirik arlojinya yang menunjukkan pukul delapan malam. “Silakan masuk,” sahut Morgan tanpa perlu repot-repot berdiri untuk menyambut tamunya. Sydney mengamati kedua tamu Morgan yang sedang melangkah masuk. Psikolog, seorang wanita berusia sekitar empat puluhan dengan kacamata berbingkai tipis, tersenyum sopan sebelum memperkenalkan dirinya. “Saya Adriana Gills.” Dokter spesialis anak, pria paruh baya dengan raut tegas, mengangguk singkat. “Saya dokter Hansel.” Sydney menelan ludah. Napas Sydney sedikit tersendat saat Morgan menoleh padanya. “Kau akan diperiksa lebih dulu,” ujar Morgan. Bukan pertanyaan, bukan saran. Itu perintah. Sydney menatap pria itu d

    Last Updated : 2025-02-14
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   21. Bermain-main

    “Sejak lulus sebagai Sarjana Hukum aku selalu ingin bekerja di Monarch Legal Group.” Sydney mengetik di layar ponsel, lalu menyodorkannya ke hadapan Morgan. “Tapi sekarang aku tidak bisa. Setidaknya aku bisa memiliki sahamnya.” Morgan membaca pesan itu dengan tatapan tajam. Sydney mengetik lagi, “Lagipula, aku punya utang besar yang harus segera dibayar. Aku bisa mendapat pemasukan tambahan dari sana.” Morgan terkekeh pelan. “Jadi, yang kau inginkan adalah uang?” “Tuan bilang kalau ini hadiah, berarti harus yang sedang sangat aku inginkan,” ketik Sydney lagi sambil menatap Morgan. Morgan melangkah mendekat, jemarinya menyusuri garis rahang Sydney dengan lembut, membelainya. “Baiklah,” sahut Morgan pelan. “Aku akan memberikannya padamu.” Sydney terkejut sesaat. Dia sudah menyiapkan diri dengan berbagai argumen jika Morgan menolak, tetapi ternyata pria itu menyetujuinya tanpa banyak bertanya. “Kenapa?” Sydney mengetik buru-buru. “Tuan bahkan tidak bertanya lebih jauh.”

    Last Updated : 2025-02-14
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   22. Terbakar

    “Kau menanam duri, maka karma akan datang menusukmu, Vienna. Nirina memandang tulisan itu, lalu ekspresinya berubah drastis. Wajah yang semula ramah itu kini tampak dingin dan tidak senang. Semua mata tertuju pada Vienna, yang masih terpaku di tempatnya. “Apa maksudnya ini, Vienna?” Nirina bertanya tajam, pandangannya menusuk lurus ke arah Vienna. Bisikan dari para tamu mulai terdengar di telinga Vienna. "Astaga, siapa yang mengirimi pesan seperti itu?" Keringat dingin pun mengalir di punggung Vienna. ‘Ini tidak mungkin!’ Vienna menyangkal ini dalam hati. Tidak mungkin seseorang mengirimkan sesuatu seperti ini ke acara pentingnya. Vienna bisa merasakan pandangan para wanita menusuk kulitnya, seolah dia adalah tontonan utama dalam sebuah drama memalukan. Salah satu wanita yang duduk di seberangnya tersenyum miring, mencondongkan tubuh sedikit ke arah Nirina. "Nona Nirina, kau harus lebih berhati-hati. Siapa tahu kau akan menjadi korban berikutnya?" Tawa kecil yan

    Last Updated : 2025-02-15
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   23. Orang dari Masa Lalu

    "Aku tidak mengenalnya." Sydney mengetik kalimat itu dengan cepat di layar ponselnya, menyembunyikan kepanikan yang mulai menyelinap di dada. Morgan tidak langsung bereaksi. Pria itu hanya duduk di sofa, tatapannya gelap dan tajam, seolah sedang menimbang sesuatu. Sydney menggigit bibirnya, lalu mengetik kalimat tambahan. "Apa Tuan mengenal semua orang yang seumuran dengan Tuan?" Sindiran halus itu seharusnya cukup untuk mengalihkan perhatiannya. Namun bukannya terprovokasi, Morgan justru mendengkus pelan, lalu tertawa—suaranya bergema di ruangan. Sydney terpaku. Morgan tertawa? Pelayan yang ada di sekitar mereka ikut terkejut, saling melirik dengan ekspresi tak percaya. Seorang pelayan bahkan hampir menjatuhkan nampan yang dipegangnya. "Tuan tertawa? Apa Tuan sehat?" bisik salah satu dari mereka. "Sejak kapan terakhir kali Tuan tertawa seperti itu?" "Tidak pernah," sahut yang lain, matanya tak lepas dari sosok pria yang kini masih menyunggingkan senyum tipis. "Dan kau sad

    Last Updated : 2025-02-15

Latest chapter

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   56. Palung Mariana

    "Siap, Tuan," sahut Ronald tanpa ragu. Morgan hanya mengangguk, sementara Sydney duduk membeku di sampingnya. Perutnya terasa mual, bukan karena guncangan mobil, tetapi karena dinginnya keputusan Morgan. Seakan nyawa orang lain tidak lebih dari pion dalam permainan catur yang bisa dia singkirkan kapan saja. Sydney menelan ludah, lalu menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Namun, semakin lama dia berada di dekat Morgan, semakin sulit baginya untuk mengabaikan kenyataan bahwa pria ini hidup di dunia yang berbeda dengannya. Dia tidak bisa. Dia tidak ingin terjebak lebih dalam. Sydney menarik napas dalam, lalu mengangkat tangannya. “Berhenti. Aku ingin turun.” Tatapan tajam Morgan segera tertuju pada Sydney. Dia seperti sedang menilai seberapa jauh keberanian Sydney untuk menantangnya. Sydney kembali mengisyaratkan, lebih tegas kali ini. “Hentikan mobilnya!” Morgan menghela napas pelan sebelum mencondongkan tubuhnya, mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa se

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   55. Pria Penuh Bahaya yang Menenangkan

    Suara alarm mobil berbunyi bersahutan, menciptakan kepanikan di sekitar mereka. Sydney masih bisa merasakan jantungnya berdetak tidak beraturan. Getaran hebat dari ledakan tadi masih terasa di tanah tempat mereka tiarap. Dengan napas memburu, Sydney menoleh ke belakang, memastikan Morgan masih sadarkan diri. Pandangannya langsung bertemu dengan mata pria itu, yang meskipun tampak sedikit kacau, tetap terjaga dan penuh kewaspadaan. ‘Morgan?’ panggil Sydney dalam hati, walaupun sadar Morgan tidak akan bisa mendengarnya. Morgan mengerjapkan mata, seakan baru menyadari bahwa Sydney sedang menatapnya dengan khawatir. Napas Morgan berat, tetapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan yang parah. Tanpa mengatakan apa pun, Morgan mengangkat tubuhnya dan membimbing Sydney untuk duduk di sebelahnya sambil mengatur napas. “Duduk,” pinta Morgan. Sydney mengikuti arahan Morgan. Morgan menghela napas panjang sebelum menatap Sydney dalam-dalam. “Kau tidak terluka?” Sydney menggeleng cepa

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   54. Apa Lagi, Sydney?!

    Sydney menatap Morgan lekat-lekat. Sorot mata pria itu berubah sekilas, ada sesuatu di sana, sebuah kenangan yang mungkin tidak ingin dia ungkapkan. Namun, alih-alih menjelaskan, Morgan justru bangkit dari ranjang. Pria itu menarik kemeja yang tadi dia lepaskan, mengenakannya kembali dengan satu tarikan lengan, lalu mulai mengancingkannya satu per satu tidak terjadi apa-apa. Sydney mengernyitkan dahi. “Apa artinya?” tanya Sydney dengan bahasa isyarat. Dengan tenang, Morgan meraih jas yang tadi tergeletak di lantai dan menyampirkannya di lengan. “Tidak ada arti khusus,” sahut Morgan ringan. “Lupakan saja.” Sydney menyipitkan mata, tidak puas dengan jawaban itu. Tatapan mata wanita seolah bertanya, ‘Kau pikir aku akan percaya begitu saja?’ Morgan menghindari tatapan itu. Setelah memastikan penampilannya rapi seperti sebelumnya, dia melirik ke arah Sydney. “Ayo keluar. Dokter bilang kau sudah boleh pulang setelah sadar,” ajak Morgan sebelum Sydney bisa menginterogasinya lebih jau

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   53. Jurang Kematian

    “Ambilkan peralatan medis dan beberapa obat antiseptik.” Morgan menatap perawat di ambang pintu dengan nada yang tak bisa dibantah. Wanita itu mengangguk cepat sebelum bergegas pergi. Sydney tetap diam di ranjang, jemarinya saling meremas di atas pangkuan. Wajah wanita itu masih pucat, tetapi matanya kini lebih hidup. Morgan mendekati Sydney, satu tangan bertumpu di sandaran ranjang. Dia sedikit membungkuk untuk menyamakan posisi wajah dengan Sydney yang tengah duduk di sana. “Kau yang akan mengobati lukaku,” tukas Morgan. Sydney mendongak, alisnya berkerut. Bibirnya sedikit terbuka, seakan ingin menolak, tetapi tak ada suara yang keluar. “Aku hanya mau diobati olehmu.” Morgan tidak memberi Sydney kesempatan untuk protes. Sebelum Sydney sempat menolak, perawat kembali datang dengan membawa kotak medis kecil dan meletakkannya di meja samping. Setelah itu, perawat pergi begitu saja. Sydney menelan ludah, lalu meraih kotak itu dengan ragu. Ketika Sydney mempersiapakan beberapa p

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   52. Kau Pantas Tinggal di Nerakaku

    “Sial!” Morgan mengumpat tertahan. Sydney pingsan dalam dekapannya. Napas wanita itu lemah dan tubuhnya terasa dingin. Morgan bisa merasakan betapa rapuh wanita dalam pelukannya itu. Tanpa berpikir panjang, Morgan menggeser lengannya agar lebih stabil, lalu mengangkat Sydney ke dalam gendongan. Pria itu melangkah cepat keluar dari toilet, melewati koridor yang masih sepi. Saat Morgan baru saja tiba di ujung koridor, Ronald muncul dengan napas memburu. Wajahnya penuh kepanikan. “Tuan! Ikuti saya! Kita keluar lewat jalur darurat,” ujar Ronald cepat sedikit terengah. Morgan hanya mengangguk. Dia tidak punya waktu untuk bertanya lebih jauh. Yang penting sekarang adalah membawa Sydney keluar dari tempat ini secepat mungkin. Ronald memimpin jalan, membimbing Morgan menuju sebuah pintu yang tidak mencolok di sisi gedung. Pintu itu langsung terhubung ke tangga darurat. “Kita akan keluar dari sini,” ucap Ronald sembari membuka pintu dengan hati-hati. Morgan masih menggendong Sydney de

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   51. Rival Bisnis Kental

    Suara dering ponsel memecah fokus Morgan yang masih menatap layar GPS. Pria itu mengerutkan kening saat melihat nama pemanggilnya, salah satu anak buah yang bertugas di luar area pesta. Firasat Morgan buruk karena anak buahnya tidak mungkin menelepon langsung jika tidak ada sesuatu yang genting. Morgan menerima panggilan dengan cepat. “Ada apa?” “Tuan Morgan, kita ada masalah besar!” “Apa?!” tanya Morgan tajam. “Edgar Selgardo. Dia tahu keberadaanmu. Orang-orangnya sudah mulai bergerak,” jawab anak buah Morgan. Morgan mendadak menegang. Rahang pria itu mengeras dan dia mencengkeram ponsel lebih erat. Edgar Selgardo adalah rival bisnis ilegalnya yang terkenal nekat dan keji. Keluarga Alfonzo yang pernah mengganggu mereka beberapa waktu lalu, tidak ada apa-apanya. “Sialan! Bagaimana bajingan itu bisa menemukan diriku di tempat ini?!” geram Morgan pelan. Edgar berkali-kali mencoba menjatuhkan Morgan, bahkan tidak segan menggunakan cara kotor untuk mencapai tujuannya. Be

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   50. Sekretaris Pribadi Lucas

    “Apa Tuan ingin saya mengikuti mereka?” Ronald mencondongkan tubuhnya, bersiap menerima perintah. Tatapan anak buah Morgan itu juga tertuju pada Lucas yang menarik tangan Sydney dengan paksa. Alih-alih menjawab, Morgan mengambil ponselnya dan membuka sebuah aplikasi. Beberapa detik kemudian, layar menampilkan titik merah yang bergerak pelan menjauh dari aula pesta. “Aku sudah memasang GPS di gelang kaki Sydney tanpa sepengetahuannya,” ucap Morgan datar. Ronald melirik layar ponsel itu, matanya membulat sesaat sebelum dia menahan diri untuk tidak mengomentari betapa cerdik bosnya itu. “Baik, Tuan,” jawab Ronald sambil menundukkan kepala hormat. Morgan memandangi layar ponselnya. Titik merah itu terus bergerak menuju koridor belakang dekat area toilet, menjauhi pusat acara. Namun, meskipun Morgan bisa mengetahui lokasi Sydney, dia tidak bisa melihat apa yang terjadi di sana. Dan itu membuat Morgan tidak tenang. *** Di koridor yang sepi, Lucas menghentikan langkahnya begitu mer

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   49. Nyatanya, Kau Selalu Gagal!

    “Kau boleh menganggap seperti itu.” Tulisan itu muncul di layar ponsel Sydney, ditunjukkan tepat di hadapan Vienna yang membacanya dengan mata yang semakin berkilat marah. Vienna mengepalkan tangan di balik gaunnya yang mewah. Sydney, wanita bisu yang seharusnya terbuang, selalu punya sesuatu yang Vienna inginkan. Jika bukan status, maka perhatian orang-orang di sekitarnya. Dan sekarang? Bahkan Nirina tampak begitu dekat dengan wanita itu. “Aku tidak berpikir sampai sana tadi.” Timothy menyahut polos, matanya berbinar seakan baru saja menemukan sebuah fakta menarik. “Tapi memang wajar saja. Kak Sydney dan Nona Nirina itu teman semasa sekolah. Pantas kalian akrab sekali, Kak!” Sydney tersenyum kecil pada Timothy, wajah penuh kasih sayang yang membuat Vienna semakin mendidih. Dia tahu Sydney tidak melakukan apa pun untuk merebut simpati orang-orang, tetapi tetap mendapatkannya. Dan itu, membuat Vienna semakin membenci wanita itu. “Kau boleh pergi, Tim.” Vienna mengangkat dagu den

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   48. Teman Lama Nirina

    “Kami sangat berterima kasih atas kehadiran Tuan Simon dan Nyonya Abigail malam ini. Suatu kehormatan bagi kami,” ujar Lucas penuh hormat, sedikit membungkuk kepada Kepala Keluarga Fritz dan istrinya itu. Sang pria paruh baya itu mengangguk kecil, ekspresinya tenang dan penuh wibawa. “Selamat atas pernikahan kalian. Semoga menjadi awal yang baik untuk perjalanan panjang ke depan.” Vienna tersenyum manis. “Terima kasih banyak, Tuan Simon. Tapi saya tidak melihat Nona Nirina. Bukankah dia seharusnya datang bersama Anda?” Mata Vienna mengitari sekeliling, mencari sosok wanita muda yang seharusnya ikut bersama Keluarga Fritz. Mendengar pertanyaan itu, Abigail saling pandang dengan suaminya sebelum menjawab, “Nirina melihat seorang teman lama dan memutuskan untuk mengobrol sebentar." Vienna mengangkat alis, jelas terkejut. “Teman lama?” “Iya.” Simon menegaskan. “Sepertinya cukup akrab karena Nirina begitu senang melihatnya.” Mata Vienna berbinar mendengar jawaban itu. Nirina memilik

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status