Semoga suka ;D
"Apa sih yang kamu pikirkan?" tanya Arabela. Lela mengerutkan dahi dan berkata, "Maaf, aku..." Tiba-tiba Bara membuka pintu kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Brak! Ia langsung bergerak mendekati Lela, membuat Lela dan Arabela kaget dan takut. "Apa yang kamu lakukan, Bara?!" bentak Arabela. Namun detik berikutnya Bara menggenggam tangan Lela dan menangis di tepi ranjang. Ia meletakkan tangan Lela di dahinya, seolah sedang menunjukkan bahwa ia sangat menyayanginya. "Lela please! Jangan lakukan itu, biarkan dokter mengambil janin itu. Kalau kamu memang sangat ingin memiliki anak, kita bisa menikah lalu membuat anak lagi." Lela menatapnya dengan tatapan tidak setuju. "Nggak! Ini bukan soal bisa buat lagi atau enggak, tapi aku ingin berusaha semaksimal mungkin untuk menjaganya." "Tapi nyawamu bisa terancam...." "Bahkan tanpa adanya bayi ini, aku memang sudah terancam kan?" "Siapa yang mengancam?" tanya Bara serius. "... kematian. Kematian yang membawa aku p
Bara hanya bisa melihat Lela dalam diam, tanpa bisa memiliki. Perempuan itu tidur dengan nyaman, tetapi masih membuatnya khawatir. Sayangnya ia tidak bisa terlalu lama di sana, selain karena pekerjaannya, ia tidak ingin ribut dengan Reza yang katanya sedang menuju ke rumah sakit itu. Jadi ia segera pamit pada ibunya sebelum pergi dari sana. "Aku pergi dulu ya, Mom. Maafkan aku nggak bisa selalu di sini." "Ya nggak papa, Sayang. Yang penting kamu nggak ribut dengan anak muda itu." "Makasih Mom, udah mau jagain Lela." "Anggap aja Mommy jagain cucu Mommy." "Apapun itu, makasih banyak. Aku gak tau gimana jadinya aku tanpa Mom yang mendampingiku." Bara tersenyum dan mencium pipi kanan dan kiri ibunya sebelum pergi. Menaiki Jet pribadinya Bara langsung menuju ke Malaysia, karena ada perjalanan bisnis di sana. Lagi-lagi ia harus meninggalkan anaknya. Andai Lela masih ada menyusui Baby Dam seperti dulu, pasti ia akan sangat tenang saat meninggalkan anaknya. Tanpa ia sadari,
Alex terlihat semringah ketika habis berbicara dengan Bara tentang rencana yang Bara punya. Tentu Bara memneberkan rencananya secara jujur pada Alex, demi terlaksananya rencana itu. Kini Alex sampai menginap di kamar Bara dan tidur bersama tetapi di selimut yang berbeda, ia tak mau pulang ke kamarnya sendiri. Fix, mereka membuat orang salah paham dengan mereka. Siapa yang tau di sana, kalau mereka memang sudah sangat akrab di antara sahabat lainnya. Lagi-lagi Alex adalah sahabat terbaiknya, jadi apapun yang terjadi pada mereka. Semarah apapun mereka karena konflik perempuan, mereka akan menemukan jalan untuk bersama lagi. "Btw, rumit banget dia hidup kalian yak! Kalian orang yang paling kaya di antara circle kita, tapi hidup kalian nggak bebas. Bahkan kasusnya Arka aja yang orang tuanya membebaskan dia buat nikah sama siapapun. Dianya malah yang merasa harus bersama dengan orang yang punya power."Bara tersenyum miris mendengar simpati itu, "Bukan nikah untuk mempertahankan pos
Reza dibawa ke IGD untuk ditangani. Ia ternyata mengalami kecelakaan sebelum sampai di rumah sakit. Akan tetapi, bukannya langsung berobat ia malah langsung mencari ruangan Lela. Kini Lela menaiki kursi roda dan menunggu Reza selesai diperban oleh dokter. Untungnya tidak ada luka serius, hanya kepalanya yang terbentur. Namun dokter masih melakukan CT Scan agar kalau ada apa-apa bisa langsung ditindak. Setelah selesai diobati, Reza pun tersenyum pada Lela yang tadi menangisinya. "Kenapa nangis sih, Tuan Putri?" tanyanya dengan wajah tengilnya.Lela cemberut, "Gak lucu."Reza tau kalau Lela sedang khawatir sekaligus kesal padanya. Sungguh ia menyayangi wanita itu, andai ayah dan ibunya tidak melarangnya, sudah pasti ia akan melamarnya dan menikahinya. Namun semua itu hanya mimpi, apa yang dikatakan Lela di pantai waktu itu benar. Ia akan sampai pada nasib yang sama dengan Bara, dijodohkan dan kehilangan pilihan dalam memilih pasangan."Maaf ... maaf. Lagian gue khawatir sama lo, jadi
"Gue akan tetap di sini Za, maaf ya." Reza mengangguk paham, ia sudah sembuh dan sudah bisa keluar dari rumah sakit. Lela juga sudah keluar dari rumah sakit sehingga ia langsung pulang ke rumah milik Arabella yang ada di Sidney-Australia. "Gue ngerti, lo nolak ajakan gue juga karena mempertimbangkan banyak hal." "Iya..." "Hem, maafin gue karena udah terlalu maksa lu sejauh ini." Lela menggeleng tam setuju dengan pernyataan Reza. "Ya nggak papa, Za. Gue juga paham kok niat baik lo." "Terus lu janji kan setelah anak itu lahir, lu bakal kabarin gue dan gue akan bantu lo urus dia. Ya... meskipun gue bukan Bokap kandung dia." "Iya, Za, gue bakal hubungin lu sebisanya." "Besok gue harus balik ke Amerika. Gua diomelin Nyokap sama Bokap." Lela terkekeh mendengar protes itu. "Ya jelaslah, lo kan kabur dari kerjaan sama kuliah. Gimana nggak diomelin ortu." "Ya kan udah bilang juga kalau gue sempet kecelakaan terus, Nyokap sempet mau nyusul, tapi gue bilang gue udah nggak a
Empat bulan berlalu. Sembari mengelus perutnya yang sudah menunggu waktu lahiram, Lela menatap undangan pernikahan yang disebar oleh Hendra. Awalnya ia tidak tahu tapi diberitahu oleh adiknya yang mengirim foto pernikahan dan menanyakan fakta tersebut. Maka, ia dengan enteng menjelaskan pada adiknya bahwa memang benar bosnya dan tunangannya akan menikah. Hal itu membuat sang adik bingung, karena sang adik sempat merasa bahwa bos kakaknya menyukainya. Keluarga Lela memang tahunya Lela masih bekerja dengan Bara di Jakarta, bahkan saat mereka ingin mengunjungi Lala. Lela pun beralasan kalau ia sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri beberapa waktu, sehingga tidak bisa menemui mereka. Jadi mereka dengan terpaksa menerima hal tersebut, mereka tidak bisa menemui kakak sulungnya itu. Sungguh jika Lela bisa, ia ingin pulang dan memeluk mereka untuk tinggal bersama, seperti saat ia masih kecil. Meskipun saat itu ia masih kesulitan dalam hal ekonomi, setiap hari ditagih ole
Rasa cemburu itu pasti, ketika undangan tersebar dan persiapan pernikahan mereka pun kian megah. Persiapan pernikahan Bara dan Dena menjadi buah bibir di media sosial selama berhari-hari. Lela sendiri mencoba untuk mengabaikan itu dan terus fokus pada persiapan untuk melahirkan.Pernikahan itu bertepatan dengan bulan ketika ia akan melahirkan, sekitar seminggu lagi. Ia merasa bersalah pada anaknya, karena ia masih memikirkan perasaannya sendiri. Perasaannya yang sudah jelas tidak akan pernah bermuara pada Happy Ending yang ia harapkan.Maka saat itulah, ia tahu bahwa ia harus mencari Pangeran lain untuk menjadi bagian dari dunianya suatu hari nanti.Arabella sering meneleponnya menanyakan kabarnya dan kabar dari calonacucunya. Ia juga sering menyuruh bawahannya untuk membelikan Lela berbagai macam makanan yang sehat untuk ibu hamil.Ia juga nemastikan bahwa bawahannya memberikan servis terbaik baginya. Bahkan di setiap pekan ia disuruh untuk pergi jalan-jalan bersama karyawannya.Ja
"Mama!" Lela langsung secara otomatis mendekati anak itu dan memeluknya sambil menangis haru.Akhirnya ia bisa bertemu dengannya yang sejak lama ia rindukan."Sayang, gimana kabar kamu?" sapa Lela memeluk Damien dengan erat."Mama kenapa pergi nggak pulang-pulang? Damien kangen sama Mama," ujar anak itu senang bisa bertemu dengan orang yang sangat ia rindukan. Namun, belum lama mereka berpelukan barang sudah mengangkat Damien."Mama kamu lagi hamil Sayang, ada adik kamu di dalam perut Mama. Jangan terlalu keras meluknya, nanti Dede bayinya kegencet."Damien pun langsung meminta maaf, "Maafin aku ya, Mama. Aku nggak tahu kalau ada Dede bayi di perut Mama."Lela merasa bangga dengan hal itu, bagaimana Damien merespon tegurand ari kesalahannya sendiri denga tidak keras kepala."Iya, nggak papa, Sayang," ujar Lela sambil mengelus rambut Damien yang ada di pelukan ayahnya.Kerinduan itu akhirnya terobati, tetapi satu hal yang membuat Lela bingung."Lalu kenapa Bapak berada di sini, ketika