semoga suka bab ini
"Gue akan tetap di sini Za, maaf ya." Reza mengangguk paham, ia sudah sembuh dan sudah bisa keluar dari rumah sakit. Lela juga sudah keluar dari rumah sakit sehingga ia langsung pulang ke rumah milik Arabella yang ada di Sidney-Australia. "Gue ngerti, lo nolak ajakan gue juga karena mempertimbangkan banyak hal." "Iya..." "Hem, maafin gue karena udah terlalu maksa lu sejauh ini." Lela menggeleng tam setuju dengan pernyataan Reza. "Ya nggak papa, Za. Gue juga paham kok niat baik lo." "Terus lu janji kan setelah anak itu lahir, lu bakal kabarin gue dan gue akan bantu lo urus dia. Ya... meskipun gue bukan Bokap kandung dia." "Iya, Za, gue bakal hubungin lu sebisanya." "Besok gue harus balik ke Amerika. Gua diomelin Nyokap sama Bokap." Lela terkekeh mendengar protes itu. "Ya jelaslah, lo kan kabur dari kerjaan sama kuliah. Gimana nggak diomelin ortu." "Ya kan udah bilang juga kalau gue sempet kecelakaan terus, Nyokap sempet mau nyusul, tapi gue bilang gue udah nggak a
Empat bulan berlalu. Sembari mengelus perutnya yang sudah menunggu waktu lahiram, Lela menatap undangan pernikahan yang disebar oleh Hendra. Awalnya ia tidak tahu tapi diberitahu oleh adiknya yang mengirim foto pernikahan dan menanyakan fakta tersebut. Maka, ia dengan enteng menjelaskan pada adiknya bahwa memang benar bosnya dan tunangannya akan menikah. Hal itu membuat sang adik bingung, karena sang adik sempat merasa bahwa bos kakaknya menyukainya. Keluarga Lela memang tahunya Lela masih bekerja dengan Bara di Jakarta, bahkan saat mereka ingin mengunjungi Lala. Lela pun beralasan kalau ia sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri beberapa waktu, sehingga tidak bisa menemui mereka. Jadi mereka dengan terpaksa menerima hal tersebut, mereka tidak bisa menemui kakak sulungnya itu. Sungguh jika Lela bisa, ia ingin pulang dan memeluk mereka untuk tinggal bersama, seperti saat ia masih kecil. Meskipun saat itu ia masih kesulitan dalam hal ekonomi, setiap hari ditagih ole
Rasa cemburu itu pasti, ketika undangan tersebar dan persiapan pernikahan mereka pun kian megah. Persiapan pernikahan Bara dan Dena menjadi buah bibir di media sosial selama berhari-hari. Lela sendiri mencoba untuk mengabaikan itu dan terus fokus pada persiapan untuk melahirkan.Pernikahan itu bertepatan dengan bulan ketika ia akan melahirkan, sekitar seminggu lagi. Ia merasa bersalah pada anaknya, karena ia masih memikirkan perasaannya sendiri. Perasaannya yang sudah jelas tidak akan pernah bermuara pada Happy Ending yang ia harapkan.Maka saat itulah, ia tahu bahwa ia harus mencari Pangeran lain untuk menjadi bagian dari dunianya suatu hari nanti.Arabella sering meneleponnya menanyakan kabarnya dan kabar dari calonacucunya. Ia juga sering menyuruh bawahannya untuk membelikan Lela berbagai macam makanan yang sehat untuk ibu hamil.Ia juga nemastikan bahwa bawahannya memberikan servis terbaik baginya. Bahkan di setiap pekan ia disuruh untuk pergi jalan-jalan bersama karyawannya.Ja
"Mama!" Lela langsung secara otomatis mendekati anak itu dan memeluknya sambil menangis haru.Akhirnya ia bisa bertemu dengannya yang sejak lama ia rindukan."Sayang, gimana kabar kamu?" sapa Lela memeluk Damien dengan erat."Mama kenapa pergi nggak pulang-pulang? Damien kangen sama Mama," ujar anak itu senang bisa bertemu dengan orang yang sangat ia rindukan. Namun, belum lama mereka berpelukan barang sudah mengangkat Damien."Mama kamu lagi hamil Sayang, ada adik kamu di dalam perut Mama. Jangan terlalu keras meluknya, nanti Dede bayinya kegencet."Damien pun langsung meminta maaf, "Maafin aku ya, Mama. Aku nggak tahu kalau ada Dede bayi di perut Mama."Lela merasa bangga dengan hal itu, bagaimana Damien merespon tegurand ari kesalahannya sendiri denga tidak keras kepala."Iya, nggak papa, Sayang," ujar Lela sambil mengelus rambut Damien yang ada di pelukan ayahnya.Kerinduan itu akhirnya terobati, tetapi satu hal yang membuat Lela bingung."Lalu kenapa Bapak berada di sini, ketika
"Memang dia yang harusnya menikahi Dena, bukan aku," ujar Bara. Lela bingung, "Tapi yang ada di undangan adalah nama Bapak. Apakah ini tidak akan terjadi kontroversi?" tanya Lela. Bara hanya mengedikkan pundaknya, lalu pergi untuk mengambil jusnya lagi. Hal itu jelas membuat Lela tambah kesal dengan perangai Bara yang terlihat tidak berniat untuk mengonfirmasi. "Kenapa sih Bapak gak jawab?" desak Lela. Bara selalu membuatnya terkejut, tetapi ia takut bahwa Hendra akan melakukan hal yang di luar kondisinya seperti kemarin. Padahal ia belum lahiran, nanti kalau Hendra nekat lagi bagaimana. "... Pak, apakah anda pikir bahwa ini tidak akan berdampak pada saya juga? Kalau Pak Hendra tahu bahwa kalian merencanakan ini, bisa jadi dia akan membuat saya dan anak saya meninggal seperti kemarin." Bara menggeleng, "Enggak dong, saya jamin." "Pikirkan Pak, apakah Anda tega dengan itu?" "Mana mungkin!" "Lalu kenapa Anda merencanakan semua ini tanpa berpikir?" "Jika saya melakukan itu t
Lela mendekat ke area kolam renang, melihat ayah dan anak itu asyik berenang dan melakukan banyak hal dengan asyik. Ia baru sadar atas keberadaan Bi Tati ketika ia melihatnya mengawasi Damien di tepi kolam sambil merendam kakinya di sana. "Ke sini, Ma!" ujar Damien. Lela pun hanya bisa menghela nafas, lalu memilih mendekati Bi Tati dan ngobrol dengannya. "Gimana kabarnya Damien selama ini?" Bi Tati mundur dan duduk di kursi pantai yang ada di tepi kolam renang. Mereka duduk berdua berhadap-hadapan dengan cemilan yang sudah disiapkan oleh pelayan. "Jadi Damien tuh pas ditinggal kamu ya pasti nangislah ya, terus sampai sakit. Akhirnya hidupnya normal kembali seminggu kemudian. Tapi tetep ya... dia tetep memanggil namamu pas tidur, dan menyebut nama kamu pas doa abis solat." Lela tersenyum tenang saat menatap anak berusia 3 tahun itu yang sedang bersenang-senang dengan sang ayah. Melihat mereka begitu bahagia, Lela merasa audah cukup dengan itu. "Terus Tuan kelihatan
"Ukuran payudaranya berapa, Mbak? Emangnya cukup nyusuin bayi kalau sekecil itu?" "Iya, loh. Dilihat dari penampakannya, kayanya Asi Mbak gak cukup banyak, deh?" “Kalaupun asinya banyak, pasti encer dan gak berkualitas, ya?” Lela seketika melongo mendengar ucapan-ucapan wanita di sekelilingnya. Tanpa sadar dia menutupi bagian dadanya yang sudah terhalangi hijab creamnya. Gadis yang sedang stress akibat proses skripsi dan utang ayahnya itu melamar kerja karena melihat status penjual sayur langganannya. Katanya, ada orang kaya yang sedang mencari ibu asuh untuk anaknya dengan gaji tinggi. Dipikirnya, ini kesempatan besar agar dia dapat kerja di satu tempat alih-alih memiliki 3 pekerjaan sampingan. Tapi, kok pelamar lain malah mengomentari ukuran payudaranya dan membawa-bawa perihal asi? Dengan cepat, Lela pun melihat ponselnya lagi dan melihat judul bannernya. Namun, matanya membelalak karena apa yang ditanyakan ibu-ibu tadi masuk akal. [SELEKSI IBU ASI! GAJI 10JT PER BULAN + T
“Mbak gak bercanda, kan?”Mendengar itu, Lela jadi merasa tak enak. Tapi, biar bagaimanapun juga, dia memang tidak bisa jadi ibu asi tanpa pernah hamil dan punya anak, kan?“Ehem…” Pria yang tadi mengenalkan diri sebagai dokter keluarga itu tiba-tiba berdeham dan memecah keheningan.“Sebenarnya ada caranya. Bagaimanapun, karena Tuan Muda sangat butuh asi akibat alergi susu sapi dan juga karena Tuan Muda sepertinya menyukai Mbak, kami bisa mengusahakan untuk melakukan sesuatu.”“Maksudnya melakukan apa, saya gak harus hamil dulu kan?” tanya Lela, tak mengerti.Dokter Greg pun menggeleng, "Tentu saja tidak, Mbak, tenang saja, ami tidak akan melakukan hal sejauh itu. Dengar penjelasan saya dulu."Lela pun mengangguk patuh, ia was-was dengan apa yang akan disampaikan oleh dokter itu. Posisinya yang lemah akan membuatnya mudah dibujug dan dikendalikan.Lalu Dokter Greg pun mulai menjelaskan cara apa yang bisa Lela lakukan agar bisa menghasilkan Asi.Salah satunya melakukan induksi laktasi.