Sorry ini pendek banget, semoga besok aku bisa update lebih banyak.
"Memang dia yang harusnya menikahi Dena, bukan aku," ujar Bara. Lela bingung, "Tapi yang ada di undangan adalah nama Bapak. Apakah ini tidak akan terjadi kontroversi?" tanya Lela. Bara hanya mengedikkan pundaknya, lalu pergi untuk mengambil jusnya lagi. Hal itu jelas membuat Lela tambah kesal dengan perangai Bara yang terlihat tidak berniat untuk mengonfirmasi. "Kenapa sih Bapak gak jawab?" desak Lela. Bara selalu membuatnya terkejut, tetapi ia takut bahwa Hendra akan melakukan hal yang di luar kondisinya seperti kemarin. Padahal ia belum lahiran, nanti kalau Hendra nekat lagi bagaimana. "... Pak, apakah anda pikir bahwa ini tidak akan berdampak pada saya juga? Kalau Pak Hendra tahu bahwa kalian merencanakan ini, bisa jadi dia akan membuat saya dan anak saya meninggal seperti kemarin." Bara menggeleng, "Enggak dong, saya jamin." "Pikirkan Pak, apakah Anda tega dengan itu?" "Mana mungkin!" "Lalu kenapa Anda merencanakan semua ini tanpa berpikir?" "Jika saya melakukan itu t
Lela mendekat ke area kolam renang, melihat ayah dan anak itu asyik berenang dan melakukan banyak hal dengan asyik. Ia baru sadar atas keberadaan Bi Tati ketika ia melihatnya mengawasi Damien di tepi kolam sambil merendam kakinya di sana. "Ke sini, Ma!" ujar Damien. Lela pun hanya bisa menghela nafas, lalu memilih mendekati Bi Tati dan ngobrol dengannya. "Gimana kabarnya Damien selama ini?" Bi Tati mundur dan duduk di kursi pantai yang ada di tepi kolam renang. Mereka duduk berdua berhadap-hadapan dengan cemilan yang sudah disiapkan oleh pelayan. "Jadi Damien tuh pas ditinggal kamu ya pasti nangislah ya, terus sampai sakit. Akhirnya hidupnya normal kembali seminggu kemudian. Tapi tetep ya... dia tetep memanggil namamu pas tidur, dan menyebut nama kamu pas doa abis solat." Lela tersenyum tenang saat menatap anak berusia 3 tahun itu yang sedang bersenang-senang dengan sang ayah. Melihat mereka begitu bahagia, Lela merasa audah cukup dengan itu. "Terus Tuan kelihatan
Perkara gagalnya pernikahan dua keluarga konglomerat yang kemudian diganti dengan seorang pria, menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat. Lewat artikel yang disebar oleh Bara, jelas nama baik Hendra dan ayah Dena tercoreng. Hal itu membuaynya geram dan menuntut. Namun lagi-lagi Bara punya rencana, ia membuat ayahnya berpikir ulang jika ingin melaporkan. Jika itu terjadi, Bara benar-benar akan kembali menuntut ayahnya dalam kasus yang lainnya. "Dengar, Bara. Papi gak akan biarin kamu hidup dalam kondisi yang baik. Kamu akan tau akibatnya jika menentang Papi." Bara hanya diam, membiarkan pria tua itu mengancam sesuka hati. Padahal ia sendiri jua sudah memiliki rencana yang lebih baik lagi. ••• Damien tak mau lepas dari Lela, keberadaan Lela jelas membuat Damien sangat bahagia, setelah sekian lama berpisah. Ketika bangun pagi ini, ia menangis karena tidak menemukan Lela di sampingnya. Ia takut akan ditinggal pergi lagi oleh 'Mama'nya itu. Jadi pagi ini untuk meyakinkan Da
Anak itu lahir melalui proses caesar. Akan tetapi, seperti yang sudah didiagnosa sebelumnya, ada kemungkinan bahwa anak itu memiliki keterbelakangan mental meskipun secara fisik ia normal sepenuhnya. Ukuran tubuhnya cukup panjang, mungkin mengikuti ayahnya yang bule, berat badannya juga normal, tetapi sekali lagi hal yang membuat Bara cemas adalah fakta bahwa keadaan mental anaknya itu. Ia menangis di depan inkubator, merasakan rasa bersalah yang begitu mendalam. Tentu saja semua itu juga termasuk salahnya, karena menempatkan Lela pada posisi yang berbahaya dan fakta bahwa Lela bukan istrinya. Hal itu membuat Lela semakin lemah posisinya dan mudah diganggu. Terlepas dari itu, ia juga harus membereskan soal ayahnya dan bagaimana opini publik terhadapnya, karena pernikahan yang gagal. Saat ini opini publik sudah redup, sekarang ia harus fokus lagi pada pekerjaannya. Ia akan menempatkan Lela di sisinya setelah menikahinya terlebih dahulu. Jadi PR Bara saat ini adalah membujuk Lela
"Saya tahu ini berat untuk Anda, tapi... jangan pernah menganggapnya anak yang buruk. Dia spesial untuk orang tua yang spesial," ujar perawat yang mendampingi Lela melihat bayinya. Sambil menangis, Lela mengangguk mendengar kalimat indah iyu. "Thank you so much..." Lela menyentuh anaknya dengan hati-hati dan penuh kasih. Bayi kecil yang kemarin lusa masih ada di perutnya, kini keluar dalam keadaan menanggung kenyataan pahit itu. Tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya, dan ikut mengamati anak mereka. Tatapannya sendu, berkaca-kaca tetapi ia mehan agar tidak menangis lagi.Melihat kenyataan bahwa saat ini, bayi yang suci harus menerima kekurangannya suatu hari nanti. Ia tahu betapa sakitnya itu, kemudian ia menggenggam tangan Lela dan berkata."Akan kulindungi kalian demi anak kita," ujarnya yakin.Mendengar kata-kata itu, Lela langsung mengajak Bara untuk pindah tempat.Di sana tidak cocok untuk diakusi serius yang bisa saja menimbulkan perdebatan yang akan mengganggu para bayi
Lela memutuskan untuk menerima lamaran Bara yang tidak romantis itu. Maka seperti yang Arabela bilang, ia akan mengurus semua prosesnya. Kini Lela tinggal mempersiapkan diri, bagaimana nanti Ibu, Adik-adik dan sahabatnya ketika mengetahui kenyataan bahwa ia hamil di luar nikah, pasti mereka akan kecewa padanya. Meski begitu, ia paham bahwa konsekuensi itu pasti akan terjadi. Ia menelpon sahabatnya yang sudah lama ia rahasiakan kontaknya. Selama ia pergi ke Australia, Hani tidak pernah ia kabari. ia mendengar bahwa hani pernah menanyakan ini pada Bara tetapi Bara menutupinya dan mengatakan bahwa ia sedang ada tugas ke luar negeri. Hani bukan orang bodoh yang pasti akan stalking dan bertanya pada Reza. Respon Reza juga sama, yakni menutupi fakta bahwa Lela hamil di luar nikah dan pergi ke Autralia. "Assalamualaikum, Han." "Waalaikumsalam, kok suaranya kayak kenal ya?" tanya Hani santai. "Ini Lela, Han." "Lela Laila?!" Brak! Terdengar suara bangku jatuh di sana dan Hani b
Suara cempreng itu jelas Hani. Bara menghela napas mendengar suara yang sudah lama sekali tidak ia dengar, di antara fansnya yang paling bersemangat. "Hai, Hani. Apakabar!" "Aduh Bapak, ini bukan saatnya basa-basi. Kenapa Bapak ngehamilin sahabat saya yang polos itu?!" teriaknya frustasi. "Saya nggak tahu kamu udah dengar penjelasannya atau belum. Tapi saya rasa kamu hanya pengen marah-marah sama saya ya...." Hani tak menjawab, tapi Bara merasakan atmosfer panas dari kemarahan mantan mahasiswanya itu. "Ya kalau itu yang kamu harapkan, silakan lakukan apa yang ingin kamu lakukan pada saya. Saya nggak menyangkal bahwa saya salah, dan pantas untuk dimarahi." "Oke saya marah banget sama Bapak, dan rasa hormat saya sudah hilang pada Bapak. Bagaimana bisa Bapak ngelakuin ini?!" gramnya. Bara diam saja mendengar omelan Hani yang hampir perusak telinganya itu. "Bapak budah bukan dosen idola saya lagi, yang saya dambakan sejak semester 1 dulu. Bapak sudah berubah menjadi penjahat yang
"Lel," panggil Reza pada Lela yang sedang dirias. "Loh, udah dateng kamu, Za?" Reza mengangguk sedih, hal itu membuat Lela bingung. "Kenapa kamu keliatan sedih?" tanyanya heran. "Gimana gak sedih, pasangan kamu bukan aku. Harusnya aku yang nikahin kamu. Kita hidup bahagia dan aku siap ngerawat Alesha bersamamu," jawab Reza lesu. Ia duduk di sofa yang ada di ruangan Lela. Bara atau calon pengantin pria ada di ruangan lain alias di kamarnya. Mereka sama sekali tidak boleh bertemu oleh Arabela. Meskipun Arabela orang Barat, tinggal puluhan tahun di Indonesia membuatnya mulai terbiasa dengan budaya Indonesia seperti budaya pingitan pernikaha. "Loh kata kamu bakalan tetap jadi teman aku dan ngerawat Alesha bareng meskipun cuma jadi temen. Kenapa sekarang malah ngeluh lagi?" tanya Lela tersenyum geli. Ia menatap Reza dari pantulan kaca karena masih dirias. Raza terlihat tak bersemangat. "Gimana lagi, gua nggak berdaya." Lela tersenyum, mereka memang kadang suka campur-ca
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb
"Maaf... aku udah janji sama Blenda, kalau aku nggak akan membongkar hal itu." Lela merasa tidak adil, tapi bagaimana lagi semuanya sudah terjadi dan Blenda meminta agar mereka tidak buka mulut. Saat memikirkan itu, tiba-tiba. Bruk! Bara tergeletak di atas soda dengan lemas. "Mas!" Lela langsung berusaha menaikkan Bara ke atas kasur. Bara masih setengah sadar sehingga Lela tidak benar-benar mengangkat Bara sepenuunya. Ia kemudian menghubungi dokter keluarga Raniero yang lain. Sembari menunggu dokter datang, Lela pun mencoba untuk mengompres Bara dan memijit pelan-pelan badannya, agar ia lebih rileks. Namun, Bara masih mendengar suara Lela yang terus mengoceh karena sangat mengkhawatirkan suaminya. "Aku cuma butuh istirahat, Sayang. kamu nggak usah khawatir." Lela mendelik menatap suaminya, tidak setuju. "Hanya butuh istirahat apanya?! Kamu udah ngedrop banget! Kamu udah kecapean dari kemarin-kemarin. Kenapa sih, kamu susah banget kalau diajak istirahat? Kamu selalu p