Bab 20 Hardikan Bastian"Kamu jangan bohong sama aku, Mas!" Aruna memiliki niat menghardik, tapi suaranya yang serak, malah membuatnya terlihat menyedihkan."Bohong bagaimana maksud kamu?" tanya Bastian sambil beranjak. Ia mengambil ponsel Aruna di atas nakas, lantas melemparkannya ke tengah tempat tidur. "Coba kamu lihat, sekarang tanggal berapa!" titahnya galak.Menelan ludah, Aruna mengikuti titah dari sang suami. Sontak ia menutup mulut usai melemparkan ponsel. Sekarang tanggal tujuh Januari. Aruna ingat betul, kalau ia dan yang lain sampai di kota Paris tanggal lima Januari. Rupanya Bastian benar. Tak ada kebohongan dari mulut lelaki itu."Kamu tau, gara-gara kamu, Fathan sampai batal pergi sama temen-temennya Mami. Dia diem aja di hotel demi jagain kamu yang sakit. Sejak awal, harusnya kamu sadar diri. Lebih baik gak ikut sekalian, daripada merepotkan anak saya seperti ini!"Aruna hanya diam. Ia tahu, bahwa dirinya bersalah karena sudah menggagalkan rencana liburan Fathan. Terin
Bab 21 Pertolongan "Mas!" panggil Aruna. Melihat sekeliling yang begitu asing, ditambah banyak sekali orang-orang yang tingginya menjulang, membuat jantung Aruna berdebar kencang."Mas Bastian!" panggilnya lagi, berharap Bastian akan mendengar dan mau menoleh padanya.Aruna berjalan tergesa. Ia yakin bisa menyusul Bastian yang tak lagi terlihat. Namun, saat mendapati persimpangan jalan, Aruna sontak menggigit bibirnya kuat-kuat.Rasa dingin yang menusuk kulit, serta ketakutan akan posisinya saat ini, membuat Aruna memutuskan menyingkir dari jalan setapak. Ia jatuh terduduk di atas rerumputan yang tak lagi terlihat, karena terhalang tumpukan salju.Perempuan itu menelan ludah. "Kamu di mana, Mas?" tanyanya pilu, dengan air mata yang perlahan turun.Aruna merogoh saku mantel, tetapi ia begitu nelangsa, karena alat untuk berkomunikasinya tertinggal di hotel. Akhirnya, Aruna menangis lebih keras. Tatapan dari orang-orang yang berlalu lalang di depannya sama sekali tak ia hiraukan."Kenap
Bab 22 Hari Terakhir Di ParisPerempuan itu menggeliat di atas tempat tidur. Baru membuka mata, ia terperanjat saat menyadari apa yang terjadi padanya kemarin malam. Aruna ingat, jika ia pingsan saat hendak masuk ke kamar, gara-gara kondisinya yang menurun setelah menangis di tempat bersuhu rendah.Ditatapnya sekeliling yang sepi, lantas ia bertanya, "apa Mas Bastian yang mindahin aku ke sini?"Memegang kepala, Aruna tak lagi merasakan pusing di sana. Ia menghela napas lega, karena tahu kondisinya sudah mulai membaik. Aruna hendak turun, tetapi pintu kamar terbuka. Fathan masuk seraya membawa nampan berisi makanan."Mama udah bangun," gumamnya dengan senyum. "Aku bawain Mama sup ayam. Barusan Papa beli ini di restoran Indonesia."Aruna tertegun mendengar itu. Ia juga menatap sup ayam yang dibawa Fathan. Aroma yang khas tercium hidung. Perlahan tapi pasti, Aruna mengangguk karena perkataan Fathan adalah sebuah kebenaran. Sup ayam yang dibawanya memang asli makanan khas Indonesia."Maka
Bab 23 Kesalahan Besar?"Jangan coba-coba bohong di depan Fathan!" ucap Bastian dengan raut tak suka.Ya, ia menganggap kalau Aruna sengaja berkata demikian untuk memancing keributan dengannya. Bastian yakin sekali, kalau kemarin malam Aruna bisa pulang ke hotel, lantaran istrinya itu hafal jalan. Selain itu, Bastian juga menegaskan dalam hati kalau kekesalan yang timbul di hatinya bukan karena cemburu. Ia hanya tak suka Aruna bicara omong kosong di depan Fathan."Nggak, kok," timpal Aruna enteng. Raut wajahnya yang terlihat polos menambah kekesalan dalam diri Bastian. "Kemarin aku memang dianter sama laki-laki.""Siapa itu, Ma? Apa dia orang Paris?" Fathan mulai tertarik. Jelas ingin tahu siapa gerangan yang sudah menolong ibunya saat mengalami kesusahan."Bukan, Sayang. Om itu orang Indonesia. Cuma ... Mama lupa siapa namanya."Seketika saja Bastian langsung berdecak, kemudian senyum penuh ejekan tercipta di bibirnya. "Udahlah, kamu ini jangan mengada-ada. Mana bisa kamu ketemu sama
Bab 24 Aturan Yang Mulai MengendurKeluarga kecil itu telah kembali ke Indonesia, sementara Lusiana dan teman-temannya masih betah di Paris. Bahkan sekumpulan perempuan paruh baya itu mengatakan, mereka akan melanjutkan perjalanan ke Belanda.Aruna masih mencoba untuk beradaptasi dengan kegiatan ibu mertuanya. Wajar sekali jika Lusiana dengan mudah bepergian ke luar negeri, tanpa perlu memikirkan biaya dan lain-lain, karena sudah pasti Lusiana terlahir dari keluarga konglomerat sejak lahir, ditambah sekarang ini putranya menjadi pemimpin perusahaan."Besok saya ada acara di luar kota," ucap Bastian saat ia dan Aruna tengah berada di meja makan. Fathan berangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya, karena memiliki kegiatan bersama dengan teman-temannya."Oke," sahut Aruna sambil menganggukkan kepala.Bastian memicingkan mata. Terlihat jelas kalau ia ingin melayangkan protes, atas sikap Aruna yang semakin cuek semenjak mereka pulang dari Paris."Kenapa?" tanya perempuan itu menyadari ka
Bab 25 Ultimatum!Aruna lega bukan main, karena ia datang ke sekolah, tepat saat jam bel pulang berbunyi. Aruna memutuskan menunggu di depan lobby. Perlahan tapi pasti, semua murid berhamburan keluar. Mata perempuan itu lekat menatap satu per satu anak yang tengah keluar."Hei, Sayang!" panggil Aruna berhasil membuat Fathan menoleh."Mama!" Fathan menghampiri penuh semangat. Di tangannya, ada selembar kertas yang diangkat tinggi-tinggi. "Coba Mama tebak, aku dapet apa hari ini?""Duh, apa, ya?" Aruna pun berpikir keras. Ia ingin mengintip isi kertas itu, tetapi dengan lihai Fathan menyembunyikannya di belakang tubuh."Mama yakin itu bukan hasil gambar kamu," gumamnya yang langsung mendapatkan gelengan dari Fathan. "Itu pasti ... hasil ulangan kamu, kan?""Mama bener!" teriak Fathan. Suaranya benar-benar melengking, sehingga Aruna tertawa karena berhasil menebak dengan tepat."Coba Mama lihat. Hasilnya pasti bagus, soalnya kamu kelihatan seneng banget!"Fathan memberikan kertas itu. Di
Bab 26 Tekad Kuat!Hatinya berdenyut nyeri, itulah yang dirasakan oleh Aruna ketika membaca pesan dari suaminya sendiri. Jelas sekali bahwa pesan itu menunjukkan, kalau Bastian tengah merendahkannya."Jahat kamu, Mas," ucap Aruna segera menghapus pesan dari Bastian.Tanpa berpikir panjang, Aruna memutuskan pergi dari perusahaan suaminya sendiri. Di sana, ia sama sekali tak dihargai. Turun ke lobby, Aruna bertemu dengan Angga."Bu Aruna?" Sekretaris Bastian itu hendak bertanya ke mana Aruna akan pergi. Namun, Aruna berjalan lebih dulu, tak menolehkan kepalanya sama sekali."Kita pulang sekarang, Pak," ajak Aruna pada Tono."Den Fathan gak ikut, Bu?""Fathan masih sama Mas Bastian di atas. Kita duluan aja."Meski merasa heran karena Angga tampak ingin bicara dengan Aruna, tetapi Tono mengangguk. Mobil pun meninggalkan area perkantoran. Di kursi penumpang bagian belakang, Aruna tak henti meremas tali tas di pangkuannya.Apa yang dikatakan oleh Bastian melalui pesan singkat memang nyata a
Bab 27 Kesibukan Baru"Hei, kamu udah pulang?" Aruna menghampiri Fathan, mengusap puncak kepalanya penuh kasih sayang."Mama kok gak jawab panggilan dari aku?""Maaf, Sayang, Mama gak denger suara kamu dari perpustakaan. Memangnya kamu manggil-manggil Mama?" Perempuan itu memilih duduk, sehingga Fathan menyusul."Iya, Ma. Aku udah nyari Mama ke kamar yang ada di lantai dua, tapi Mama gak ada. Aku pikir Mama pergi lagi ninggalin aku."Kedua mata bocah lelaki itu kembali menunjukkan rasa sedih yang bercampur khawatir. Aruna terenyuh. Senyum manis penuh ketenangan ia suguhkan untuk Fathan. "Dari tadi Mama ada di sini. Maaf, ya, kalau Mama bikin kamu sedih. Satu hal yang harus kamu tau, Mama gak akan ninggalin kamu," tuturnya sungguh-sungguh."Janji ya, Ma?"Aruna mengangguk. "Kamu bawa apa?""Ini lolipop, Ma! Papa yang beliin. Katanya buat Mama!"Kontan Aruna beralih pada Bastian yang masih berdiri. Diam-diam lelaki itu menggeleng, memberikan isyarat bahwa makanan manis itu dibeli bukan
Bab 41 Mertua Yang Baik"Mami jangan aneh-aneh," pungkas Bastian tak setuju."Letak anehnya di mana, Bas? Makan malam sama istri sendiri kok dibilang aneh!" Lusiana masih giat menimpali, juga tak lupa mendelik sebal. "Kamu mau 'kan, Run?" tanyanya setelah beralih pada sang menantu.Aruna diam saja. Ia sempat melirik Bastian, dan sepertinya lelaki itu tak membutuhkan acara makan malam romantis. Jelas tidak penting bagi Bastian, lantaran hubungan di antara mereka berdua memang tidak sejauh itu."Eh ... kok malah diem?" Lusiana menegur."Pikiran Mami ini terlalu jauh," kata Bastian menjauhkan piring di depannya. Disekanya mulut menggunakan tissue kering, kemudian lelaki yang satu itu beranjak.Bastian berlalu begitu saja meninggalkan makanan yang belum habis, sehingga Aruna merasa sangat kecewa, lantaran baru kali ini mereka bisa bicara tanpa perlu meninggikan suara. Sementara di sisi lain, Lusiana melihat tatapan sang menantu yang terus tertuju pada punggung Bastian. Ia sadar, jika diri
Bab 40 Bukan RayuanPemandangan langka bagi Marini dan pekerja rumah yang lain, melihat Bastian dan Aruna duduk berdua di meja makan. Tak ada obrolan menegangkan. Semuanya terlihat sangat damai, sehingga Marini tak bisa berhenti tersenyum."Udah, Bi, jangan diliatin terus, namanya juga pengantin baru!" celetuk Sarti sambil berbisik, usai menata lauk-pauk tambahan di meja makan.Bukannya berhenti, Marini malah terkikik. Ia mengangguk, lantas mengajak semua pekerja masuk ke area belakang. Marini pikir, makan siang antara tuan dan nyonya rumah ini adalah langkah awal yang sangat bagus, untuk memperbaiki hubungan mereka.Sungguh, ia berharap Bastian bisa membuka hati dan menyambut Aruna, layaknya seorang perempuan yang pantas dicintai dan diperlakukan dengan baik."Sandra masih ada di hotel."Aruna menatap Bastian. Mulutnya masih mengunyah pelan, sehingga ia tak bisa langsung menanyakan apa pun."Saya harap kamu bisa maklum dengan sikap Sandra kemarin," imbuh Bastian, tak menunjukkan sika
Bab 39 Mulai Mencair?"Mama itu baik!"Perkataan Fathan beberapa jam lalu, berhasil mempengaruhi aktivitas Bastian hari ini. Ia jadi tak fokus saat bekerja, lantaran mendadak penasaran bagaimana sikap Aruna pada Fathan saat di belakangnya."Tiap hari aku cek cctv," gumamnya mengusap-usap dagu. "Dia memang baik," imbuhnya.Bastian berdecak pelan. Padahal ia sudah berusaha tak memikirkan Aruna, tapi kepala ini tak bisa diajak bekerja sama. Bastian sungguh kesal pada dirinya sendiri."Wajar kalau dia baik sama anakku, karena aku bayar dia dengan harga tinggi! Aku memberi perempuan itu kehidupan yang layak! Jadi, dia memang harus berterima kasih dengan menyayangi Fathan," tuturnya.Kembali pada pekerjaannya, tiba-tiba saja Bastian menutup laptop saat jam makan siang telah tiba. Entah desakan dari mana, ia memutuskan untuk pulang."Saya mau pulang sebentar," kata Bastian pada Angga yang hendak masuk ke dalam ruangannya."Perlu saya antar, Pak?""Gak usah, saya gak akan lama."Angga pun men
Bab 38 TersentilSehari telah berlalu sejak kejadian menghebohkan di rumah besar milik Bastian. Sekarang keluarga kecil itu tengah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Sejak tadi, Aruna diam-diam memperhatikan Bastian. Tak ada percakapan apa pun dari lelaki itu soal Sandra."Kayaknya dia gak mau bahas di depan Fathan." Aruna menyimpulkan sendiri dalam hati. Kepalanya pun mengangguk-angguk, seolah apa yang baru saja dipikirkan adalah sebuah kebenaran.Di tengah sarapan itu, ponsel yang disimpan di atas meja berdering. Dari tempatnya yang duduk di sebelah Bastian, Aruna bisa melihat kalau Sandra yang menghubungi. Namun, Bastian hanya menoleh sekilas, kemudian membalikkan ponselnya tanpa mengangkat panggilan itu."Kenapa gak diangkat, Pa?" tanya Fathan saat ponsel sang ayah kembali berdering. Sepertinya ia tak melihat siapa yang menghubungi, sehingga bisa bertanya dengan nada biasa saja."Itu dari Om Angga." Bastian berkilah.Beberapa saat kemudian, Bastian mengambil ponsel. Hanya seki
Bab 37 Terbakar Cemburu"Kamu lebih pilih dia, Bas?" tanya Sandra setelah menyaksikan sendiri Bastian melarang Aruna pergi ke mana pun.Hatinya terbakar oleh rasa cemburu. Selama ini, Sandra pikir Bastian masih mengharapkannya. Namun, setelah melihat bagaimana Bastian bersikap pada Aruna, semua kesimpulan itu langsung buyar!Bukannya memilih mundur dan tahu diri, Sandra menegaskan pada dirinya sendiri, kalau ia harus bertahan. Satu-satunya perempuan yang layak bersanding dengan Bastian hanyalah dirinya, bukan perempuan yang tak jelas asalnya dari mana seperti Aruna."Bas!" panggil Sandra, lantaran Bastian tak menoleh padanya. Perempuan itu merasa sangat tersisihkan.Sementara Bastian tetap menatap Aruna, memberikan isyarat kalau ia tak main-main akan perkataannya beberapa saat lalu. Bastian melakukan semua itu, karena ia tak mau Fathan marah.Putranya adalah anak yang pintar. Fathan bisa mencerna semua kejadian di depan matanya dengan sangat baik. Maka dari itu, Bastian harus ekstra h
Bab 36 Sudah Usai"Kenapa Sandra bisa ada di rumah?" Bastian tak henti bertanya-tanya.Saat ditelepon oleh mantan kekasihnya, ia bergegas meninggalkan perusahaan. Selain terkejut dengan kabar bahwa Sandra tengah berada di Indonesia, ia juga khawatir dengan keadaan Fathan. Selama ini, Fathan sering mengatakan tak suka pada Sandra.Fathan dan Aruna pasti sudah pulang ke rumah. Itulah sebabnya Sandra sampai mengamuk."Semoga Fathan gak kenapa-kenapa," gumamnya penuh harap, mencoba fokus pada jalanan di depannya.Saking panik lelaki itu, ia sampai tak mengabari sopir pribadi untuk mengantarnya pulang ke rumah. Bastian melirik jam di pergelangan tangan. Sekarang pukul empat sore, jalanan belum terlalu macet, sehingga cukup mudah baginya datang ke rumah dalam waktu yang singkat.Tiba di rumah, Bastian langsung masuk. Sandra tengah berdiri, sementara Aruna duduk di sofa bersama Fathan. Selain para pekerja, ada dua orang security yang tengah berjaga-jaga di dalam rumah. Semua orang di rumah i
Bab 35 Kedatangan Sandra"Bu." Sarti memanggil pelan. Dari sorot matanya, terlihat jelas bahwa perempuan yang satu itu tengah meminta pertolongan.Sandra tiba di rumah, tak lama setelah Aruna pergi ke kediaman Lusiana. Perempuan itu bersikap seperti seorang nyonya rumah. Menitahkan ini dan itu para pekerja, membuat mereka semua merasa tertekan."Tolong kami," gumam Sarti memohon dengan sangat.Melihat dua orang di dekatnya benar-benar merasa tak nyaman, Aruna memutuskan untuk masuk. Ia tak bisa membiarkan orang lain membuat keributan di rumah suaminya."Eh, anak ganteng udah pulang!" Sandra gegas berdiri dari sofa, hendak menghampiri Fathan.Akan tetapi, Fathan malah bersembunyi di belakang Aruna, sehingga Sandra menatap perempuan asing yang baru saja ia lihat.Sedangkan Aruna menatap ke sekitar lebih dulu. Tak ada Bastian di rumah ini. Itu artinya, Sandra datang sendiri. Entah diundang atau memang lancang masuk rumah orang lain tanpa permisi, Aruna tak peduli. Ia bertekad untuk melin
Bab 34 Penjelasan Sang Mertua"Bastian sudah mendapatkan ganti yang lebih baik dari kamu! Jadi saya harap, berhenti terus menghubungi anak saya! Hubungan kalian sudah berakhir! Kamu ini cuma mantan yang gak berguna!"Puas mencaci-maki perempuan yang tidak tahu diri, Lusiana lantas mematikan sambungan telepon. Ia mengatur napas yang sekarang begitu memburu."Dasar!" gerutunya lantas berbalik, tetapi malah mematung melihat Aruna yang sudah ada di depannya."Run?" Segera Lusiana melukiskan senyum di bibir, berusaha menahan amarah yang masih tersisa, setelah beradu debat dengan mantan kekasih putranya yang menyebalkan."Udah dari tadi kamu datang, Run?" tanya Lusiana."Baru aja, Mam," jawab Aruna menyadari kalau ibu mertuanya masih terlihat sedikit emosi.Lusiana bergerak maju, kemudian tiba-tiba saja mengusap lengan Aruna. "Sandra itu mantan pacarnya Bastian. Hubungan mereka cukup lama, mungkin sekitar lima tahun," terangnya, kemudian meminta Aruna duduk di sofa ruang keluarga yang mewah
Bab 33 Ejekan atau Tantangan?Aruna tiba di rumah tepat pukul delapan malam. Tentunya ia pulang seorang diri, lantaran ia belum tahu apakah Fathan sudah diperbolehkan pulang atau tidak. Namun, satu hal yang pasti. Aruna mendapatkan kabar dari Lusiana, kalau Bastian akan pulang malam ini. Sehari lebih cepat dari waktu perkiraan, karena pekerjaannya di Jerman telah selesai."Aku gak boleh ngantuk." Aruna mengucap mantra agar tak ada kantuk yang menyerang, lantaran sekarang sudah pukul 12 malam.Perempuan itu tak tahu, kapan suaminya akan sampai di Jakarta dan tiba di rumah. Ia hanya menunggu dengan keyakinan Bastian mau bicara padanya.Tepat pukul dua pagi, pintu rumah terbuka. Aruna yang sudah terkantuk-kantuk langsung berdiri saat ia melihat Bastian dan seorang sopir pribadinya masuk ke dalam rumah. Sopir itu berlalu lebih dulu ke lantai dua untuk menyimpan koper. Sementara Bastian sengaja berdiri angkuh tak jauh dari posisi Aruna sekarang."Apa?" tanya Bastian congkak, tahu betul kal