Share

Sambutan Istimewa

Penulis: Ocki yunita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 17:29:02

Jinak?

Dikata hewan?

Tapi, Naya menahan diri dan berusaha tersenyum.

Bahkan malam harinya, Naya berusaha mempersiapkan dirinya. Ia tahu, pekerjaan ini bukan hanya tentang mengasuh anak. Ia harus belajar melayani seorang pria yang jelas berbeda dunia dengannya.

Ketika Raka tiba di rumah, Naya menyambutnya dengan senyum terpaksa. "Selamat malam, Pak. Mau langsung makan atau mandi dulu?"

Raka menatapnya, menilai ekspresinya yang jelas menunjukkan rasa muak. "Senyum itu perlu dilatih. Kalau kamu mau jadi istri saya untuk setahun, setidaknya belajar cara menyenangkan suami."

Naya tertawa kering. "Oh, Bapak mau makan, atau mandi dulu? Kalau perlu, saya siapkan air mendidih buat mandi sekalian."

Mbak Yuni yang mendengar percakapan itu hanya bisa menggeleng pelan. "Naya, jaga ucapanmu."

"Santai, Mbak. Saya cuma bercanda. Tapi, seriusan deh, ini tuh misi hidup dan mati saya," balas Naya dengan nada sok santai.

Raka melewati mereka tanpa komentar lebih lanjut, tetapi ada senyum kecil di wajahnya.

Bagi Raka, hidup bersama Naya terasa seperti menghadapi badai chaotic tetapi menyegarkan.

***

"Wah, ini benar-benar enak sekali..."

"Sebelah kanan itu, Naya..."

"Teruskan, di situ..."

"Ah, itu benar-benar enak, lebih cepat sedikit... argh..."

Naya membelai perlahan rambut Raka. la mencoba menahan ekspresi jijik, seakan muak dengan tingkah majikannya. "Pak, lebay banget, cuma pijat kepala aja!"

Saat itu, Raka sedang terbaring dengan kepala di pangkuan Naya, sementara perempuan itu memijat kepalanya dari atas. Raka sering mengeluh pusing, dan meminta agar bagian kepala dipijat terlebih dahulu.

"Tangan kamu enak sekali, Naya. Kenapa enggak jadi tukang pijat aja untuk bayar hutang?"

ASDFGHJKL!

"Enggak ada targetnya, cuma buat makan sehari," jawab Naya.

"Ya sudah, kamu jadi tukang pijat saya setiap hari, nanti saya kasih uang tambahan!"

"Serius, Pak?"

"Hmm..." Raka masih memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut tangan Naya. "Saya mau tukar posisi!"

Raka bangkit dari posisinya, menyuruh Naya untuk bangun juga. la merebahkan tubuhnya terlentang di ranjang, sementara Naya disuruh duduk di tepi ranjang.

"Ayo, pijat kepala saya lagi!" katanya, dengan mata terpejam, tampak siap.

Naya mematung, wajahnya lugu menatap Raka. Pria itu tampaknya menikmati momen sebagai pelanggan pribadi.

"Ayo, tunggu apa lagi, Naya?" tegur Raka.

Naya menatap ke bawah, membayangkan bahwa jika ia memijat Raka dalam posisi seperti itu, dadanya akan berhadapan langsung dengan wajah majikannya. Apakah itu tidak merugikan dirinya? Apalagi, ia merasa bahwa seragam pekerja yang mereka kenakan di rumah ini seperti seragam sekolah Jepang.

"Kenapa?" tanya Raka lagi.

Naya dengan cepat mengikat kain segitiga di lehernya, menutupi belahan dadanya.

"Sekarang aman," gumamnya dalam hati. "Enak aja dia lihat gratis!"

Di sisi lain, Raka tersenyum tertahan melihat aksinya. "Saya nggak ada nafsu sama kamu, kenapa repot-repot dirutupi segala?"

Lah?

"Yakin nih?" tanya Naya dengan menggoda.

"Kalau saya ada nafsu sama kamu, mungkin kamu sudah jadi pelayan malam pribadi saya!" jawab Raka sambil terkekeh, "buktinya gak, kan?"

"Kenapa?" tanya Naya, sinis.

"Karena kamu masih kecil!" jawab Raka.

"Maksudnya dada saya?" Naya merengut, meskipun dia berpikir bahwa itu justru menguntungkannya. Sebab, bertemu dengan Raka adalah solusi untuk hutangnya yang hampir lunas, meski ia harus tahan sabar bekerja karena Raka sangat menyebalkan.

"Ya sudah, cepat lanjutkan!" perintah Raka.

Naya melanjutkan pijatannya, sementara Raka terus terpejam menikmati. Mungkin, ke depannya tangan gadis ini akan menjadi favoritnya.

"Pak, tadi calon istri Bapak ke sini. Dia gendong Chelly, tapi Chelly-nya nggak mau!" kata Mbak Yuni.

"Calon istri? Siapa?" tanya Raka.

"Namanya Maria, cakep banget!"

"Dia ke sini?"

"Iya. Apa benar dia calon istri Bapak?"

Raka tampak bingung, "Bukan!"

"Tapi dia bilang gitu," jawab Naya. "Dia juga bilang kalau nanti bakal jadi istri Bapak!"

Raka terkejut, lalu ingin menjawab lagi, tetapi tiba-tiba matanya terbuka dan dia melihat sesuatu yang membuatnya terhenyak. Jakunnya bergerak naik turun. Di depannya, ada benda yang sangat menarik perhatiannya.

Bohong kalau ia bilang tidak tergoda. Bentuk tubuh Naya yang mulai dewasa ini sangat menarik, meskipun tubuhnya lebih kecil dibandingkan dengan Maria.

"Masih kecil, tapi sudah besar!" gumam Raka.

Di sisi lain, Naya tidak sadar kalau kain penutup di lehernya terlepas karena terlalu sibuk memijat kepala Raka!

Hal ini membuat kepala Raka mendadak pusing dengan pemandangan di depannya itu!

"Naya sepertinya sudah cukup, saya sudah ngantuk. Kamu bisa keluar sekarang!" perintah Raka.

"Oh, oke!" jawab Naya sambil tersenyum kecil, lalu keluar kamar.

Dia bahkan tak menyadari bahwa telah membuat sesuatu di pangkal paha Raka mengeras. 

"Ck!" decak Raka kesal.

Bab terkait

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Antara Tugas dan Hati

    Tak terasa, cahaya pagi mulai menerangi ruangan melalui celah jendela. Naya terbangun dengan tubuh yang sedikit lelah. Mungkin karena pekerjaan barunya, ia merasa lebih capek dibanding sebelumnya ketika hanya mengurus Chelly?Dengan hati-hati, Naya mendekati box bayi, di mana Chelly masih tidur nyenyak. "Cantik banget, pasti kayak ibunya," gumam Naya sambil tersenyum.Setelah itu, Naya pergi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, ia melangkah kembali menuju box bayi untuk memastikan Chelly masih tidur."Mumpung masih tidur, aku ke kamar Raka dulu," pikir Naya.Di kamar Raka, ia mulai membereskan semuanya, menyiapkan pakaian kerja Raka, serta kebutuhan lainnya."Pa-pagi, Pak!" Naya merasa gugup melihat Raka yang keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, hanya mengenakan handuk."Pagi," jawab Raka singkat."Baju sudah saya siapkan di ruang ganti, Pak!" Naya melapor."Hmm," jawab Raka sambil melewati Naya. Tiba-tiba, ia berhenti. "Oh ya, jangan lupa tugas kamu, bawakan saya makan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Degupan Aneh

    Naya terkesiap. Ia memalingkan wajah saat Raka turun ke dalam bak. "Pak, saya tidak bisa—""Sabuni saya sampai bersih," perintah Raka tegas.Hah?Sepertinya, ia salah sangka!Meski demikian, tangan Naya gemetar saat mencoba menuruti perintah itu. Suasana sunyi di antara mereka hanya diisi suara air yang bergerak.Satu hal yang pasti.Setelah kejadian malam itu, keesokan harinya Naya lebih berhati-hati. Bahkan saat dia hendak mengantar makanan, Mbak Yuni memperhatikan dua kotak bekal yang dibawa Naya."Kenapa dua, Naya?" tanya Mbak Yuni."Satu buat saya, Mbak," jawab Naya sambil berlalu, menyembunyikan niat sebenarnya: kotak satunya untuk Endra.***Untuk kedua kalinya, Naya Savira memasuki kantor mewah milik Raka Wijaya. Kali ini, ia tidak langsung menuju ruang kerja majikannya, melainkan ke ruang istirahat karyawan, tempat Endra, bodyguard setia Raka, sedang bersantai.“Kak Endra, ini bekal makan siang untukmu. Jangan lupa makan, ya,” kata Naya sambil menyerahkan kotak makan.Endra

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Peran Ambigu

    Naya Savira melirik jam dinding di ruang gym mewah milik Raka Wijaya.Sudah hampir setengah jam mereka berdua berkutat dengan alat latihan.Keringat membasahi tubuh keduanya, tapi suasana terasa semakin panas bukan karena olahraga, melainkan jarak di antara mereka yang kian menipis. "Pegang yang erat, Naya," kata Raka dengan suara tenang, meskipun napasnya sedikit tersengal. "Iya, Pak," jawab Naya, tapi pikirannya mulai kacau. Dada Raka yang berotot dan berkilat karena keringat terlalu dekat. Ia berusaha mengalihkan pandangan, tapi setiap gerakan membuat situasi semakin canggung. Namun, alat olahraga yang mereka gunakan mendadak macet. Untuk membenahinya, Raka harus membungkuk, membuat posisinya semakin mendekati Naya. Tiba-tiba, Naya merasa ada beban ringan di pundaknya. "Pak, jangan bersandar di saya!" protes Naya dengan nada tertahan. "Sebentar saja, Naya. Saya hanya butuh istirahat sebentar," ujar Raka sambil menutup matanya sejenak. Naya mencoba tenang, tapi perasaannya cam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Perasaan Yang Tak Pasti

    Naya Savira berdiri tegak di depan Raka Wijaya, siap menjalankan tugasnya sesuai dengan perjanjian mereka. Namun, suasana terasa sedikit tidak nyaman ketika Raka kembali meminta Naya untuk melayani beberapa hal yang sedikit melampaui batas."Ingatt, kita cuma kontrak satu tahun, Pak! Dan tidak ada kontak fisik!" Naya menegaskan, menyilangkan tangannya di dada, takut Raka akan melangkah lebih jauh.Raka hanya mengangkat alisnya, tersenyum canggung, "Siapa yang mau melakukan kontak fisik denganmu, Naya? Benar-benar pikiranmu itu aneh sekali."Setelah melemparkan jas dan kemejanya, Raka melangkah ke kamar mandi, sementara Naya dengan sigap mengambil pakaian yang dibuangnya. Begitu selesai, Raka tiba-tiba meminta untuk tidur bersamanya di kamar yang sama dengan Chelly, putri kecilnya."Aku mau tidur bareng kalian malam ini," ujar Raka tanpa ragu.Naya merasa heran, "Pak, kenapa harus tidur di sini? Bukankah ada kamar Anda sendiri?"D

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Bertepuk sebelah tangan

    Setelah Naya pergi ke kamarnya, Raka Wijaya membawa Maria ke ruang kerjanya. Maria duduk dengan anggun di sofa, sementara Raka berdiri memandang keluar jendela. Ada sesuatu yang terasa aneh di dalam dirinya. Kehadiran Maria kembali ke dalam hidupnya seperti membuka luka lama yang belum sembuh. Ia tahu, meskipun ia berusaha menghindari masa lalu, kenyataannya masa lalu tidak akan pernah benar-benar hilang. "Aku hanya ingin memastikan satu hal, Raka," kata Maria dengan nada serius. "Apa kau benar-benar sudah melupakanku?" Raka Wijaya menghela napas panjang, membelakangi Maria. "Maria, aku tidak punya waktu untuk membahas masa lalu. Aku punya tanggung jawab lain sekarang." Maria mendekat, menyentuh bahunya dengan lembut. "Kita punya sejarah, Raka. Apa kau bisa benar-benar mengabaikannya begitu saja?" Maria menyadari bahwa Raka tampak tidak nyaman. Dengan langkah perlahan, ia mendekat dan duduk di meja kerja Raka. "Kau tahu, Raka," katanya, suaranya lebih lembut, "aku tahu kita t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Jejak Masa Lalu yang Mengusik

    Sementara itu, Naya kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan kecil. Langit malam yang gelap seakan menambah kesunyian yang memenuhi rumah. Tidak ada suara lain selain suara detakan jam dan desisan air mendidih di atas kompor. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki mendekat, dan Mbak Yuni, kepala pelayan rumah, muncul di ambang pintu dapur. Wajahnya tampak cemas, dan ia berjalan dengan cepat menuju meja tempat Naya berdiri. "Naya," kata Mbak Yuni, suaranya rendah dan penuh perhatian. "Ada yang tidak beres. Maria tadi... dia tampak begitu bertekad. Hati-hati dengan dia." Naya menatap Mbak Yuni dengan terkejut. "Apa maksud Mbak Yuni?" Mbak Yuni mendekat, menurunkan suaranya lebih pelan. "Aku tahu, kau mungkin tidak ingin mencampuri urusan pribadi mereka, tapi aku rasa Maria tidak datang hanya untuk berbicara tentang masa lalu. Ada sesuatu yang lebih, dan itu mungkin bisa mempengaruhi hidupmu, Naya." Naya terdiam, memandang Mbak Yuni dengan penuh keraguan. Maria yang da

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Batasan yang Tersentuh

    Di dapur, Naya sibuk menyiapkan sarapan. Yuni, ketua pelayan, memerhatikannya dengan senyum penuh arti. “Semalam tidur nyenyak, Naya?” tanya Yuni. Naya hampir menjatuhkan sendok di tangannya. “Ah, iya, Mbak. Kenapa tanya gitu?” “Cuma penasaran. Soalnya tadi pagi aku lihat kamu keluar dari kamar Pak Raka,” jawab Yuni sambil tertawa kecil. “Mbak Yuni, jangan bikin gosip! Saya pingsan di sofa, terus dipindahin ke kamar. Itu saja,” jawab Naya buru-buru, wajahnya memerah. “Oh, jadi gitu ceritanya. Hmm, hati-hati, Naya. Kalau terlalu sering dekat sama Pak Raka, nanti jatuh cinta, lho,” goda Yuni. Naya menghela napas. Ia tahu bekerja di rumah keluarga Wijaya tidak pernah mudah. Apalagi, sekarang Maria Merta, mantan kekasih Raka, kembali muncul di kehidupannya. Naya menggelengkan kepala. Dicobanya fokus. Terlebih, dia harus mengantar makan siang untuk Raka di kantornya. Tapi siapa sangka, ia bertemu dengan Maria di lobi, yang sedang menunggu Raka dengan senyum anggun? “

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Sentuhan yang Tidak Diinginkan

    Di rumah, Chelly berlari ke arah Naya dengan ceria. “Kak Naya, Papa bilang Kak Naya mau jadi mama baruku, ya?”“Chelly! Siapa yang bilang begitu?” tanya Naya panik.“Papa! Dia bilang Kak Naya cantik, baik, dan cocok jadi mama,” jawab Chelly polos.Di belakangnya, Raka berdiri sambil menyeringai. “Apa masalahnya, Naya? Kamu tidak keberatan, kan, berpura-pura untuk sementara?”Naya tahu hidupnya baru saja menjadi lebih rumit.Chelly melompat ke pelukan Naya, tertawa riang seolah pernyataannya bukan sesuatu yang besar. Namun, bagi Naya, kalimat polos itu membuat jantungnya berdebar. Ia menatap Raka dengan tatapan tajam, mencoba membaca maksud dari senyum menyebalkan di wajah pria itu.“Pak Raka, saya di sini hanya untuk bekerja. Jangan buat lelucon seperti itu, apalagi di depan Chelly,” ucap Naya, menahan nada suaranya agar tidak terdengar terlalu emosional.Raka mendekat, m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13

Bab terbaru

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Pernikahan yang Hilang di Tangan Takdir

    Pernikahan yang Gagal Total Pagi itu, udara cerah di langit kota mengiringi persiapan pesta pernikahan mewah. Rencana pernikahan ini sudah disusun selama berbulan-bulan, memastikan semuanya berjalan sempurna. Namun, siapa sangka, hari yang seharusnya menjadi momen terindah justru berubah menjadi mimpi buruk. Di atas motor batangan yang terparkir di pinggir jalan sepi, seorang perempuan bergaun pengantin duduk dengan tangan yang terikat. Raut wajahnya menunjukkan campuran amarah, ketakutan, dan frustasi. Di depannya, seorang pria berkaus hitam lusuh tengah menatapnya dengan santai, seolah semua ini hanyalah permainan baginya. “Cepet turun!” bentak pria itu. “Enggak mau! Lepasin aku!” balas perempuan itu, sambil mencoba melepaskan tali yang mengikat tangannya. “Kenapa? Gaunmu nyangkut apa? Buruan turun dari motor gue, atau gue seret!” ancam pria itu sambil terkekeh kecil.

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Pernikahan yang Tertunda

    Hari yang Sempurna Berubah Petaka Pagi itu, Maria tampak sibuk berdandan di sebuah kamar rias mewah. Segala sesuatu di ruangan itu memancarkan kemewahan: cermin besar berbingkai emas, lampu-lampu kristal menggantung, dan rak penuh peralatan kosmetik dari merek-merek ternama. Di tengah ruangan, Maria duduk anggun di kursi rias, dikelilingi oleh energi yang sibuk dan mendesak. Maria selalu menginginkan yang terbaik—tidak ada kata "biasa" dalam hidupnya. Dari kecil, semua hal yang ia miliki selalu wah, dan kini, di hari pernikahannya, ia ingin memastikan semua mata tertuju hanya padanya bak seorang Ratu. “Ihh, kayaknya warna bibir ku terlihat pucat, deh? Kelihatan kayak orang sakit, terus ini bayangan hidung ketipisan. Kenapa alis ku ini warna hitam kan aku ingin nya warna coklat! Katanya MUA profesional, mahal pula!” gerutunya sambil melirik hasil kerja MUA-nya yang tampak kewalahan. MUA itu, seorang wanita cantik dengan sik

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Kesepakatan di Ujung Amarah

    Titik Balik di Hari Pernikahan Pagi itu, Tommy mengesampingkan segala urusan pekerjaannya. Dengan amarah yang menggelegak, ia menyalakan motornya dan melaju menuju kediaman Raka. Tekadnya sudah bulat—ia ingin menuntut keadilan untuk adiknya tercinta, Naya, yang selama ini terpaksa menanggung cinta bertepuk sebelah tangan pada pria itu. Sesampainya di depan gerbang megah kediaman Raka, Tommy berteriak keras tanpa peduli lingkungan sekitar. “ETHAN! KELUAR LO, DASAR BRENGSEK, BAJING*N!” Kegaduhan itu membuat beberapa orang keluar dari rumah, termasuk Yuni dan Rini, dua pelayan Raka yang saat itu sudah mengenakan kebaya rapi. Mereka hendak pergi ke gedung pernikahan, tetapi terpaksa berhenti melihat kekacauan di depan mata. “Itu kakaknya nona Naya, kan?” bisik Rini pada Yuni. “Iya! Tapi kok berani-beraninya dia datang ke sini? Kita harus apa, nih?” Yuni balas bertanya, bingung melihat suasana semak

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Pernikahan Tanpa Cinta

    Hari yang Tidak Ditunggu Raka Selama dua minggu terakhir, Raka berusaha keras menahan diri untuk tidak mencari Naya. Larangan keras dari kakaknya, Naya, membuat hubungan mereka semakin sulit. Namun, rasa rindunya pada Naya tidak kunjung surut, meskipun ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan berbagai cara. Tanpa kehadiran Naya di sisinya, Raka memutuskan untuk fokus memulihkan kesehatannya. Ia tahu bahwa ia harus kuat, karena hanya dengan kekuatan itu ia bisa melawan perjodohan dengan Maria, wanita yang sama sekali tidak ia cintai. Kini, waktu berjalan tanpa kompromi, dan dua minggu pun berlalu. Hari yang ditakuti Raka akhirnya tiba — hari pernikahannya. Namun, tidak ada kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Ia hanya berdiri di depan pintu kamar nya, ditemani Roy, sekretarisnya yang setia. “Tuan Raka, Anda terlihat luar biasa hari ini,” ujar Roy sambil tersenyum, mencoba menyu

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Cinta Yang Dirindukan

    Villa Raka: Menanti Tamu yang Tak Kunjung Datang Di villa mewahnya, Raka masih menunggu dengan harap-harap cemas. Ia berharap Naya, wanita yang sudah lama menghilang dari hidupnya, akan datang. Namun, Roy, sekretaris pribadinya, yang ia utus untuk menjemput Naya, ternyata kembali dengan tangan hampa. "Tuan, makan dulu. Tidak baik membiarkan perut kosong terlalu lama. Kalau tidak, nanti malah masuk rumah sakit," ujar Yuni, pelayan setianya, sambil menyodorkan sepiring makanan. "Makan saja, Tuan. Jangan sampai nanti kami harus menyuapi Anda di ranjang rumah sakit," tambah Rini, pelayan lainnya, sambil tertawa kecil. Raka mendengus kesal. "Kalian berdua ini mau aku sehat atau mau aku mati? Bicara seenaknya saja!" Namun, ia tidak benar-benar marah. Sudah biasa baginya menghadapi tingkah konyol para pelayannya itu setiap hari. Tepat saat suasana menjadi sedikit canggung, pintu villa t

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Larangan Keras Yang Menyakitkan

    Larut di Antara Pilihan Naya turun dari mobil dengan hati-hati, menggendong Gio yang sudah terlelap setelah diberi susu. Roy, sekretaris yang mengantarnya, melambaikan tangan sebelum mobil melaju pergi. "Terima kasih, Roy." "Sama-sama, Nona. Hati-hati." Naya melangkah masuk ke rumah dengan perlahan, berharap tidak membangunkan kakaknya, Tommy karena dia tadi pergi tanpa berpamitan dengan kakak nya. . Lampu rumah sudah padam, menandakan Tommy kemungkinan besar sudah tidur di dalam kamar. Ia menarik napas lega dan bergegas menuju kamarnya. Namun, nasib tidak berpihak pada nya malam itu. Klik! Lampu ruang tamu tiba-tiba menyala, memperlihatkan sosok Tommy yang duduk di sofa dengan ekspresi tajam. "Dari mana aja lu malam-malam bawa Gio keluar gak kasian sama anak lu?" tanyanya langsung. "Jangan bilang lu abis ketemu sama... dia." Naya terdiam, rasa bersalah menyelimuti

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Sakit Karena Terhalang Restu

    Tempat Peristirahatan RakaRoy tiba di sebuah lokasi tersembunyi jauh dari ibu kota, tempat di mana Raka, majikannya, bersembunyi dari tunangan nya dan orang tua nya. Namun, ia terkejut mendapati Bos kecil, Gio, sedang bermain riang di sofa bersama dua pembantu nya, Rini dan Yuni."Bagaimana Gio bisa ada di sini?" tanya Roy, bingung."Ah, payah sekali kamu, Sekretaris Roy," sindir Rinj sambil terkekeh. "Kami saja bisa membawa Gio dan Nona Naya ke sini dengan mudah. Kau kalah telak, bahkan oleh strategi sederhana kami!""Hah, cuma modal foto dan rayuan, kau tetap kalah. Sekarang kami jadi pahlawan!" timpal Yuni sambil menepuk bahu Roy dengan bangga.Roy menghela napas panjang, merasa usahanya sia-sia. "Astaga, manusia memang makhluk yang tak bisa diremehkan," gumamnya sambil melangkah menuju kamar Raka.Saat membuka pintu sedikit, Roy mengintip ke dalam. Di sana, Naya, wanita yang selama ini ingin dihindari Raka, justru tengah dud

  • Ibu Muda Anak Mas Duda    Di Balik Pintu Yang Terbuka

    Malam itu, Naya sedang bermain bersama putranya di ruang tamu. Televisi menyala, menampilkan acara yang sesekali ditonton sepintas oleh Naya, sementara ia sibuk menghibur anaknya. Tawa renyah si kecil memenuhi ruangan, membuat Teta merasa hangat di tengah malam yang sunyi. Namun, suasana itu terganggu ketika terdengar ketukan di pintu. Naya sempat berpikir itu kakaknya, Tommy, yang pulang lebih awal. Tetapi ia merasa heran, karena Tommy biasanya masuk tanpa mengetuk pintu namun teriak-teriak. “Kakak, pintunya gak dikunci! Masuk aja!” teriak Naya sambil menggendong anaknya. Namun, saat pintu terbuka, bukanlah Tommy yang muncul. Dua sosok perempuan berdiri di ambang pintu, wajah mereka tampak pucat dan panik. “Mbak Yuni? Rini?” Naya terkejut melihat dua teman asisten rumah tangga yang pernah bekerja bareng di rumah Raka kini sedang berdiri di sini. Keduanya langsung masuk tanpa permisi, mendekati Nay

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Cinta Yang Kubiarkan Pergi

    “Kenapa sih, Raka? Baru sakit sedikit saja sudah seperti ini. Kamu tuh terlalu manja!” Maria mengomel tanpa henti di sisi ranjang. Di sebuah vila mewah, Raka sedang dirawat setelah kesehatannya menurun sejak acara pertunangannya seminggu lalu. Selang infus menghiasi pergelangan tangannya, dan ia tetap bersikeras untuk tidak pergi ke rumah sakit meski kondisinya melemah. “Maaf, Nona Maria, sebaiknya Tuan Raka diberi waktu untuk beristirahat,” ucap Roy, asisten pribadinya, dengan sopan namun tegas. “Kau menyuruhku pergi?” Maria menatap Roy tajam, matanya memancarkan ketidaksenangan. “Bukan begitu, Nona. Saya hanya memprioritaskan kesehatan Tuan Raka. Anda bisa kembali menjenguknya nanti,” balas Raka dengan nada menenangkan, meskipun dalam hati ia merasa kehadiran Maria justru memperburuk suasana. Raka, yang mendengar perdebatan itu, akhirnya ikut angkat bicara. “Maria, pulanglah dulu. Aku butuh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status