Part 60 Pov MayangAku memperhatikan kedua adikku yang mulai menertawakan Mas Didik. Aku langsung memberi isyarat agar mereka tak lagi melakukannya, seketika kedua adikku menutup mulut sebisa mungkin memberhentikan tawa mereka. “Maafkan Emi dan Farida, mereka nggak bermaksud….” Aku belum menyelesaikan kalimatku, Mas Didik sudah memotong ucapanku.“Nggak apa-apa, Mayang. Memang sudah seharusnya aku diperlakukan seperti tadi. Masa iya seorang Bapak sepertiku kasih mainan ecek-ecek buat anak yang tidak pernah kujenguk lama, tahu-tahunya malah mamanya yang sudah rejeki lebih kasih mainan yang sangat bagus, aku benar-benar malu sebagai seorang Bapak.” Terangnya, aku menarik napas panjang. Timbul juga rasa iba di hatiku. Bukan rasa cinta dan sayang seperti saat aku masih bersamanya.Meski penampilan mantan suamiku ini sudah terbilang keren semenjak dia bekerja namun dari bobot tubuhnya terlihat berkurang alias lebih kurus dari dua bulan sebelum aku meninggalkan rumahnya waktu itu, kelih
Pov SutinahTinggal beberapa menit lagi acara arisan akan berlangsung, sejak tadi aku sudah kayak setrikaan bolak balik menunggu Didik yang katanya akan membawa uang arisan yang akan kubayar sore ini, namun semakin ditunggu tak jua ada tanda-tanda anak sulungku itu datang. Aku meminta Iwan agar menghubungi kakaknya yang mungkin saja masih berada di kantor, akan tetapi aku harus kecewa ternyata Didik sudah lama meninggalkan kantor dan informasi dari teman kantornya bahwa ia akan mampir menjenguk anaknya. Siapa lagi kalau bukan Arthur, anaknya dari Mayang. Perempuan miskin dan hanya lulusan SMP yang sangat ku benci itu. Begitu mengetahui ia mampir ke sana, aku langsung menelponnya dan memintanya untuk pulang segera karena acara arisan akan segera dimulai, dan yang membuatku semakin jengkel karena ia tak menampik jika dirinya memang berada di sana. Pikirku, sekali-kali haru ada shock terapi lagi buat Mayang, biar dia nggak seenaknya membujuk dan menggoda Didik agar mau kembali lagi pad
Part 62 Pov SutinahAku sengaja mengancam anakku, Didik agar menjauhi mantan istrinya karena kami sangat khawatir jika ia akan rujuk, meski proses cerainya sendiri belum juga dimulai. Namun aku yakin jika proses mediasi tidak akan lama lagi terjadi sebab Didik sudah melayangkan gugatan ke pengadilan agama, hanya tinggal menunggu waktunya tiba.Mungkin aku akan dikatakan sebagai Ibu yang egois hanya mementingkan kesenanganku dan adik-adiknya Didik saja, aku tak peduli karena sudah seharusnya Didik sebagai anak sulung melindungi adik-adiknya, apalagi dia sekarang sudah bekerja dan memiliki gaji yang besar hingga mampu memenuhi semua kebutuhan kami sekeluarga. Untuk itulah aku tak ingin lagi Didik kembali pada Mayang, hal itu akan semakin menyenangkan Mayang saja. Salah satu buktinya Didik menguntungkan yakni saat aku membutuhkannya membayar uang arisan yang jelas-jelas dipakai oleh adiknya pun dia mau. Bersyukur sekali melihat Didik meski ada saja keluhan, omelannya namun dia tetap me
Part 63Kata-kata Bu Ida benar-benar membuatku terpojok, apalagi kulihat beberapa ibu-ibu terlihat ikut menertawakanku, hal inilah sebagian kecil yang semakin membenci mantan menantuku itu, Dulu Bu Trisno dan Bu Ida adalah teman baikku, hanya karena Mayanglah semuanya menjadi renggang dan aku lebih banyak menerima perlakuan kedua teman baikku itu dengan meremehkan apa saja ucapan yang ke luar dari mulutku, mereka sudah tak pernah percaya lagi padaku. “Shin, kamu bayarkan dulu uang arisan Farah ya? kalau nggak, kita nggak bisa memulai arisan. Kayaknya kamu masih banyak uang buat menalangi, nggak banyak hanya dua ratus lima puluh ribu aja. Nanti kalau Ibu dapat pasti Ibu ganti.” Janjiku, kulihat sorot mata Shinta mau menolak, tapi aku terus membujuknya dan akhirnya ia pun menurut.“Oke … semuanya sudah lengkap membayar, sekarang giliran kita goncang arisannya, tinggal Bu Ida sama Bu Sutinah yang kebetulan belum dapat.” Tak membutuhkan waktu lama, namaku yang ke luar arisan kali ini.
Part 64 “Kok Ibu malah pura-pura bertanya? Ibu kan yang memaksa Farah supaya tetap bekerja memenuhi kebutuhan semua orang di rumah ini? padahal Ibu tahu kalau Farah tengah hamil muda. Tega betul, Ibu. Mentang-mentang kami nggak punya uang, Ibu seenaknya saja bilang ke Farah kalau nggak kerja, jangan coba makan di rumah ini. Apa begitu cara Ibu memperlakukan menantu yang sudah tidak bisa lagi memberi Ibu uang?” Ya, Tuhan… sandiwara apa yang dimainkan oleh Farah, menantu kesayanganku dulu ini.“Kapan Ibu pernah ngomong begitu, Nak? Ibu hanya bilang ke Farah kalau nggak punya uang, nggak ada kerjaan, nggak usah terlalu banyak keinginan supaya tidak menyusahkan orang di rumah ini terutama Mas Didikmu, kok Farah sampai ngomong begitu.” Tanyaku tak mengerti.“Sudahlah, Ibu nggak usah beralasan lagi. Kalau memang kami menyusahkan Ibu sebaiknya Ibu jangan ngomong begitu, memang Ibu terlalu tega. Nggak heran kalau tidak ada satupun menantu yang cocok sama Ibu.” Aku kaget mendengar Purwanto
Part 65 Apa benar Iwan dan Shinta yang mencuri uangku? Rasanya itu tidak mungkin, sebab selama ini saat Iwan maupun Shinta butuh uang, mereka lebih banyak meminta ke pada Bu Yuli, mamanya Shinta daripada meminta denganku. “Kamu jangan menuduh adekmu sembarangan, nggak mungkinlah adikmu maling. Lagipula Iwan maupun Shinta selalu ada saja uang mereka, selain Iwan masih bekerja, Mamanya Shinta juga rutin mengirimkan uang buat mereka berdua, nggak akan mungkin.” Kataku menjelaskan, aku sendiri ragu jika anak bungsuku itu berani mengambil uang dari tasku.“Kalau Ibu nggak percaya, ya sudahlah nggak apa-apa, sekarang coba Ibu ingat-ingat saja siapa yang sering pinjam baju dan masuk ke kamar orang sembarangan, kecuali Iwan. Hanya Iwan yang punya kebiasaan begitu, sekarang saja sebelum ketahuan, dia langsung menghilang begitu aja. Pikir, Bu. Sebelum Ibu marah-marah karena anak Ibu katanya bukan maling, tapi buktinya belum apa-apa sudah menghilang.” Purwanto meyakinkan. Aku diam dan merasa
Part 66Aku seketika lemas mendengarnya. Apa ini berarti Iwan dan Shinta yang memang mengambil uangku, uang arisan empat juta yang bakal ku belanjakan untuk membeli kebutuhan bulanan di rumah?“Berarti kalian memang pelakunya, kalian yang telah mengambil uang Ibu dari dalam tasnya, ngaku aja kalian.” Purwanto dengan lantang berbicara kali ini.Iwan dan Shinta malah bingung dengan apa yang diteriakan oleh Purwanto. Dengan kepayahan membawa barang belanjaan dan diletakkan persis di depan teras. Akhirnya Iwan membuka mulutnya.“Maksudnya apa? maksud kamu bilang kalau kami ini mencuri uang Ibu di dalam tas, uang apa? kalau ngomong yang jelas kamu.” Iwan nampak kesal terlihat dari mimik wajahnya yang berubah. Begitu juga dengan Shinta.Tak dia pedulikan peluh yang membasahi sebagian dahinya, Shinta memandang Purwanto dengan pandangan tak senang. Siapa juga yang senang jika mendapatkan tuduhan mencuri seperti itu. Iwan dan Shinta yang bereaksi membuatku yakin jika mereka bukan pelakunya.
Part 67 Pov Farah Kehamilan membuatku membenci Ibu Mertuaku mati-matian, karena dia lah yang membuat aku hamil. Berulang kali ia memintaku supaya memberikannya cucu lagi bersamaan setelah Iwan dan Shinta menikah. Lucunya, setelah aku hamil dia terlihat pelit dan ogah-ogahan menuruti mauku. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Shinta. Hal ini membuatku iri. Padahal dulu ia begitu royal padaku.Apalagi sejak tahu ia mendapatkan arisan senilai empat juta, hanya memintanya uang sedikit saja untuk membeli martabak karena keinginan jabang bayi, dia pun tak sudi. “Coba lihat, Pur. Ibumu itu makin hari makin akrab sama Shinta, bahkan sekarang Shinta kalau punya makanan selalu dia bagikan ke Ibu, perhatianmu ke Ibu sudah tidak adalagi semenjak ada Shinta, Ibu kalau ada masakan sekarang lebih banyak mengetuk pintu Shinta ketimbang pintu kamar kita. Hal ini nggak bisa dibiarkan.” Sebut Ku kala itu. Purwanto hanya diam saja menyimak.“Tapi, aku lihat Ibu biasa aja. mungkin itu hanya
Part 95 Pov Mayang“Kasihan Farah, Mbak Mayang. Setelah Mamanya meninggal malah Ia ikut menyusul meninggal bunuh diri dengan memotong nadi tangannya karena tak tahan menerima hinaan dari anak-anak sekitar rumahnya kalau wajahnya rusak akibat terkena luka bakar waktu masih di rumah Ibu Sutinah, setelah itu dia diceraikan sama suaminya. Katanya Farah ketahuan menggadaikan rumah Ibu Sutinah dan sekarang Ibu Sutinah bersama Didik dan Pur katanya mengontrak rumah kecil di pinggiran kota, lengkap sudah penderitaan keluarga Ibu Sutinah akibat menantunya itu. Syukur saja Iwan sama Shinta tidak bernasib sama.” Bu Trisno menyampaikan kabar duka itu saat ia bertandang ke rumah untuk membicarakan persiapan pernikahan Syawal dan Emi yang akan digelar dua hari lagi.Mungkin ini terdengar gila tapi Allah SWT sudah mengatur semuanya, aku yang dulunya dizolimi oleh orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku, satu persatu seakan mendapatkan karma atas apa yang sudah mereka lakukan. Farah yang begit
Part 94 “Kalau tidak, berarti kalian harus mengosongkan rumah ini, karena Ibu Farah sudah menggadaikan rumah ini dengan memberikan sertifikat rumah pada bos kami. Dia juga sudah menerima uang dua ratus juta tiga bulan yang lalu.” Mataku melotot mendengarnya, masalah apalagi yang dilakukan oleh Farah kali ini. “Ya Allah, bagaimana sudah ini, Dik, Pur. Farah memang betul-betul keterlaluan menjadi menantu bisanya hanya menyusahkan saja. Huhuhuuu.” Ibu menangis sesenggukan begitu tahu rumah yang kami tempati sekarang sudah sepenuhnya dikuasai oleh rentenir.“Apa kalian punya bukti kalau Farah memang yang menggadaikan rumah ini pada bos kalian?” Dua orang penagih utang tersebut malah tertawa. Setelahnya salah satu memperlihatkan foto copy sertifikat dan tanda bukti tanda tangan Farah di sana menyetujui syarat-syarat pinjaman uang dengan jaminan sertifikat rumah.Aku, Pur juga Ibu sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami benar-benar dipecundangi oleh Farah. Apalagi Purwanto, ia merasa ikut
Part 93“Terus, bagaimana dengan Mas Didik? Apa Mbak memaafkannya juga?” Deggg. Nama itu lagi, rasanya seharian ini sudah beberapa kali teringat akan dirinya. Orang yang sudah mengisi hidupku dalam beberapa tahun ini, kalau ditanya apakah aku mencintainya? Ya aku sangat mencintainya, hanya begitu banyak luka yang ia torehkan ke padaku sehingga aku memilih sebisa mungkin pergi jauh dari kehidupannya, meski saat mediasi pada proses perceraian kami, ia kekeh tidak mau berpisah. Aku memutuskan menjauh agar dapat menjaga kewarasan hatiku. “Lho, Mbak malah melamun.” Aku tersenyum malu ketika Iwan memergoki aku sedang melamun karena pertanyaannya.“Aku juga sudah memaafkan Mas mu, bahkan Ibumu. Bagiku yang lalu biarlah menjadi pengalaman berharga saja. Oya kalian tadi ke sini aku pikir mau pesan sesuatu. Mau bolu atau malah rendang daging saja.” Ujarku cepat mengalihkan topik pembicaraan.Malas membahas hal yang lampau.“Oya hampir lupa, Shinta maunya Mbak Mayang buatkan nasi dengan daging
Part 92 Pov Mayang Pagi sekali aku dan kedua adikku sudah mulai bersiap membuka toko, kegiatan kami setiap harinya seperti ini. Tiba-tiba saja mobil Syawal berhenti di halaman dan Emi yang semula ada di depan menggendong Arthur melihat pemandangan segera masuk. Aku tahu jika Emi masih menghindar berbicara dengan calon suaminya tersebut. Persoalan perempuan yang mengaku sebagai kekasih Syawal membuat hubungan adikku dengan Syawal seketika renggang. Emi sudah membatalkan pernikahan, hanya saja aku senang dengan kegigihan Syawal ingin meraih hati adikku kembali, kadang aku membayangkan jika saja Mas Didik berlaku begitu padaku, mungkin saja kami masih bersama sampai saat ini. Tapi, ya sudahlah semua hanya tinggal kenangan sekarang. Bahkan aku tinggal menunggu ketuk palu saja.“Kak, aku cuma mau bilang kalau perempuan yang mengaku kekasihku itu ditangkap semalam bersama orang yang menyuruhnya, sebetulnya semalam dia ditangkap karena petugas kepolisian sedang menggerebek tempat perjudia
Part 91Kulihat handphone di tangan Purwanto, segera kuambil dengan cepat dan membuka layar lalu mencari kamera dan menghadapkan posisi kamera ke arah depan, persis ke wajahku. Begitu aku melihat penampakan wajahku, handphone Purwanto sampai terjatuh dari tanganku. Apa aku tak salah lihat?Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku. Wajahku sudah seperti monster yang menyeramkan. Bagaimana bisa Purwanto tak terkejut melihatku? Apa dia menahan tawa agar tak membuatku malu, bentuk mata yang kurasakan perih kelopaknya berkeriput sehingga bola mataku terlihat mau ke luar dari tempatnya. Selain itu wajahku menghitam dan mengerut di beberapa tempat, selain itu bentuk mulutku terasa miring dan tidak berada di tempat seharusnya. Aku berusaha mengingat dan mencerna apa yang sudah terjadi padaku, kenapa gara-gara api yang membakar rambut juga membuat kobaran api di wajahku membuat wajahku sulit dikenali lagi. Tamat riwayatku.Habis semua sudah kecantikan yang dulunya aku banggakan, aku melihat kembali
Part 90 “Pernikahan siapa yang kamu maksud gagal?” aku sontak menoleh kaget. Purwanto persis di belakangku. Aku harus mencari jawaban segera atas pertanyaannya.“Tadi … itu si Mayang ke sini dan marah-marahin Ibu, katanya dia tak terima kalau sampai pernikahan Emi dengan Syawal sampai gagal, dia menuduh Ibu yang menggagalkan pernikahan adiknya itu. Kalau mau tahu pastinya tanya Ibu deh sana.” Purwanto masih diam di tempatnya terus menatapku penuh kecurigaan, bahkan ia kini memicingkan matanya.Purwanto langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat, kemudian membaca layar di gawaiku. Di sana kutulis nama Syahrini, aku sengaja menulisnya dengan nama perempuan supaya suamiku bahkan orang di rumah ini tidak ada satupun yang curiga. Benar saja, setelahnya Purwanto mengembalikan handphone ke tanganku.“Ya sudah… aku pikir tadi apa, lagian berita tentang si Mayang itu nggak penting sama sekali.” Sebutnya, aku bisa bernapas lega begitu melihatnya menanggapi dengan santai apa yang k
Part 89Aku menghampiri Emi, adik bungsuku yang terlihat menelungkupkan wajahnya di lengannya, tubuhnya nampak terguncang. Kelihatannya ia sedang menangis. Kubelai rambutnya yang terurai panjang itu, ia belum mau mendongakkan kepalanya.“Mi, Syawal tadi sudah menceritakan semuanya. Apa kamu nggak mau memikirkan ulang apa yang terjadi?” kataku dengan hati-hati. Emi memperbaiki posisinya, tebakanku benar. Ia tengah menangis. “Apalagi yang harus dipikirkan, Kak. Jelas-jelas perempuan itu punya bukti kalau dia memang ada hubungannya dengan Kak Syawal, terus apalagi yang mau dipikirkan dan dia kok masih saja mau mengelak, dasar memang laki-laki selalu begitu. Gayanya aja mau menikah, tapi ujung-ujungnya sudah punya anak dari perempuan lain. Beruntung saja semua ini aku dapati sebelum menikah jadi bisa kuputuskan kalau rencana kami sebaiknya dibatalkan saja.” Terdengar tegas hanya aku tahu Emi masih berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi saja.“Tetap harus kamu pikirkan dengan tenang, de
Part 88 Pov Mayang Dua minggu kemudian Aku bersyukur harapanku dengan kedua adikku akhirnya terwujud. Toko kue sekaligus tempat tinggal kami dengan mudahnya diberikan oleh bank melalui pinjaman yang kami ajukan. Ruko yang kami beli berada di pusat kota, meski harganya fantastis, minimal dengan usaha yang lancar maka kami yakin akan bisa membayarnya. Tentu dengan kerja keras. Hari ini merupakan hari kedua kami membuka toko, awal pembukaan toko kemarin sudah ramai dengan pengunjung, sebab dengan kepandaian dan gerak gesit Farida di media sosial membuat pelanggan berdatangan. “Ya Allah, luar biasa sekali ya, Kak. Aku yakin kalau begini terus ramenya pasti kita akan bisa dengan mudah mencicil membayar pada bank, apalagi toko ini sekalian tempat tinggal kita sehingga memudahkan kita tetap stand by di toko.” Farida menyapaku pagi ini. Aku mengangguk setuju. Sejak dibukanya toko kue, kami menambah satu orang lagi bernama Marlena untuk menjaga toko bersama Farida, sedangkan Kiki dan aku
Part 87Pov Farah Sudah lama sekali aku tidak makan mie ayam yang dijual tak jauh dari rumah, di rumah hanya ada Purwanto dan Sekar, sedangkan Ibu entah ke mana. Mas Didik seperti biasa pergi bekerja.“Pur, kita makan mie ayam yuk.” Ajakku ke padanya. Purwanto yang tengah asik bermain game online sama sekali tak menoleh dan mempedulikanku. Itulah yang membuatku semakin hari semakin bosan padanya. Tak pernah ada niatan di hatinya untuk bergerak mencari pekerjaan dan lebih banyak menggantungkan hidup padaku atau pada Mas Didik.Selama Purwanto tidak bekerja, setiap bulan aku selalu minta jatah pada Mamaku, beruntung Mama tidak keberatan memberikan uang memenuhi kebutuhanku dan Sekar, Punya suami percuma saja, tidak berguna sama sekali.“Ya sudah kamu jaga Sekar, aku mau makan mie ayam di depan sana.” Tetap saja ia tak menoleh dan tak menyahut. Dasar, benar-benar laki-laki tidak ada gunanya. Mataku memperhatikannya selama semenit, tapi aku seperti berbicara dengan patung. Lalu kuputusk