Part 68“Kak ada tamu.” Farida melihatku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Siapa tamu yang dia maksud? Aku melangkah ke depan, kulihat Shinta berdiri di sana. Ada apa gerangan mantan iras ku ini mendatangiku. Begitu aku sampai di depannya, ia mengukir senyum. Aku membalasnya lalu mempersilahkan duduk di kursi tamu yang baru saja ku beli beberapa hari yang lalu. Ku bersyukur pelan-pelan sudah bisa membeli barang dari hasil usahaku. “Kedatanganku ke sini ingin memesan bolu dalam jumlah banyak terus makanan prasmanan karena mamaku mau buat syukuran buat aku dan Iwan yang sudah tinggal di rumah kembali.” Aku mengerutkan alis. Ia tersenyum.“Mbak nggak usah khawatir, karena aku memang benar-benar ingin pesan untuk acara syukuran, waktu acara nikahan ku waktu itu semua yang Mbak Mayang buat disuka sama tamu, makanya aku mempercayakan semuanya ke Mbak. Kebetulan tadi mama menyuruhku untuk mampir ke sini dan memesan langsung sama Mbak Mayang. Oya ... jadi acara syukuran ini akan dila
Part 69 “Kakak yakin mau terima orderan dari salah satu orang yang memfitnah kita?” Aku sontak menoleh. Farida berdiri di sana dengan pandangan tak senang, aku membalasnya dengan tersenyum lalu menghampirinya. “Ingat ya, Da. Apapun yang kita alami sudah kita ikhlaskan aja demi kebahagiaan kita sendiri. Kita juga tka perlu lagi memupuk prasangka buruk sama orang yang benar-benar ingin berubah, coba lihat Mbak Kiki sudah sekali memfitnah Kakak sampai Kakak waktu itu tidak laku berjualan pertama kali, dia meneruskan bahasa Ibunya Mas Didik waktu itu, tapi kita maafkan karena dia berniat tak mau lagi mendengar omongan mantan Ibu Mertua Kakak itu, itu sekali lalu terulang kembali saat ia hampir saja memasukkan cicak mati dan kecoa, syukur saja kita datang lalu keinginannya tidak sempat ia laksanakan, dua kali dia berusaha mencelakakan Kakak, tapi apa yang Kakak lakukan. Sekarang ini dia malah bekerja dengan kita, membantu kita dan kita membantunya mengatasi masalahnya mencari nafkah buat
Part 70 “Berarti aku ngomong ke pacarku ya kalau belum bisa menikah dulu, itulah yang sebenarnya aku takutkan kalau aku belum bisa menikah dulu sebab Kak Mayang sama Kak Farida juga musti dapat pasangan dulu.” Ujarnya dengan wajah sendu. Aku masih menahan tawaku. “Ya, lagipula Kakak baru akan menjalani proses sidang perceraian jadi tidak mungkin secepat itu akan menikah lagi. Semuanya butuh waktu, kamu kasih tahu aja pacarmu untuk menunggu atau kamu bawa saja pacar kamu ke sini, Kakak mau kenalan seperti apa orangnya sebab Kakak tidak mau kamu salah pilih seperti yang sudah pernah Kakak lakukan.” Emi terlihat menghela napas berkali-kali.“Percuma juga sih, Kak dibawa ke sini toh belum bisa juga dia melamar. Ya sudahlah, Kak aku mau kembali lagi tidur.” Emi langsung berbaring dan membalikkan tubuhnya membelakangi posisiku. Aku tersenyum.Aku melangkah ke luar kamar dan menghampiri Farida yang masih begitu asik dengan beberapa catatan di tangannya. Adikku yang satu ini memang terbilan
Part 71“Memangnya kamu berpacaran dengan anak siapa?” Farida mewakili rasa penasaranku. “Syawal, anaknya Bu Trisno, Kak.” Mataku melotot mendengarnya. Kok bisa? Bukan hanya aku yang kaget mendengarnya, Farida pun demikian. Bagaimana kami tidak kaget, sebab Syawal, anak Bu Trisno yang notabene tetanggaku dulu saat masih tinggal di rumah mantan Ibu Mertuaku dulu. Syawal yang kutahu punya pekerjaan mapan, dia bekerja di perusahaan pengeboran minyak dan sangat kutahu membuat kehidupannya sangat mampu dibandingkan dengan tetangga lainnya. Sementara Emi hanya lulusan SMP, sama seperti aku. apa aku tak salah mendengarnya? Orang seperti kami memangnya bisa selevel dengan keluarga Bu Trisno, rasanya itu mustahil.“Kamu yakin akan menikah dengan Syawal? Syawal anaknya Bu Trisno itu kerjanya nggak main-main, mereka orang kaya dan tidak akan sebanding dengan kita, Kakak pusing memikirkannya, bisa kamu jelaskan lagi, Mi. Kakak jadi ragu.” aku benar-benar terperanjat mengetahui adik bungsu
Part 72 “Apa yang akan Kakak lakukan? Diam atau melawan?” Pertanyaan Farida membuatku tertawa, Emi hanya diam memperhatikan kami dengan seksama.“Kata-katamu sudah kayak pertarungan di tv aja, udahlah orang kayak gitu anggap aja nggak waras, makin dilayani malah kita yang kelihatan nggak warasnya.” Farida manggut-manggut.“Betul juga, tapi seandainya melampaui batas, minimal Kakak harus ambil tindakan. Jangan diam mulu, Kak. Capek juga jadi orang sabar, makin merajalela tuh penjahat sadis.” Aku semakin tertawa mendengar ucapan Farida. “Iya… ya, kamu nggak usah khawatir.” Dalam hati aku juga memikirkan masalah yang datang silih berganti dalam hidupku, ada aja orang yang tidak suka melihatku bahagia dan adem-adem saja. Tidak mantan Ibu Mertua, tidak juga Ipar yang nggak jelas itu. aku menganggap bahwa aku menghadapi orang gila sebab selevel Shinta yang baru saja menjadi menantu dan pernah bersekutu dengan Farah saja bisa dia singkirkan dengan mudah, apalagi aku yang memang musuh de
Part 73Setelah lamaran dari Syawal untuk Emi diterima, Syawal rutin membantu kami mengantar pesanan jika dia off bekerja, aku juga baru tahu jika Syawal adalah pengawas dan kerjanya tidak memakan waktu banyak, meski untuk hari minggu terkadang dia tetap masuk bekerja. Syawal adalah orang yang pertama kali kulihat membantu Bu Trisno saat mengambil pesanan kue bebongko yang dipesan Bu Trisno pada mantan Ibu Mertuaku dan aku saat itu ketahuan membuat kue khas Banjarmasin tersebut. Tak banyak kesan yang kulihat saat pertama kali melihat Syawal, yang kutahu dia menurut sama Ibunya saat Ibunya menyuruhnya. Aku bersyukur Emi mendapatkannya, harapanku pernikahan mereka akan berjalan lancar sampai di hari H nya tiba.Pagi ini jadwal kami mengantar pesanan Shinta yang akan mengadakan syukuran di rumah Ibunya. Syawal yang membantu mengangkut-angkut makanan ke dalam mobil, pekerjaan kami pun cepat selesai. Setelahnya, kami langsung menghadiri sekalian undangan Shinta. “Lho anaknya Bu Trisno i
Part 74Ibu juga Farah terlihat mendengar Bu Trisno membuka suara, tanpa komando Ibu langsung bangkit berdiri lalu berkacak pinggang.“Sekarang ini mungkin Ibu masih bisa menertawakan Saya tapi begitu nanti kalian tahu kelakuan asli keluarga si Mayang, barulah nanti Ibu menyesal dan baru mengakui kalau Saya ini benar adanya. Cukuplah Saya yang menjadi korbannya, Ibu nggak usah lagi. Sebagai teman, Saya justru mengingatkan tapi Ibu malah membalik keadaan dengan mengatakan bahwa Farah bukan menantu Saya yang baik. Mau jelek atau tidak Farah tetap menantu Saya dan selamanya akan begitu.” Tegas Ibu yang membuat Bu Trisno juga ibu-ibu lainnya justru menahan tawa. “Ayo, Farah. Kita memang tidak cocok datang ke undangan begini, nggak selevel kita. Lebih baik kita pergi makan di restoran yang makanannya higienis, ketimbang makan di sini makanannya bikin sakit perut.” Ajaknya sembari menarik tangan Farah yang baru saja akan mengambil makanan di meja. Mereka gegas pulang dengan emosi di atas
Part 75 Pov FarahBaru saja aku dan Ibu Mertuaku menyelesaikan memesan makan dan minum kami di sebuah warung yang tak jauh dari tempat tinggal kami, ternyata Satria, mantan kekasihku sudah muncul di hadapanku. Kedatangannya kali ini sangat tidak tepat, aku ketahuan justru saat sedang berdua dengan Ibunya Purwanto. Posisiku sangat berbahaya.Gimana tidak, Satria sebenarnya adalah Papanya Sekar tanpa diketahui Purwanto. Saat aku menikah dengan Purwanto, aku juga menjalin hubungan dengan Satria. Waktu itu aku baru saja menikah sekitar sebulan tapi kutahu aku sudah hamil enam minggu. Sehingga dapat dipastikan Papanya Sekar adalah Satria. Sebisa mungkin aku menghindari Satria, namun kali ini aku tak bisa mengelak lagi. Ia berdiri persis di hadapanku kini, aku bingung apa yang harus aku lakukan. Apalagi di depan Ibu Mertuaku, aku betul-betul mati kutu. “Masih ingat padaku atau kamu pura-pura lupa?” tanyanya membuyarkan lamunanku. Pandangan heran Ibu membuatku harus pandai memutar otak su
Part 90 “Pernikahan siapa yang kamu maksud gagal?” aku sontak menoleh kaget. Purwanto persis di belakangku. Aku harus mencari jawaban segera atas pertanyaannya.“Tadi … itu si Mayang ke sini dan marah-marahin Ibu, katanya dia tak terima kalau sampai pernikahan Emi dengan Syawal sampai gagal, dia menuduh Ibu yang menggagalkan pernikahan adiknya itu. Kalau mau tahu pastinya tanya Ibu deh sana.” Purwanto masih diam di tempatnya terus menatapku penuh kecurigaan, bahkan ia kini memicingkan matanya.Purwanto langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat, kemudian membaca layar di gawaiku. Di sana kutulis nama Syahrini, aku sengaja menulisnya dengan nama perempuan supaya suamiku bahkan orang di rumah ini tidak ada satupun yang curiga. Benar saja, setelahnya Purwanto mengembalikan handphone ke tanganku.“Ya sudah… aku pikir tadi apa, lagian berita tentang si Mayang itu nggak penting sama sekali.” Sebutnya, aku bisa bernapas lega begitu melihatnya menanggapi dengan santai apa yang k
Part 89Aku menghampiri Emi, adik bungsuku yang terlihat menelungkupkan wajahnya di lengannya, tubuhnya nampak terguncang. Kelihatannya ia sedang menangis. Kubelai rambutnya yang terurai panjang itu, ia belum mau mendongakkan kepalanya.“Mi, Syawal tadi sudah menceritakan semuanya. Apa kamu nggak mau memikirkan ulang apa yang terjadi?” kataku dengan hati-hati. Emi memperbaiki posisinya, tebakanku benar. Ia tengah menangis. “Apalagi yang harus dipikirkan, Kak. Jelas-jelas perempuan itu punya bukti kalau dia memang ada hubungannya dengan Kak Syawal, terus apalagi yang mau dipikirkan dan dia kok masih saja mau mengelak, dasar memang laki-laki selalu begitu. Gayanya aja mau menikah, tapi ujung-ujungnya sudah punya anak dari perempuan lain. Beruntung saja semua ini aku dapati sebelum menikah jadi bisa kuputuskan kalau rencana kami sebaiknya dibatalkan saja.” Terdengar tegas hanya aku tahu Emi masih berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi saja.“Tetap harus kamu pikirkan dengan tenang, de
Part 88 Pov Mayang Dua minggu kemudian Aku bersyukur harapanku dengan kedua adikku akhirnya terwujud. Toko kue sekaligus tempat tinggal kami dengan mudahnya diberikan oleh bank melalui pinjaman yang kami ajukan. Ruko yang kami beli berada di pusat kota, meski harganya fantastis, minimal dengan usaha yang lancar maka kami yakin akan bisa membayarnya. Tentu dengan kerja keras. Hari ini merupakan hari kedua kami membuka toko, awal pembukaan toko kemarin sudah ramai dengan pengunjung, sebab dengan kepandaian dan gerak gesit Farida di media sosial membuat pelanggan berdatangan. “Ya Allah, luar biasa sekali ya, Kak. Aku yakin kalau begini terus ramenya pasti kita akan bisa dengan mudah mencicil membayar pada bank, apalagi toko ini sekalian tempat tinggal kita sehingga memudahkan kita tetap stand by di toko.” Farida menyapaku pagi ini. Aku mengangguk setuju. Sejak dibukanya toko kue, kami menambah satu orang lagi bernama Marlena untuk menjaga toko bersama Farida, sedangkan Kiki dan aku
Part 87Pov Farah Sudah lama sekali aku tidak makan mie ayam yang dijual tak jauh dari rumah, di rumah hanya ada Purwanto dan Sekar, sedangkan Ibu entah ke mana. Mas Didik seperti biasa pergi bekerja.“Pur, kita makan mie ayam yuk.” Ajakku ke padanya. Purwanto yang tengah asik bermain game online sama sekali tak menoleh dan mempedulikanku. Itulah yang membuatku semakin hari semakin bosan padanya. Tak pernah ada niatan di hatinya untuk bergerak mencari pekerjaan dan lebih banyak menggantungkan hidup padaku atau pada Mas Didik.Selama Purwanto tidak bekerja, setiap bulan aku selalu minta jatah pada Mamaku, beruntung Mama tidak keberatan memberikan uang memenuhi kebutuhanku dan Sekar, Punya suami percuma saja, tidak berguna sama sekali.“Ya sudah kamu jaga Sekar, aku mau makan mie ayam di depan sana.” Tetap saja ia tak menoleh dan tak menyahut. Dasar, benar-benar laki-laki tidak ada gunanya. Mataku memperhatikannya selama semenit, tapi aku seperti berbicara dengan patung. Lalu kuputusk
Part 86 Pov DidikTak menyangka, rasanya tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Mayang, kehamilan Farah? Dia benar-benar menuduhku telah menghamili Farah sementara hal ini tidak pernah sekalipun keluargaku bahas dengan orang lain, kecuali semuanya ke luar langsung dari mulut istri adikku itu. “Kenapa? Kaget? Karena aku akhirnya tahu gimana busuknya kamu, yang tak lebih dari sampah dengan menghamili adik iparnya sendiri.” Pandangan kilat kemarahan kulihat di mata Mayang. Apa dia cemburu atau memang malah jijik ke padaku.“Kamu salah sangka, aku tak pernah sekalipun menyentuhnya apalagi sampai menghamilinya. Ia sendiri yang mengarang cerita dan membuatnya seakan-akan aku orang yang tertuduh, kamu percayalah bahwa aku masih tetap menjaga hatiku untukmu.” Aku tahu jika Mayang sangat membenciku, membenci semua kelakuanku padanya sejak aku mulai bisa mencari uang. Kuakui aku berubah dan lebih memprioritaskan kebutuhan keluargaku dengan menggapai surga yang berada di telapak
Part 85 “Sebenarnya itu pengajuan saat Saya marah, hari ini Saya datang bersama Ibu Saya ingin meminta maaf dengan Mayang dan ingin meminta agar kami bisa kembali lagi sebagai pasangan suami istri.” Mataku melotot seakan ke luar dari tempatnya. Kok seenaknya Mas Didik berbicara begitu seakan-akan dosa yang ia lakukan padaku dan Arthur dengan begitu mudahnya membuatku memaafkannya lalu menerimanya kembali. Tak semudah itu Fergusso. Betapa selama beberapa bulan ini ia tak berpikir untuk menafkahiku sejak ia mulai bekerja, ia lebih memilih mementingkan urusan keluarganya ketimbang aku dan anak semata wayangnya. Lalu, buat apalagi kami harus menjalin kembali tali pernikahan kami sementara ia sendiri yang membuatnya putus. “Bagaimana, Ibu Mayang. Mungkin apa yang dikatakan penggugat bisa diterima? Atau ada yang ingin Ibu sampaikan.” Tanya petugas yang kutahu bernama Junaedi. “Saya setuju tetap berpisah dengan Pak Didik, soal permintaan maaf tetap akan Saya maafkan hanya untuk kembali
Part 84 “Kaget kamu, kan? nggak menyangka, kan? tapi begitulah kenyataannya aku dan Mas Didik sudah lama berhubungan dan tidak lama lagi aku akan punya anak dari dia.” Kata-kata Farah semakin di luar nalar, benar-benar membuatku syok. Meski aku memilih berpisah dari Mas Didik, namun ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Farah masih tersisa rasa perih di hatiku mengetahui kenyataan ini. Rasanya tak adalagi yang kulakukan di sini, sebaiknya aku pergi. Lebih baik menyisih sebentar demi kewarasan hatiku menghadapi orang-orang toxic yang ada di rumah mantan Ibu Mertuaku ini. Entah aku salah atau apa yang disampaikan oleh farah memang benar adanya, yang jelas aku harus pergi secepatnya.Segera kutarik tangan Farida mengajaknya meninggalkan tempat ini. Setelahnya tanpa berkata apa-apa lagi kami pun pergi. Sepanjang perjalanan aku dan Farida lebih banyak diam. “Kak, kamu yakin apa yang dikatakan oleh Farah tadi, apa benar Mas Didik menghamili Farah. Kok makin aneh-aneh keluarga itu.”
Part 83Pov Mayang Aku kesal karena panggilan sidang dari pengadilan agama yang masuk sesi pertama yakni sidang mediasi, justru tak dihadiri oleh Mas Didik dan sidang harus ditunda. Ketidakhadirannya membuatku berpikir apakah dia memang sengaja ingin mengulur-ulur perpisahan kami atau memang dia benar-benar sedang berhalangan. Pengadilan agama menunda hingga dua pekan lagi, dan sekarang ini sudah berjalan seminggu aku berusaha menyibukkan diri sehingga saat harinya akan digelar, aku lebih tenang. “Kak, jam delapan ini ada pengantaran tempat Bu Trisno kan? Biar aku aja yang antar ya?” pinta Emi membuat aku, Farida juga Kiki kompak tertawa. Kami langsung tahu maksud perkataannya.“Cieee … ada yang sibuk PDKT sama calon mertua nih, ya udah kamu aja yang antar,” godaku, Emi tersipu malu. Wajah putih pucat nya mendadak merona.“Ya nggaklah, Kak. Aku sekalian mau catat pesanan Bu Ida, katanya dia mau pesan untuk acara apa gitu aku lupa,” sebut Emi, aku terkekeh melihat perubahan wajahny
Part 82 “Sekarang … Apa Ibu masih percaya kalau Farah hamil karena aku yang melakukannya?” pertanyaan Didik membuatku terdiam. Meski aku yakin bahwa Didik tidak melakukannya, hanya saja rasa bimbang tetap juga ada, jadi bingung memikirkannya.“Entahlah, Nak. Ibu juga masih belum pasti. Purwanto begitu yakin jika kamu adalah Bapak dari anak yang dikandung oleh istrinya, Ibu masih belum bisa menjawab soal itu. Jika memang kamu bersikeras tak melakukannya, suatu saat pasti akan terbongkar juga yang sebenarnya."Didik dan aku kembali melanjutkan makan kami yang tadi sempat tertunda, hanya sebentar saja Purwanto dan Farah datang. Begitu melihat kami berdua makan, mereka tertawa pelan.“Kasihan … harus makan gorengan yang dijual di pinggir jalan, kayak kami dong, Mas. Barusan makan di restoran.” Suara Purwanto membuat Didik terlihat kesal. Matanya mendelik melihat ke arah menantu dan anakku itu.“Lebih baik makan gorengan di pinggir jalan tapi jelas pakai uang sendiri, ketimbang makan