Part 67 Pov Farah Kehamilan membuatku membenci Ibu Mertuaku mati-matian, karena dia lah yang membuat aku hamil. Berulang kali ia memintaku supaya memberikannya cucu lagi bersamaan setelah Iwan dan Shinta menikah. Lucunya, setelah aku hamil dia terlihat pelit dan ogah-ogahan menuruti mauku. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Shinta. Hal ini membuatku iri. Padahal dulu ia begitu royal padaku.Apalagi sejak tahu ia mendapatkan arisan senilai empat juta, hanya memintanya uang sedikit saja untuk membeli martabak karena keinginan jabang bayi, dia pun tak sudi. “Coba lihat, Pur. Ibumu itu makin hari makin akrab sama Shinta, bahkan sekarang Shinta kalau punya makanan selalu dia bagikan ke Ibu, perhatianmu ke Ibu sudah tidak adalagi semenjak ada Shinta, Ibu kalau ada masakan sekarang lebih banyak mengetuk pintu Shinta ketimbang pintu kamar kita. Hal ini nggak bisa dibiarkan.” Sebut Ku kala itu. Purwanto hanya diam saja menyimak.“Tapi, aku lihat Ibu biasa aja. mungkin itu hanya
Part 68“Kak ada tamu.” Farida melihatku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Siapa tamu yang dia maksud? Aku melangkah ke depan, kulihat Shinta berdiri di sana. Ada apa gerangan mantan iras ku ini mendatangiku. Begitu aku sampai di depannya, ia mengukir senyum. Aku membalasnya lalu mempersilahkan duduk di kursi tamu yang baru saja ku beli beberapa hari yang lalu. Ku bersyukur pelan-pelan sudah bisa membeli barang dari hasil usahaku. “Kedatanganku ke sini ingin memesan bolu dalam jumlah banyak terus makanan prasmanan karena mamaku mau buat syukuran buat aku dan Iwan yang sudah tinggal di rumah kembali.” Aku mengerutkan alis. Ia tersenyum.“Mbak nggak usah khawatir, karena aku memang benar-benar ingin pesan untuk acara syukuran, waktu acara nikahan ku waktu itu semua yang Mbak Mayang buat disuka sama tamu, makanya aku mempercayakan semuanya ke Mbak. Kebetulan tadi mama menyuruhku untuk mampir ke sini dan memesan langsung sama Mbak Mayang. Oya ... jadi acara syukuran ini akan dila
Part 69 “Kakak yakin mau terima orderan dari salah satu orang yang memfitnah kita?” Aku sontak menoleh. Farida berdiri di sana dengan pandangan tak senang, aku membalasnya dengan tersenyum lalu menghampirinya. “Ingat ya, Da. Apapun yang kita alami sudah kita ikhlaskan aja demi kebahagiaan kita sendiri. Kita juga tka perlu lagi memupuk prasangka buruk sama orang yang benar-benar ingin berubah, coba lihat Mbak Kiki sudah sekali memfitnah Kakak sampai Kakak waktu itu tidak laku berjualan pertama kali, dia meneruskan bahasa Ibunya Mas Didik waktu itu, tapi kita maafkan karena dia berniat tak mau lagi mendengar omongan mantan Ibu Mertua Kakak itu, itu sekali lalu terulang kembali saat ia hampir saja memasukkan cicak mati dan kecoa, syukur saja kita datang lalu keinginannya tidak sempat ia laksanakan, dua kali dia berusaha mencelakakan Kakak, tapi apa yang Kakak lakukan. Sekarang ini dia malah bekerja dengan kita, membantu kita dan kita membantunya mengatasi masalahnya mencari nafkah buat
Part 70 “Berarti aku ngomong ke pacarku ya kalau belum bisa menikah dulu, itulah yang sebenarnya aku takutkan kalau aku belum bisa menikah dulu sebab Kak Mayang sama Kak Farida juga musti dapat pasangan dulu.” Ujarnya dengan wajah sendu. Aku masih menahan tawaku. “Ya, lagipula Kakak baru akan menjalani proses sidang perceraian jadi tidak mungkin secepat itu akan menikah lagi. Semuanya butuh waktu, kamu kasih tahu aja pacarmu untuk menunggu atau kamu bawa saja pacar kamu ke sini, Kakak mau kenalan seperti apa orangnya sebab Kakak tidak mau kamu salah pilih seperti yang sudah pernah Kakak lakukan.” Emi terlihat menghela napas berkali-kali.“Percuma juga sih, Kak dibawa ke sini toh belum bisa juga dia melamar. Ya sudahlah, Kak aku mau kembali lagi tidur.” Emi langsung berbaring dan membalikkan tubuhnya membelakangi posisiku. Aku tersenyum.Aku melangkah ke luar kamar dan menghampiri Farida yang masih begitu asik dengan beberapa catatan di tangannya. Adikku yang satu ini memang terbilan
Part 71“Memangnya kamu berpacaran dengan anak siapa?” Farida mewakili rasa penasaranku. “Syawal, anaknya Bu Trisno, Kak.” Mataku melotot mendengarnya. Kok bisa? Bukan hanya aku yang kaget mendengarnya, Farida pun demikian. Bagaimana kami tidak kaget, sebab Syawal, anak Bu Trisno yang notabene tetanggaku dulu saat masih tinggal di rumah mantan Ibu Mertuaku dulu. Syawal yang kutahu punya pekerjaan mapan, dia bekerja di perusahaan pengeboran minyak dan sangat kutahu membuat kehidupannya sangat mampu dibandingkan dengan tetangga lainnya. Sementara Emi hanya lulusan SMP, sama seperti aku. apa aku tak salah mendengarnya? Orang seperti kami memangnya bisa selevel dengan keluarga Bu Trisno, rasanya itu mustahil.“Kamu yakin akan menikah dengan Syawal? Syawal anaknya Bu Trisno itu kerjanya nggak main-main, mereka orang kaya dan tidak akan sebanding dengan kita, Kakak pusing memikirkannya, bisa kamu jelaskan lagi, Mi. Kakak jadi ragu.” aku benar-benar terperanjat mengetahui adik bungsu
Part 72 “Apa yang akan Kakak lakukan? Diam atau melawan?” Pertanyaan Farida membuatku tertawa, Emi hanya diam memperhatikan kami dengan seksama.“Kata-katamu sudah kayak pertarungan di tv aja, udahlah orang kayak gitu anggap aja nggak waras, makin dilayani malah kita yang kelihatan nggak warasnya.” Farida manggut-manggut.“Betul juga, tapi seandainya melampaui batas, minimal Kakak harus ambil tindakan. Jangan diam mulu, Kak. Capek juga jadi orang sabar, makin merajalela tuh penjahat sadis.” Aku semakin tertawa mendengar ucapan Farida. “Iya… ya, kamu nggak usah khawatir.” Dalam hati aku juga memikirkan masalah yang datang silih berganti dalam hidupku, ada aja orang yang tidak suka melihatku bahagia dan adem-adem saja. Tidak mantan Ibu Mertua, tidak juga Ipar yang nggak jelas itu. aku menganggap bahwa aku menghadapi orang gila sebab selevel Shinta yang baru saja menjadi menantu dan pernah bersekutu dengan Farah saja bisa dia singkirkan dengan mudah, apalagi aku yang memang musuh de
Part 73Setelah lamaran dari Syawal untuk Emi diterima, Syawal rutin membantu kami mengantar pesanan jika dia off bekerja, aku juga baru tahu jika Syawal adalah pengawas dan kerjanya tidak memakan waktu banyak, meski untuk hari minggu terkadang dia tetap masuk bekerja. Syawal adalah orang yang pertama kali kulihat membantu Bu Trisno saat mengambil pesanan kue bebongko yang dipesan Bu Trisno pada mantan Ibu Mertuaku dan aku saat itu ketahuan membuat kue khas Banjarmasin tersebut. Tak banyak kesan yang kulihat saat pertama kali melihat Syawal, yang kutahu dia menurut sama Ibunya saat Ibunya menyuruhnya. Aku bersyukur Emi mendapatkannya, harapanku pernikahan mereka akan berjalan lancar sampai di hari H nya tiba.Pagi ini jadwal kami mengantar pesanan Shinta yang akan mengadakan syukuran di rumah Ibunya. Syawal yang membantu mengangkut-angkut makanan ke dalam mobil, pekerjaan kami pun cepat selesai. Setelahnya, kami langsung menghadiri sekalian undangan Shinta. “Lho anaknya Bu Trisno i
Part 74Ibu juga Farah terlihat mendengar Bu Trisno membuka suara, tanpa komando Ibu langsung bangkit berdiri lalu berkacak pinggang.“Sekarang ini mungkin Ibu masih bisa menertawakan Saya tapi begitu nanti kalian tahu kelakuan asli keluarga si Mayang, barulah nanti Ibu menyesal dan baru mengakui kalau Saya ini benar adanya. Cukuplah Saya yang menjadi korbannya, Ibu nggak usah lagi. Sebagai teman, Saya justru mengingatkan tapi Ibu malah membalik keadaan dengan mengatakan bahwa Farah bukan menantu Saya yang baik. Mau jelek atau tidak Farah tetap menantu Saya dan selamanya akan begitu.” Tegas Ibu yang membuat Bu Trisno juga ibu-ibu lainnya justru menahan tawa. “Ayo, Farah. Kita memang tidak cocok datang ke undangan begini, nggak selevel kita. Lebih baik kita pergi makan di restoran yang makanannya higienis, ketimbang makan di sini makanannya bikin sakit perut.” Ajaknya sembari menarik tangan Farah yang baru saja akan mengambil makanan di meja. Mereka gegas pulang dengan emosi di atas
Part 95 Pov Mayang“Kasihan Farah, Mbak Mayang. Setelah Mamanya meninggal malah Ia ikut menyusul meninggal bunuh diri dengan memotong nadi tangannya karena tak tahan menerima hinaan dari anak-anak sekitar rumahnya kalau wajahnya rusak akibat terkena luka bakar waktu masih di rumah Ibu Sutinah, setelah itu dia diceraikan sama suaminya. Katanya Farah ketahuan menggadaikan rumah Ibu Sutinah dan sekarang Ibu Sutinah bersama Didik dan Pur katanya mengontrak rumah kecil di pinggiran kota, lengkap sudah penderitaan keluarga Ibu Sutinah akibat menantunya itu. Syukur saja Iwan sama Shinta tidak bernasib sama.” Bu Trisno menyampaikan kabar duka itu saat ia bertandang ke rumah untuk membicarakan persiapan pernikahan Syawal dan Emi yang akan digelar dua hari lagi.Mungkin ini terdengar gila tapi Allah SWT sudah mengatur semuanya, aku yang dulunya dizolimi oleh orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku, satu persatu seakan mendapatkan karma atas apa yang sudah mereka lakukan. Farah yang begit
Part 94 “Kalau tidak, berarti kalian harus mengosongkan rumah ini, karena Ibu Farah sudah menggadaikan rumah ini dengan memberikan sertifikat rumah pada bos kami. Dia juga sudah menerima uang dua ratus juta tiga bulan yang lalu.” Mataku melotot mendengarnya, masalah apalagi yang dilakukan oleh Farah kali ini. “Ya Allah, bagaimana sudah ini, Dik, Pur. Farah memang betul-betul keterlaluan menjadi menantu bisanya hanya menyusahkan saja. Huhuhuuu.” Ibu menangis sesenggukan begitu tahu rumah yang kami tempati sekarang sudah sepenuhnya dikuasai oleh rentenir.“Apa kalian punya bukti kalau Farah memang yang menggadaikan rumah ini pada bos kalian?” Dua orang penagih utang tersebut malah tertawa. Setelahnya salah satu memperlihatkan foto copy sertifikat dan tanda bukti tanda tangan Farah di sana menyetujui syarat-syarat pinjaman uang dengan jaminan sertifikat rumah.Aku, Pur juga Ibu sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami benar-benar dipecundangi oleh Farah. Apalagi Purwanto, ia merasa ikut
Part 93“Terus, bagaimana dengan Mas Didik? Apa Mbak memaafkannya juga?” Deggg. Nama itu lagi, rasanya seharian ini sudah beberapa kali teringat akan dirinya. Orang yang sudah mengisi hidupku dalam beberapa tahun ini, kalau ditanya apakah aku mencintainya? Ya aku sangat mencintainya, hanya begitu banyak luka yang ia torehkan ke padaku sehingga aku memilih sebisa mungkin pergi jauh dari kehidupannya, meski saat mediasi pada proses perceraian kami, ia kekeh tidak mau berpisah. Aku memutuskan menjauh agar dapat menjaga kewarasan hatiku. “Lho, Mbak malah melamun.” Aku tersenyum malu ketika Iwan memergoki aku sedang melamun karena pertanyaannya.“Aku juga sudah memaafkan Mas mu, bahkan Ibumu. Bagiku yang lalu biarlah menjadi pengalaman berharga saja. Oya kalian tadi ke sini aku pikir mau pesan sesuatu. Mau bolu atau malah rendang daging saja.” Ujarku cepat mengalihkan topik pembicaraan.Malas membahas hal yang lampau.“Oya hampir lupa, Shinta maunya Mbak Mayang buatkan nasi dengan daging
Part 92 Pov Mayang Pagi sekali aku dan kedua adikku sudah mulai bersiap membuka toko, kegiatan kami setiap harinya seperti ini. Tiba-tiba saja mobil Syawal berhenti di halaman dan Emi yang semula ada di depan menggendong Arthur melihat pemandangan segera masuk. Aku tahu jika Emi masih menghindar berbicara dengan calon suaminya tersebut. Persoalan perempuan yang mengaku sebagai kekasih Syawal membuat hubungan adikku dengan Syawal seketika renggang. Emi sudah membatalkan pernikahan, hanya saja aku senang dengan kegigihan Syawal ingin meraih hati adikku kembali, kadang aku membayangkan jika saja Mas Didik berlaku begitu padaku, mungkin saja kami masih bersama sampai saat ini. Tapi, ya sudahlah semua hanya tinggal kenangan sekarang. Bahkan aku tinggal menunggu ketuk palu saja.“Kak, aku cuma mau bilang kalau perempuan yang mengaku kekasihku itu ditangkap semalam bersama orang yang menyuruhnya, sebetulnya semalam dia ditangkap karena petugas kepolisian sedang menggerebek tempat perjudia
Part 91Kulihat handphone di tangan Purwanto, segera kuambil dengan cepat dan membuka layar lalu mencari kamera dan menghadapkan posisi kamera ke arah depan, persis ke wajahku. Begitu aku melihat penampakan wajahku, handphone Purwanto sampai terjatuh dari tanganku. Apa aku tak salah lihat?Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku. Wajahku sudah seperti monster yang menyeramkan. Bagaimana bisa Purwanto tak terkejut melihatku? Apa dia menahan tawa agar tak membuatku malu, bentuk mata yang kurasakan perih kelopaknya berkeriput sehingga bola mataku terlihat mau ke luar dari tempatnya. Selain itu wajahku menghitam dan mengerut di beberapa tempat, selain itu bentuk mulutku terasa miring dan tidak berada di tempat seharusnya. Aku berusaha mengingat dan mencerna apa yang sudah terjadi padaku, kenapa gara-gara api yang membakar rambut juga membuat kobaran api di wajahku membuat wajahku sulit dikenali lagi. Tamat riwayatku.Habis semua sudah kecantikan yang dulunya aku banggakan, aku melihat kembali
Part 90 “Pernikahan siapa yang kamu maksud gagal?” aku sontak menoleh kaget. Purwanto persis di belakangku. Aku harus mencari jawaban segera atas pertanyaannya.“Tadi … itu si Mayang ke sini dan marah-marahin Ibu, katanya dia tak terima kalau sampai pernikahan Emi dengan Syawal sampai gagal, dia menuduh Ibu yang menggagalkan pernikahan adiknya itu. Kalau mau tahu pastinya tanya Ibu deh sana.” Purwanto masih diam di tempatnya terus menatapku penuh kecurigaan, bahkan ia kini memicingkan matanya.Purwanto langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat, kemudian membaca layar di gawaiku. Di sana kutulis nama Syahrini, aku sengaja menulisnya dengan nama perempuan supaya suamiku bahkan orang di rumah ini tidak ada satupun yang curiga. Benar saja, setelahnya Purwanto mengembalikan handphone ke tanganku.“Ya sudah… aku pikir tadi apa, lagian berita tentang si Mayang itu nggak penting sama sekali.” Sebutnya, aku bisa bernapas lega begitu melihatnya menanggapi dengan santai apa yang k
Part 89Aku menghampiri Emi, adik bungsuku yang terlihat menelungkupkan wajahnya di lengannya, tubuhnya nampak terguncang. Kelihatannya ia sedang menangis. Kubelai rambutnya yang terurai panjang itu, ia belum mau mendongakkan kepalanya.“Mi, Syawal tadi sudah menceritakan semuanya. Apa kamu nggak mau memikirkan ulang apa yang terjadi?” kataku dengan hati-hati. Emi memperbaiki posisinya, tebakanku benar. Ia tengah menangis. “Apalagi yang harus dipikirkan, Kak. Jelas-jelas perempuan itu punya bukti kalau dia memang ada hubungannya dengan Kak Syawal, terus apalagi yang mau dipikirkan dan dia kok masih saja mau mengelak, dasar memang laki-laki selalu begitu. Gayanya aja mau menikah, tapi ujung-ujungnya sudah punya anak dari perempuan lain. Beruntung saja semua ini aku dapati sebelum menikah jadi bisa kuputuskan kalau rencana kami sebaiknya dibatalkan saja.” Terdengar tegas hanya aku tahu Emi masih berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi saja.“Tetap harus kamu pikirkan dengan tenang, de
Part 88 Pov Mayang Dua minggu kemudian Aku bersyukur harapanku dengan kedua adikku akhirnya terwujud. Toko kue sekaligus tempat tinggal kami dengan mudahnya diberikan oleh bank melalui pinjaman yang kami ajukan. Ruko yang kami beli berada di pusat kota, meski harganya fantastis, minimal dengan usaha yang lancar maka kami yakin akan bisa membayarnya. Tentu dengan kerja keras. Hari ini merupakan hari kedua kami membuka toko, awal pembukaan toko kemarin sudah ramai dengan pengunjung, sebab dengan kepandaian dan gerak gesit Farida di media sosial membuat pelanggan berdatangan. “Ya Allah, luar biasa sekali ya, Kak. Aku yakin kalau begini terus ramenya pasti kita akan bisa dengan mudah mencicil membayar pada bank, apalagi toko ini sekalian tempat tinggal kita sehingga memudahkan kita tetap stand by di toko.” Farida menyapaku pagi ini. Aku mengangguk setuju. Sejak dibukanya toko kue, kami menambah satu orang lagi bernama Marlena untuk menjaga toko bersama Farida, sedangkan Kiki dan aku
Part 87Pov Farah Sudah lama sekali aku tidak makan mie ayam yang dijual tak jauh dari rumah, di rumah hanya ada Purwanto dan Sekar, sedangkan Ibu entah ke mana. Mas Didik seperti biasa pergi bekerja.“Pur, kita makan mie ayam yuk.” Ajakku ke padanya. Purwanto yang tengah asik bermain game online sama sekali tak menoleh dan mempedulikanku. Itulah yang membuatku semakin hari semakin bosan padanya. Tak pernah ada niatan di hatinya untuk bergerak mencari pekerjaan dan lebih banyak menggantungkan hidup padaku atau pada Mas Didik.Selama Purwanto tidak bekerja, setiap bulan aku selalu minta jatah pada Mamaku, beruntung Mama tidak keberatan memberikan uang memenuhi kebutuhanku dan Sekar, Punya suami percuma saja, tidak berguna sama sekali.“Ya sudah kamu jaga Sekar, aku mau makan mie ayam di depan sana.” Tetap saja ia tak menoleh dan tak menyahut. Dasar, benar-benar laki-laki tidak ada gunanya. Mataku memperhatikannya selama semenit, tapi aku seperti berbicara dengan patung. Lalu kuputusk