Part 76Pov Farah Mengapa sih perempuan miskin itu selalu saja ada dalam ingatannya, aku menginginkan sekali saja ia menoleh ke padaku dan melihatku, tapi nyatanya dia betah dengan kesendiriannya, padahal aku tahu betul bahwa dia sudah menerima surat dari pengadilan agama dan mungkin dalam beberapa hari lagi, ia akan mulai menghadiri sidang perceraiannya. Meski aku tahu dia masih menyimpan rasa buat Mayang, tapi aku sangat menginginkan dia melupakan perempuan yang sudah memberinya satu anak itu. Bagiku Mayang tidak akan pernah cocok menjadi istrinya, jika saja Mas Didik mau mencoba membuka hatinya, maka aku orang pertama yang akan mendekatinya, aku tak mau dia bersama wanita lain lagi. Sepertinya pemikiranku agak gila sebab aku ini hanya adik iparnya, tapi bagaimana aku akan menghentikan rasa cintaku padanya, apalagi sejak ia bekerja aura ketampanannya seratus kali lipat meningkat. Kadang aku memberikan sinyal itu ke padanya, entah dia sadari atau tidak.Kali ini ia menyinggung lag
Part 77 Pov Didik Aku mendengar dengan jelas kalau Ibu sama Farah merencanakan sesuatu dan yang kudengar mereka akan menggagalkan rencana pernikahan antara Emi dengan Syawal. Ini tak bisa dibiarkan, aku tahu begitu licik hati Farah ingin menguasai sepenuhnya yang ada di rumah ini, bukan hanya itu ia juga seringkali mempengaruhi Ibu agar membenci Mayang dan selama aku tinggal di rumah ini membuatku bisa membuka mata bahwa Mayang tak tahu apa-apa, Ibu dan Farahlah yang terlalu iri dengan pencapaian Mayang sehingga apapun dilakukan supaya Mayang terlihat jelek di mata orang, begitu juga Bapak yang sampai saat ini masih belum percaya jika Mayang tidak bersalah.Aku ingin sekali memberitahukan semua ini langsung ke Mayang, tapi sebelumnya aku ke sana awalnya memang disambut baik, namun dengan panggilan dari Ibu yang menghinanya membuat Mayang tidak mau lagi menerimaku di sana, kalaupun melihat Arthur, ia akan menyuruh adiknya saja yang menghadapi aku. Bingung aku dibuatnya. “Tapi … seti
Part 78“Farah … ngapain kamu di dalam kamarku dan ….” Aku tak meneruskan kalimatku dan membuang pandanganku secepat mungkin, karena kulihat Farah berbaring di atas tempat tidurku dalam keadaan polos, tidak berbusana sama sekali.“Ayo, Mas… masuklah, nggak usah malu.” Terdengar suaranya pelan dan sedikit mendesah menggodaku. Kurasa adik iparku ini sudah tidak waras.Baru saja aku akan menyuruhnya ke luar dari kamarku, suara bentakan persis di sampingku meminta Farah yang ke luar.“Ke luar kamu, jalang. Dasar istri tidak tahu diri. Ternyata aku pamit pergi main game, ini yang kamu lakukan di belakangku, dasar laknat.” Kulihat Purwanto sudah berdiri persis di sampingku, entah sejak kapan dia datang dan ia segera menyeruak masuk ke dalam kamarku.“Mas? Kamu… kapan pulangnya? Aku … awww sakit, Mas.” Suara Farah mulai terbata-bata. Farah yang masih kaget menjadi kalang kabut dengan kedatangan suaminya tiba-tiba. Purwanto bahkan menarik tangan Farah secara paksa dan membiarkan istrinya itu
Part 79“Kenapa kamu tega, Dik. Kamu seperti tidak ada agamanya, bisa-bisanya kamu membuat Farah hamil. Dia adik iparmu, kamu begitu tega huhuhu.” Ibu terus menangis. Aku tentu saja bingung. Jangankan menghamili, menyentuh Farah saja tidak pernah terlintas sama sekali di benakku. “Ya Allah, Bu. Ibu jangan percaya begitu saja. Kamu juga, Pur. Demi Allah, aku nggak pernah menyentuh istrimu, jangankan menyentuh berniat saja nggak pernah ada di benakku, tolong kamu percaya aku. Jelas-jelas dia tadi yang ke kamarku dan ingin menggodaku, kalau dia hamil itu pasti anak kalian, aku tidak ada urusannya sama sekali.” Terang ku namun Ibu maupun Purwanto seakan dibutakan oleh Farah.Ibu masih saja menangis sedangkan pandangan Purwanto seakan-akan ingin menelanku. Bapak memberi isyarat agar aku segera pergi saja dari rumah. Semula aku ingin menolak, tapi melihat keadaan rumah membuatku mau tak mau harus hengkang dari rumah ini. Semuanya gara-gara Farah, bisa-bisanya dia mengatakan pada Purwanto
Part 80Pov Sutinah “Pak … Bapak … Bangun, Pak. Ada apa denganmu?” aku mulai panik begitu melihat suamiku terkapar jatuh di lantai sambil memegangi dadanya. “Pur … Pur … bantu Bapakmu… Bapakmu pingsan.” Aku mengedor-gedor pintu kamar Purwanto yang sudah terkunci. Tak lama ia ke luar dengan mata merah, sepertinya ia sudah tertidur tadi. Aku menunjuk ke arah kamar. Ia langsung berlari dan sampai di sana, Purwanto memeriksa nadi di pergelangan tangan Bapaknya. Setelahnya ia berusaha mengangkat Bapaknya naik ke atas tempat tidur. “Bapak kenapa, Bu?” aku hanya bisa menggelengkan kepala, tak terasa air mata sudah membanjiri pipiku. “Bapak begini pasti gara-gara Mas Didik, Bapak pasti kepikiran dengan anak kesayangannya yang sudah terlalu jauh berhubungan dengan Farah, sampai-sampai Farah hamil begitu.” Sungutnya, aku diam saja membenarkan apa ucapan anakku. “Tolong Ibu ambilkan minyak kayu putih sekalian air ya buat sedkit aja di gelas.” Titahnya dan aku menurut. Purwanto segera memb
Part 81Pov Sutinah Kepergian suamiku menyisakan rasa sedih yang begitu mendalam, tiba-tiba aku rindu sikapnya yang terlalu sabar menghadapiku. Ia yang tak pernah mengeluh dengan keadaan kami membuatku tak berhenti menangisinya. Tujuh hari setelah ia dimakamkan, ada yang terasa begitu berbeda mulai dari pekerjaan rumah yang biasa suamiku lakukan seperti memasak air minum maupun memasak nasi yang biasa ia lakukan semenjak Mayang sudah tidak tinggal lagi dengan kami. Mau tak mau aku yang harus turun tangan melakukannya, dia hari pertama aku memulai memasak, nasi masih mentah, berbiji dan tak bisa sama sekali dimakan. Untuk air minum yang biasa diambil di sumur, semua anakku kecuali Didik mengeluh melakukannya.“Capek, Bu. kalau musti ambil air bolak balik turun naik dari sumur ke rumah, capek … kalau Ibu mau masak ya usahakan ambillah sendiri. Nanti kalau masak jangan lagi pake acara mentah ya, Bu. Nasi yang Ibu masak sama sekali nggak bisa dimakan benar-benar mentah.” Tukas Purwanto
Part 82 “Sekarang … Apa Ibu masih percaya kalau Farah hamil karena aku yang melakukannya?” pertanyaan Didik membuatku terdiam. Meski aku yakin bahwa Didik tidak melakukannya, hanya saja rasa bimbang tetap juga ada, jadi bingung memikirkannya.“Entahlah, Nak. Ibu juga masih belum pasti. Purwanto begitu yakin jika kamu adalah Bapak dari anak yang dikandung oleh istrinya, Ibu masih belum bisa menjawab soal itu. Jika memang kamu bersikeras tak melakukannya, suatu saat pasti akan terbongkar juga yang sebenarnya."Didik dan aku kembali melanjutkan makan kami yang tadi sempat tertunda, hanya sebentar saja Purwanto dan Farah datang. Begitu melihat kami berdua makan, mereka tertawa pelan.“Kasihan … harus makan gorengan yang dijual di pinggir jalan, kayak kami dong, Mas. Barusan makan di restoran.” Suara Purwanto membuat Didik terlihat kesal. Matanya mendelik melihat ke arah menantu dan anakku itu.“Lebih baik makan gorengan di pinggir jalan tapi jelas pakai uang sendiri, ketimbang makan
Part 83Pov Mayang Aku kesal karena panggilan sidang dari pengadilan agama yang masuk sesi pertama yakni sidang mediasi, justru tak dihadiri oleh Mas Didik dan sidang harus ditunda. Ketidakhadirannya membuatku berpikir apakah dia memang sengaja ingin mengulur-ulur perpisahan kami atau memang dia benar-benar sedang berhalangan. Pengadilan agama menunda hingga dua pekan lagi, dan sekarang ini sudah berjalan seminggu aku berusaha menyibukkan diri sehingga saat harinya akan digelar, aku lebih tenang. “Kak, jam delapan ini ada pengantaran tempat Bu Trisno kan? Biar aku aja yang antar ya?” pinta Emi membuat aku, Farida juga Kiki kompak tertawa. Kami langsung tahu maksud perkataannya.“Cieee … ada yang sibuk PDKT sama calon mertua nih, ya udah kamu aja yang antar,” godaku, Emi tersipu malu. Wajah putih pucat nya mendadak merona.“Ya nggaklah, Kak. Aku sekalian mau catat pesanan Bu Ida, katanya dia mau pesan untuk acara apa gitu aku lupa,” sebut Emi, aku terkekeh melihat perubahan wajahny
Part 95 Pov Mayang“Kasihan Farah, Mbak Mayang. Setelah Mamanya meninggal malah Ia ikut menyusul meninggal bunuh diri dengan memotong nadi tangannya karena tak tahan menerima hinaan dari anak-anak sekitar rumahnya kalau wajahnya rusak akibat terkena luka bakar waktu masih di rumah Ibu Sutinah, setelah itu dia diceraikan sama suaminya. Katanya Farah ketahuan menggadaikan rumah Ibu Sutinah dan sekarang Ibu Sutinah bersama Didik dan Pur katanya mengontrak rumah kecil di pinggiran kota, lengkap sudah penderitaan keluarga Ibu Sutinah akibat menantunya itu. Syukur saja Iwan sama Shinta tidak bernasib sama.” Bu Trisno menyampaikan kabar duka itu saat ia bertandang ke rumah untuk membicarakan persiapan pernikahan Syawal dan Emi yang akan digelar dua hari lagi.Mungkin ini terdengar gila tapi Allah SWT sudah mengatur semuanya, aku yang dulunya dizolimi oleh orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku, satu persatu seakan mendapatkan karma atas apa yang sudah mereka lakukan. Farah yang begit
Part 94 “Kalau tidak, berarti kalian harus mengosongkan rumah ini, karena Ibu Farah sudah menggadaikan rumah ini dengan memberikan sertifikat rumah pada bos kami. Dia juga sudah menerima uang dua ratus juta tiga bulan yang lalu.” Mataku melotot mendengarnya, masalah apalagi yang dilakukan oleh Farah kali ini. “Ya Allah, bagaimana sudah ini, Dik, Pur. Farah memang betul-betul keterlaluan menjadi menantu bisanya hanya menyusahkan saja. Huhuhuuu.” Ibu menangis sesenggukan begitu tahu rumah yang kami tempati sekarang sudah sepenuhnya dikuasai oleh rentenir.“Apa kalian punya bukti kalau Farah memang yang menggadaikan rumah ini pada bos kalian?” Dua orang penagih utang tersebut malah tertawa. Setelahnya salah satu memperlihatkan foto copy sertifikat dan tanda bukti tanda tangan Farah di sana menyetujui syarat-syarat pinjaman uang dengan jaminan sertifikat rumah.Aku, Pur juga Ibu sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami benar-benar dipecundangi oleh Farah. Apalagi Purwanto, ia merasa ikut
Part 93“Terus, bagaimana dengan Mas Didik? Apa Mbak memaafkannya juga?” Deggg. Nama itu lagi, rasanya seharian ini sudah beberapa kali teringat akan dirinya. Orang yang sudah mengisi hidupku dalam beberapa tahun ini, kalau ditanya apakah aku mencintainya? Ya aku sangat mencintainya, hanya begitu banyak luka yang ia torehkan ke padaku sehingga aku memilih sebisa mungkin pergi jauh dari kehidupannya, meski saat mediasi pada proses perceraian kami, ia kekeh tidak mau berpisah. Aku memutuskan menjauh agar dapat menjaga kewarasan hatiku. “Lho, Mbak malah melamun.” Aku tersenyum malu ketika Iwan memergoki aku sedang melamun karena pertanyaannya.“Aku juga sudah memaafkan Mas mu, bahkan Ibumu. Bagiku yang lalu biarlah menjadi pengalaman berharga saja. Oya kalian tadi ke sini aku pikir mau pesan sesuatu. Mau bolu atau malah rendang daging saja.” Ujarku cepat mengalihkan topik pembicaraan.Malas membahas hal yang lampau.“Oya hampir lupa, Shinta maunya Mbak Mayang buatkan nasi dengan daging
Part 92 Pov Mayang Pagi sekali aku dan kedua adikku sudah mulai bersiap membuka toko, kegiatan kami setiap harinya seperti ini. Tiba-tiba saja mobil Syawal berhenti di halaman dan Emi yang semula ada di depan menggendong Arthur melihat pemandangan segera masuk. Aku tahu jika Emi masih menghindar berbicara dengan calon suaminya tersebut. Persoalan perempuan yang mengaku sebagai kekasih Syawal membuat hubungan adikku dengan Syawal seketika renggang. Emi sudah membatalkan pernikahan, hanya saja aku senang dengan kegigihan Syawal ingin meraih hati adikku kembali, kadang aku membayangkan jika saja Mas Didik berlaku begitu padaku, mungkin saja kami masih bersama sampai saat ini. Tapi, ya sudahlah semua hanya tinggal kenangan sekarang. Bahkan aku tinggal menunggu ketuk palu saja.“Kak, aku cuma mau bilang kalau perempuan yang mengaku kekasihku itu ditangkap semalam bersama orang yang menyuruhnya, sebetulnya semalam dia ditangkap karena petugas kepolisian sedang menggerebek tempat perjudia
Part 91Kulihat handphone di tangan Purwanto, segera kuambil dengan cepat dan membuka layar lalu mencari kamera dan menghadapkan posisi kamera ke arah depan, persis ke wajahku. Begitu aku melihat penampakan wajahku, handphone Purwanto sampai terjatuh dari tanganku. Apa aku tak salah lihat?Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku. Wajahku sudah seperti monster yang menyeramkan. Bagaimana bisa Purwanto tak terkejut melihatku? Apa dia menahan tawa agar tak membuatku malu, bentuk mata yang kurasakan perih kelopaknya berkeriput sehingga bola mataku terlihat mau ke luar dari tempatnya. Selain itu wajahku menghitam dan mengerut di beberapa tempat, selain itu bentuk mulutku terasa miring dan tidak berada di tempat seharusnya. Aku berusaha mengingat dan mencerna apa yang sudah terjadi padaku, kenapa gara-gara api yang membakar rambut juga membuat kobaran api di wajahku membuat wajahku sulit dikenali lagi. Tamat riwayatku.Habis semua sudah kecantikan yang dulunya aku banggakan, aku melihat kembali
Part 90 “Pernikahan siapa yang kamu maksud gagal?” aku sontak menoleh kaget. Purwanto persis di belakangku. Aku harus mencari jawaban segera atas pertanyaannya.“Tadi … itu si Mayang ke sini dan marah-marahin Ibu, katanya dia tak terima kalau sampai pernikahan Emi dengan Syawal sampai gagal, dia menuduh Ibu yang menggagalkan pernikahan adiknya itu. Kalau mau tahu pastinya tanya Ibu deh sana.” Purwanto masih diam di tempatnya terus menatapku penuh kecurigaan, bahkan ia kini memicingkan matanya.Purwanto langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat, kemudian membaca layar di gawaiku. Di sana kutulis nama Syahrini, aku sengaja menulisnya dengan nama perempuan supaya suamiku bahkan orang di rumah ini tidak ada satupun yang curiga. Benar saja, setelahnya Purwanto mengembalikan handphone ke tanganku.“Ya sudah… aku pikir tadi apa, lagian berita tentang si Mayang itu nggak penting sama sekali.” Sebutnya, aku bisa bernapas lega begitu melihatnya menanggapi dengan santai apa yang k
Part 89Aku menghampiri Emi, adik bungsuku yang terlihat menelungkupkan wajahnya di lengannya, tubuhnya nampak terguncang. Kelihatannya ia sedang menangis. Kubelai rambutnya yang terurai panjang itu, ia belum mau mendongakkan kepalanya.“Mi, Syawal tadi sudah menceritakan semuanya. Apa kamu nggak mau memikirkan ulang apa yang terjadi?” kataku dengan hati-hati. Emi memperbaiki posisinya, tebakanku benar. Ia tengah menangis. “Apalagi yang harus dipikirkan, Kak. Jelas-jelas perempuan itu punya bukti kalau dia memang ada hubungannya dengan Kak Syawal, terus apalagi yang mau dipikirkan dan dia kok masih saja mau mengelak, dasar memang laki-laki selalu begitu. Gayanya aja mau menikah, tapi ujung-ujungnya sudah punya anak dari perempuan lain. Beruntung saja semua ini aku dapati sebelum menikah jadi bisa kuputuskan kalau rencana kami sebaiknya dibatalkan saja.” Terdengar tegas hanya aku tahu Emi masih berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi saja.“Tetap harus kamu pikirkan dengan tenang, de
Part 88 Pov Mayang Dua minggu kemudian Aku bersyukur harapanku dengan kedua adikku akhirnya terwujud. Toko kue sekaligus tempat tinggal kami dengan mudahnya diberikan oleh bank melalui pinjaman yang kami ajukan. Ruko yang kami beli berada di pusat kota, meski harganya fantastis, minimal dengan usaha yang lancar maka kami yakin akan bisa membayarnya. Tentu dengan kerja keras. Hari ini merupakan hari kedua kami membuka toko, awal pembukaan toko kemarin sudah ramai dengan pengunjung, sebab dengan kepandaian dan gerak gesit Farida di media sosial membuat pelanggan berdatangan. “Ya Allah, luar biasa sekali ya, Kak. Aku yakin kalau begini terus ramenya pasti kita akan bisa dengan mudah mencicil membayar pada bank, apalagi toko ini sekalian tempat tinggal kita sehingga memudahkan kita tetap stand by di toko.” Farida menyapaku pagi ini. Aku mengangguk setuju. Sejak dibukanya toko kue, kami menambah satu orang lagi bernama Marlena untuk menjaga toko bersama Farida, sedangkan Kiki dan aku
Part 87Pov Farah Sudah lama sekali aku tidak makan mie ayam yang dijual tak jauh dari rumah, di rumah hanya ada Purwanto dan Sekar, sedangkan Ibu entah ke mana. Mas Didik seperti biasa pergi bekerja.“Pur, kita makan mie ayam yuk.” Ajakku ke padanya. Purwanto yang tengah asik bermain game online sama sekali tak menoleh dan mempedulikanku. Itulah yang membuatku semakin hari semakin bosan padanya. Tak pernah ada niatan di hatinya untuk bergerak mencari pekerjaan dan lebih banyak menggantungkan hidup padaku atau pada Mas Didik.Selama Purwanto tidak bekerja, setiap bulan aku selalu minta jatah pada Mamaku, beruntung Mama tidak keberatan memberikan uang memenuhi kebutuhanku dan Sekar, Punya suami percuma saja, tidak berguna sama sekali.“Ya sudah kamu jaga Sekar, aku mau makan mie ayam di depan sana.” Tetap saja ia tak menoleh dan tak menyahut. Dasar, benar-benar laki-laki tidak ada gunanya. Mataku memperhatikannya selama semenit, tapi aku seperti berbicara dengan patung. Lalu kuputusk