Beranda / Romansa / Ibu Empat Anak: Beda Bapak! / Bab 16. Calon Lain Pilihan Melati

Share

Bab 16. Calon Lain Pilihan Melati

Penulis: Nikma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-21 10:36:50
Bima berjalan menuju ruang makan, berusaha menikmati pagi yang tenang. Hari ini dia tidak berencana ke kantor, karena dokter menyarankan untuk istirahat dulu setelah insiden kemarin. Tapi begitu kakinya melangkah masuk ke ruang makan, ketenangan itu langsung lenyap begitu saja.

Melati sudah duduk di kursi ruang makan, tapi bukan fokus sama sarapan, melainkan fokus ke layar ponselnya. “Bima, sini deh, Mama mau ngomongin soal calon-calon yang cocok buat kamu.”

Bima yang baru mau duduk dan mencium aroma nasi goreng buatan Mbok Nah, langsung terdiam, belum sempat menurunkan pantatnya ke kursi. “Ma, calon lagi?”

Melati mengangguk penuh semangat. “Iya dong, Mama ngerti kok kalo kamu gak mau sama Mutiara. Tapi tenang, Mama udah siapin opsi lain.” Melati mengambil ponselnya dan mulai membuka galeri foto. Dia menggeser satu per satu foto dengan cepat, seolah sedang memamerkan katalog produk yang siap dijual.

“Nih, anaknya Jeng Ratna. Lulusan luar negeri juga, lho, Bi. Kulitnya mulus, kalau kamu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 17. Cantik Seperti Bidadari

    Mobil Bima berhenti tepat di depan rumah kontrakan Nasya. Ia turun dengan kantong buah di tangan, menatap rumah sederhana itu sambil menarik napas. “Semoga aja orangtua Nasya suka,” batinnya, sambil melangkah ke arah pintu rumah. Bima pun segera mengetuk pintunya. “Assalamualaikum.”Tak lama kemudian, Harun dan Ranti buru-buru membuka pintu. Keduanya tampak kaget, seperti tidak menyangka Bima kembali datang.“Waalaikumsalam. Nak Bima, ya ampun, pagi-pagi udah ke sini,” kata Harun sambil tersenyum lebar, agak canggung.“Saya ada perlu sama Nasya, Om. Nasyanya ada kan?” jawab Bima sambil melirik ke dalam rumah.“Oh, ada kok. Masih ngumpet di kamar kayaknya,” sahut Harun cepat, “Ayo masuk, masuk dulu.”Bima mengulurkan kantong buah yang ia bawa. Harun menatapnya dengan sedikit bingung. “Wah, repot-repot bawa buah segala, Nak Bima.”Bima tersenyum sopan. “Nggak repot kok, Om.”Ranti yang sejak tadi berdiri di samping Harun, buru-buru menambahkan dengan tawa kecil, “Aduh, jadi nggak enak,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 18. Kencan Pertama

    Nasya dan Bima keluar rumah, dengan Harun dan Ranti yang penuh semangat mengikuti mereka sampai ke teras. “Hati-hati ya, Nak Bima,” ujar Harun sambil tersenyum lebar, “Nikmati aja kencannya. Nggak pulang semalaman juga nggak apa-apa!”Ranti menimpali, “Iya, yang penting kalian senang-senang. Jangan khawatir soal balik ke rumah kemaleman! Kalau perlu, langsung lamaran besok juga boleh, kok.”Nasya sudah merasa wajahnya terbakar malu. Dia melirik orangtuanya dengan kode agar mereka segera masuk ke dalam rumah, daripada mereka benar-benar membuatnya lebih malu lagi. “Ma, Pa, udah deh masuk. Daripada aku bener-bener pengen pura-pura pingsan di sini.”Harun dan Ranti masih terus melambai-lambaikan tangan saat Nasya dan Bima mulai berjalan ke arah mobil. Begitu tiba di samping mobil, Bima segera membuka pintu untuk Nasya. “Makasih,” ucap Nasya dengan nada datar, masih nahan malu akibat kelakuan orangtuanya.Mereka berdua masuk ke dalam mobil. Nasya langsung melihat tisu di dashboard dan tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 19. Dua Syarat Menikah

    Bima melajukan mobilnya dengan santai, mengantar Nasya pulang ke rumah kontrakannya. Setelah membeli hp tadi, mereka menyempatkan diri kembali ke warung bakso untuk membungkus makanan yang tadi Bima lupa pesan buat orangtua Nasya.“Padahal nggak usah repot-repot, Bim,” kata Nasya, sambil menghela napas ringan. “Soalnya, papa sama mama aku kalo dibaikin suka ngelunjak. Dikasih hati, ntar ginjal kamu diraba-raba.”Bima nyaris terbatuk menahan tawa, sambil melirik Nasya dengan alis terangkat. “Apa sih? Jangan jelekin orangtua sendiri gitu.”Nasya menggeleng tegas. “Nggak, aku gak jelekin. Cuma ngomong apa adanya. Emang sifat mereka sejelek itu. Mungkin sebagian juga nurun ke aku, jadi kamu jangan kaget ya.”Bima tertawa lebih lepas kali ini. “Ya ampun, Sya. Semua manusia ada baik dan buruknya, kok. Nggak usah keras sama diri sendiri atau keluarga kamu. Yang aku lihat, kalian itu dominan orang baik.”Nasya terdiam sejenak, hatinya terasa hangat mendengar kata-kata Bima. Dia tersenyum keci

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 20. Gak Mau Ikut Mertua!

    Bima dan Nasya baru menghabiskan waktu nonton bersama. Setelah keluar dari bioskop, mereka berjalan santai di trotoar sambil sesekali membahas film yang baru saja mereka tonton.“Menurut kamu gimana, film tadi?” tanya Bima sambil memainkan tiket yang masih ada di tangannya.“Lumayan, tapi kayaknya agak ketebak deh plot twist-nya. Dari awal aku udah tahu dia bakal jadi penjahat,” jawab Nasya sambil terkekeh.Bima tertawa, “Iya, ya. Aku malah berharap plot-nya lebih ngagetin. Tapi efek visualnya keren sih.”Mereka terus ngobrol ringan soal film, tapi raut wajah Bima perlahan berubah lebih serius. Dia menarik napas panjang, seolah ada hal penting yang ingin disampaikan.“Nasya,” kata Bima akhirnya, “Aku mau ngomong serius.”Nasya langsung menoleh, penasaran dengan nada bicara Bima yang mendadak berubah. “Ngomong aja. Ada apa sih? Serius banget?”Bima tersenyum tipis, lalu berkata, “Aku udah minta izin orangtuaku buat nikahin kamu. Mereka setuju.”Nasya terdiam sejenak, mencoba mencerna a

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 21. Pinjam Dulu Mas Kawinnya

    Pernikahan Bima dan Nasya, kenyataannya, bahkan tidak ada resepsi sama sekali. Hanya akad nikah sederhana yang dilakukan di kantor KUA, seperti orang yang lagi ngumpet-ngumpet biar nggak ketahuan. Nasya merasa pernikahannya seperti dilakukan terburu-buru, kayak pernikahan karena ‘kecelakaan’. Tapi Bima sama sekali tidak masalah. “Yang penting sah,” katanya berkali-kali, seolah itu jawaban untuk semua.Sementara itu, Harun dan Ranti tampak sangat bersemangat. Mereka akhirnya berhasil menjodohkan anak mereka dengan orang kaya. Harun bahkan senyum lebar sepanjang acara, mungkin udah mikir tentang undangan makan malam di restoran mahal setelah ini. Ranti? Dia sudah berandai-andai bakal sering ke mal buat belanja bareng Nasya.“Saya terima nikahnya Nasya Harunodin Lestari dengan mas kawin berupa seperangkat alat sholat dan Antam 50 gram, dibayar tunai.”“Bagaimana saksi, sah?” tanya penghulu.“Sah!” Harun dan Ranti teriak dengan semangat, seperti baru memenangkan undian berhadiah.Tapi di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 22. Malam Pertama, Mantap!

    Bima dan Nasya memasuki kamar pengantin mereka yang dihiasi dengan tema klasik-romantis. Kelambu putih mengelilingi tempat tidur besar, sementara bunga-bunga mawar merah menghiasi meja dan sudut-sudut ruangan. Lampu kuning temaram menambah suasana yang hangat, namun untuk mereka berdua, suasana itu malah bikin tambah canggung.Bima melirik ke arah tempat tidur yang terlalu sempurna, dan ia terlihat sedikit gugup. Nasya yang biasanya tangguh juga mendadak kikuk. Mereka berdiri berdua di tengah kamar, tak ada suara selain desahan pelan dari AC dan bunyi langkah kaki mereka yang saling bergeser di atas lantai.“Maaf, ya. Aku gak bisa kasih pesta pernikahan yang besar...” kata Bima sambil tersenyum kaku. Tangannya mengusap te ngkuknya yang mulai berkeringat. “Tapi... ya... yang penting kita sah kan?”Nasya tersenyum lembut, mencoba meredakan ketegangan. “Aku malah senang, Bim. Nggak ada pesta berarti nggak perlu berdiri lama-lama dan senyum terus sampai rahang pegel. Capek tahu kalau haru

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 23. Sindiran Ruang Makan

    Pagi itu, suasana meja makan tampak hening, hanya terdengar bunyi sendok dan garpu. Nasya dengan lahap menyantap sarapan, tidak menyadari kalau suara garpunya yang menggesek piring cukup keras. Di sebelahnya, Melati melirik sejenak, matanya menyipit penuh arti.“Hmm... memang benar ya, kelas itu nggak bisa menipu. Dari cara makan aja sudah kelihatan, beda,” ujar Melati dengan nada halus tapi jelas maksudnya nyelekit.Bima yang duduk di seberang Nasya langsung merespon cepat, meskipun nada suaranya tetap tenang. “Ma, masa iya suara piring aja harus diperkarakan? Ini cuma hal kecil, nggak perlu dibesar-besarin.”Melati tersenyum tipis, tidak berniat menyerah. “Bukan masalah piringnya, Bima. Cuma... ada beberapa hal yang terlihat, dan ya... menonjol.”Nasya berhenti sejenak, matanya melirik Melati yang duduk tenang, namun sindirannya terasa seperti serangan halus. Dalam hatinya, Nasya sudah mendidih. Tapi sebagai menantu yang ‘baik’, dia berusaha menahan diri, meski sabarnya setipis kuli

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 24. Bulan Madu Bareng Mertua

    Bab 24Pagi itu, Nasya dan Bima sudah selesai berkemas. Koper Nasya yang ringkas hanya berisi barang-barang penting, sedangkan Bima menyandang ransel di pundaknya. Mereka keluar dari kamar dan melihat Hilman sudah siap, duduk santai di ruang tamu dengan wajah tenang. Tapi, di sisi lain, Melati—belum terlihat.Nasya melirik jam di pergelangan tangannya, menahan kesel yang sudah nyaris meletus. “Ini siapa yang mau liburan, sih? Kita atau Mama kamu?” gerutunya dalam hati sambil pura-pura sibuk mengatur koper.Bima dan Hilman saling berpandangan, sama-sama heran. “Ma, udah siap belum?” Bima memanggil dari ruang tamu, mencoba tidak menunjukkan rasa tidak sabarnya.Terdengar suara ribut dari dalam kamar Melati. Bima dan Nasya masih menunggu dengan sabar—atau setidaknya, berpura-pura sabar. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka lebar, dan keluarlah Melati dengan penampilan yang... wow. Dia mengenakan outfit penuh gaya: sunglasses besar menutupi setengah wajahnya, syal bermotif leopard terur

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25

Bab terbaru

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 34. Brownies Spesial

    Nasya menarik napas panjang. “Oh, saya masak lumayan banyak, kok, Ma. Di wajan masih ada. Kalau Mama mau, saya bisa siapkan,” jawabnya, berusaha tetap ramah.Namun, Melati mengibaskan tangannya seolah menolak sesuatu yang menjijikkan. “Ah, nggak usah. Nasi goreng sisa? Mama nggak pernah sudi makan yang begitu.”Nasya mencoba menelan kesal yang mulai mengumpul di tenggorokannya. Ia mengingatkan diri sendiri, jangan marah-marah, demi bayinya. Ia melatih senyum sabar, meski dalam hati ingin balas sindir. Namun, belum sempat berkata apa-apa, suara bel pintu terdengar.“Bukain pintu sana. Masa hamil muda aja nggak bisa buka pintu buat tamu? Nggak bikin kecapekan dan ‘mengganggu’ kehamilan kamu kan?” sindir Melati dengan nada sinis.Nasya menahan diri agar tidak melontarkan sindiran balasan. “Iya, Ma. Saya bukain.”Nasya segera berjalan ke arah pintu. Setiap langkah di pagi itu seolah jadi ajang uji kesabaran. Bagi Nasya, Melati sudah seperti ahli sindiran yang sangat mumpuni.Ketika Nasya

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 33. Ratapan Ibu Hamil

    Bab 33. Ratapan Ibu HamilNasya menghela napas panjang, meratapi kehamilan pertamanya yang dijalani lebih banyak dalam kesendirian. Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang entah kenapa makin terasa hambar. Bima selalu pulang larut, nyaris hanya meninggalkan jejak sepatu dan jas kerjanya. Di saat ia merasa makin butuh perhatian, yang ada justru hanya sofa, beberapa bantal yang sudah pasrah kusut, dan kamar yang terasa dingin. Sesekali ia merasa seperti ‘jablay’—jarang dibelai—seolah-olah kehamilan ini hanya urusannya seorang diri.Suatu sore, setelah seharian dihantam rasa mual yang tak kunjung reda, Nasya bangkit tertatih-tatih menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun, begitu sampai di sana, perutnya kembali bergejolak, dan ia pun buru-buru ke kamar mandi. Di depan wastafel, tubuhnya berguncang-guncang saat ia muntah, dan yang ia temukan hanya bayangan wajahnya sendiri di cermin—lelah, berantakan, tapi tetap berusaha tegar. Duh, kasihan amat aku ini, ya… pikirnya, mengusap waja

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 32. Kabar Buruk Setelah Kabar Baik

    Mereka pun mengobrol panjang lebar, sampai waktu terus bergulir tanpa terasa. Harun dan Ranti tampak antusias berbagi rencana masa depan untuk cucu pertama mereka, seakan anak Nasya dan Bima ini bakal jadi penerus kerajaan. Mereka menyarankan hal-hal aneh dengan penuh keyakinan, dari saran nama bayi yang panjang dan penuh makna hingga nasehat perawatan bayi tradisional yang terdengar kuno.Di sela obrolan, Harun menepuk bahu Bima, seakan enggan melepaskan menantunya itu. “Bima, ini udah malam. Tapi kalau mau nginap dulu di sini, nggak apa-apa, lho. Malah Papa senang banget kalau kalian di sini lebih lama.”Ranti menambahkan dengan nada manis, “Iya, lagian, nanti kalau sudah ada cucu, bakal makin seru! Rasanya pengen bisa bantu jagain cucu.”Nasya mengerling, lalu berkata sambil menahan tawa, “Mama sama Papa, beneran nih, sok berat pisahnya? Bukannya dulu Mama Papa malah sengaja paksa aku nikah biar aku cepet angkat kaki dari rumah?”Ranti tertawa kikuk, sedikit tersipu. “Ah, kamu ini.

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 31. Menyampaikan Kabar Gembira

    Nasya benar-benar menikmati masa-masa ini, memanfaatkan kehamilannya sebagai ‘alasan resmi’ untuk santai seharian. Ia duduk di sofa, menikmati acara TV favorit sambil mengunyah camilan, sesekali tertawa sendiri saat melihat adegan lucu. Di sisi lain, Melati yang merasa kesal tak henti-hentinya mencoba mencari cara untuk ‘mengganggu.’“Nasya,” panggil Melati dengan nada yang sengaja dibuat sedikit keras, “Kayaknya karpet di ruang tamu udah kotor, perlu diganti. Atau kamu bisa coba nyapu-nyapu ringan aja?”Nasya menatap karpet sebentar, lalu mengelus perutnya sambil berakting lelah. “Aduh, ma… Saya lemes banget, rasanya gak kuat nyapu-nyapu dulu nih. Kata dokter, ibu hamil harus banyak istirahat, jangan capek-capek.”Melati mendesah panjang, tetapi Nasya tetap tak bergeming, malah asyik kembali menonton TV. Tak lama, Melati mencoba taktik baru dengan menyalakan vacuum cleaner di dekatnya, membuat suara berisik untuk mengusik ketenangan Nasya.“Waduh, maaf ya kalau agak berisik, Nasya. S

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 30. Ibu Ratu Tak Ingin Dikalahkan

    Setelah perbincangan di ruang tengah yang lebih mirip sidang pengadilan, Nasya dan Bima melangkah masuk ke kamar dengan langkah berat. Nasya merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, menarik napas panjang. Wajahnya tampak sayu, sementara Bima hanya berdiri di ambang pintu, menatap Nasya dengan ekspresi penuh rasa bersalah.“Nasya,” ucap Bima pelan, mencoba mencairkan suasana.Nasya menghela napas panjang. “Bima, aku nggak tahu sampai kapan bisa kayak gini. Jujur… tinggal di rumah ini, sama Mama, rasanya seperti… nggak punya ruang bernapas sendiri. Kamu ngerti nggak sih?” Suaranya gemetar, dipenuhi perasaan kecewa yang lama tertahan.Bima mendekat, duduk di sisi ranjang. “Sayang, aku paham. Tapi coba lihat dari sisi Mama. Dia itu cuma ingin kita di dekatnya. Lagipula, dia memang keras, tapi hatinya baik, Nasya.”Nasya langsung memutar matanya, seakan sudah lelah dengan pembelaan Bima yang terlalu sering didengarnya. “Ibu Ratu… selalu baik di matamu, ya, Bima. Padahal kamu nggak tahu rasanya

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 29. Nasya Hamil

    Setelah mereka tiba di rumah sakit, Bima dan Nasya berjalan beriringan menuju lobi. Bima tampak bersemangat, wajahnya berseri-seri, sementara Nasya mencoba menyamakan langkah sambil menahan senyum malu-malu melihat suaminya yang sudah terbawa suasana.“Sayang, aku yakin banget kamu hamil, deh,” ujar Bima, katanya setengah berbisik, tapi entah kenapa suaranya tetap kedengaran se-lobi rumah sakit. “Soalnya, kita kan nggak pernah bolos, ya, dari hari pertama nikah. Bahkan, yang pas aku baru pulang kerja capek banget itu, kita tetap ‘latihan’ juga, kan?”Nasya langsung menyikut Bima, mencoba menghentikan obrolan heboh suaminya. “Kenapa malah bahas itu sih?”Tapi Bima malah tambah semangat. “Lho, iya kan? Masa kamu lupa sama ‘latihan intensif’ kita yang sampai tiga sesi sehari? Ini sih pasti hasilnya manjur banget, Sayang. Aku aja udah ngerasa vibes calon ayah nih, serius!”Nasya langsung menyikut Bima, “Bima, pelan-pelan ngomongnya. Ini rumah sakit, banyak orang denger.” Matanya melirik s

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 28. Gejala Hamil Muda

    Setelah Tantri pulang, Melati menutup pintu dengan sedikit hentakan, kemudian berjalan ke dapur dengan ekspresi penuh penyesalan. Di sana, Nasya sudah berdiri menunggu dengan piring berisi masakan sederhana yang ia buat sendiri, tampak bersemangat namun juga sedikit cemas.Melati berhenti sejenak di ambang dapur, memandangi Nasya dengan tatapan penuh perhitungan, seperti menilai barang obral yang setengah rusak di pojok rak. Tatapannya tak lepas dari wajah Nasya, seolah-olah ia masih berharap suatu keajaiban bisa mengubah menantunya ini menjadi sosok ‘sempurna’ seperti Tantri.Mata Melati memicing sejenak, dan tanpa berkata apa pun, ia mendekat. Ekspresinya penuh penyesalan tersirat, bagai seseorang yang baru saja menukar permata asli dengan imitasi yang buram.“Ma, aku udah selesai masak,” ucap Nasya sambil tersenyum ramah, berusaha mencairkan suasana. “Aku lihat resep di YouTube. Nggak jelek-jelek banget kan hasilnya? Mama cobain, ya?”Melati menatap piring di tangan Nasya dengan ta

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 27. Saingan Datang

    Suara Melati terdengar nyaring di ruang tamu ketika Nasya baru saja hendak menuju kamarnya. “Nasya! Kamu coba masak, deh. Masa istri nggak bisa masak buat suami? Itu kewajiban kamu sekarang.” Melati menatap Nasya dengan tatapan yang tak memberi ruang untuk menolak.Nasya tersenyum canggung, “Iya, Ma... cuma memang aku belum terlalu bisa masak sih, takutnya…”Belum selesai Nasya bicara, Melati langsung memotong dengan nada ketus, “Kamu sudah jadi istri, ya harus bisa masak! Bima tuh nikahin kamu bukan buat kamu cuma ada alasan terus-terusan. Langsung aja ke dapur, belajar!”Dengan perasaan campur aduk, Nasya melangkah ke dapur sambil mendengus dalam hati. Sesampainya di dapur, ia terdiam, memandang kosong ke sekelilingnya. Ia benar-benar bingung harus mulai dari mana.“Masak apa, ya?” gumamnya sambil membuka kulkas, berharap ada ‘inspirasinya’ di sana. Di dalam kulkas, ia menemukan seikat kangkung yang sudah mulai layu dan sebungkus daging ayam beku di freezer. Ia menatap bahan-bahan i

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 26. OTW Menuju Menantu Rasa Pembantu

    Setelah perjalanan panjang dan bulan madu yang akhirnya usai, Nasya dan Bima tiba di rumah mereka di Jakarta. Begitu mereka melangkah masuk, kelelahan terlihat jelas di wajah mereka. Koper-koper diletakkan di ruang tamu, dan mereka menghela napas lega, senang akhirnya bisa kembali ke tempat yang nyaman.Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, Melati mulai mengeluh sambil memijat-mijat pinggangnya, memasang wajah penuh penderitaan khas ibu-ibu yang baru saja melakukan aktivitas fisik berlebihan.“Lutut mama kayak mau copot, tulang belakang serasa mau patah! Apa mama terlalu tua untuk ini?” sambat Melati dengan ekspresi dramatis.Bima menahan tawa melihat ibunya yang selalu dramatis. “Udah, Ma, istirahat aja dulu, ya. Kaki mama masih utuh, kan?”Melati mendengus, pura-pura marah. “Utuh, sih, tapi rasanya remuk, Bima! Coba bayangin kalau mama gak istirahat, besok-besok kamu harus gotong mama ke rumah sakit! Padahal, mama cuma mau jalan-jalan bulan madu kedua, eh malah kayak ikut

DMCA.com Protection Status