Beranda / Romansa / Ibu Empat Anak: Beda Bapak! / Bab 24. Bulan Madu Bareng Mertua

Share

Bab 24. Bulan Madu Bareng Mertua

Penulis: Nikma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-25 10:11:11

Bab 24

Pagi itu, Nasya dan Bima sudah selesai berkemas. Koper Nasya yang ringkas hanya berisi barang-barang penting, sedangkan Bima menyandang ransel di pundaknya. Mereka keluar dari kamar dan melihat Hilman sudah siap, duduk santai di ruang tamu dengan wajah tenang. Tapi, di sisi lain, Melati—belum terlihat.

Nasya melirik jam di pergelangan tangannya, menahan kesel yang sudah nyaris meletus. “Ini siapa yang mau liburan, sih? Kita atau Mama kamu?” gerutunya dalam hati sambil pura-pura sibuk mengatur koper.

Bima dan Hilman saling berpandangan, sama-sama heran. “Ma, udah siap belum?” Bima memanggil dari ruang tamu, mencoba tidak menunjukkan rasa tidak sabarnya.

Terdengar suara ribut dari dalam kamar Melati. Bima dan Nasya masih menunggu dengan sabar—atau setidaknya, berpura-pura sabar. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka lebar, dan keluarlah Melati dengan penampilan yang... wow. Dia mengenakan outfit penuh gaya: sunglasses besar menutupi setengah wajahnya, syal bermotif leopard terur
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 25. Drama Mertua

    Dini hari yang masih gelap, Nasya, Bima, Melati, dan Hilman sudah berkumpul di depan vila, berbalut jaket tebal untuk mengusir dinginnya udara Bromo. Di sana, mereka disambut oleh seorang tour guide, Ardi, pria muda dengan senyum ramah dan gaya bicara yang jenaka, langsung membangkitkan semangat rombongan yang masih setengah mengantuk.Ardi mengarahkan mereka untuk naik ke mobil jeep, dan mereka meluncur menuju titik pendakian untuk menyaksikan matahari terbit. Setelah perjalanan singkat yang berliku-liku, jeep berhenti di kaki gunung, dan Ardi memberi tahu mereka bahwa perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki."Ya ampun, jalan kaki? Beneran nggak bisa diantar sampai atas aja?" keluh Melati dengan nada sedikit memohon, sambil menatap Ardi penuh harap.Mas Ardi tersenyum, berusaha menahan tawa. "Ibu, kalau bisa, saya sudah jadi sopir pribadi Ibu dari tadi. Tapi tenang, cuma sedikit nanjak aja, kok. Rugi kalau nggak jalan, nanti Ibu kelewatan serunya!"Mereka semua mulai melang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 26. OTW Menuju Menantu Rasa Pembantu

    Setelah perjalanan panjang dan bulan madu yang akhirnya usai, Nasya dan Bima tiba di rumah mereka di Jakarta. Begitu mereka melangkah masuk, kelelahan terlihat jelas di wajah mereka. Koper-koper diletakkan di ruang tamu, dan mereka menghela napas lega, senang akhirnya bisa kembali ke tempat yang nyaman.Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, Melati mulai mengeluh sambil memijat-mijat pinggangnya, memasang wajah penuh penderitaan khas ibu-ibu yang baru saja melakukan aktivitas fisik berlebihan.“Lutut mama kayak mau copot, tulang belakang serasa mau patah! Apa mama terlalu tua untuk ini?” sambat Melati dengan ekspresi dramatis.Bima menahan tawa melihat ibunya yang selalu dramatis. “Udah, Ma, istirahat aja dulu, ya. Kaki mama masih utuh, kan?”Melati mendengus, pura-pura marah. “Utuh, sih, tapi rasanya remuk, Bima! Coba bayangin kalau mama gak istirahat, besok-besok kamu harus gotong mama ke rumah sakit! Padahal, mama cuma mau jalan-jalan bulan madu kedua, eh malah kayak ikut

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 27. Saingan Datang

    Suara Melati terdengar nyaring di ruang tamu ketika Nasya baru saja hendak menuju kamarnya. “Nasya! Kamu coba masak, deh. Masa istri nggak bisa masak buat suami? Itu kewajiban kamu sekarang.” Melati menatap Nasya dengan tatapan yang tak memberi ruang untuk menolak.Nasya tersenyum canggung, “Iya, Ma... cuma memang aku belum terlalu bisa masak sih, takutnya…”Belum selesai Nasya bicara, Melati langsung memotong dengan nada ketus, “Kamu sudah jadi istri, ya harus bisa masak! Bima tuh nikahin kamu bukan buat kamu cuma ada alasan terus-terusan. Langsung aja ke dapur, belajar!”Dengan perasaan campur aduk, Nasya melangkah ke dapur sambil mendengus dalam hati. Sesampainya di dapur, ia terdiam, memandang kosong ke sekelilingnya. Ia benar-benar bingung harus mulai dari mana.“Masak apa, ya?” gumamnya sambil membuka kulkas, berharap ada ‘inspirasinya’ di sana. Di dalam kulkas, ia menemukan seikat kangkung yang sudah mulai layu dan sebungkus daging ayam beku di freezer. Ia menatap bahan-bahan i

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 28. Gejala Hamil Muda

    Setelah Tantri pulang, Melati menutup pintu dengan sedikit hentakan, kemudian berjalan ke dapur dengan ekspresi penuh penyesalan. Di sana, Nasya sudah berdiri menunggu dengan piring berisi masakan sederhana yang ia buat sendiri, tampak bersemangat namun juga sedikit cemas.Melati berhenti sejenak di ambang dapur, memandangi Nasya dengan tatapan penuh perhitungan, seperti menilai barang obral yang setengah rusak di pojok rak. Tatapannya tak lepas dari wajah Nasya, seolah-olah ia masih berharap suatu keajaiban bisa mengubah menantunya ini menjadi sosok ‘sempurna’ seperti Tantri.Mata Melati memicing sejenak, dan tanpa berkata apa pun, ia mendekat. Ekspresinya penuh penyesalan tersirat, bagai seseorang yang baru saja menukar permata asli dengan imitasi yang buram.“Ma, aku udah selesai masak,” ucap Nasya sambil tersenyum ramah, berusaha mencairkan suasana. “Aku lihat resep di YouTube. Nggak jelek-jelek banget kan hasilnya? Mama cobain, ya?”Melati menatap piring di tangan Nasya dengan ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 29. Nasya Hamil

    Setelah mereka tiba di rumah sakit, Bima dan Nasya berjalan beriringan menuju lobi. Bima tampak bersemangat, wajahnya berseri-seri, sementara Nasya mencoba menyamakan langkah sambil menahan senyum malu-malu melihat suaminya yang sudah terbawa suasana.“Sayang, aku yakin banget kamu hamil, deh,” ujar Bima, katanya setengah berbisik, tapi entah kenapa suaranya tetap kedengaran se-lobi rumah sakit. “Soalnya, kita kan nggak pernah bolos, ya, dari hari pertama nikah. Bahkan, yang pas aku baru pulang kerja capek banget itu, kita tetap ‘latihan’ juga, kan?”Nasya langsung menyikut Bima, mencoba menghentikan obrolan heboh suaminya. “Kenapa malah bahas itu sih?”Tapi Bima malah tambah semangat. “Lho, iya kan? Masa kamu lupa sama ‘latihan intensif’ kita yang sampai tiga sesi sehari? Ini sih pasti hasilnya manjur banget, Sayang. Aku aja udah ngerasa vibes calon ayah nih, serius!”Nasya langsung menyikut Bima, “Bima, pelan-pelan ngomongnya. Ini rumah sakit, banyak orang denger.” Matanya melirik s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 30. Ibu Ratu Tak Ingin Dikalahkan

    Setelah perbincangan di ruang tengah yang lebih mirip sidang pengadilan, Nasya dan Bima melangkah masuk ke kamar dengan langkah berat. Nasya merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, menarik napas panjang. Wajahnya tampak sayu, sementara Bima hanya berdiri di ambang pintu, menatap Nasya dengan ekspresi penuh rasa bersalah.“Nasya,” ucap Bima pelan, mencoba mencairkan suasana.Nasya menghela napas panjang. “Bima, aku nggak tahu sampai kapan bisa kayak gini. Jujur… tinggal di rumah ini, sama Mama, rasanya seperti… nggak punya ruang bernapas sendiri. Kamu ngerti nggak sih?” Suaranya gemetar, dipenuhi perasaan kecewa yang lama tertahan.Bima mendekat, duduk di sisi ranjang. “Sayang, aku paham. Tapi coba lihat dari sisi Mama. Dia itu cuma ingin kita di dekatnya. Lagipula, dia memang keras, tapi hatinya baik, Nasya.”Nasya langsung memutar matanya, seakan sudah lelah dengan pembelaan Bima yang terlalu sering didengarnya. “Ibu Ratu… selalu baik di matamu, ya, Bima. Padahal kamu nggak tahu rasanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 31. Menyampaikan Kabar Gembira

    Nasya benar-benar menikmati masa-masa ini, memanfaatkan kehamilannya sebagai ‘alasan resmi’ untuk santai seharian. Ia duduk di sofa, menikmati acara TV favorit sambil mengunyah camilan, sesekali tertawa sendiri saat melihat adegan lucu. Di sisi lain, Melati yang merasa kesal tak henti-hentinya mencoba mencari cara untuk ‘mengganggu.’“Nasya,” panggil Melati dengan nada yang sengaja dibuat sedikit keras, “Kayaknya karpet di ruang tamu udah kotor, perlu diganti. Atau kamu bisa coba nyapu-nyapu ringan aja?”Nasya menatap karpet sebentar, lalu mengelus perutnya sambil berakting lelah. “Aduh, ma… Saya lemes banget, rasanya gak kuat nyapu-nyapu dulu nih. Kata dokter, ibu hamil harus banyak istirahat, jangan capek-capek.”Melati mendesah panjang, tetapi Nasya tetap tak bergeming, malah asyik kembali menonton TV. Tak lama, Melati mencoba taktik baru dengan menyalakan vacuum cleaner di dekatnya, membuat suara berisik untuk mengusik ketenangan Nasya.“Waduh, maaf ya kalau agak berisik, Nasya. S

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 32. Kabar Buruk Setelah Kabar Baik

    Mereka pun mengobrol panjang lebar, sampai waktu terus bergulir tanpa terasa. Harun dan Ranti tampak antusias berbagi rencana masa depan untuk cucu pertama mereka, seakan anak Nasya dan Bima ini bakal jadi penerus kerajaan. Mereka menyarankan hal-hal aneh dengan penuh keyakinan, dari saran nama bayi yang panjang dan penuh makna hingga nasehat perawatan bayi tradisional yang terdengar kuno.Di sela obrolan, Harun menepuk bahu Bima, seakan enggan melepaskan menantunya itu. “Bima, ini udah malam. Tapi kalau mau nginap dulu di sini, nggak apa-apa, lho. Malah Papa senang banget kalau kalian di sini lebih lama.”Ranti menambahkan dengan nada manis, “Iya, lagian, nanti kalau sudah ada cucu, bakal makin seru! Rasanya pengen bisa bantu jagain cucu.”Nasya mengerling, lalu berkata sambil menahan tawa, “Mama sama Papa, beneran nih, sok berat pisahnya? Bukannya dulu Mama Papa malah sengaja paksa aku nikah biar aku cepet angkat kaki dari rumah?”Ranti tertawa kikuk, sedikit tersipu. “Ah, kamu ini.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 34. Brownies Spesial

    Nasya menarik napas panjang. “Oh, saya masak lumayan banyak, kok, Ma. Di wajan masih ada. Kalau Mama mau, saya bisa siapkan,” jawabnya, berusaha tetap ramah.Namun, Melati mengibaskan tangannya seolah menolak sesuatu yang menjijikkan. “Ah, nggak usah. Nasi goreng sisa? Mama nggak pernah sudi makan yang begitu.”Nasya mencoba menelan kesal yang mulai mengumpul di tenggorokannya. Ia mengingatkan diri sendiri, jangan marah-marah, demi bayinya. Ia melatih senyum sabar, meski dalam hati ingin balas sindir. Namun, belum sempat berkata apa-apa, suara bel pintu terdengar.“Bukain pintu sana. Masa hamil muda aja nggak bisa buka pintu buat tamu? Nggak bikin kecapekan dan ‘mengganggu’ kehamilan kamu kan?” sindir Melati dengan nada sinis.Nasya menahan diri agar tidak melontarkan sindiran balasan. “Iya, Ma. Saya bukain.”Nasya segera berjalan ke arah pintu. Setiap langkah di pagi itu seolah jadi ajang uji kesabaran. Bagi Nasya, Melati sudah seperti ahli sindiran yang sangat mumpuni.Ketika Nasya

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 33. Ratapan Ibu Hamil

    Bab 33. Ratapan Ibu HamilNasya menghela napas panjang, meratapi kehamilan pertamanya yang dijalani lebih banyak dalam kesendirian. Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang entah kenapa makin terasa hambar. Bima selalu pulang larut, nyaris hanya meninggalkan jejak sepatu dan jas kerjanya. Di saat ia merasa makin butuh perhatian, yang ada justru hanya sofa, beberapa bantal yang sudah pasrah kusut, dan kamar yang terasa dingin. Sesekali ia merasa seperti ‘jablay’—jarang dibelai—seolah-olah kehamilan ini hanya urusannya seorang diri.Suatu sore, setelah seharian dihantam rasa mual yang tak kunjung reda, Nasya bangkit tertatih-tatih menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun, begitu sampai di sana, perutnya kembali bergejolak, dan ia pun buru-buru ke kamar mandi. Di depan wastafel, tubuhnya berguncang-guncang saat ia muntah, dan yang ia temukan hanya bayangan wajahnya sendiri di cermin—lelah, berantakan, tapi tetap berusaha tegar. Duh, kasihan amat aku ini, ya… pikirnya, mengusap waja

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 32. Kabar Buruk Setelah Kabar Baik

    Mereka pun mengobrol panjang lebar, sampai waktu terus bergulir tanpa terasa. Harun dan Ranti tampak antusias berbagi rencana masa depan untuk cucu pertama mereka, seakan anak Nasya dan Bima ini bakal jadi penerus kerajaan. Mereka menyarankan hal-hal aneh dengan penuh keyakinan, dari saran nama bayi yang panjang dan penuh makna hingga nasehat perawatan bayi tradisional yang terdengar kuno.Di sela obrolan, Harun menepuk bahu Bima, seakan enggan melepaskan menantunya itu. “Bima, ini udah malam. Tapi kalau mau nginap dulu di sini, nggak apa-apa, lho. Malah Papa senang banget kalau kalian di sini lebih lama.”Ranti menambahkan dengan nada manis, “Iya, lagian, nanti kalau sudah ada cucu, bakal makin seru! Rasanya pengen bisa bantu jagain cucu.”Nasya mengerling, lalu berkata sambil menahan tawa, “Mama sama Papa, beneran nih, sok berat pisahnya? Bukannya dulu Mama Papa malah sengaja paksa aku nikah biar aku cepet angkat kaki dari rumah?”Ranti tertawa kikuk, sedikit tersipu. “Ah, kamu ini.

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 31. Menyampaikan Kabar Gembira

    Nasya benar-benar menikmati masa-masa ini, memanfaatkan kehamilannya sebagai ‘alasan resmi’ untuk santai seharian. Ia duduk di sofa, menikmati acara TV favorit sambil mengunyah camilan, sesekali tertawa sendiri saat melihat adegan lucu. Di sisi lain, Melati yang merasa kesal tak henti-hentinya mencoba mencari cara untuk ‘mengganggu.’“Nasya,” panggil Melati dengan nada yang sengaja dibuat sedikit keras, “Kayaknya karpet di ruang tamu udah kotor, perlu diganti. Atau kamu bisa coba nyapu-nyapu ringan aja?”Nasya menatap karpet sebentar, lalu mengelus perutnya sambil berakting lelah. “Aduh, ma… Saya lemes banget, rasanya gak kuat nyapu-nyapu dulu nih. Kata dokter, ibu hamil harus banyak istirahat, jangan capek-capek.”Melati mendesah panjang, tetapi Nasya tetap tak bergeming, malah asyik kembali menonton TV. Tak lama, Melati mencoba taktik baru dengan menyalakan vacuum cleaner di dekatnya, membuat suara berisik untuk mengusik ketenangan Nasya.“Waduh, maaf ya kalau agak berisik, Nasya. S

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 30. Ibu Ratu Tak Ingin Dikalahkan

    Setelah perbincangan di ruang tengah yang lebih mirip sidang pengadilan, Nasya dan Bima melangkah masuk ke kamar dengan langkah berat. Nasya merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, menarik napas panjang. Wajahnya tampak sayu, sementara Bima hanya berdiri di ambang pintu, menatap Nasya dengan ekspresi penuh rasa bersalah.“Nasya,” ucap Bima pelan, mencoba mencairkan suasana.Nasya menghela napas panjang. “Bima, aku nggak tahu sampai kapan bisa kayak gini. Jujur… tinggal di rumah ini, sama Mama, rasanya seperti… nggak punya ruang bernapas sendiri. Kamu ngerti nggak sih?” Suaranya gemetar, dipenuhi perasaan kecewa yang lama tertahan.Bima mendekat, duduk di sisi ranjang. “Sayang, aku paham. Tapi coba lihat dari sisi Mama. Dia itu cuma ingin kita di dekatnya. Lagipula, dia memang keras, tapi hatinya baik, Nasya.”Nasya langsung memutar matanya, seakan sudah lelah dengan pembelaan Bima yang terlalu sering didengarnya. “Ibu Ratu… selalu baik di matamu, ya, Bima. Padahal kamu nggak tahu rasanya

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 29. Nasya Hamil

    Setelah mereka tiba di rumah sakit, Bima dan Nasya berjalan beriringan menuju lobi. Bima tampak bersemangat, wajahnya berseri-seri, sementara Nasya mencoba menyamakan langkah sambil menahan senyum malu-malu melihat suaminya yang sudah terbawa suasana.“Sayang, aku yakin banget kamu hamil, deh,” ujar Bima, katanya setengah berbisik, tapi entah kenapa suaranya tetap kedengaran se-lobi rumah sakit. “Soalnya, kita kan nggak pernah bolos, ya, dari hari pertama nikah. Bahkan, yang pas aku baru pulang kerja capek banget itu, kita tetap ‘latihan’ juga, kan?”Nasya langsung menyikut Bima, mencoba menghentikan obrolan heboh suaminya. “Kenapa malah bahas itu sih?”Tapi Bima malah tambah semangat. “Lho, iya kan? Masa kamu lupa sama ‘latihan intensif’ kita yang sampai tiga sesi sehari? Ini sih pasti hasilnya manjur banget, Sayang. Aku aja udah ngerasa vibes calon ayah nih, serius!”Nasya langsung menyikut Bima, “Bima, pelan-pelan ngomongnya. Ini rumah sakit, banyak orang denger.” Matanya melirik s

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 28. Gejala Hamil Muda

    Setelah Tantri pulang, Melati menutup pintu dengan sedikit hentakan, kemudian berjalan ke dapur dengan ekspresi penuh penyesalan. Di sana, Nasya sudah berdiri menunggu dengan piring berisi masakan sederhana yang ia buat sendiri, tampak bersemangat namun juga sedikit cemas.Melati berhenti sejenak di ambang dapur, memandangi Nasya dengan tatapan penuh perhitungan, seperti menilai barang obral yang setengah rusak di pojok rak. Tatapannya tak lepas dari wajah Nasya, seolah-olah ia masih berharap suatu keajaiban bisa mengubah menantunya ini menjadi sosok ‘sempurna’ seperti Tantri.Mata Melati memicing sejenak, dan tanpa berkata apa pun, ia mendekat. Ekspresinya penuh penyesalan tersirat, bagai seseorang yang baru saja menukar permata asli dengan imitasi yang buram.“Ma, aku udah selesai masak,” ucap Nasya sambil tersenyum ramah, berusaha mencairkan suasana. “Aku lihat resep di YouTube. Nggak jelek-jelek banget kan hasilnya? Mama cobain, ya?”Melati menatap piring di tangan Nasya dengan ta

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 27. Saingan Datang

    Suara Melati terdengar nyaring di ruang tamu ketika Nasya baru saja hendak menuju kamarnya. “Nasya! Kamu coba masak, deh. Masa istri nggak bisa masak buat suami? Itu kewajiban kamu sekarang.” Melati menatap Nasya dengan tatapan yang tak memberi ruang untuk menolak.Nasya tersenyum canggung, “Iya, Ma... cuma memang aku belum terlalu bisa masak sih, takutnya…”Belum selesai Nasya bicara, Melati langsung memotong dengan nada ketus, “Kamu sudah jadi istri, ya harus bisa masak! Bima tuh nikahin kamu bukan buat kamu cuma ada alasan terus-terusan. Langsung aja ke dapur, belajar!”Dengan perasaan campur aduk, Nasya melangkah ke dapur sambil mendengus dalam hati. Sesampainya di dapur, ia terdiam, memandang kosong ke sekelilingnya. Ia benar-benar bingung harus mulai dari mana.“Masak apa, ya?” gumamnya sambil membuka kulkas, berharap ada ‘inspirasinya’ di sana. Di dalam kulkas, ia menemukan seikat kangkung yang sudah mulai layu dan sebungkus daging ayam beku di freezer. Ia menatap bahan-bahan i

  • Ibu Empat Anak: Beda Bapak!   Bab 26. OTW Menuju Menantu Rasa Pembantu

    Setelah perjalanan panjang dan bulan madu yang akhirnya usai, Nasya dan Bima tiba di rumah mereka di Jakarta. Begitu mereka melangkah masuk, kelelahan terlihat jelas di wajah mereka. Koper-koper diletakkan di ruang tamu, dan mereka menghela napas lega, senang akhirnya bisa kembali ke tempat yang nyaman.Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, Melati mulai mengeluh sambil memijat-mijat pinggangnya, memasang wajah penuh penderitaan khas ibu-ibu yang baru saja melakukan aktivitas fisik berlebihan.“Lutut mama kayak mau copot, tulang belakang serasa mau patah! Apa mama terlalu tua untuk ini?” sambat Melati dengan ekspresi dramatis.Bima menahan tawa melihat ibunya yang selalu dramatis. “Udah, Ma, istirahat aja dulu, ya. Kaki mama masih utuh, kan?”Melati mendengus, pura-pura marah. “Utuh, sih, tapi rasanya remuk, Bima! Coba bayangin kalau mama gak istirahat, besok-besok kamu harus gotong mama ke rumah sakit! Padahal, mama cuma mau jalan-jalan bulan madu kedua, eh malah kayak ikut

DMCA.com Protection Status