Setelah berhasil mengalahkan Rouku, Bai Jia langsung kembali ke Istana Diyu. Dia menyerahkan sepenuhnya pemakaman Yue Er dan Rouku kepada Xiu Min. Setibanya di Istana Diyu, Bai Jia langsung masuk ke kamarnya dengan tetap membawa Pedang Surga di tangannya. Saat itu Bai Jia hanya berpesan pada Fei Yi bahwa ia akan pergi ke suatu tempat untuk memulihkan diri dan akan kembali setelah keadaannya lebih baik. Bai Jia tidak memberi tahu Fei Yi ke mana dia akan pergi. Dia tidak mau Fei Yi atau orang lain tiba-tiba menyusulnya. Dan, di sini lah Bai Jia sekarang berada, di gua tempat pertama kali ia menemukan pedang surga. Setelah satu pekan melakukan meditasi untuk menetralkan kembali kekuatannya, kini keadaan Bai Jia sudah jauh lebih baik. Namun, karena energinya terus bentrok dengan energi pedang surga, Bai Jia jadi harus memilih kekuatan mana yang akan ia pertahankan.
“Aku ingin menjadikanmu raja.”Rencana Wei Qi seketika membuat hari Bai Jia yang terik tiba-tiba diliputi oleh gemuruh. “Gu-Guru jangan bercanda!”“Aku serius, Bai Jia. Jika kau menjadi raja, maka tidak akan ada yang bisa menentang. Kedua keluarga tidak mungkin berpikir untuk melawan pendekar yang memiliki restu langit. Mereka akan mundur dan perang saudara bisa dihindari lalu kita bisa menata kembali Wuxia untuk menjadi lebih baik,” jelas Wei Qi.“Tapi—”Ucapan Bai Jia terhenti ketika tangan sang guru terangkat dan pandangannya teralihkan ke tempat lain. Rupanya, ada salah satu murid Pagoda Sembilan Naga yang menghampiri mereka.“Maaf mengganggu, Guru!” “Ada apa?”“Putri Mahkota Bao Yu ingin bertemu dengan Guru.”Wei Qi dan Bai Jia sama-sama terkejut mengetahuinya. Bersamaan dengan itu, Bao Yu menampakkan dirinya dan berjalan menghampiri mereka.“Oh,”—Wei Qi seketika berdiri dan langsung mem
Bai Jia menyesal karena sudah panik setelah Fei Yi mengatakan ada hal serius yang ingin ayahnya bicarakan. Pada kenyatanya, setelah bertemu dengan Xiu Ji, tidak ada satu pun hal yang harus Bai Jia cemaskan.“Jadi, bagaimana, Raja? apakah Raja menerima lamaran keluarga Wen?” tanya Xiu Ji.Bai Jia tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Namun, dia berpikir bahwa seharusnya dia lah yang meminta Fei Yi kepada Xiu Ji. Bai Jia akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan langsung berlutut di hadapan Xiu Ji. “Saya menerimanya dengan senang hati, Tuan. Maaf karena saya tidak segera melamar Fei Yi, sampai akhirnya Tuan yang melamar untuknya! Tuan, izinkan saya memberi hormat sebagai calon menantu Anda!”—Bai Jia menumpuk tangannya dan menunduk hormat. Xiu Ji ikut bangkit dari tempat duduknya. Dia segera membantu Bai Jia berdiri lalu memeluk pemuda itu.Saat ini perasaan Xiu Ji campur aduk. Dia merasa beruntung putri satu-satunya mendapat laki-l
Ruong berusaha sebaik mungkin melawan Bai Jia. Sembari ia mengingat apa yang dulu pernah diajarkan oleh sang ayah.BRUK!Bai Jia menjegal Ruong hingga membuatnya jatuh. “Saat bertarung, jangan terlalu fokus pada dirimu, Pangeran!” ucap Bai Jia.“Kau ini siapa sebenarnya, Tuan? beraninya kau menjatuhkanku!”“Tidak ada yang salah dari menjatuhkan lawan di dalam sebuah pertarungan, Pangeran,” jelas Bai Jia. Ruong yang tidak terima dijatuhkan seperti itu lantas bangkit dan kembali menyerang Bai Jia. Pemuda itu tentu saja bukan musuh yang setara untuk sang raja Diyu. Jadi, Bai Jia pun tidak mengeluarkan banyak tenaganya. Di dalam pertarungan itu Bai Jia justru mengajari Ruong beberapa teknik bertarung yang benar. Ruong sungguh dibuat bingung. Namun, anehnya dia malah mengikuti arahan Bai Jia.DUG!Bai Jia memutar tubuh Ruong dan memukul punggungnya sampai Ruong jatuh tersungkur. Ruong kesal karena merasa dipermaluk
Bai Jia dan Fei Yi tidak bisa menyembunyikan senyum bahagia mereka. Keduanya saling menautkan tangan dan jalan bersama memasuki aula Istana Diyu.Sesampainya di depan singgasana raja dan ratu, Bai Jia membuka kain tipis yang menjadi penutup kepala Fei Yi. Dia singkap kain itu dan tampaklah wajah cantik istri sekaligus permaisurinya tersebut.Bangsa Diyu berpesta untuk mengekspresikan kebahagiaan mereka atas pernikahan Bai Jia dan Fei Yi. “Kau ingin kembali lebih dulu untuk beristirahat?” tanya Bai Jia pada Fei Yi.Fei Yi mengangguk—“Hem!”“Baiklah, kalau begitu pergilah dulu ke kamar! aku akan segera menyusulmu, aku akan menemui beberapa bangsawan lebih dulu.” “Baiklah!”Fei Yi meninggalkan aula lalu memasuki kamar pengantin. Setelah selesai melepas semua perhiasan dan menghapus riasan wajah, dia akhirnya mendengar pintu kamarnya dibuka.Bai Jia, sosok itu kini berjalan mendekati Fei Yi. Dia b
Bai Jia memasuki aula pertemuan dan duduk di singgasananya. Saat ini di hadapannya sudah ada seorang utusan dari Wuxia. “Siapa yang mengirimmu ke sini?” tanya Bai Jia.“Saya diperintah oleh putri mahkota untuk menemui Raja Gui Tian guna meminta pertolongan.”“Pertolongan?”—Bai Jia mengerutkan dahi—“pertolongan apa? apa yang terjadi?”“Raja, saat ini Wuxia tengah diserang oleh pasukan pangeran Ruong. Putri mahkota—”“Apa yang terjadi di Wuxia bukan lagi urusanku, aku sudah pernah mengatakannya pada putri mahkota,” sahut Bai Jia memotong ucapan si utusan.“Ta-tapi, Raja, ada indikasi bahwa pasukan timur mendapat bantuan dari iblis,” ungkap utusan tersebut, “maka dari itu putri mahkota meminta pertolongan Raja Gui Tian.”Bai Jia terkejut mendengarnya. Rasanya tidak mungkin masih ada kekuatan iblis jahat yang tertinggal. Seharusnya Bai Jia tahu jika memang ada kekuatan jahat dari bangsa iblis yang masih berkeliaran di luar
Bai Jia yang sempat terpaku pada Bao Yu karena kondisinya, kini kembali menatap ke arah Diyu. Dia mencari sosok wanita yang beberapa saat lalu memanggilnya. “Fei Yi ....”Bai Jia sudah tidak mendapati siapapun di seberang sana. Sudah tidak ada lagi Fei Yi yang menantinya. Bai Jia mematung, syok. Dia sudah terlambat. Dua dunia telah terpisah. Mata Bai Jia memanas. Dadanya terasa begitu sesak. “Raja!”Panggilan itu menyadarkan Bai Jia dari lamunannya. Bao Yu mencengkeram kuat lengannya, dia terlihat begitu kesakitan.Fokus Bai Jia dipaksa untuk kembali tertuju pada Bao Yu. Dia panik, bingung, tidak ada siapapun di sana yang bisa membantunya.Satu-satunya hal yang bisa Bai Jia pikirkan saat ini ialah Pagoda Sembilan Naga. Dia mengangkat Bao Yun dan membawanya dalam gendongan menuju Wuxia, menuju Pagoda Sembilan Naga.“Bertahanlah!” ucapnya singkat pada Bao Yu.Bai Jia meras
Walau kehadirannya dulu sempat mendapat penolakan dari banyak orang, setelah berhasil menyelamatkan dunia persilatan khususnya Wuxia dari ancaman iblis Houcun, kini Bai Jia telah sepenuhnya diterima oleh banyak pendekar dan juga rakyat Wuxia.Ketika Wei Qi mengumumkan Bai Jia sebagai calon pemilik tahta kaisar Wuxia, banyak orang langsung menyetujuinya. Pihak pangerang Ruong maupun putri Bao Yu pun tidak ada yang menolaknya secara terang, walaupun memang ada beberapa pribadi yang kurang setuju. Selain karena Bai Jia adalah pemilik pedang surga, sebelum ini dia juga merupakan pemimpin dari sebuah bangsa yang besar. Jadi, mereka yakin Bai Jia lebih dari sekedar mampu memimpin Wuxia. Berdasar pada hal itulah akhirnya diputuskan bahwa Bai Jia adalah orang yang akan menjadi kaisar menggantikan Mo Cheng.Beberapa saat sebelum pengukuhan dirinya sebagai raja, Bai Jia berdiam di tepi kolam istana kaisar. Dia menatap kosong permukaan air yang memantulkan
Begitu masuk ke dalam air, Wen Lai tidak melihat Li Jun bersamanya. Dia tidak menemukan Li Jun ikut masuk ke dalam air.Mengetahui hal itu, Wen Lai pun langsung naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun, begitu sampai di permukaan, dia justru terkejut karena yang ada di sekelilingnya kini sudah bukan lagi taman atau bangunan-bangunan di Sungai Jingsan. Sisi kanan dan kiri sungai sekarang ialah hutan-hutan lebat. “Ini ... di mana?”—Wen Lai bingung.“Pangeran!” Panggilan itu mengejutkan Wen Lai hingga membuatnya seketika menoleh ke sumber suara. Ternyata, orang-orang yang memanggilnya tadi adalah orang selatan yang merupakan pengikut keluarganya.“Pangeran! itu pangeran Wen Lai! cepat bantu pangeran naik!”“Aku tidak sedang bermimpi, aku sadar sepenuhnya, aku ... aku ada di Diyu?”Setelah kurang lebih dua minggu berada di dunia lain, pada akhirnya Wen Lai dapat kembali ke Diyu. Dia akhirnya dapat bernapas lega mengetahui ayah, anggota keluarganya, dan para pengikut setia mereka selama
Setelah kematian kakeknya, Li Jun beraktivitas sebagaimana biasanya. Pergi bekerja dan sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wen Lai. Dia kembali bekerja di kedai nenek An yang baru saja selesai direnovasi. Hanya saja, meskipun demikian Wen Lai tetap dapat melihat kesedihan yang begitu dalam di sorot mata Li Jun. Wen Lai tahu bahwa pemuda itu sebenarnya hanya sedang berusaha tegar di depannya. “Terima kasih untuk hari ini, Wen Lai!” ucap nenek An.“Aku juga berterima kasih, Nenek! ... kalau begitu, aku pulang dulu.”“Iya, hati-hati!”Hari pertama kedai mie nenek An buka, pelanggan sudah langsung banyak yang datang. Sehingga, sebelum matahari terbenam, mie mereka sudah habis dan Wen Lai bisa pulang lebih awal. Wen Lai senang melihat perubahan yang terjadi pada kedai nenek An. Kedai itu kini sudah jauh lebih bagus dan ramai dari pertama kali ia ke sana. Wen Lai bersyukur untuk itu.Karena pulang lebih awal, Wen Lai lantas memutuskan untuk pulang jalan
Setelah puas mencoba berbagai macam wahana permainan, akhirnya sebagai penutup liburan mereka, Li Jun membawa Wen Lai ke pantai. “Ini!”—Li Jun memberikan minuman kaleng kepada Wen Lai. Dia kemudian ikut duduk di atas pasir di samping Wen Lai. Mereka menikmati pemandangan matahari terbenam dalam diam.“Terima kasih, Li Jun!” ucap Wen Lai mengusir hening di antara keduanya. “Hem?”“Terima kasih sudah mengajakku berlibur! aku ... untuk sejenak merasa bebanku hilang,” jelas Wen Lai, “dunia tanpa perang dan perebutan tahta ternyata sangat menenangkan dan menyenangkan.”Li Jun tertawa kecil. “Sebenarnya, kesenangan yang baru kau rasakan hari ini hanyalah sebagian kecil dari kehidupan utuh di dunia. Tidak selamanya perang itu berwujud saling serang di medan perang dengan menggunakan pedang. Asal kau tahu, Wen Lai, sebenarnya peperangan di sini jauh lebih kejam dan kotor.”Wen Lai menatap Li Jun bingung. Dia mas
Di sore ketika Li Jun masih mengantar makanan ke tempat pelanggan. Wen Lai tidak sengaja menjatuhkan gelas minuman bekas pelanggan.Hal itu mengejutkan semua orang yang ada di dalam kedai, tidak terkecuali nenek An. Sang nenek yang awalnya sibuk di tempat memasak, karena panik akhirnya menghampiri Wen Lai. “Wen Lai, ada apa? kau baik-baik saja?” tanya nenek An.Wen Lai yang awalnya mematung menatap arah sungai akhirnya memutus pandangannya ketika mengetahui nenek An membantunya membersihkan pecahan kaca gelas. “Nenek, jangan! biar aku saja, jangan sampai tangan nenek terluka!”“Kau baik-baik saja, Wen Lai?” tanya nenek An lagi.“Iya, Nek, aku baik-baik saja, tadi tanganku sedikit licin.”Wen Lai membuat alasan sebisanya. Dia lantas memungut pecahan gelas sambil kembali melihat ke arah sungai.Cahaya itu masih keluar dari dalam sungai. Cahaya yang tadi membuatnya terkejut sampai tidak sengaja me
“Jadi, uang yang kau gunakan untuk potong rambut adalah hasil dari kau bekerja di kedai mie?” tanya Li Jun yang kemudian diangguki oleh Wen Lai.“Kenapa?”“Apa?”“Potong rambut. Kenapa?”Pangeran Diyu itu menaikkan kedua bahunya—“Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin melakukannya,” jelasnya, “ternyata, ucapanmu tentang trend rambut pendek lebih bagus dan disukai itu benar, kata bibi di tempat potong rambut, aku semakin tampan dengan rambut pendek,” lanjut Wen Lai dengan senyuman senang penuh percaya diri.“Cih!” cibir Li Jun.Li Jun masih tidak percaya, hari ini Wen Lai cukup mengejutkannya. Di satu sisi dia senang Wen Lai tidak kesulitan berada di dunianya. Namun, di sisi lain, entah kenapa dia justru merasa khawatir.“Hah! kenapa aku jadi merasa menyesal sudah mengajarinya?” ucap Li Jun dalam hati.Li Jun mencoba abai pada perasaannya. Dia memakan mie yang dibawa oleh Wen Lai dari kedai Nenek An.Mata Li Jun melotot saat bumbu mie itu pertama kali menyapa lidahnya. “Woah!” seruny
Melihat toko penyedia jasa potong rambut, Wen Lai jadi berpikir untuk memotong rambutnya. Namun, setelah mengingat ucapan Li Jun bahwa segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang dan saat ini dia tidak memilikinya, Wen Lai akhirnya tidak jadi masuk ke ‘barber shop’.Tidak apa jadi pusat perhatian banyak orang. Pikirnya, dia juga tidak akan selamanya berada di dunia ini. “Apa yang kalian lakukan? ... tolong!”Teriakan dari seorang perempuan tua menyapa pendengaran Wen Lai. Seorang nenek sedang dirampok di salah satu gang sepi.Wen Lai tentu saja tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja di depan matanya. Merampok perempun tua adalah tindakan seorang pengecut. Jika ada orang yang hanya melihat dan membiarkan itu terjadi, maka dia lebih pengecut dari seorang pengecut. Wen Lai mengambil beberapa kerikil dari tepi jalan lalu melemparnya pada dua penjambret tersebut. Kerikil-kerikil itu mengenai kepala mereka dan membuat me
Setelah memastikan kakeknya sudah tidur, Li Jun naik ke lantai dua. Dia menghampiri Wen Lai yang saat ini duduk di depan kamar. “Kakek sudah tidur?” tanya Wen Lai saat pemuda itu mendudukkan diri di sampingnya.Li Jun menyahut, “Hem!” Dia kemudian memberi Wen Lai minuman kaleng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Mata Wen Lai menatap bingung kaleng tersebut. “Ini hanya sari buah, bukan alkohol.”Apapun itu, Wen Lai tidak paham. Dia hanya menerima dan mengikuti tindakan Li Jun, membuka dan minum sesuatu dari kaleng tersebut.Setelah sesaat merasa takjub dengan rasa minuman kaleng, Wen Lai pun kembali fokus pada Li Jun. Matanya bergerak gelisah—“Maaf!” ucap Wen Lai pada akhirnya.Satu sudut bibir Li Jun terangkat. “Sudahlah, lupakan saja! kau hanya tidak tahu.”“Apa kejadian seperti ini sebelumnya sering terjadi?” tanya Wen Lai setelahnya.“Iya, sangat sering, sebelum pikun ka
“Dasar anak-anak nakal! kalian tidak takut dapat tuah, ha? sana pergi!” usir penjaga museum istana.Cahaya yang menerangi wajah Li Jun dan Wen Lai beberapa waktu lalu ialah cahaya senter milik dua penjaga yang sedang berpatroli. Para penjaga memergoki mereka saat berada di depan pintu aula utama.“Terima kasih, Pak!” teriak Li Jun dengan tidak tahu diri. “Hah! beruntung kita ketahuan, jadi tidak perlu repot mengendap-endap dan melompat pagar,” terangnya, “sekarang ayo kita pulang, Wen Lai!” “Hem!” sahut Wen Lai seadanya. Dia masih penasaran dengan energi yang ia rasakan tadi. “Apa energi tadi yang disebut sebagai energi kutukan?” tebaknya dalam batin.KRUCUK~“Oho~ apa kau lapar, Pangeran?”—Li Jun merangkul Wen Lai—“tenang saja! setelah ini akan kumasakkan makan malam yang enak dan banyak untukmu, sebagai bentuk terima kasih karena tadi sudah membantuku.”Sejujurnya, Wen Lai malu mengakui dirinya kelaparan. Namun, perutnya sudah
“Wen Lai?” ucap Li Jun dalam hati. Dia terkejut melihat Wen Lai bisa ada di sana. Di saat Wen Lai akan maju menghadapi para berandal yang mengejarnya tadi, Li Jun segera menahan lengan sang pangeran Diyu. Pada awalnya dia ingin menahan Wen Lai agar tidak menghajar mereka. Namun, pada akhirnya .... “Santai saja! mereka hanya anak-anak biasa, jangan gunakan kekuatan iblismu!” Wen Lai memahaminya—“Baiklah!” “Kurang ajar! siapa, kau, brengsek?” “Minggirlah! jangan ikut campur!” “Aku?” sahut Wen Lai, “aku orang yang akan menghajar kalian.” Pernyataan Wen Lai itupun ditertawakan oleh anak-anak berandal. “Jangan bercanda, bocah aneh! yang ada, kau akan babak belur di tangan kami. Maju!” Tujuh orang maju menyerang Wen Lai. Dari posisi dan gerakan mereka, Wen Lai memprediksi siapa di antara mereka yang akan datang lebih cepat untuk mendekatinya.