Saskiara Fellicia, lebih sering disapa Kiara duduk menunduk dengan menekuk kedua kakinya. Ia duduk di ranjang warna putih yang berukuran lumayan besar. Kepalanya yang terasa berat ia sandarkan pada kedua lututnya.
Mata beningnya tak urung juga meneteskan air mata. Ia sedang menangis. Menangisi kenyataan hidupnya yang seakan-akan tidak mampu ia lalui.
Berulang kali ia menyeka air matanya, tapi air matanya itu terus saja mengalir. Rasanya air matanya itu tidak ada habisnya. Terus mengalir saat ia mengingat kenangan yang tak ingin ia ingat.
Kenangan yang membuatnya tak mengerti.
Kenapa semua ini harus terjadi padanya? Ia hanya belum siap menerimanya. Bukan hanya belum siap, lebih tepatnya ia tidak mau menerimanya.
"Arrghh.. Kenapa? Tuhan, kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa semua ini harus kualami?"
Hanya pertanyaan-pertanyaan putus asa yang mampu Kiara ucapkan. Ia bahkan menjambak-jambak rambut panjangnya sendiri. Ia hanya tidak tahu harus bagaimana. Ia benar-benar putus asa.
Kiara bisa merasakan sinar mentari pagi yang mulai menyusup lewat celah jendela kaca kamar. Kamar ini terasa asing untuknya.
Kiara beranjak dari duduknya. Tubuhnya terasa remuk, begitu perih untuk bergerak. Iapun berjalan tertatih menuju jendela dan membukanya.
Sinar mentari hangat terasa di permukaan kulitnya yang putih pucat. Kiara memejamkan matanya untuk menikmati sinar mentari pagi itu. Saat ia mencoba membukanya, baru ia rasakan jika matanya terasa pedih. Mungkin karena silaunya sinar mentari, atau mungkin karena ia terlalu banyak menangis?
Lalu dengan perlahan, Kiara mencoba memegang kedua pipinya yang terasa bengkak. Di sudut kiri bibirnya ada bekas darah mengering dan terasa sangat perih saat ia menyentuhnya.
Pagi ini terlihat cerah, tapi tak secerah hatinya. Ia kembali menangis.
Bosan menikmati sinar mentari, Kiara berjalan menuju kamar mandi. Kamar mandinya cukup luas. Ada sebuah bak mandi mewah di dalamnya. Ia mengisi bak mandi itu dengan air hangat.
Sembari menunggu air memenuhi bak mandi, ia memperhatikan dirinya di depan cermin kamar mandi. Benar, banyak luka lebam tak hanya di wajahnya, tapi di sekujur tubuhnya juga. Luka lebam itu terlihat membiru dan membengkak, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih.
Kiara bersyukur pada Tuhan karena Tuhan sudah menciptakannya dalam keadaan yang sebaik-baiknya, meski banyak luka di wajahnya, ia masih terlihat cantik. Memang tidak dipungkiri jika Kiara adalah sosok gadis yang sangat cantik dengan tubuh indah, tinggi semampai, dan memiliki kaki ramping.
Anugrah yang sangat disyukuri meski nyatanya ini juga sangat menyedihkan.
Seorang gadis?
Pantaskah sebutan manis itu disandangnya saat ini?
Kiara adalah seorang gadis, bukan lebih tepatnya seorang wanita. Ya, dirinya yang dipuja-puja banyak laki-laki itu kini sudah menjadi seorang wanita seutuhnya. Kisah Si Gadis Cantik Kiara itu sudah tidak ada. Yang ada hanya kenyataan menyedihkannya ketika ia kehilangan 'pangkat' kegadisannya. Itu juga menjadi alasan mengapa ia sangat berat harus menjalani hidup.
Suara gemercik air terdengar jelas di telinga Kiara. Tangan kanannya mengepal dengan kuat. Ia mencoba memecahkan cermin di depannya, tapi tidak bisa. Bukan karena cermin itu kuat, tapi memang tenaganya yang begitu lemah. Ia sudah sangat lelah, letih, bahkan bosan. Ia hanya memukul-mukul pelan cermin di depannya berkali-kali untuk melampiaskan kekesalannya.
"Kenapa aku menangis lagi? Bodoh! Bodoh! Bodoh!"
.
..Satu bulan yang lalu Kiara adalah putri dari pemiliki perusahaaan property yang cukup besar. Tapi hidupnya seketika berubah saat perusahaan yang orang tuanya bangun susah payah mengalami kebangkrutan.
Karena tidak bisa menerima kenyataan itu, Ayah Kiara memilih mengakhiri hidupnya dengan menembakkan peluru ke kepalanya sendiri. Ibunya Kiara yang sangat mencintai ayahnya Kiarapun melakukan hal yang sama.
Kurang dari seminggu, Kiara sudah kehilangan segalanya. Orang tua, rumah, bahkan perusahaan ayahnya. Ia tidak memiliki siapa-siapa. Ia anak tunggal.
Hingga pada akhirnya, ia menerima tawaran seorang laki-laki usia lima puluhan tahun untuk ikut dengannya.
"Tinggallah bersama kami, Tuan Muda tak akan mempermasalahkannya karena rumah kami sangat luas."
Laki-laki tua itu merasa iba melihat keadaan Kiara yang terlihat menyedihkan. Kiara memanggilnya paman Willy. Paman Willy sangat baik padanya, begitu juga dengan istrinya, bibi Willy.
Dari awal paman Willy sudah bilang pada Kiara jika ia hanyalah seorang pelayan di sebuah mansion mewah. Kiara tidak mempermasalahkan hal itu. Ia sudah bertekat untuk menjalani hidupnya yang baru, meski jadi asisten rumah tangga sekalipun.
Kiara bahkan tidak menyangka jika rumah tempat paman Willy bekerja itu sangat besar layaknya istana. Sebuah mansion besar yang jauh lebih besar dari rumahnya dulu.
Kiara hanya bisa terkagum-kagum melihat mansion besar dan mewah yang sekarang menjadi tempat tinggalnya itu. Ia memang pernah kaya, tapi tidak sekaya pemilik mansion ini.
Kiara mendapatkan izin tinggal di mansion itu berkat bantuan paman Willy. Kadang Kiara berpikir, paman Willy itu hanya seorang pelayan tapi kenapa begitu dekat dengan pemilik mansion? Kiara tidak bisa melihat dengan jelas wajah dari pemilik mansion yang ia tempati. Ia jarang sekali bertatap muka secara langsung.
"Kau bisa memanggilku Ray, selamat datang di mansionku!"
Namun dari cara bicaranya, Kiara yakin jika pemiliki mansion adalah oarng yang sangat dingin. Pemilik mansion itu adalah Alfaro Rayvansha, seorang laki-laki berusia tak jauh darinya yang mulai ia ketahui sebagai sosok laki-laki tak banyak bicara dan terlihat angkuh.
Namun lagi, tak dapat Kiara pungkiri jika tuannya itu memiliki wajah rupawan, tubuh yang bagus, dan berkarisma. Tinggi, putih, memiliki kaki jenjang, meski sedikit agak kurus. Kiara bahkan sempat berpikir jika tuannya itu seperti tokoh animasi.
Mirip tokoh-tokoh utama dalam manga shojou atau otome game.
.
..Di mansion itu, Kiara membantu melakukan bersih-bersih dan memasak. Ia beruntung karena ibunya tidak memanjakannya. Ia bisa melakukan pekerjaan rumah dengan baik.
Sebenarnya, Ray atau Tuan Mudanya tidak menyuruh Kiara melakukan tugas sebagai seorang pelayan, tapi Kiara sendiri yang bersedia melakukannya karena ia tidak mau hanya menumpang saja di mansion Ray.
Ray memperlakukannya dengan sangat baik. Bagi Kiara, Ray mengizinkannya tinggal di mansionnya saja sudah lebih dari cukup. Setidaknya ia tidak menjadi tuna wisma. Ia sungguh bersyukur akan hal itu.
Namun, semua berubah setelah Ray menunjukkan jiwa iblisnya malam itu. Dan saat itu, mimpi buruk Kiara dimulai. Ia harus mengalami malam paling panjang dalam hidupnya dimana sang Tuan Muda yang sangat baik hati seperti yang ia kenal, tiba-tiba menjadi sosok asing yang begitu gelap dengan segala siksa yang dibawa.
Menyentuh bak duri yang ditancapkan. Membelai bak sayatan silet yang begitu tajam. Menghujami dengan segala cumbuan yang menggores hati. Tak ada yang tersisa, hanyalah tangis getir di sepanjang malam yang membeku.
FLASHBACK ONMalam yang sepi, saat semua pelayan rumah paruh waktu sudah selesai bekerja, Kiara sedang sendirian di dalam mansion milik Ray. Paman Willy dan bibi Willy sedang keluar entah kemana. Mansion hanya di jaga oleh dua orang satpam di pintu gerbang. Dua orang satpam itu sangat jarang menginjakkan kaki di dalam mansion milik Ray.Meski begitu, tapi keamanan mansion sudah sangat canggih. Tidak hanya dilengkapi dengan CCTV saja, tapi juga berbagai jenis alarm keamanan yang dikendalikan dengan teknologi komputer. Ray sangat peduli dengan keamanan mansion yang sangat mewah miliknya itu...."Brengsek, kenapa semua hal tidak berjalan sesuai dengan keinginanku? ... Cih, kepalaku sakit sekali." Umpat Ray. Ia berjalan dengan sempoyongan.Kiara sedang berada di ruang tengah ketika sang pemilik mansion pulang dalam keadaan kacau."Tuan Ray, Anda baik-baik saja?"
NORMAL TIMEMasih tergambar jelas di benak Kiara, bagaimana Ray dengan seenaknya saja melecehkannya tadi malam. Segala scene kejadian itu terus memenuhi memori otaknya. Sangat baru dan tak bisa dilupakan."Semua kenangan menjijikkan itu memenuhi otakku. Berjejalan, berhimpitan, dan memaksa diingat meski kapasitas memori otakku menipis. Aku ingin membakar semua ingatan itu. Aku ingin memusnahkannya. Enyahlah dari pikiranku! Enyahlah! Enyahlah!"Kiara menenggelamkan tubuhnya ke dalam air di dalam bak mandi. Ia juga menenggelamkan kepalanya, lalu memejamkan kedua matanya.Semakin ia memejamkan matanya, semakin ia mengingat kejadian yang ia harapkan sebagai mimpi belaka. Sayangnya itu hanya harapan saja, itu nyata terjadi padanya.Dirinya yang cantik itu telah dilecehkan oleh Ray!"Memudarlah! Menghilanglah! Melenyaplah! Enyahlah dari pikiranku! Aku mohon, pergilah! Pergilah dan jangan
Di sisi lain, seorang laki-laki tengah duduk di kursi kerjanya. Ia duduk dengan menyandarkan punggungnya, kaki jenjangnya ia letakan di atas meja.Matanya terpejam, tapi ia tidak sedang tidur. Sesekali ia menyesap sebatang rokok yang ia pegang di tangan kirinya. Penampilanya cukup berantakan, kemeja dengan tiga kancing terbuka dengan dasi yang menggantung indah di leher tanpa ia pakai dengan benar.Rambutnya acak-acakan, tapi meski begitu tidak mengurangi sedikitpun ketampanannya. Sosok laki-laki ini diciptakan dengan sebaik-baiknya oleh Tuhan. Rambut raven, hidung mancung, bibir tipis, rahang tegas, dan tubuh atletis meski lebih cenderung ke kurus. Sangat rupawan.Apa yang diinginkan dari versi laki-laki impian ada di dalam diri laki-laki rupawan ini. Tengkuk yang bersih, perut sixpack, dada bidang, kaki jenjang, atau bahkan pinggang ramping dan sexy seperyi milik Kay EXO, laki-laki ini juga memilikinya.Ya, dialah
Masih di ruang kerja milik Ray. Ken melanjutkan acara bincang-bincangnya dengan Ray. Membahas banyak hal, tentu saja membahas hal yang penting-penting. Ray itu tidak menyukai basa-basi. Waktu sangat berharga untuknya.Ken menganggap jika Ray terlalu serius menghadapi hidupnya. Ya bukan berarti harus bercanda, tapi Ken berharap jika Ray bisa lebih menikmati hidup yang sudah Tuhan ciptakan. Dimana ada air yang turun dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah. Ada air asin yang membentang sangat luas, menguasai tujuh puluh persen bumi ini. Ada pencakar langit yang melebihi bangunan bertingkat atau tower-tower yang menjulang tinggi. Ada pula hewan berjenis laki-laki yang mengandung anak-anaknya, layaknya kuda laut.Bukankah dunia ini sangat berwarna? Sangat indah untuk dipandang?Bukankah dunia ini memiliki banyak misteri? Sangat menarik untuk dicari tahu?Kenapa Ray hanya berkutat dengan balas dendamnya? Kenapa harus ada hitam dan putih bila warna pel
Mansion Ray..."Bibi, maaf selalu merepotkan." Kata Kiara lemah.Bibi Willy tersenyum. "Makanlah meski rasanya pahit sekalipun! Kau perlu memulihkan diri.""Iya. Terima kasoh, Bibi.""Sama-sama. Oh iya, apa kau ingin berbicara dengan Tuan Ray? Menurut Bibi, ada baiknya jika kalian berbicara membahas apa yang sudah terjadi. Tuan Ray pasti akan bertanggung jawab, dia anak yang baik." Kata Bibi Willy hati-hati.Terlihat tangan Kiara yang gemetar. Saat itu Bibi Willy tahu jika Kiara masih belum siap untuk bertemu dengan Ray."Maaf, lupakan saja saran dari Bibi untuk saat ini.""Maafkan aku juga, Bibi. Maaf..."Bibi Willy pun keluar kamar Kiara dan di depan kamar berjumpa dengan suaminya, paman Willy."Apa Kiara mau makan?" Tanya Paman Willy."Entahlah, sepertinya dia makan walau hanya sedikit. Sedari kejadian pemerkosaan itu, dia terus saja mengurung diri di kamar. Dia pasti sedang sangat sedih." Jawab Bibi Willy.
Angkara Corp..Ren berjalan menuju ruang kerjanya yang berada di lantai tujuh belas. Di sepanjang perjalanan banyak karyawan yang menyapanya. Ren memang memiliki karakter seorang pemimpin. Tegas dan berkarisma.Meski usianya masih dua puluh lima tahun, usia yang terbilang muda tapi sudah bisa memimpin perusahaan dengan sangat baik. Ayahnya, Surya Dirga adalah orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.Ditambah lagi, Ren juga memiliki wajah yang sangat rupawan. Tak heran jika banyak wanita yang curi pandang dengannya. Pemandangan seperti itu sudah biasa Ren dapatkan dimana pun ia berada.Seperti saat ini, saat ia di kantor, setiap karyawan wanita yang melihatnya akan memamerkan senyum terbaiknya untuk Ren. Meski tidak mungkin akan bisa mendapatkan balasan simpati dari Ren, tapi cukup dengan melihat senyuman manis Ren sudah sangat cukup untuk mereka.Banyak wanita di sekitar Ren yang selalu ber
Ken baru saja memarkirnya mobil merci-nya di garasi mansion Ray. Dengan senyuman mengembang di bibirnya ia memasuki mansion Ray."Rumah ini masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Bahkan bonsai yang aku beli dengan harga tiga belas juta rupiah itu masih ada di tempatnya. Masih ada di teras dekat dengan kolam ikan koi milik Ray. Ray iblis itu menyukai ikan koi? Ayolah, meski dia mewarisi sifat iblis sekalipun, tapi karena cukup lama berbaur dengan manusia, ia menjadi sedikit terkontaminasi. Jiih, dia akan mengirimku ke Afrika jika dia mendengar kata-kataku ini." Ken bergidik ngeri jika harusmembayangkan bagaimana cara Ray menatapnya jika sedang marah.Mansion yang sudah lama tidak ia datangi karena tugas bisnis di luar negeri. Ia merindukan mansion Ray. Mansion yang banyak menyimpan kenangan dirinya, Ray, dan keluarganya.Meski mansion itu milik Ray, tapi Ray memintanya untuk menganggap sebagai rumah sendiri. Hal itu karena
Hari-hari berlalu begitu saja. Ray masih belum berminat kembali ke mansion mewahnya. Ia lebih memilih tinggal di hotel dekat kantornya. Ini sudah hari ke sepuluh.Sementara Ken menjadi semakin bingung dengan keengganan Ray itu. Ia juga heran dengan Kiara yang tidak pernah sekalipun menunjukan batang hitungnya di mansion Ray padahal mereka tinggal di satu atap.Ken merasa penasaran dengan Kiara. Ia selalu bertanya orang seperti apakah Kiara itu? Kenapa Kiara tidak mau keluar dari kamarnya? Apa Kiara cantik sehingga Ray mengizinkan Kiara memiliki kamar Ray padahal banyak kamar kosong di mansion itu?Kenapa Kiara A, B, C, atau D? Lalu apakah Ray A, B, C, atau D?Pertanyaan-pertanyaan penasaran muncul begitu saja di benak Ken....Kamar Kiara..“Kamu Kiara, kan? Perkenalkan aku adalah Yuna, adik bungsu dari kak Ken dan kak Ray. Ibuku sudah menceritakan apa
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku