POV MALIKSore hari, aku baru keluar dari pabrik. Aku berencana mendatangi kedai milik Farida, tapi entah masih buka atau tidak. Sebab, jam tanganku sudah menunjukkan setengah 5 sore.Risfan sepertinya kebagian pulang lebih awal. Karena tadi di parkiran, tersisa tinggal beberapa motor. Aku dan Risfan tak lagi dekat. Sejak persoalan foto itu, ia menjauhiku. Padahal sudah kujelaskan, bahwa semua itu hanya salah paham. Entah bagaimana reaksinya, kalau aku jujur, bahwa Farida-lah cinta pertama yang aku tunggu kembali padaku.Kurang lebih 30 menitan, aku sampai di kedai milik Farida. Cukup banyak pembelinya. Padahal ini baru hari pertama berjualan, seperti yang Farida katakan saat di pasar tadi. Aku turun dari motor dan berjalan ke arah kedai. Pembeli yang datang sampai ke luar area kedai. Karena memang kedai yang Farida sewa ini berukuran paling kecil.Melihat kehadiranku, Farida lantas menghampiriku yang masih berdiri di luar. Ia meminta maaf karena aku belum kebagian tempat duduk.Bebera
POV Risfan~Satu Bulan Kemudian~Aku menyimpan ponselku dengan asal. Ternyata transferan gaji bulan ini sudah masuk, full beserta bonusnya. Sore ini, aku duduk di sofa ruang tamu. Sementara di mejanya tergelar surat dari Pengadilan Agama yang masih tersegel. Aku belum menyentuhnya sama sekali. Kutatap tak percaya surat tersebut. Farida tidak main-main ingin mengakhiri rumah tangga ini. Kukira setelah hari terakhir aku datang ke tempatnya, ia akan melunak dengan sendirinya. Ternyata dugaanku salah. Farida benar-benar melayangkan gugatannya padaku. Terhitung satu bulan dari kedatanganku ke tempatnya sampai surat ini tiba. Memang dasar keras kepala. Dia pikir enak hidup menjadi janda? Lantas aku memfoto amplop berisi surat itu dan mengirimkannya pada Mbak Eka. Centang biru. Mbak Eka sudah melihatnya. Sambil menunggu balasan dari Mbak Eka, aku melihat-lihat isi pesan di WhatsApp-ku. Selama satu bulan aku tidak menghubungi Farida begitupun sebaliknya. Dia keras kepala, aku pun bisa lebih
POV FaridaAku mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Sejujurnya aku tidak mau, Abah mendengar semuanya. Aku bermaksud menyelesaikan semuanya di pengadilan tanpa membawa-bawa Abah. Bukan tidak menghargai Abah, tapi aku masih menjaga harga diri Mas Risfan. Itupun kalau ia masih punya sih.Entah bagaimana Abah malah mendatangiku, padahal aku sudah bilang, semua biar aku selesaikan sendiri. Aku hanya minta restu serta doa Abah dan Emak."Abah mau tau, alasanku berjualan ini sebenarnya apa? Aku perlu uang, Bah. Kalau Mas Risfan bangga karena sudah memberikan nafkah, maka bagiku, Mas Risfan bukan memberi nafkah, tapi hanya me-ni-tip-kan uangnya." Aku mulai menjelaskan dan menekan di akhir ucapanku."Maksudnya, Rida?" Abah bertanya. Sementara yang lain masih menyimak."Mas Risfan hanya memberiku uang 1,5 juta setiap bulannya, Bah.""APA?!" tanya Bang Santo dan Malik bersamaan. Dari nada suaranya, sungguh kedua teman Mas Risfan itu terkejut."Kamu serius, Farida?" tanya
POV Farida🌹🌹🌹Aku pulang ke toko. Saat keluar dari rumah Mas Risfan tadi, Mila ternyata sudah ada di teras rumahnya. Lantas memboncengku dengan motor yang tadi kubawa sendiri. Sementara Abah dibonceng oleh Malik.Kini, aku berada di toko dengan Mila. Abah sepertinya masih bersama Malik, entah kemana. Aku duduk di tepi kasur bersama Mila. Ia merangkulku dan menyandarkan kepalaku dibahunya. Tiba-tiba, airmataku lolos begitu saja."Kalau kamu mau menangis. Menangislah! Tapi, jangan kamu menangisi si Risfan. Perpisahan memang menyakitkan. Tapi, lebih sakit jika kamu terus bertahan. Kamu masih muda. Masa depanmu masih panjang. Sekarang kamu hanya perlu menata hati dan hidup, Rida.Raih kebahagiaanmu. Karena bahagia itu kita yang ciptakan. Jika bersama Risfan, kamu memang tak mendapat kebahagiaan, maka lepas darinya sudah yang paling tepat!" ujar Mila.Tidak, aku tidak menangisi Mas Risfan. Aku hanya menyayangkan rumah tanggaku yang harus berakhir ini. Andai saja Mas Risfan mau sedikit
POV Risfan🍁🍁🍁Hanya 6 bulan saja, aku menyandang status sebagai duda. Pastinya, duren. Duda keren. Bahkan, sebelum surat cerai keluar. Aku sudah lebih dulu mendapatkan pengganti Farida. Hanya saja, baru satu bulan kemarin aku resmi menikah lagi.Safira. Perempuan cantik berkulit mulus. Rambutnya panjang bergelombang. Tingginya semampai sangat pas dengan bentuk tubuhnya yang aduhai. Ia tidak berjilbab seperti Farida. Aku mengenalnya lewat akun berlogo F milikku. Setelah aku menjatuhkan talak pada Farida, aku jadi lebih sering membuat story di akun media sosialku. Hingga aku menemukan akun Safira yang sering mengomentari postingan dan story-ku.Singkat cerita, aku dan Safira berpacaran. Ia tahu statusku dan ia hanya mau menikah jika surat cerai ku sudah keluar. Ia takut dibilang pelakor katanya.Setelah 6 bulan, surat itupun keluar. Akhirnya aku pun bisa menikahi Safira. Hanya menikah di KUA karena Safira tidak meminta diadakan pesta. Aku, ya senang saja. Menghemat biaya. Tentunya,
POV Farida🌼🌼🌼7 bulan sudah aku menyandang status baru dan bulan kemarin akta cerai baru keluar. Aku mengurus semuanya sendiri dibantu Mila dan juga Malik. Mas Risfan benar-benar tidak mau mengurusinya sedikitpun. Ia hanya terima beres.Aku menikmati kesendirian ini. Sendiri seperti sekarang, membuatku menjadi lebih dekat dengan Sang Pencipta. Aku dapat mengexplore hal-hal baru, seperti menciptakan kreasi menu-menu baru.Aku merasa lebih tenang dan santai dengan status baru ini. Tidak ada tekanan. Setiap hari Jumat, kedai sengaja tutup dan aku menyempatkan diri untuk ikut ke majelis pengajian.Setiap pagi, tidak ada lagi tuntutan pekerjaan. Mencuci, memasak, beberes rumah, menyiapkan sarapan, bekal, aku terlepas dari itu semua.Setiap pagi, aku hanya menyiapkan bahan-bahan untuk diolah. Malik membantuku dengan mengambil alih berbelanja. Malam hari, ia akan menelponku dan meminta catatan belanja. Aku terima beres. Tidak perlu pergi ke pasar. Hebatnya, ia bisa mendapatkan harga di b
POV Risfan🌹🌹🌹Malam ini aku baru pulang lembur. Safira menyambut kepulanganku di kursi ruang tamu dan dengan sigap Safira memijat pundakku. Ah, dia ini memang istriku yang terbaik.Sekarang awal bulan, gaji serta bonus bulan ini sudah masuk. Aku lalu menyerahkan uang nafkah kepada Safira."Dek, uang bulan ini, ya," ucapku sambil memberikan 15 lembar uang merah, yang sengaja kuambil dulu sebelum pulang.Safira menerimanya. "Makasih, Mas," balasnya. Ia kemudian melanjutkan pijatannya."Mas, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Safira dengan suara lembutnya."Bolehlah, mau tanya apa, Dek?" jawabku."Pasti uang tabungan, Mas banyak ya?" ucapnya sambil terus memijat. Kini, pijatannya turun ke lengan."Banyak. Memang kenapa? Kamu mau uang bulananmu ditambah?" tuduhku. Tumben sekali ia bertanya hal itu.Pernikahanku dengan Safira sudah berjalan 3 bulan. Selama ini, ia tidak pernah menanyakan uangku.Safira menggeleng cepat. "Enggak, Mas. Ini sudah lebih dari cukup, kok.""Terus, kenapa kamu m
Aku mengerjapkan mata. Di mana ini? Ruangan ini tidak kukenal. Lantas aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Pak RT, Bu RT ada disini."Mas, sudah sadar?" Pak RT menyentuh pundakku."Di mana ini, Pak?" tanyaku dengan suara lemah."Di Klinik Pratama. Mas lagi-lagi pingsan membuat kami khawatir. Jadi kami bawa kemari saja. Takut Mas kenapa-kenapa," jelas Pak RT.Aku kemudian mengingat-ingat kejadian yang kualami. Dimulai dari aku pulang lembur. Lalu memberikan uang bulanan pada Safira.Setelah itu, Safira menanyakan jumlah tabunganku dan aku langsung menunjukkan saldo di m-banking.Selanjutnya aku mandi lalu makan. Menontonn tv dan tidur setelah meminum susu jahe yang diberikan Safira.Aku bangun kesiangan dengan keadaan sakit kepala yang hebat dan Safira sudah tidak ada.Aku kembali memejam. Mengingat selembar kertas yang tadi kubaca. Safira pergi membawa motor dan sejumlah uang."Apa perlu sesuatu, Mas Risfan?" tanya Bu RT kali ini.Aku menggeleng. Aku hanya perlu uangku kembali."M