Helga melompat ke belakang, saat dia membuka pintu, dia disambut Vin yang tengah menunggunya. Duduk di sebuah sofa langsung menghadap pintu. Wajah pria itu dingin, datar tanpa ekspresi. Sungguh tak terbaca.Rasa terkejut Helga semakin menjadi, bercampur ketakutan, teringat Vin yang hampir menembaknya malam itu. Kali ini apa lagi yang akan Vin lakukan. Atau hanya perasaan Helga saja.Vin mungkin saja tengah menunggu orang lain. Helga berusaha menyingkirkan pikiran kepedeannya. Mengingat berkali-kali dia dipatahkan dan dijatuhkan oleh angannya sendiri.Mengambil keputusan yang kedua, Helga berlalu begitu saja melewati Vin. Berusaha acuh, meski Helga sadar kalau Vin adalah tuan rumahnya. “Dari mana saja kau?” Langkah Helga terhenti, bolehkah hatinya bersorak gembira, sebab untuk pertama kalinya Vin terdengar peduli pada Helga, setelah sekian lama mengabaikan kehadirannya.“Biasa bersenang-senang,” balas Helga. Berusaha terlihat tenang, tanpa ingin menunjukkan kalau dia sangat baha
Vin merasa resah, dua pekan berlalu sejak penyerangan pada Briana terjadi. Seminggu sejak Vin mengusir Helga dari rumahnya. Yang sesaat membuat Imelda meradang.Namun apa yang bisa dilakukan Imelda jika Vin sudah bertitah, andai Imelda tidak terima Helga diusir. Wanita itu boleh pergi menyusul Helga. Satu hal yang jelas tak bisa Imelda lakukan. Keluar dari rumah Vin, berarti wanita itu harus siap hidup di jalanan. Imelda yang sudah terlanjur hidup enak dan berkecukupan, tentu tidak mau kembali jadi miskin. Jadi dengan terpaksa dia tinggal di rumah Vin, meski rasanya sepi tanpa sekutu.Semua orang tampak acuh pada Imelda. Sebab sikapnya memang angkuh pada semua orang. Bahkan pada Enzo pun, wanita itu tak terlalu sayang. Padahal Enzo cucu satu-satunya.Beberapa hari berlalu, Ilario selalu kembali ke rumah Vin. Hal itu membuat Vin gerah. Karena itu Vin akhirnya mengusir paksa Ilario dari kediamannya. Awalnya Ilario menolak, tapi ketika Vin mengancam mengebom rumahnya, baru pria itu
Bola mata Briana melotot melihat siapa yang berada di sampingnya. Tangan lelaki itu melingkari pinggang Briana posesif. Seolah ingin menunjukkan status hubungan mereka pada Dito.Dito sendiri sampai melongo, mendapati seorang lelaki berani menyentuh Briana. Pria bule seperti yang Kartika katakan. Bahkan Kartika sendiri tak percaya melihat penampakan Vin, padahal dia yang koar-koar kalau pacar Briana seorang bule.“Ini beneran orang itu,” batin Kartika dengan mulut terbuka.“Ngapain kamu di sini? Bukannya lagi pulang ke Milan,” bisik Briana di telinga Vin yang sedikit menunduk. Pemandangan itu terlihat manis bagi pengunjung restoran yang lain. “Aku baru datang kemarin tadi. Kebetulan lihat kamu di sini. Aku ada urusan di sebelah.” Vin membalas dengan tatapan tak berpindah dari Dito.Sementara Dito menggeram marah, tangannya terkepal. Melihat bagaimana rupa Vin yang baru saja diberitakan Kartika sebagai pacar Briana.” Sial! Jika begini ceritanya aku kalah telak.” Apa yang bisa D
“Jadi kau yakin kalau mereka Dark Demon?” Vin bertanya pada Ian. Hari berikutnya, mereka berkunjung ke rumah Ian, Orion akan menyusul sebentar lagi.Bisa dibayangkan bagaimana ramainya rumah Ian ketika Enzo dan Azlan berkejaran di halaman belakang kediaman Ian yang luas. Dua pria itu duduk di balkon lantai dua yang terbuka mengarah ke bagian belakang rumah.Dari sana Vin dan Ian bisa melihat bahagianya Enzo dan Azlan waktu bermain bersama. Sangat menyenangkan. Vin menarik sudut bibirnya, melihat senyum Enzo yang begitu lepas.“Aku yakin, meski sedikit ragu. Tahu sendiri kalau klan itu sudah lama tak terdengar kabar beritanya. Ada yang bilang mereka sudah habis. Ingat tidak yang aku pernah menembak Jorge hari itu. Aku yakin dia sudah mati.”Vin cukup tahu mengenai kejadian itu. Jorge pemimpin Dark Demon ingin mencelakai Faaz, putra mahkota negara M. Putra Lyn, cinta pertama Ian sebelum bertekuk lutut pada Lyli, maknya singa.“Kalau dia berhasil lolos?” pancing Vin, alis Vin terang
Tangan Vin bergetar, menerima hasil pemeriksaan kandungan Emma dari Lyli. Dokter itu menyeret Emma untuk diperiksa kehamilannya, setelah Xuan berucap kalau Emma belum pernah melakukan chek up kandungan.“Usia kehamilan tujuh minggu,” gumam Vin. Bahkan ada foto USG yang menyertai lembar pemeriksaan tersebut. Vin jadi teringat pertama kali dia melihat gambar Enzo untuk pertama kalinya.Vin jelas bukan ayah janin yang dikandung Emma, tapi euforianya sama seperti saat dia tahu Maria hamil Enzo. Bagaimanapun, Emma semalam menegaskan kalau tidak mau menerima Ilario. Walau lelaki itu ayah anaknya.“Dia menyakitiku, dia menembak Maria. Aku benci padanya!” Serangkaian kalimat yang jadi bukti betapa Emma sangat tidak menyukai Ilario. Dalam sekejap Vin menyadari kalau Ilario sudah melecehkan Emma selama lelaki itu menyekap Emma di tempatnya. Rasa benci Vin kini naik berlipat-lipat pada Ilario. Ingin rasanya dia menembak Ilario saat ini juga.“Jadi karena itu Xuan bertahan di sana? Apa tida
Nafas Briana masih naik turun ketika Vin menghentikan mobilnya di sebuah taman. Wajah gadis itu juga sedikit pucat, ada cairan bening di sudut mata Briana, dia bahkan siap menangis.“Kamu baik-baik saja sekarang.” Vin berucap tenang, sembari menyimpan kembali Revolver-nya ke dalam dash board. Briana mendelik ke arah Vin.Pria itu masih sibuk dengan alat kecil di telinga, ponsel dan layar yang ada di depannya. “Bereskan saja mereka. Atau kirim kembali pada Surya setelah buat mereka babak belur.” Perintah Vin membuat Briana bergidik ngeri. Dia mulai ketakutan dengan sosok Vin yang baru menunjukkan wajah sebenarnya. Seorang mafia yang ternyata bukan isapan jempol semata.Beberapa menit yang lalu, Briana melihat bagaimana Vin dengan lihai mengendalikan mobilnya, sekaligus menembak orang suruhan Surya Atmaja. Tanpa ragu, Vin memperlihatkan semuanya di depan Briana.Dia juga melihat, kepiawaian Vin dalam menggunakan senjata bermoncong dengan semburan timah panah sebagai hasil akhir se
Briana berjalan mondar mandir di kamarnya. Setengah jam yang lalu, Vin mengantarkannya dengan selamat ke rumah. Saat ini gadis itu tengah meresapi beberapa ucapan Vin.“Aku memang seorang mafia, tapi bisa aku katakan kalau semua usahaku di bawah tanah, seminim mungkin melanggar hukum.”Mana ada mafia patuh hukum? Gerutu Briana dalam hati. Wanita itu bukan orang yang mudah percaya pada orang lain. Dan pengakuan Vin tentu tak semudah itu dia terima.Sikap Briana bertahan sampai dua hari berikutnya. Dia menolak bertemu Vin meski pria itu sudah menunggunya di depan TK. Briana mengirim pesan pada Vin, menegaskan sikapnya pada bule Italia tersebut.Vin hanya bisa menghela nafas. Inilah resikonya, jika dia mendekati gadis di luar klan mafia. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meyakinkan kalau mafia tidaklah seburuk pandangan banyak orang.Briana menghindari Vin dengan pulang melalui pintu belakang. Jalan yang menghubungkan rumah Briana dengan gedung TK dan bangunan panti asuhan. Se
Briana semakin menyembunyikan diri di belakang tubuh Vin. Memindai lelaki bule lain yang ada di hadapan mereka. “Bule lagi,” batin Briana. Sejenak merasa takjub, hidupnya kini sering dipertemukan dengan lelaki dari ras bule sejak bersinggungan dengan Vin.“Di mana dia Vin?” tanya lelaki itu lagi.“Sudah kubilang, dia tidak ada di sini Rio,” balas Vin cepat. Tubuh ayah Enzo bergerak melindungi Briana ketika Ilario mencoba menelisik siapa yang berada di balik tubuh Vin.“Jangan bohong! Di mana kau menyembunyikannya?” Ilario mencoba bersabar, tapi sepertinya gagal dia lakukan. Ilario tetaplah Ilario, pria yang dominan dengan sifat emosinya.“Terserahlah! Kau mengganggu waktuku saja.” Vin mendorong tubuh Briana masuk ke dalam mobil. Kali ini Briana tak membantah. Dia manut saja ketika Vin menutup pintu sambil mengedipkan mata.Pintu belum sepenuhnya tertutup, ketika Briana mendengar ucapan Ilario yang cukup menarik perhatiannya. “Ternyata kau sudah menemukan pengganti Maria, cepat sekali.”