Share

Ruang hampa

Penulis: Reinz Jr
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 15:35:27

Eliza melangkah keluar dari kamarnya, menyusuri koridor rumah yang luas dengan langkah pelan. Sepanjang perjalanan, matanya menjelajah setiap sudut, memandangi barang-barang mewah yang tampaknya tidak pernah kekurangan. Langit-langit tinggi dengan lampu kristal berkilauan, sofa kulit yang diposisikan sempurna di ruang tamu, dan hiasan dinding yang tampak seperti lukisan mahal semuanya menciptakan suasana kemewahan yang megah.

Namun di balik semua itu, Eliza merasakan kehampaan yang menyakitkan. Segalanya begitu berlebihan, tapi entah kenapa tidak ada yang benar-benar terasa berarti. Rumah ini mungkin dipenuhi dengan kemewahan, tapi kosong dari sesuatu yang jauh lebih penting—kehidupan.

Saat Eliza mencapai ruang keluarga, matanya tertuju pada deretan foto yang terpajang dengan bangga di atas perapian. Potret keluarga yang diambil dalam berbagai kesempatan, menampilkan wajah-wajah yang tampak bahagia. Diego dan Gloria ada di sebagian besar foto, begitu pula beberapa anggota keluarga lainnya. Tapi tidak satupun dari foto-foto itu yang menampilkan dirinya. Eliza tidak ada di sana. Seolah dia tak pernah menjadi bagian dari kehidupan yang terabadikan di bingkai-bingkai mahal itu.

Jantung Eliza berdebar aneh saat dia mendekat, matanya meneliti setiap foto satu per satu. "Kenapa... tidak ada aku?" gumamnya lirih pada diri sendiri. Suara itu tenggelam di dalam ruangan yang besar, tetapi pertanyaan itu menggaung dalam pikirannya.

Rasa asing semakin menghantamnya. Seperti orang luar yang hanya mengunjungi kehidupan orang lain, bukan kehidupannya sendiri. Hatinya terasa hampa, seperti ruang kosong yang tak bisa diisi oleh barang-barang mewah atau foto-foto indah. Kemewahan ini—rumah ini, kehidupan ini—tak pernah terasa seperti miliknya.

Eliza menyentuh salah satu bingkai foto, merasakan dinginnya logam di ujung jarinya. Dalam setiap sentuhan, dia merasa semakin jauh dari kenyataan yang dia coba pahami. Siapa dirinya sebenarnya di sini? Dan mengapa semua ini terasa seperti ilusi yang rapuh?

Dia menarik napas panjang, merasakan kekosongan yang semakin dalam seiring waktu. Di tengah rumah yang megah ini, dia hanyalah bayangan, hilang dalam gemerlap kemewahan yang tak pernah bisa menyentuh jiwanya.

Eliza melangkah memasuki dapur, di mana aroma masakan yang sedang dimasak menguar hangat di udara. Namun, suasana segera berubah saat para pelayan melihat kedatangannya. Beberapa dari mereka terkejut, menghentikan aktivitas mereka sejenak dan saling berpandangan dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

Dengan langkah mantap, Eliza mencari tempat duduk di salah satu kursi yang terletak di dekat meja makan. Ia merasa sedikit lebih tenang di tengah kesibukan dapur yang riuh. Setelah duduk, ia melirik ke arah Ruri, pelayan yang sebelumnya ia temui, dan mengangkat tangannya sedikit, memintanya untuk mendekat.

Ruri menundukkan kepalanya hormat, kemudian berjalan mendekati Eliza dan berdiri di sampingnya, sedikit ragu namun siap untuk membantu. Eliza merasakan aura canggung di sekelilingnya, tapi ia memutuskan untuk menembus suasana itu dengan bertanya.

"Ruri, sudah berapa lama kau bekerja di rumah ini?" tanya Eliza, berusaha memulai percakapan.

"Sudah dua tahun, Nyonya," jawab Ruri dengan suara lembut, sedikit tersenyum meski terlihat gugup.

Eliza mengangguk, mencoba menciptakan koneksi yang lebih dalam. "Dan... apakah kau mengenal siapa diriku?" Pertanyaan itu keluar dengan nada penuh harap.

Ruri tampak terkejut, dan sekejap dia melirik ke arah pelayan lain yang sedang bekerja di sudut dapur. Para pelayan itu menundukkan kepala, seolah tidak ingin terlibat dalam percakapan ini. Ruri menggigit bibirnya, berjuang antara keinginan untuk menjawab dan rasa takut untuk berbicara terlalu banyak.

Eliza merasakan ketegangan di antara mereka. "Ruri, aku hanya ingin tahu. Kenapa tidak ada yang bisa memberitahuku siapa aku di sini?" Suaranya lembut, namun ada nada putus asa yang tak bisa disembunyikan.

Ruri menatap Eliza dengan mata yang penuh simpati. "Nyonya... semua orang di sini tahu bahwa Nyonya adalah istri Tuan Diego. Tapi...," Ruri berhenti sejenak, tampak ragu.

"Tapi apa?" tanya Eliza, mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menunggu jawaban.

Ruri menghela napas, seolah berusaha mengumpulkan keberanian. "Tapi... banyak yang merasa tidak enak membicarakan hal-hal yang menyangkut Nyonya. Seperti, mengapa Nyonya tidak bisa mengingat apapun."

Kata-kata Ruri menggantung, menambah beban di hati Eliza. Dia tahu ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kehilangan ingatan, tetapi ia tidak tahu apa. Dengan semua mata pelayan yang tertuju padanya, dia merasakan betapa terasingnya dia di tempat yang seharusnya menjadi rumahnya.

"Dapatkah kau memberitahuku lebih banyak tentang diriku?" pinta Eliza, suaranya kini sedikit bergetar. Ruri hanya bisa menatapnya, bingung dan tertegun, membuat Eliza merasa semakin terjebak dalam kegelapan yang menyelimutinya.

Tiba-tiba, pintu dapur terbuka lebar, dan Yoona melangkah masuk dengan senyuman lebar yang tampak dipaksakan. Para pelayan yang semula memperhatikan Eliza seketika bergerak menjauh, kembali ke pekerjaan mereka seolah-olah mereka tidak ingin terlibat dalam konfrontasi yang mungkin akan terjadi.

Yoona mendekati Eliza dengan langkah penuh percaya diri, matanya berkilau dengan keangkuhan. "Eliza, apa yang kau lakukan di sini? Aku rasa lebih baik kau kembali ke kamarmu," katanya, suaranya manis namun menyimpan nada otoriter.

Eliza menegakkan punggungnya, menatap Yoona tanpa rasa takut. "Tidak, aku tidak mau kembali. Siapa kau sebenarnya?" tanyanya, berusaha menantang.

Yoona tersenyum dengan angkuh, seolah tidak terpengaruh oleh ketegangan di udara. "Aku Yoona, sahabat masa kecilmu," jawabnya dengan nada percaya diri.

"Sahabat masa kecil?" Eliza mengulangi, mengerutkan alisnya. "Aku tidak merasa ada kedekatan denganmu. Bahkan aku tidak bisa mengingatmu sama sekali."

Yoona tampak sedikit terkejut, tetapi dengan cepat ia memulihkan senyumnya. "Oh, Eliza, mungkin ingatanmu belum pulih sepenuhnya. Kita sering bermain bersama. Aku ingat saat-saat bahagia itu." Suaranya lembut, tapi ada sesuatu yang dingin dalam senyumnya.

Eliza memejamkan matanya sesaat, mencoba menggali ingatan yang samar. Kapan dia pernah bersama wanita ini? Semua terasa begitu jauh dan tidak nyata. Jelas-jelas dia ingat saat pertama kali kembali ke rumah, ketika Yoona bergelayut manja di lengan Diego, tampak akrab dan nyaman. "Tapi... saat aku kembali, kau tampak sangat dekat dengan Diego. Aku tidak merasa itu wajar untuk seorang sahabat," kata Eliza, menantang.

Yoona mengangkat alisnya, terkejut dengan pernyataan Eliza. "Itu hanya karena kita berteman baik, bukan? Diego dan aku selalu dekat. Lagipula, aku di sini untuk mendukungmu, Eliza," jawab Yoona, mencoba menutupi ketidaknyamanan yang mulai muncul di wajahnya.

Eliza tidak bisa menahan tatapan curiganya. "Kau tidak mendukungku, Yoona. Kau hanya ingin menguasai situasi ini," ucapnya tegas, merasakan keberanian yang tumbuh di dalam dirinya. "Aku tidak percaya padamu."

Kedua wanita itu saling bertatapan, dan ketegangan terasa semakin tebal. Eliza bisa merasakan hasratnya untuk mencari kebenaran semakin membara, sementara Yoona berusaha menjaga wajah tenangnya di tengah serangan langsung. Di dapur yang megah ini, Eliza tahu bahwa ada banyak hal yang perlu diungkap, dan Yoona tampaknya menyimpan bagian dari teka-teki yang hilang dalam hidupnya.

Bab terkait

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Mimpi aneh

    Malam semakin larut, dan keheningan menyelimuti rumah megah itu. Eliza, yang baru saja meminum pil dari Jasmina, terlelap di atas ranjang besarnya. Tubuhnya terasa semakin lemah dari hari ke hari, seolah energi hidupnya perlahan tersedot keluar tanpa ia sadari. Meski tertidur, Eliza tampak gelisah. Tubuhnya bergerak-gerak tak tenang di balik selimut tebal, keningnya berkeringat, sementara napasnya tak teratur.Malam itu bukanlah malam yang damai seperti seharusnya. Mimpi aneh kembali menghantui pikirannya. Dalam mimpinya, Eliza melihat sosok seorang letnan polisi—seorang wanita cantik dengan wajah penuh ketegasan dan keberanian. Suara teriakan bergema di kejauhan, disusul oleh suara tembakan yang memekakkan telinga. Semuanya tampak nyata, begitu hidup, seolah-olah ia berada di tengah baku tembak itu.Eliza terengah-engah, merasakan panas dan adrenalin dari mimpi itu. Dalam mimpi yang semakin kabur namun tetap menghantui, seorang pria berteriak berkali-kali, memanggil nama yang seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Diego selingkuh?

    Rasa penasaran yang mencekik akhirnya mendorong Eliza untuk bertindak lebih berani. Langkah kakinya dipercepat, dan tanpa ragu, tangannya meraba dinding, mencari saklar lampu di ruangan yang temaram itu. Ketika jari-jarinya menyentuh saklar, ia menekannya tanpa berpikir panjang. Dalam sekejap, ruangan itu terang-benderang, dan pemandangan yang tersaji di depannya membuat dunia Eliza seakan runtuh.Di atas ranjang besar dengan selimut kusut, Diego dan Yoona tergeletak, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh mereka. Mereka berdua langsung tersentak, menoleh ke arah Eliza dengan ekspresi terkejut bercampur rasa panik. Namun bagi Eliza, semuanya terasa melambat—seolah detik-detik itu memaku dirinya di tempat.Eliza berdiri membeku di ambang pintu, tangannya mencengkeram gagang pintu dengan kuat, begitu keras hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya membelalak, tak percaya pada apa yang dilihatnya. Napasnya tersengal-sengal, dada sesak seperti ditimpa beban berat. Seolah, semua kepingan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Kebingungan Eliza.

    Pagi itu, Eliza terbangun dengan rasa sakit yang berdenyut di kepalanya. Pandangannya kabur sesaat, dan tubuhnya terasa lemas seakan ada beban berat di atasnya. Saat ia duduk di atas ranjang, ingatan samar-samar tentang kejadian semalam mulai berputar di benaknya—bayangan Diego dan Yoona di atas ranjang membuatnya merasa mual. Di depan cermin, Diego sudah berpakaian rapi, mengenakan jas hitam mahal seperti biasanya. Langkahnya perlahan mendekat ke ranjang, senyuman dingin tersungging di bibirnya saat ia menatap Eliza. Tanpa berkata-kata, ia mengulurkan tangan, hendak menyentuh rambut Eliza, namun sesuatu dalam diri Eliza mendidih. Eliza dengan cepat menepis tangan Diego, matanya menatap tajam penuh jijik. Sentuhannya sekarang bagaikan racun yang ingin ia hindari. “Jangan sentuh aku,” suara Eliza terdengar serak namun tegas, masih terpengaruh oleh mimpi buruk dan kenyataan yang mengerikan. Diego mengangkat alis, tak percaya Eliza akan menolaknya begitu saja. “Apa maksudmu, Eliza? Ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Pura-pura.

    Eliza duduk di tepi tempat tidur pemeriksaan, merasa sedikit pusing setelah pemeriksaan medis yang baru saja dilakukan. Ruangan itu dingin dan steril, bau khas rumah sakit menusuk hidungnya. Dia merasa lelah, pikirannya berkabut, seolah ada sesuatu yang penting yang dia lupakan, tapi dia tidak bisa menggapainya. Di ruangan lain, Diego sedang berbicara dengan dokter, tetapi Eliza merasa waspada. Entah mengapa, dia tidak sepenuhnya mempercayai pria yang mengaku sebagai suaminya itu.Sementara Eliza memijat pelipisnya, Diego berada di ruang dokter. Wajahnya tampak penuh perhatian, namun matanya bersinar dengan rencana yang tersembunyi."Jadi, bagaimana kondisi istri saya, Dok?" tanya Diego dengan nada yang dibuat cemas, tapi dalam hatinya, Diego hampir tidak bisa menahan kegembiraan.Dokter menghela napas pelan, membuka catatan medis Eliza di tangannya. "Sejujurnya, Tuan Diego, kami menduga istri Anda mengalami amnesia. Mengingat kondisinya, ada kemungkinan ini bisa menjadi permanen, ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Bayangan wajah Kelvin.

    Hari-hari berlalu, namun Eliza semakin tenggelam dalam pikirannya sendiri. Setelah pertemuannya dengan Kelvin, dunianya terasa semakin sempit. Bahkan, hal-hal yang biasanya akan membuatnya bereaksi — kemesraan Diego dan Yoona yang dipamerkan dengan sengaja, Jasmina yang rutin memberinya obat, serta Robert yang sering mabuk-mabukan di luar — kini tak mampu menggugah emosinya. Hatinya mati rasa, dan pikirannya terus berputar pada satu pertanyaan: Siapa Kelvin? Setiap kali ia mengingat wajah kecil itu, perasaannya bercampur antara kesedihan dan rasa penasaran yang menusuk.Eliza duduk di sudut ruangan, menatap kosong ke arah jendela. Sinar matahari masuk melalui tirai tipis, tapi kehangatannya tidak mampu menembus dinginnya hati Eliza.Yoona melintas dengan tawa manja, melingkarkan lengannya di leher Diego. Mereka bercanda dengan suara yang cukup keras untuk didengar Eliza, tapi Eliza tak bergeming. Bahkan, ketika Yoona sengaja mencium Diego dengan suara yang dibuat seprovokatif mungkin,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Foto keluarga.

    Malam itu, kesunyian yang pekat menyelimuti kamar Eliza. Hanya suara jarum jam yang berputar lambat, detak demi detak, menemani kekosongan yang menghantui pikirannya. Eliza duduk di tepi ranjang, tangannya menggenggam erat selimut yang terasa dingin. Setiap kali ia menutup mata, bayangan mimpi-mimpi aneh dan suara orang-orang yang tak dikenal terus membayangi.Kekhawatiran merayapi dirinya. Eliza tidak ingin terjebak dalam mimpi-mimpi itu lagi—mimpi tentang orang-orang yang memanggilnya dengan nama yang bukan miliknya, tentang kegelapan yang tak bisa ia pahami.Dengan gelisah, Eliza bangkit dari tempat tidurnya. Langkahnya perlahan dan hati-hati. Kakinya yang telanjang menyentuh lantai dingin, menambah rasa tidak nyaman yang sudah mencekam hatinya. Ia menatap sekeliling kamar, merasakan setiap sudut seolah ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan.Rasa takut semakin kuat, membuatnya tidak tahan berada di kamar itu lebih lama. Tanpa ragu, Eliza membuka pintu dan melangkah keluar. Loro

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Buku diary.

    Eliza mengusap debu tebal dari permukaan buku diary yang tanpa sengaja ia temukan. Jantungnya berdegup kencang. Sesuatu tentang buku itu terasa penting—terlalu penting untuk diabaikan. Dengan diary di tangannya, ia bergegas keluar dari gudang. Setiap langkahnya terasa semakin berat, seolah-olah rahasia yang tersembunyi dalam buku itu sudah mulai menekan dirinya, bahkan sebelum ia membukanya.Saat tiba di lorong rumah, langkah Eliza terhenti di depan pintu kamar Diego. Telinganya menangkap suara familiar—desahan napas Yoona yang penuh gairah, memecah keheningan malam. Eliza memejamkan mata sejenak, merasakan amarah dan jijik berputar dalam pikirannya.Eliza berdiri diam, menggenggam diary erat-erat, matanya menatap pintu kamar Diego. Telinganya dipenuhi suara desahan Yoona dan Diego. Napasnya semakin berat, namun kali ini bukan karena rasa sakit di kepalanya, melainkan kebencian yang semakin menggelora. Ia ingin masuk, ingin berteriak, tetapi tubuhnya terasa kaku."Setiap malam... sela

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Aku gila?

    Eliza terbangun dengan rasa sakit yang menusuk di kepalanya. Pagi itu terasa begitu samar, seperti mimpi buruk yang belum sepenuhnya usai. Ia duduk di atas ranjang, menggosok pelipisnya dengan pelan, mencoba mengusir rasa pusing yang tak kunjung hilang. Suara langkah kaki Jasmina terdengar dari arah pintu, membawa sarapan dan beberapa pil yang biasa disodorkannya setiap pagi.Ia mencoba mengingat kejadian semalam. Ingatan tentang seseorang yang memukul tengkuknya terus menghantui. Suara misterius yang memerintah untuk membakar diary masih bergema di kepalanya."Semalam ada yang memukulku..." Ucapannya, meski pelan, cukup jelas untuk didengar oleh Jasmina dan Diego yang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya. Keduanya bertukar pandang, seolah mencoba mengukur apakah Eliza benar-benar sadar dengan apa yang dia katakan.Jasmina menimpali dengan nada meremehkan. "Kau berhalusinasi, Eliza. Semalam kau tidur dengan pulas."Eliza menggeleng dengan keras, mengabaikan denyut nyeri di kepalanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03

Bab terbaru

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Kedatangan Miko.

    Suasan malam di rumah Diego sedikit berbeda. Nampak sebuah mobil hitam di ikuti dua mobil lainnya terparkir di halaman. Dari dalam mobil, keluar seorang pria paruh baya dengan aura berwibawa, di ikuti seorang anak lelaki yang memegang tangannya erat."Mama! Papa!" teriak bocah itu dengan suara ceria.Yoona, yang berdiri di depan pintu, langsung tersenyum lebar. "Miko! Sayangku!" serunya sambil membuka tangan untuk memeluk putranya yang berlari ke arahnya.Yoona menggendong Miko dengan penuh kasih, lalu berjalan menghampiri pria itu. "Papa, akhirnya sampai juga," katanya Yoona.Pria mengangguk pelan, tatapannya tegas namun penuh wibawa. "Aku ingin memastikan Miko baik-baik saja. Bagaimana denganmu, Yoona?""Aku baik, Papa. Terima kasih sudah mengantar Miko ke sini," jawab Yoona sambil tersenyum.Di sudut lain, Jasmina dan Casandra, yang mengintip dari balik tirai jendela, tampak terkejut. Casandra berbisik, "Bukankah itu Tuan Viktor? Ayahnya Yoona?"Jasmina mengangguk ragu. "Sepertinya

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Senyum kepalsuan.

    bab 33 Senyum kepalsuan.Diego mendorong pintu kamar Eliza perlahan, matanya langsung tertuju pada istrinya yang terbaring diam. Wajahnya tampak tenang, seolah sedang tenggelam dalam tidur yang nyenyak. Ia mendekat, duduk di tepi ranjang, dan memperhatikan Eliza dengan seksama."Dia masih tidur?" gumam Diego, mengusap lembut rambut Eliza.Jasmina yang berdiri di ambang pintu masuk perlahan. "Di masa pemulihan seperti ini, Eliza memang sering tidur. Itu wajar, Diego. Tubuhnya butuh waktu untuk kembali pulih."Diego menoleh ke arah Jasmina. "Mama sudah merawatnya dengan baik, kan? Aku benar-benar percaya sama Mama.""Tentu saja, Nak," Jasmina menjawab dengan senyum lembut, meskipun matanya menyiratkan sesuatu yang lain. "Eliza adalah menantuku. Aku pastikan dia mendapat perawatan terbaik."Diego mengangguk, membelai rambut Eliza sekali lagi. "Terima kasih, Ma. Kalau Mama tidak ada, aku tidak tahu harus bagaimana. Aku keluar dulu, biar dia istirahat."Diego berdiri, berjalan menuju pintu

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Kecurigaan Daniel.

    Daniel berdiri tegak di depan pintu, matanya tajam memandang Jasmina dan Yoona yang terlihat enggan menerima kedatangannya. Ia tak bergeming meskipun ucapan mereka bernada kasar."Anda lagi?" sindir Yoona sambil melipat tangan di dada. "Apa di kepolisian tidak ada tugas lain selain terus mengganggu keluarga kami?"Daniel tetap tenang, meskipun jelas kesabarannya mulai diuji. "Aku hanya ingin memastikan, kalau Eliza baik-baik saja."Jasmina melangkah maju, tatapan matanya menusuk. "Eliza baik-baik saja! Kami merawatnya dengan sangat baik di rumah ini. Anda tidak perlu ikut campur urusan keluarga kami, Letnan.""Kalau memang begitu, kenapa saya tidak pernah bisa menghubunginya? Teleponnya mati, tidak ada kabar sama sekali. Ini bukan sikap orang yang baik-baik saja," balas Daniel tegas.Yoona mendengus sambil menatap Daniel dengan tatapan penuh amarah. "Eliza tidak ingin diganggu, apalagi oleh Anda! Anda pikir siapa diri Anda sampai bisa masuk dan mencampuri kehidupan pribadinya?"Daniel

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Kangen Mama

    Daniel baru saja keluar dari ruang mayat. Saat berjalan di koridor rumah sakit, matanya tanpa sengaja bertemu dengan seorang pria yang familiar—Renzo. Pria itu langsung menyapanya.“Bukankah kau yang kemarin bersama …” Renzo memulai, sedikit ragu.“Eliza,” sahut Daniel dengan cepat. “Namanya Eliza.”Renzo tersenyum kecil. “Ah, iya. Saya belum sempat mengucapkan terima kasih atas bantuan kalian kemarin.”Daniel mengangguk sopan. “Nanti akan saya sampaikan,” ujarnya singkat. “Anda sendiri sedang apa di sini?”Renzo menghela napas, raut wajahnya berubah muram. “Putraku, Alvin. Demamnya tinggi sejak tadi malam.”Daniel mengangguk mengerti, lalu mengulurkan tangannya. “Saya Daniel,” katanya. “Bekerja di kepolisian. Kebetulan dulu Letnan Quenza adalah senior saya.”Renzo tertegun mendengar nama itu, ekspresinya mendadak berubah. “Quenza? Kau mengenal mendiang istriku?” tanyanya, suaranya terdengar pelan, hampir berbisik.Daniel terdiam sejenak sebelum mengangguk perlahan. “Ya, saya mengenal

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Memori yang terpendam.

    Diego berpamitan kepada Jasmina pagi itu, wajahnya tampak lelah. "Mama, tolong jaga Eliza baik-baik selama aku keluar kota. Ini cuma dua hari, aku tidak mau ada masalah saat aku kembali."Jasmina tersenyum lembut, berusaha tampak penuh kasih sayang. "Tenang saja, Nak. Eliza akan baik-baik saja di rumah. Mama akan memastikan dia tidak kekurangan apa pun."Diego mengangguk, merasa yakin. Namun, begitu mobilnya meninggalkan halaman, Jasmina langsung wajahnya berubah dingin. la melangkah ke ruang keluarga di mana Casandra dan Yoona sudah menunggunya."Kita lakukan sekarang," kata Jasmina.Casandra, adik Diego, menyeringai. "Sudah waktunya dia tahu tempatnya."Yoona melipat tangan di dada, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Pastikan dia tidak bisa melawan. Aku sudah membawa sesuatu untuk membungkam mulutnya."Tanpa membuang waktu, ketiganya menuju kamar Eliza. Jasmina memutar kunci dan mereka bertiga masuk, mengunci pintu dari dalam. Eliza, yang sedang duduk di tepi ranjang, menatap mereka

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Kebingungan

    Lihatlah dia! Pulang ke rumah seperti tak ada yang terjadi!" seru Yoona, menunjuk ke arah Eliza. Nada bicaranya tajam, menusuk, seperti racun yang sengaja dituangkan untuk memanaskan suasana. Diego, yang sudah gelisah sejak tadi, akhirnya tidak mampu menahan emosinya."Apa maksudmu?" tanya Eliza. la melangkah mendekat, matanya menatap lurus ke arah Yoona."Diego mencarimu ke mana-mana seperti orang gila! Dan kau? Kau malah asyik bersenang-senang dengan detektif gila itu!" tuduh Yoona tanpa ragu, senyumnya sinis. Kata-katanya tajam, seolah ingin merobek harga diri Eliza."Jaga bicaramu!" Eliza memperingatkan, nadanya naik satu tingkat, tapi tetap berusaha menahan diri.Namun sebelum ia bisa melanjutkan, plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, membuat ruangan langsung hening. Eliza terdiam, menatap Diego dengan tatapan tak percaya."Kau yang diam!" bentak Diego, suaranya menggema di ruangan. "Kau memang pantas ditampar! Bahkan aku seharusnya sudah menceraikanmu sejak lama! Dasa

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Butuh paranormal?

    Eliza masih tertidur pulas akibat pengaruh obat bius. Wajahnya tampak tenang, tenggelam ke dalam dunia mimpi yang selama ini menghantuinya.Eliza merasa tubuhnya ringan, seperti terseret oleh cahaya putih dan terjatuh, tepat di tengah medan pertempuran, suara benturan, jeritan, dan debu berterbangan di udara. Di sana, ia melihat sosok yang sudah sering muncul dalam mimpinya, seorang wanita dengan tubuh berlumuran darah, melambaikan tangan padanya."Kau, siapa?" tanya Eliza, berjalan perlahan mendekati wanita itu.Wanita itu mengangkat wajahnya, penuh luka tetapi dengan tatapan penuh tekad. "Aku... aku adalah kamu...""Tidak! Kau bukan aku!" Eliza mundur beberapa langkah, tubuhnya gemetar ketakutan saat wanita itu—Quenza—berusaha bangkit, meski tubuhnya jelas terluka parah. Dengan langkah tertatih, Quenza berjalan mendekat."Jangan mendekat!" teriak Eliza panik, memeluk tubuhnya sendiri seolah mencoba melindungi diri.Quenza terus berjalan, darah menetes dari tubuhnya, tetapi matanya t

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Bukan Eliza yang dulu

    Bab 28 Bukan Eliza yang dulu."Kalian akan membayarnya!" teriak Eliza saat Yoona dan Jasmina menenggelamkan wajahnya ke dalam bak mandi.Air dingin mengalir masuk ke hidung dan mulut Eliza, membuatnya tersedak, namun ia tetap bertahan. Sesekali, pandangannya terarah ke Diego, yang hanya berdiri mematung di ambang pintu kamar mandi, tanpa melakukan apa-apa. Tatapan Eliza penuh dengan kebencian dan kemarahan yang terpendam."Baiklah," gumam Eliza dalam hati, "aku ingin tahu apa yang sebenarnya telah kalian lakukan padaku selama ini."Setelah puas menyiksa, Yoona melepaskan cengkeramannya, menghempaskan tubuh Eliza ke lantai basah dengan kasar."Aku harap, setelah ini ingatanmu pulih," ujar Yoona sambil menyeringai.Eliza, yang terbaring sejenak, tiba-tiba mengangkat wajahnya. Ia tersenyum menyeringai, senyuman yang membuat Yoona dan Jasmina mundur selangkah tanpa sadar. Mereka tidak bisa mengabaikan perubahan di matanya.Dulu, Eliza selalu merengek dan memohon ampun. Tapi kali ini? Tida

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Rumit

    "Eliza!!"Daniel berteriak sambil berlari mengejar Eliza yang berlari menuju tepi jalan raya."Eliza!"Namun, Eliza sudah terlalu jauh. Daniel menghentikan langkahnya, mengatur napas sejenak, sebelum memutuskan kembali ke kafe. Ia segera menuju mobilnya yang terparkir.Renzo, yang berdiri di ambang pintu kafe, menyaksikan semua itu dengan tatapan bingung."Ada apa dengan wanita itu..." gumamnya pelan.Sementara itu, Eliza terus berlari hingga tiba di sebuah taman. Ia duduk di bangku, napasnya tersengal, dan air mata mulai mengalir tanpa sebab. Ia memegangi dadanya yang terasa nyeri, mencoba mengendalikan emosi yang tak terbendung."Ada apa denganku..." bisiknya lirih, suaranya bergetar. "Kenapa semua ini terasa begitu menyakitkan...."Dia menangis tanpa suara, sesak di dada bercampur kebingungan yang sulit dijelaskan.Plok... plok... plok.Eliza mengangkat wajah, matanya tertuju pada Yoona yang berdiri tak jauh darinya, bertepuk tangan dengan senyum penuh ejekan."Kau menangis?" tanya

DMCA.com Protection Status