Share

Pura-pura.

Penulis: Reinz Jr
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 09:27:22

Eliza duduk di tepi tempat tidur pemeriksaan, merasa sedikit pusing setelah pemeriksaan medis yang baru saja dilakukan. Ruangan itu dingin dan steril, bau khas rumah sakit menusuk hidungnya. Dia merasa lelah, pikirannya berkabut, seolah ada sesuatu yang penting yang dia lupakan, tapi dia tidak bisa menggapainya. Di ruangan lain, Diego sedang berbicara dengan dokter, tetapi Eliza merasa waspada. Entah mengapa, dia tidak sepenuhnya mempercayai pria yang mengaku sebagai suaminya itu.

Sementara Eliza memijat pelipisnya, Diego berada di ruang dokter. Wajahnya tampak penuh perhatian, namun matanya bersinar dengan rencana yang tersembunyi.

"Jadi, bagaimana kondisi istri saya, Dok?" tanya Diego dengan nada yang dibuat cemas, tapi dalam hatinya, Diego hampir tidak bisa menahan kegembiraan.

Dokter menghela napas pelan, membuka catatan medis Eliza di tangannya. "Sejujurnya, Tuan Diego, kami menduga istri Anda mengalami amnesia. Mengingat kondisinya, ada kemungkinan ini bisa menjadi permanen, ter
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Bayangan wajah Kelvin.

    Hari-hari berlalu, namun Eliza semakin tenggelam dalam pikirannya sendiri. Setelah pertemuannya dengan Kelvin, dunianya terasa semakin sempit. Bahkan, hal-hal yang biasanya akan membuatnya bereaksi — kemesraan Diego dan Yoona yang dipamerkan dengan sengaja, Jasmina yang rutin memberinya obat, serta Robert yang sering mabuk-mabukan di luar — kini tak mampu menggugah emosinya. Hatinya mati rasa, dan pikirannya terus berputar pada satu pertanyaan: Siapa Kelvin? Setiap kali ia mengingat wajah kecil itu, perasaannya bercampur antara kesedihan dan rasa penasaran yang menusuk.Eliza duduk di sudut ruangan, menatap kosong ke arah jendela. Sinar matahari masuk melalui tirai tipis, tapi kehangatannya tidak mampu menembus dinginnya hati Eliza.Yoona melintas dengan tawa manja, melingkarkan lengannya di leher Diego. Mereka bercanda dengan suara yang cukup keras untuk didengar Eliza, tapi Eliza tak bergeming. Bahkan, ketika Yoona sengaja mencium Diego dengan suara yang dibuat seprovokatif mungkin,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Foto keluarga.

    Malam itu, kesunyian yang pekat menyelimuti kamar Eliza. Hanya suara jarum jam yang berputar lambat, detak demi detak, menemani kekosongan yang menghantui pikirannya. Eliza duduk di tepi ranjang, tangannya menggenggam erat selimut yang terasa dingin. Setiap kali ia menutup mata, bayangan mimpi-mimpi aneh dan suara orang-orang yang tak dikenal terus membayangi.Kekhawatiran merayapi dirinya. Eliza tidak ingin terjebak dalam mimpi-mimpi itu lagi—mimpi tentang orang-orang yang memanggilnya dengan nama yang bukan miliknya, tentang kegelapan yang tak bisa ia pahami.Dengan gelisah, Eliza bangkit dari tempat tidurnya. Langkahnya perlahan dan hati-hati. Kakinya yang telanjang menyentuh lantai dingin, menambah rasa tidak nyaman yang sudah mencekam hatinya. Ia menatap sekeliling kamar, merasakan setiap sudut seolah ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan.Rasa takut semakin kuat, membuatnya tidak tahan berada di kamar itu lebih lama. Tanpa ragu, Eliza membuka pintu dan melangkah keluar. Loro

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Buku diary.

    Eliza mengusap debu tebal dari permukaan buku diary yang tanpa sengaja ia temukan. Jantungnya berdegup kencang. Sesuatu tentang buku itu terasa penting—terlalu penting untuk diabaikan. Dengan diary di tangannya, ia bergegas keluar dari gudang. Setiap langkahnya terasa semakin berat, seolah-olah rahasia yang tersembunyi dalam buku itu sudah mulai menekan dirinya, bahkan sebelum ia membukanya.Saat tiba di lorong rumah, langkah Eliza terhenti di depan pintu kamar Diego. Telinganya menangkap suara familiar—desahan napas Yoona yang penuh gairah, memecah keheningan malam. Eliza memejamkan mata sejenak, merasakan amarah dan jijik berputar dalam pikirannya.Eliza berdiri diam, menggenggam diary erat-erat, matanya menatap pintu kamar Diego. Telinganya dipenuhi suara desahan Yoona dan Diego. Napasnya semakin berat, namun kali ini bukan karena rasa sakit di kepalanya, melainkan kebencian yang semakin menggelora. Ia ingin masuk, ingin berteriak, tetapi tubuhnya terasa kaku."Setiap malam... sela

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Aku gila?

    Eliza terbangun dengan rasa sakit yang menusuk di kepalanya. Pagi itu terasa begitu samar, seperti mimpi buruk yang belum sepenuhnya usai. Ia duduk di atas ranjang, menggosok pelipisnya dengan pelan, mencoba mengusir rasa pusing yang tak kunjung hilang. Suara langkah kaki Jasmina terdengar dari arah pintu, membawa sarapan dan beberapa pil yang biasa disodorkannya setiap pagi.Ia mencoba mengingat kejadian semalam. Ingatan tentang seseorang yang memukul tengkuknya terus menghantui. Suara misterius yang memerintah untuk membakar diary masih bergema di kepalanya."Semalam ada yang memukulku..." Ucapannya, meski pelan, cukup jelas untuk didengar oleh Jasmina dan Diego yang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya. Keduanya bertukar pandang, seolah mencoba mengukur apakah Eliza benar-benar sadar dengan apa yang dia katakan.Jasmina menimpali dengan nada meremehkan. "Kau berhalusinasi, Eliza. Semalam kau tidur dengan pulas."Eliza menggeleng dengan keras, mengabaikan denyut nyeri di kepalanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Salah siapa?

    Eliza membuka matanya perlahan, cahaya yang masuk dari jendela membuat pandangannya terasa menyilaukan. Kepalanya berdenyut, setiap detak terasa seperti palu yang menghantam pelipisnya. Tubuhnya terasa sangat lemah, seolah-olah seluruh energinya terkuras. Saat penglihatannya mulai fokus, dia melihat sosok Diego berdiri di samping ranjang, bersilang tangan di dada, ekspresinya dingin dan datar, selalu seperti itu.Eliza mencoba duduk, namun rasa pusing yang hebat membuatnya terhuyung kembali ke bantal. Dia menutup mata sejenak, mengatur napas, sebelum menatap Diego dengan tatapan yang tajam namun lelah.Diego menatap wajah Eliza tanpa ekspresi, suaranya nyaris datar. "Kau baik-baik saja, Eliza?"Eliza menjawab dengan nada ketus, meski suaranya lemah. "Apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja, Diego?"Diego mengangkat alis sedikit, seakan mendengar jawaban Eliza hanyalah hal kecil yang mengganggu. Dia tidak menunjukkan rasa prihatin ataupun kesal. Alih-alih, dia justru menghela napas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Kedatangan tamu.

    Hari demi hari, Eliza merasakan tubuhnya semakin lemah. Nafasnya terasa berat hanya untuk menggerakkan tubuh, dan bahkan berjalan di taman—suatu hal sederhana yang dulu menyenangkan—kini terasa mustahil. Namun, suatu siang yang sunyi tiba-tiba pecah oleh keributan samar dari lantai bawah. Hatinya tertarik oleh suara itu, dan dengan susah payah, ia berjalan perlahan untuk keluar dari kamarnya.Dari lantai dua, Eliza menatap ke bawah dan melihat seorang pria muda berpakaian jas serba hitam sedang berbicara dengan Jasmina dan Yoona. Mata pria itu tampak serius, hampir cemas, saat ia berkata ingin bertemu dengan Eliza, menanyakan kabarnya. Namun, Jasmina dan Yoona segera menghalanginya, dengan alasan kalau Eliza sedang beristirahat dan tak bisa diganggu.Eliza teriak dengan suara lantang. "Aku di sini!"Sontak, semua kepala di lantai bawah menoleh ke arah Eliza. Pria muda itu tampak terkejut, lalu tersenyum tipis seolah lega. Namun, yang terjadi selanjutnya justru membuat dada Eliza berde

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Detektif Daniel.

    Eliza merasakan ketertarikan aneh pada sosok pria yang baru ditemuinya, seolah ada sesuatu yang dalam tersimpan di balik namanya. Meskipun ingatannya samar, ia ingin mendengar lebih banyak darinya."Aku, sahabat masa kecilmu dulu." Katanya pria itu."Sahabat kecil… jadi, kau pernah sangat dekat denganku? Kenapa kau baru muncul sekarang?"Daniel menatap lembut Eliza."Aku kembali ke kota ini beberapa waktu lalu. Mendengar tentang keadaanmu, aku merasa harus menemuimu. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan, tapi aku tak ingin membebanimu."Eliza mengangguk, teringat akan Yoona yang selama ini mendampinginya."Siapa namamu?" tanya Eliza semakin penasaran."Daniel, aku bekerja di kepolisian." Jawab Daniel."Daniel, apakah kau mengenal Yoona? Dia bilang juga teman masa kecilku…"Daniel terlihat ragu, matanya meredup sesaat. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab, tampak seakan banyak yang ingin ia katakan namun terhalang oleh sesuatu."Aku mengenal Yoona. Tapi… tidak semua orang sepe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Rencana busuk.

    Malam itu, angin dingin berembus, membuat tirai balkon berayun pelan. Yoona berdiri di sana, di balik kegelapan, menggenggam ponselnya dengan erat. Wajahnya tampak penuh kemarahan yang tersirat dari matanya yang menyipit dan bibir yang mengerucut. Sekali lagi, rencananya untuk membuat Eliza “hilang” dari hidup mereka gagal. Dengan suara penuh frustrasi, ia menelpon seseorang yang berada di sisi gelap kehidupannya.Yoona berbisik dengan nada kesal."Papa tahu? Wanita itu selalu saja berhasil lolos. Seolah-olah ada keberuntungan yang selalu melindunginya! Aku sudah tidak tahan lagi. Kita harus mencari cara lain."Dari balik ponsel, terdengar suara rendah, tenang tapi berbahaya."Kau terlalu gegabah, Yoona. Sudah papa bilang, rencana seperti ini butuh ketenangan. Terlalu banyak saksi atau cara yang terburu-buru akan mengundang kecurigaan."Yoona menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya. Ia menatap ke arah taman di bawah balkon, membayangkan wajah Eliza di sana, dengan kebencianny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Akhir segalanya.

    Eliza berdiri mematung di bawah langit senja, warna keemasan menyelimuti halaman rumah Renzo. Karangan bunga memenuhi halaman rumah Renzo. membawa aroma kesedihan yang bercampur dengan rasa hormat. Senyum tipis menghiasi bibirnya, tapi matanya memancarkan kesedihan yang sulit disembunyikan."Kau senang? Ini yang kau inginkan?" tanya Diego, suaranya datar, namun sorot matanya penuh tanya.Eliza menoleh perlahan, menatap Diego. Untuk sesaat, tak ada jawaban yang terucap. Kata-kata terasa seperti beban yang sulit diungkapkan. Benarkah ini yang ia inginkan? Dia bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya dia harapkan selama ini."Aku tidak tahu, Diego," jawab Eliza akhirnya, suaranya lirih. "Aku hanya menjalani apa yang ada di hadapanku. Takdir ini... bukan pilihanku."Diego menghela napas, matanya menatap jauh ke arah bunga-bunga itu, seolah mencoba membaca makna yang tersembunyi di baliknya. "Takdir memang bukan pilihan, El. Tapi apa yang kau lakukan setelahnya, yang akan menentukan segalanya

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Berkumpul lagi

    Di tengah keheningan mencekam, hanya terdengar suara sirene mobil polisi dan percakapan samar melalui radio petugas. Asap tebal membubung dari reruntuhan gedung, menyelimuti area dengan aura suram dan menyesakkan.Diego dan Renzo terduduk lemas di tanah, wajah mereka memancarkan keputusasaan yang mendalam. Namun, di tengah keputusasaan itu, mereka menangkap gerakan kecil di rerumputan yang bergoyang tak jauh dari mereka."Apa itu?" Renzo bergumam, matanya penuh harapan bercampur rasa tak percaya.Tiba-tiba, sebuah penutup logam perlahan terangkat dari bawah tanah. Asap mengepul keluar dari dalam, dan detik berikutnya, kepala Eliza menyembul keluar, wajahnya berlumur darah dan debu, matanya penuh tekad meski lelah."Eliza!"Diego dan Renzo berteriak serempak, seruan mereka memecah keheningan. Dengan cepat, mereka berlari ke arahnya, tak peduli dengan luka di tubuh mereka.Mereka membantu Eliza keluar dari pintu bawah tanah. Eliza terbatuk-batuk, tubuhnya limbung, tetapi senyumnya tipis

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Akhir sebuah dendam

    "Ibu!" teriak Kelvin, suaranya penuh kebahagiaan dan kelegaan."Mama!" seru Miko, matanya bersinar cerah meskipun situasi masih mencekam.Eliza menatap kedua anaknya dengan lembut. "Kalian baik-baik saja?" tanyanya, khawatir.Keduanya mengangguk dengan senyum kecil, meskipun masih tampak cemas."Kita harus pergi dari sini!" kata Diego tegas, wajahnya serius."Victor sudah memasang bom di gedung ini!" Sela Renzo.Kekhawatiran langsung melintas di mata Eliza. Waktu mereka sangat terbatas. "Kalian bawa anak-anak!" perintah Eliza, sambil menyentuh bahu Diego. "Aku akan melindungi kalian. Cepat!"Diego tanpa ragu menggendong Miko, dan Renzo segera menggendong Kelvin. Dengan langkah cepat dan hati-hati, mereka berlari keluar dari ruangan, menuju pintu utama. Eliza tetap berada di belakang, memastikan mereka aman, sembari mempersiapkan diri untuk menghadapi apapun yang ada di depan. Tembakan terdengar di kejauhan, namun Eliza hanya fokus pada satu tujuan, melindungi keluarganya dan memastika

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Damon

    Damon tersenyum tipis, lalu mengangkat tangannya memberi isyarat kepada pria berjas hitam di belakangnya. Tanpa sepatah kata pun, pria itu berjalan ke meja dan menekan tombol yang memulai proses di layar monitor. Monitor besar itu menyala, menampilkan berbagai gambar dan data yang berpindah dengan cepat."Lihatlah," kata Damon, suara rendah namun penuh ketenangan. Dia memperhatikan ekspresi Eliza yang berubah saat layar memperlihatkan rekaman markas yang meledak, diikuti dengan gambaran tubuh Letnan Quenza yang terluka parah, tergeletak tanpa nyawa. Namun, di detik-detik terakhir, seorang pria bertubuh kekar, salah satu anak buah Damon, muncul membawa tubuh Letnan Quenza yang sekarat ke rumah sakit terdekat. Proses transfer memori yang menegangkan terlihat jelas di layar, alat-alat medis canggih digunakan untuk memindahkan semua ingatan Quenza ke tubuh Eliza yang telah dinyatakan mati."Tidak mungkin!" teriak Eliza, wajahnya berubah kaget dan marah. Dengan cepat, ia mengangkat senjata

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Teroris

    Sesampainya di pusat kota, Eliza dengan cekatan menyembunyikan senjatanya di balik jaket panjang yang ia kenakan. Diego dan Renzo melakukan hal yang sama, memastikan tak ada yang mencurigai mereka.Mereka melangkah keluar dari mobil yang diparkir di sudut jalan, tubuh mereka sudah bersih dari luka-luka yang sempat mereka rawat seadanya. Hiruk-pikuk kota menyambut mereka, dengan keramaian manusia yang memadati jalan untuk merayakan hari kemerdekaan Mazatlán.Karnaval Mazatlán berlangsung meriah. Jalanan penuh dengan parade warna-warni, musik tradisional mengalun keras, dan sorak-sorai warga menambah semarak suasana. Polisi tampak berjaga di setiap sudut kota, mengawasi kerumunan dengan ketat.Eliza mengedarkan pandangannya dengan hati-hati. Matanya menelusuri setiap wajah di kerumunan, setiap gerakan yang terasa sedikit janggal. Renzo dan Diego berjalan di belakangnya, sikap mereka sama waspadanya.Namun, suasana meriah itu berubah dalam sekejap.DUAR!Sebuah ledakan keras mengguncang

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Ide gila Diego

    Mobil melaju dengan kecepatan maksimal membuat jalanan sepi di depan terasa semakin sempit. Diego mengepalkan tangan di setir, matanya fokus ke mobil musuh yang melaju dari arah berlawanan."Aku akan adu banteng dengan mereka!" serunya."Diego, kau gila! Kita bisa mati!" Renzo berteriak, suaranya penuh kepanikan. la memegang dashboard dengan erat, keringat mengucur di wajahnya."Menunduk!" perintah Diego tanpa ragu, suaranya tegas.Eliza langsung merunduk, tapi matanya tetap memperhatikan situasi, rahangnya mengatup rapat. Sementara Renzo hanya bisa berteriak lagi. "Diego! Aku belum mau mati!"Mobil Diego dan musuh semakin mendekat, jarak di antara mereka hanya hitungan detik.BRAK!!Tabrakan keras terjadi. Mobil Diego menghantam mobil musuh dengan kekuatan penuh. Bunyi logam beradu memekakkan telinga, pecahan kaca beterbangan ke segala arah. Benturan itu begitu hebat hingga mobil Diego terlempar ke luar jalur, berputar beberapa kali di udara sebelum menghantam tanah dengan keras.Tub

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Pantang mundur

    Eliza duduk di kursi belakang mobil, pandangannya tajam menatap ke luar jendela. Diego mengemudi dengan fokus, sementara Renzo duduk di kursi penumpang depan, menggenggam senjatanya dengan cemas. Ketiganya telah siap dengan senjata masing-masing, meninggalkan markas Antonio dan Daniel tanpa banyak bicara. Eliza tahu mereka tak bisa terus melibatkan orang lain dalam urusannya. Ia hanya berjanji akan menghubungi Antonio jika benar-benar dalam keadaan terdesak.Mobil melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya yang ramai oleh kendaraan lain. Tujuan mereka adalah perbatasan kota, tetapi perjalanan itu akan memakan waktu berjam-jam. Suasana di dalam mobil terasa tegang, dan setiap suara dari luar terdengar lebih nyaring dari biasanya."Sepertinya kepergian kita ada yang membocorkannya lagi," kata Eliza tiba-tiba, matanya menatap kaca spion dengan waspada.Diego melirik spion tengah. "Kau yakin?"Renzo, yang penasaran, menyembulkan kepalanya keluar jendela, mencoba memastikan. "Sial! Tiga

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Musuh atau sahabat

    Dari kejauhan, suara deru mobil mendekat, memecah keheningan malam yang hanya diisi oleh gemuruh api dari puing-puing markas Victor. Eliza, Diego, dan Renzo segera bangkit, tubuh mereka menegang dengan kewaspadaan tinggi.Sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempat mereka. Pintu mobil terbuka, dan dua pria muncul dari dalam—Antonio dan Daniel. Wajah mereka penuh kekhawatiran saat mereka bergegas menghampiri."Eliza, kau tidak apa-apa?" tanya Daniel, suaranya penuh kekhawatiran.Diego dengan cepat memotong, suaranya terdengar kesal. "Hei, jangan terlalu banyak bicara. Istriku terluka. Cepat bantu!"Daniel hanya mengangguk, memahami situasi tanpa membantah. Bersama Antonio, mereka membantu Eliza ke mobil, sementara Diego dan Renzo tetap berada di sisi Eliza, memastikan dia tidak semakin terluka.Di perjalanan, Eliza hanya diam, mencoba menahan rasa sakit yang menjalar dari lukanya. Renzo, yang duduk di sampingnya, sesekali melirik dengan penuh perhatian, sementara Diego menggenggam tanga

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Lolos dari maut

    Dentuman tembakan bergema, memantul di sepanjang koridor sempit dengan dinding-dinding beton. Eliza, Diego, dan Renzo bersembunyi di balik pilar besar, dada mereka naik turun seiring napas yang tak beraturan. Bau mesiu memenuhi udara, bercampur dengan keringat dan darah."Mereka semakin dekat," bisik Diego, matanya melirik ke arah lorong tempat musuh terus menembakkan peluru secara membabi buta."Diam!" bisik Eliza, wajahnya penuh dengan konsentrasi meskipun bahunya berdarah. Dia mengintip sedikit, cukup untuk melihat posisi musuh tanpa terlalu terekspos.Dor! Dor! Peluru menghantam pilar, serpihan beton terbang ke segala arah, memercik seperti hujan kecil."Kita tidak bisa terus di sini," Renzo berkata, tangannya menggenggam pistol erat-erat, suaranya gemetar tetapi penuh tekad.Eliza menyeka keringat di dahinya, rasa sakit dari luka tembak di pahanya hampir membuatnya lumpuh, tapi dia menolak menyerah. "Kita akan maju. Aku di depan, kalian di belakangku. Hitung sampai tiga, lalu kit

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status