"Untuk apa Papa menghubungiku lagi? Ah, kalau cuma untuk marah-marah, lebih baik jangan kuangkat saja. Dia tidak tahu saja kalau aku juga cemas memikirkan anaknya!" sungut Devano.
Devano akhirnya memilih mematikan handphone-nya kemudian beristirahat. Besok, dia akan pergi ke luar kota untul mencari istrinya. Dia sudah mengaujukan cuti pada rumah sakit tadi. Setelah mencium sisa wangi istrinya yang tertinggal di bantal, lelaki itu pun terlelap. Keesokannya, Devano bangun pagi-pagi sekali. Dia membuat omelet dan juga roti sebagai sarapan untuknya. Dia harus mengisi tenaganya sebelum kembali mencari istrinya. Devano sudah siap melanjutkan perjalanan, dia akan mencari Dania ke kota lain. Berharap istrinya itu bisa dia temukan. Lelaki itu memulai dari kota K, dan mencari di rumah sakit yang paling dekat dengan apartemen Kezia. Dia yakin kalau Dania sudah melahirkan. Dan kemungkinan besar melahirkan di sekitar sini, karena hampir setiap rumah sakit di kota"Sayang .... maafkan aku," lirih Devano. Devano meremas rambutnya tatkala mengetahui kenyataan jika anaknya telah meninggal karena kecelakaan yang dialami oleh Dania pasca pertemuan terakhir mereka di apartemen Kezia. Rasa bersalah menyerang hati Devano, apalagi sampai sekarang dia tak kunjung bertemu dengan Dania. Lelaki itu sampai melupakan istri keduanya karena terlalu sibuk mencari Dania. Hampir 2 minggu dia tidak pulang ke kota K. Setiap pulang kerja, lelaki itu selalu mencari istrinya hingga larut malam. Dia baru pulang ke rumah pukul 12 malam. Dan esoknya, dia harus pergi ke rumah sakit. Lelah tak dia rasakan. Yang dia pikirkan hanya Dania, Dania, dan Dania. Sementara itu, di kota K. Kezia sedang mengamuk karena sang suami tak kunjung pulang. Bahkan semua pesan yang dia kirim tak pernah dijawab. Begitu juga dengan panggilannya. Kesal dengan suaminya, wanita itu pun nekat mendatangi rumah sakit tempat sang suami bekerja. Dia tidak peduli jika statusnya yang menjadi istr
"Kantor Urusan Agama?!" gumam Devano dengan jantung yang berdegup kencang. Devano menelan salivanya, dengan tangan yang gemetar, lelaki itu membuka surat itu hingga dia bisa melihat kalau surat yang dia terima itu merupakan akta cerai dirinya dengan Dania. "Apa-apaan ini?!" tanya Devano pada dirinya sendiri. Devano meremas surat itu dengan tangan yang mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar. Bagaimana tidak, surat itu tiba-tiba datang tanpa ada pembicaraan sebelumnya bahkan tandatangan Devano sudah terbubuh dengan rapi di sana padahal dia tidak merasa pernah menandatangani surat cerai tersebut. "Kapan aku menandatanganinya? Akta ini pasti palsu, atau ... mereka memalsukan tanda tanganku! Aku tidak boleh gegabah, aku harus menyelidikinya terlebih dahulu!" kata Devano. Lelaki yang sudah satu bulan tidak mendatangi istri keduanya yang tinggal di kota K itu mencari tahu mengenai keaslian akta cerai ini ke kantor urusan agama dan ternyat
"Pa, ini tidak seperti yang Papa kira. Da-Dari mana Papa menemukan foto-foto ini?" Devano bertanya dengan suara terbata. Devano menelan salivanya saat melihat lembaran foto-foto yang ditunjukkan Sean ke hadapannya, foto-foto yang membuat Devano tidak bisa lagi berkutik apalagi berbohong karena semuanya sudah jelas. Mertuanya itu tahu kalau dia telah mengkhianati putrinya. Sementara Sean, lelaki paruh baya itu tersenyum sinis sembari memalingkan pandangannya. "Dari mana? Memangnya kamu mau apa, hah? Mau mengatakan kalau foto-foto ini adalah palsu, fitnah, editan? Papa sebenarnya sudah curiga sama kamu sejak lama. Hingga Papa memutuskan untuk mengintai kamu hingga bisa mendapatkan foto-foto pernikahanmu dengan wanita itu!" Devano hanya bisa bungkam, dia terpaku menatap foto pernikahan dirinya dengan Kezia apalagi di foto itu mereka juga berpose sambil menunjukkan buku nikah mereka. "Mengapa malah diam? Tidak bisa mengelak kan?!" sindir Sean dan Devano masih terdiam karena semua
"Sayang, kenaoa kamu melamun? Apa ada masalah?"Juan yang baru saja datang menemui Dania langsung bertanya saat melihat wanita pujaannya sedang termenung menatap keluar jendela kamar. Lelaki itu segera menghampiri Dania dan memegang tangan kekasihnya dengan lembut. Sejak mereka jadian, Juan mengubah panggilannya. Dia ingin terlihat romantis seperti layaknya pasangan kekasih pada umumnya. "Tidak ada sayang. Aku hanya merasa ada kekosongan dalam hidupku. Entah apa?" jawab Dania sambil menciumi tangan sang kekasih.Hari ini adalah tepat satu minggu Dania dan Devano diresmikan bercerai. Sebagai seorang istri, tentu ada rasa sedih, marah dan juga kesal yang entah dia tujukan pada siapa. "Apa itu karena 'dia'? tebak Juan.Lelaki itu merasa kalau kekasihnya ini masih sangat mencintai Devano, mantan suaminya. Wajahnya yang tadi ceria kini mendung bak awan gelap di langit.Paham akan perubahan ekspresi wajah kekasihnya, Dania pun tersenyum. Wanita cantik itu menatap sang kekasih yang duduk b
Seila kini tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Juan yang hanya tinggal satu bulan lagi. Wanita itu sangat antusias bahkan menolak istirahat karena tidak ingin hari pernikahannya tidak sempurna. Mulai dari undangan, catering, dekorasi dan juga baju pengantin dialah yang mengurusnya. Juan terlalu sibuk hingga memmasrahkan semuanya pada tunangannya. "Juan tidak menemani kamu?" tanya Devano saat melihat adiknya sibuk sendirian. "Kemarin dia ke sini dan katanya dia lagi ada kerjaan di luar kota. Tapi aku selalu video call dengannya terlebih dahulu sebelum aku memutuskan sesuatu," jawab Seila tanpa merasa curiga. "Dia akan keluar kota? Berapa lama?" tanya Devano yang merasa sedikit was-was. Entahlah, dia seolah merasa Juan sedikit menghindar beberapa waktu ini. Seila mengedikkan bahunya, dia tidak terlalu banyak bertanya karena dia sendiri pun sibuk dengan persiapan pesta pernikahannya. Hari telah be
Suara teriakan terdengar riuh saat Seila jatuh pingsan begitu juga Mama Mya yang syok karena turut melihat video tersebut ikut pingsan. Malu dan marah membuat Devano tak sanggup berpikir, hingga dia bingung harus mengangkat siapa dulu."Dev, kita harus segera bawa Mama Mya dan juga Seila ke rumah sakit," ucapan Ruben, sepupu Devano, membuat lelaki itu tersadar dari lamunannyaAkhirnya, Devano mengangkat sang ibu sementara Seila diangkat oleh kerabat mereka yang hadir di acara pernikahan. Sementara Ruben yang membawa mobilnya.Suasana sangat panik, para tamu undangan, keluarga, serta kerabat tidak menyangka kalau acara yang diadakan begitu mewah dan mahal ini harus berakhir tragis seperti ini.Padahal sebelumnya hubungan Seila dan Juan terlihat baik-baik saja bahkan dua hari sebelum acara pernikahan ini Juan sempat ke rumah Seila untuk membantu mendekor kamar pengantin mereka.Lelaki iru bahkan tak mengizinkan Seila mengangkat atau memindahkan barang sedikitpun. Semua orang tidak ada y
"Kamu mau ke mana, Devano?" Devano tak menjawab dan terus berjalan dengan emosi yang sudah hampir meletus di ubun-ubunnya. Dia akan menemui Juan dan menghajarnya habis-habisan. *** Tidak perlu waktu lama bagi Devano yang sedang emosi untuk sampai di hotel tempat Juan dan Dania mengadakan resepsi pernikahan karena dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bahkan saat di jalan tadi, suara klakson saling bersahutan memberi peringatan kepada Devano yang ugal-ugalan di jalan. Saat sampai di hotel, emosi Devano semakin membuncah tatkala melihat Juan dan Dania sedang saling suap, pengantin baru itu sedang makan siang bersama. Tanpa permisi dan pikir panjang, Devano langsung menendang meja yang berada di hadapan Juan dan Dania hingga terjungkal lalu memukul wajah Juan dengan keras. Belum puas, Devano yang seperti kesetanan kembali menghajar wajah Juan dengan membabi buta tanpa memberikan kesempatan kepada suami dari Dania itu untuk membalas. Padahal, Juan memang sengaja tidak
"Kenapa kamu bilang aku murahan?" amuk Keysa saat lelaki itu menghinanya."Heh! Kalau bukan murahan apa namanya? Pelacur? Aku masih ingat dengan jelas kalau saat kita melakukannya kamu sudah tidak perawan. Jadi jangan salahkan aku kalau aku menyebutmu demikian!" hina Devano."Cuih, aku tidak peduli dengan ocehanmu! Aku kesini ingin meminta cerai darimu!"Mendengar ucapan istrinya, Devano pun melunak. Dia tidak ingin lagi kehilangan. "Tega kamu ingin menceraikan aku di saat terpuruk seperti ini? Aku butuh dukungan kamu, Kezia, bukan kata perpisahan!" Namun, Kezia yang hatinya sudah bulat sama sekali tidak menghiraukan perkataan Devano meskipun nada bicaranya sangat memilukan. Dia tetap pada pendiriannya untuk berpisah dengan Devano, selain kecewa sebab ternyata dia istri kedua, Kezia juga tidak mau mengurus Devano yang malah terkena masalah."Keputusanku sudah bulat, Devano. Aku tidak mau menjadi istri seorang pengacau sepertimu. Kamu tuh penipu, dan sekarang malah membuat onar sampai
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang