"Dok, ada pasien kecelakaan!" teriak perawat yang yang mendorong brankar Dania. Dania langsung dilarikan ke rumah sakit oleh warga sekitar saat itu juga. Dokter pun berlari dan memberikan Dania pertolongan pertama. Tanpa menunggu persetujuan keluarga pasien, dokter itu pun menandatangani surat persetujuan operasi untuk mengeluarkan bayi Dania yang masih hidup. Baginya, yang penting, mereka berdua selamat. Hampir dua jam operasi Dania. Namun dokter masih belum keluar. Tiada satu pun yang tahu kondisi wanita itu. Begitu selesai, dokter pun menyuruh perawat menaruh Dania di ruabg ICU begitu juga dengan bayinya. "Sus, tolong periksa barang bawaan pasien. Saya ingin menghubungi keluarganya.," ucap dokter itu pada perawat. Wanita cantik itu pun mengangguk dan menggeledah tas yang dibawa oleh lelaki yang menolong Dania tadi. "Tidak ada apa-apa Dok. Hanya handphone saja," ujar perawat itu sambil memberikan gawai Dania pada sang dokter. Lelaki tampan itu pun membuka handphone itu.
"A-anu Pa. Sebenarnya, kemarin itu, kami sempet ribut sedikit. Dan mungkin, saat ini, Dania sedang marah, makanya pergi dari rumah. Ini, Devano mau pulang kok. Mau cari Dania," jawab Devano gelagapan. Lelaki itu memilih jujur daripada berbohong tapi akhirnya berbuntut panjang. "Memangnya, kamu sekarang ada dimana?" tanya Sean, Papa Dania. "Hehehe di rumah teman Pa," bohong Devano. "Ya sudah, cari Dania sampai ketemu. Awas, kalau tidak ketemu, aku pecat kamu jadi mantu," ancam Sean. Lelaki paruh baya itu ingin tahu, seberapa besar kegigihan menantunya mencari sang istri. Devano mengingat-ingat saat terakhir kali dirinya bertemu dengan Dania di apartemen bersama Kezia beberapa hari kemarin. Lelaki itu berpikir kalau Dania pulang ke rumah mereka, atau mungkin ke rumah sakit sebab terakhir kali bertemu, istrinya itu terlihat mengalami kontraksi. "Apa kamu sudah melahirkan sayang? Tapi dimana?" gumamnya. Devano sudah sampai dirumahnya. Namun ternyata, Dania tidak pulang dan enta
"Untuk apa Papa menghubungiku lagi? Ah, kalau cuma untuk marah-marah, lebih baik jangan kuangkat saja. Dia tidak tahu saja kalau aku juga cemas memikirkan anaknya!" sungut Devano. Devano akhirnya memilih mematikan handphone-nya kemudian beristirahat. Besok, dia akan pergi ke luar kota untul mencari istrinya. Dia sudah mengaujukan cuti pada rumah sakit tadi. Setelah mencium sisa wangi istrinya yang tertinggal di bantal, lelaki itu pun terlelap. Keesokannya, Devano bangun pagi-pagi sekali. Dia membuat omelet dan juga roti sebagai sarapan untuknya. Dia harus mengisi tenaganya sebelum kembali mencari istrinya. Devano sudah siap melanjutkan perjalanan, dia akan mencari Dania ke kota lain. Berharap istrinya itu bisa dia temukan. Lelaki itu memulai dari kota K, dan mencari di rumah sakit yang paling dekat dengan apartemen Kezia. Dia yakin kalau Dania sudah melahirkan. Dan kemungkinan besar melahirkan di sekitar sini, karena hampir setiap rumah sakit di kota
"Sayang .... maafkan aku," lirih Devano. Devano meremas rambutnya tatkala mengetahui kenyataan jika anaknya telah meninggal karena kecelakaan yang dialami oleh Dania pasca pertemuan terakhir mereka di apartemen Kezia. Rasa bersalah menyerang hati Devano, apalagi sampai sekarang dia tak kunjung bertemu dengan Dania. Lelaki itu sampai melupakan istri keduanya karena terlalu sibuk mencari Dania. Hampir 2 minggu dia tidak pulang ke kota K. Setiap pulang kerja, lelaki itu selalu mencari istrinya hingga larut malam. Dia baru pulang ke rumah pukul 12 malam. Dan esoknya, dia harus pergi ke rumah sakit. Lelah tak dia rasakan. Yang dia pikirkan hanya Dania, Dania, dan Dania. Sementara itu, di kota K. Kezia sedang mengamuk karena sang suami tak kunjung pulang. Bahkan semua pesan yang dia kirim tak pernah dijawab. Begitu juga dengan panggilannya. Kesal dengan suaminya, wanita itu pun nekat mendatangi rumah sakit tempat sang suami bekerja. Dia tidak peduli jika statusnya yang menjadi istr
"Kantor Urusan Agama?!" gumam Devano dengan jantung yang berdegup kencang. Devano menelan salivanya, dengan tangan yang gemetar, lelaki itu membuka surat itu hingga dia bisa melihat kalau surat yang dia terima itu merupakan akta cerai dirinya dengan Dania. "Apa-apaan ini?!" tanya Devano pada dirinya sendiri. Devano meremas surat itu dengan tangan yang mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar. Bagaimana tidak, surat itu tiba-tiba datang tanpa ada pembicaraan sebelumnya bahkan tandatangan Devano sudah terbubuh dengan rapi di sana padahal dia tidak merasa pernah menandatangani surat cerai tersebut. "Kapan aku menandatanganinya? Akta ini pasti palsu, atau ... mereka memalsukan tanda tanganku! Aku tidak boleh gegabah, aku harus menyelidikinya terlebih dahulu!" kata Devano. Lelaki yang sudah satu bulan tidak mendatangi istri keduanya yang tinggal di kota K itu mencari tahu mengenai keaslian akta cerai ini ke kantor urusan agama dan ternyat
"Pa, ini tidak seperti yang Papa kira. Da-Dari mana Papa menemukan foto-foto ini?" Devano bertanya dengan suara terbata. Devano menelan salivanya saat melihat lembaran foto-foto yang ditunjukkan Sean ke hadapannya, foto-foto yang membuat Devano tidak bisa lagi berkutik apalagi berbohong karena semuanya sudah jelas. Mertuanya itu tahu kalau dia telah mengkhianati putrinya. Sementara Sean, lelaki paruh baya itu tersenyum sinis sembari memalingkan pandangannya. "Dari mana? Memangnya kamu mau apa, hah? Mau mengatakan kalau foto-foto ini adalah palsu, fitnah, editan? Papa sebenarnya sudah curiga sama kamu sejak lama. Hingga Papa memutuskan untuk mengintai kamu hingga bisa mendapatkan foto-foto pernikahanmu dengan wanita itu!" Devano hanya bisa bungkam, dia terpaku menatap foto pernikahan dirinya dengan Kezia apalagi di foto itu mereka juga berpose sambil menunjukkan buku nikah mereka. "Mengapa malah diam? Tidak bisa mengelak kan?!" sindir Sean dan Devano masih terdiam karena semua
"Sayang, kenaoa kamu melamun? Apa ada masalah?"Juan yang baru saja datang menemui Dania langsung bertanya saat melihat wanita pujaannya sedang termenung menatap keluar jendela kamar. Lelaki itu segera menghampiri Dania dan memegang tangan kekasihnya dengan lembut. Sejak mereka jadian, Juan mengubah panggilannya. Dia ingin terlihat romantis seperti layaknya pasangan kekasih pada umumnya. "Tidak ada sayang. Aku hanya merasa ada kekosongan dalam hidupku. Entah apa?" jawab Dania sambil menciumi tangan sang kekasih.Hari ini adalah tepat satu minggu Dania dan Devano diresmikan bercerai. Sebagai seorang istri, tentu ada rasa sedih, marah dan juga kesal yang entah dia tujukan pada siapa. "Apa itu karena 'dia'? tebak Juan.Lelaki itu merasa kalau kekasihnya ini masih sangat mencintai Devano, mantan suaminya. Wajahnya yang tadi ceria kini mendung bak awan gelap di langit.Paham akan perubahan ekspresi wajah kekasihnya, Dania pun tersenyum. Wanita cantik itu menatap sang kekasih yang duduk b
Seila kini tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Juan yang hanya tinggal satu bulan lagi. Wanita itu sangat antusias bahkan menolak istirahat karena tidak ingin hari pernikahannya tidak sempurna. Mulai dari undangan, catering, dekorasi dan juga baju pengantin dialah yang mengurusnya. Juan terlalu sibuk hingga memmasrahkan semuanya pada tunangannya. "Juan tidak menemani kamu?" tanya Devano saat melihat adiknya sibuk sendirian. "Kemarin dia ke sini dan katanya dia lagi ada kerjaan di luar kota. Tapi aku selalu video call dengannya terlebih dahulu sebelum aku memutuskan sesuatu," jawab Seila tanpa merasa curiga. "Dia akan keluar kota? Berapa lama?" tanya Devano yang merasa sedikit was-was. Entahlah, dia seolah merasa Juan sedikit menghindar beberapa waktu ini. Seila mengedikkan bahunya, dia tidak terlalu banyak bertanya karena dia sendiri pun sibuk dengan persiapan pesta pernikahannya. Hari telah be