Share

Bab 25

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Nes, anter yuk! Aku dipanggil Ning Zaida. Entah mau apa.”

“Emang gak berani sendiri?” Ines menatap Zaida.

“Ahm itu, aku kok deg degan. Soalnya kata Marwah ada orang tuaku datang! Feelingku gak enak, Nes!” tukas Zaida dengan wajah cemas.

“Ya sudah, ayo!” Ines akhirnya mengangguk.

Keduanya berjalan bersisian menuju rumah utama yang berada di samping pesantren. Benar saja, di halaman rumah itu ada mobil yang Zaida kenal. Itu milik orang tuanya.

“Assalamu’alaikum!” Sapa Zaida dan Ines.

“Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarokatuh!” jawab semua orang yang ada di dalam serempak.

Tampak Kyai Ahmad yang duduk bersebelahan dengan Ning Khadija saling melirik. Kedua orang tua Zaida duduk pada kursi yang berbeda dan turut tersenyum. Di kursi kosong lainnya tampak Gus Sulaiman yang duduk dengan tenang. Wajah kalemnya yang menurun dari Yai Ahmad membuat ekspresinya tak terbaca.

“Wah kebetulan Zaida sudah datang! Sini, Sayang!” Umi Hanifah---ibunda Zaida menepuk kursi kosong di sebela
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 26

    Akad suci melangit di kota Semarang. Ines yang baru saja resmi diperistri oleh seorang Airlangga duduk tersipu sambil menahan haru. Dikarenakan tak ada kerabat yang bisa menjadi wali, dia dinikahkan dengan wali hakim. Melalui sambungan telepon dia meminta restu dari sang ibu. Meskipun beribu tanya bermuara, tetapi tetap saja restu itu akhirnya didapatkan juga. Setelah para saksi mengucap sah, Ines berpindah duduk di samping Airlangga. Satu kecupan mendarat pada keningnya. Ada debar aneh menggelayar dan membuat hangat dalam dada. “Terima kasih sudah menjadi istriku, Inesa,” bisik Airlangga. Seketika bulu roma Ines meremang. Gugup dan perasaan yang bercampur baur menjadi entah membuat semuanya terasa melayang. “Sama-sama, Kak!” lirih Ines dengan wajah yang sudah memerah penuh rona bahagia. Awalnya Ines meminta agar pernikahan itu dilaksanakan di kampung halamannya saja, tetapi jarak yang cukup jauh membuat Airlangga memutuskan untuk melakukan resepsi saja nanti di sana. Dia ingi

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 27

    “Itu … itu … itu mobilnya … itu … itu …,” tukasnya dengan tangan gemetar dan tubuh yang limbung. “Ibu!” Ines menangkap tubuh ringkih itu. Beruntung tak sampai terjatuh dan memperkeruh keadaan. “Ibu kenapa?” Airlangga pun tampak kaget. Dia menatap wajah Ibu mertuanya yang tampak pucat. “Itu … itu mobilnya, Nes … mobil itu yang tabrak lari Bapak kamu, Nes! Ya, gak salah lagi. Orang kaya yang gak punya hati itu dia! Orang yang gak punya perasaan! Kenapa harus bertemu di sini?!” pekiknya seraya duduk dan terisak. Memorinya berlarian lagi pada masa-masa yang telah silam. *** “Bu, singkongnya pada jatuh!” Bapak meletakkan kayu bakar yang dipikulnya dan berlari ke tengah jalan raya yang memang lengang. Mereka baru saja pulang membantu mencabut singkong di ladang milik tetangganya dan mendapat satu kantong plastik singkong. Lumayan bisa dibuat kudapan oleh Ibu. “Ya Allah, Pak … iya. Eman, yo. Padahal dapat kita capek!” Ibu menatap plastik singkong yang ditentengnya yang rupanya sobek.

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 28

    “Bicaralah, Nak!” Tuan Ekadanta berucap lemah. Semua yang telah terjadi di masa lalu memang mutlak kesalahannya. Namun apa boleh dikata. Nasi yang sudah menjadi bubur tak mungkin berubah menjadi nasi kembali. Sesal di kemudian tak berguna. Itulah kondisi yang dialaminya sekarang. “Papa puas dengan semua ini?!” Airlangga berucap penuh penekanan. Sorot matanya menatap penuh kemarahan. “Masuklah, kita bicara di dalam!” Tuan Ekadanta paham kemarahan putranya. Dia tak mau membuat kegaduhan di luar. Dia berbicara dengan nada lemah karena memang dirinya mengaku salah. Lelaki tua itu melangkah masuk dan memilih ruang kerjanya untuk bicara empat mata dengan Airlangga. Airlangga menatap Ekadanta yang duduk dan tampak sudah siap dengan segala caci dan maki yang mungkin akan segera meluncur dari mulut putranya itu. “Papa puas sekarang? Sudah dua kali, dua kali, Pah. Aku menjadi korban arogansi Papa yang begitu menjunjung harta dan bisnis yang Papa banggakan ini. Papa puas sekarang, hah?!”

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 29

    Sabtu yang ditunggu akhirnya tiba. Airlangga mengenakan pakaian santai. Kaos berwarna hitam tanpa kerah dengan celana panjang menjadi pilihannya. Tuan Ekadanta memakai kemeja berwarna biru tua dan celana bahan berwarna gelap. Herman sudah duduk dibalik kemudi setelah memastikan kondisi mobil layak untuk digunakan perjalanan jauh. Bensin sudah diisinya full, kartu e toll pun sudah diisinya. Tak lupa dia menyiapkan empat botol air mineral di sisi kanan kiri untuk kedua majikannya. “Gak usah ngebut bawanya, Pak.” Airlangga mengulas senyum seraya membuka pintu mobil dan duduk di kursi belakang. “Asiaaap, Bos!” Herman merapatkan empat ujung jari ke ujung alis sebelah kanan. Lalu dia membukakan pintu belakang yang satu sisi lagi ketika Tuan Ekadanta hendak masuk. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, Airlangga berulang mengusap layar gawai dan berbalas pesan. Satu minggu sudah rindu untuk bertemu itu terpendam. Rasanya seperti ada yang kurang. Ada bagian dari dalam dada yang hilang.

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 30

    “Apa kamu pikiri seorang Nyonya Airlangga patut melakukan hal seperti itu? Bahkan uang yang Anda terima setiap bulan, itu berasal dari perusahaan suaminya.” Airlangga menatap Arlan yang kini wajahnya perlahan memucat. Dia benar-benar shock mendengar kalimat terakhir yang Airlangga ucapkan. Lalu dia memberanikan diri memastikan.“A--apa saya tak salah dengar, P--Pak? M--maksudnya d--dia itu-” “Dia itu istri saya. Istri seorang pemilik perusahaan di mana Anda bekerja Pak Arlan yang terhormat. Ayo, Sayang! Kita pulang!” Airlangga meraih jemari Ines dan menautkan dengan jemarinya. Sontak Arlan menelan saliva karena shock dengan fakta yang dilihatnya. Ines menyeka sudut mata, ada rasa hangat mengalir dalam dada. Betapa rasanya dirinya diperlakukan istimewa. Plastik berisi daging kambing itu tak lagi diambilnya, sayur mayur yang berhambur pun akhirnya tergeletak begitu saja. Dia mengikuti langkah Airlangga meninggalkan Arlan dan keluarganya. Arlan mengelap keringat dingin yang mendadak

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 31

    Ines tak dapat mendengar pembicaraan mereka. Hanya samar seperti gumaman yang saling bersahut antara Ibu dan ayah mertuanya. Namun dari raut wajah Ibu, tampak dia masih memendam kemarahan. Akankah hatinya luluh dengan kedatangan Tuan Ekadanta yang bahkan rela merendahkan diri di hadapan perempuan yang sudah dibuatnya menjadi janda itu. “Ya Allah … lembutkan hati Ibu … apa dia tak melihat sebesar apa cinta kami? Setulus apa Kak Angga padaku ….” Ines menyandarkan tubuh pada dinding dapur. Di tangannya masih memegang pisau untuk mengiris sayur mayur dan daging segar yang dibelinya. Hening, tak terdengar lagi obrolan yang tadi cukup terdengar panjang saling bersahutan. Tak berapa lama deru mobil terdengar. Ines begegas mengintip lagi dari celah pintu dapur. Hatinya mencelos kecewa ketika dilihatnya mobil yang ditumpangi Airlangga dan Tuan Ekadanta menjauh.Ines bergegas mengambil gawai dan mengirim pesan pada Airlangga. Dia ingin tahu, kenapa mereka langsung pergi lagi padahal dia tenga

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 32

    Ines berulang menggisik matanya, memastikan sosok yang datang itu adalah nyata dan bukan ilusi saja. Pintu mobil terbuka, seorang pangeran tampan yang beberapa waktu lalu menghilang itu sudah berdiri di hadapannya. Dia menatap Ines dengan senyum mengembang di bibirnya. “Assalamu’alaikum, Dik! Aku datang menjemputmu,” tukasnya seraya berjalan mendekat. Wajahnya tampak penuh senyum yang mengembang. “Kak Angga ….” Ines mengucap lirih. Airlangga menghampirinya lalu merentangkan tangan seolah mengatakan aku ada untukmu sekarang. Ines pun seolah terhipnotis, dia mengabaikan Ibu yang ada di sana dan langsung berhambur pada pelukan Airlangga dengan isak tangisnya. Keduanya terhanyut dalam haru. Pelukan kian erat, Ines seolah tak mau lagi kehilangan sang pangeran. Dia terisak dan menumpahkan seluruh rasa yang berkecamuk dalam dadanya.“Apa Ibu sudah memberikan restu?” Ines berbisik disela isak. Airlangga mengusap kepala Ines yang tertutup kerudung itu. Lalu dia perlahan melepaskan rangkul

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 33

    “Kak, ini aku mau sudah siapin bajunya, tapi maaf masih bingung mau ambilin yang mana. Takutnya gak cocok sama yang mau dipakai.” Ines menunduk seraya menyimpan pakaian yang sudah dipilihkannya ke atas tempat tidur. Ines bergegas kembali menuju lemari untuk menghindari jarak yang terlalu dekat dengan sosok yang membuatnya deg-degan. Namun pergelangan tangannya dicekal dan tubuhnya sontak tertarik ke belakang sehingga membentur dada bidang yang tanpa penghalang itu. “Kamu sudah siap, Dik?”Bisikan Airlangga terdengar lembut di telinga. Suaranya yang serak dan hembusan napasnya membuat bulu roma Ines meremang. Meskipun statusnya sudah janda, akan tetapi dalam keadaan sadar dia dan Arlan belum pernah melakukan hubungan intim layaknya suami istri.“A--Aku belum mandi, Kak.” Ines menjawab gugup. Dia pun tak percaya diri karena memang belum membersihkan diri. Airlangga mendekap tubuhnya penuh cinta, bahkan detak jantung yang berpacu lebih cepat terdengar di telinga Ines yang menempel pad

Latest chapter

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 49 - End

    Ucapan ijab qabul menggema mengiringi janji suci dua orang yang hari ini resmi diikat oleh pernikahan. Arlan duduk menunduk seraya menyeka keringat yang bermunculan. Bahkan dunianya seakan berhenti berputar. Dirinya tak menyangka ketika pada akhirnya bisa menemukan jalan hijrah dan anugerah cinta. Dia pun masih tak menyangka ketika dirinya dipertemukan dengan seorang yang lembut dan berhati baik, berharap sang mampu melengkapi kurangnya pengetahuan agamanya. Tiga bulan setelah pertemuan di masjid ketika acara hari itu. Arlan mendapatkan tawaran untuk kerja sebagai salah satu staff di pondok pesantren modern. Semua itu atas nama rekomendasi Azizah dan tentunya rekomendasi dari Ikbal---sang ketua DKM. Dia melihat Arlan yang cukup ulet dan gigih selama menjadi marbot masjid. Ikbal cukup dekat dengan Arlan dan seringkali dimintai pendapat olehnya. Melihat kesungguhan Arlan untuk hijrah, akhirnya dia pun yakin jika semua keburukan Arlan telah menguap bersama status sosialnya.Arlan sempat

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 48

    Airlangga memekik haru ketika benda pipih bergaris merah itu ditunjukkan Ines padanya. Dia langsung membopong tubuh Ines dan menghujani wajah sang istri dengan kecupan. Bahagia tak terkira ketika akhirnya dirinya akan segera menjadi seorang ayah. “Terima kasih, Ya Allah … terima kasih, Sayang!” “Kak, ih … nanti aku jatuh gimana?” Ines mengalungkan lengannya pada leher Airlangga. “Aku bahagia, Dik! Aku ingin merayakan semua kebahagiaan ini dengan semua karyawan perusahaan! Hmmm baiknya bikin acara apa, ya?” Airlangga menurunkan Ines perlahan dan menudukannya di atas sofa. “Ya, bagi-bagi voucher belanja mungkin, Kak. Kan gak ribet juga,” tukas Ines. “Ide bagus! Oke, nanti kita minta Rendra urus semua!” Airlangga begitu berbahagia. Diusapnya pipi Ines dengan lembut. “Kita ke dokter sekarang, ya! Biar kamu dapat asupan vitamin yang bagus! Habis itu kita ke tampat Papi dan Mami. Terus kita kabarin Ibu.”Airlangga berbicara dengan mata berbinar. Ines mengangguk dan turut mengiyakan. K

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 47

    Arlan duduk termenung, kalimat demi kalimat yang almarhum ayahnya sampaikan kembali terngiang. Entah kenapa baru kali ini dia menyadari begitu banyak petuah sang ayah yang sudah dia tinggalkan. “Jadilah pelindung untuk dua kakakmu, Jadilah pelindung untuk Ibumu, Bapak rasa umur Bapak sudah tak lama. Jadilah anak sholeh yang doanya bisa menerangi alam kubur Bapak.” Semua kalimat itu seolah ada tanggung jawab yang dilimpahkan. Almarhum ayahnya mempercayakan Ibu dan kedua orang kakaknya padanya. Namun pada kenyataannya, justru berbanding terbalik. Arlan tak mampu mengendalikan mereka, justru dirinya yang dikendalikan Retno dan Mirna. Kesibukan mempersiapkan acara tabligh akbar, akhirnya kembali mengalihkan perhatiannya. Dengan kakinya yang masih terpincang dan dibantu gerak oleh tongkat yang menyangga ketiaknya. Arlan membantu sebisanya. Menata kursi, memasang taplak meja, lalu menyajikan air mineral untuk para anggota DKM yang sebagian besarnya anak muda. Menjelang siang, nasi kotak

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 46

    Dering bell yang terdengar membuat Narendra bergegas keluar dari rumah. Dia baru saja selesai membuat sarapan untuknya. Dua tangkup roti bakar dan segelas kopi hitam sudah tersaji di meja. “Pagi Pak Rendra!” Senyum manis Fika menyapanya. Perempuan itu juga tampak sudah rapi. “Pagi, Bu Fika! Ada apa, ya? Kalau mau ngasih kopi, maaf banget, saya sudah buat.” Narendra menautkan alis menatap Fika yang membawa cangkir di tangannya. Fika tersenyum seraya menggeleng kepala. Satu tangan menutup bibirnya, tingkahnya berbeda sekali dengan Fika yang begitu tegas ketika menindak karyawan yang melanggar peraturan. Fika di luar jam kantor, lebih tampak manja dan nekat kalau Narendra bilang. “Bukan mau ngasih kok, Pak Rendra! Saya mau minta air panas. Maklum rumah baru, Pak. Saya kira sudah lengkap kemarin tuh. Eh nyatanya gak ada kompor juga buat manasin air, dispenser ada, sih, tapi mati.” Fika terkekeh dan menunduk. “Oh, mari masuk! Banyak kok kalau sekadar air panas, sih!” Narendra menggese

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 45

    “Andai kebahagiaanku adalah Mas Arlan, Pah? Bagaimana?” lirih Aniska seraya menutup wajahnya dan membiarkan tangis lepas meluahkan beban yang terasa berat di pundaknya.“Tidak! Papa tidak akan mengijinkanmu memelihara pengkhianat itu di rumah ini! Andai dia hanya cacat dan tak bisa kerja, tetapi hatinya setia … Papa masih bisa pertimbangkan. Namun masa depan seperti apa yang kamu harapkan dari seorang lelaki pengkhianat, cacat dan pengangguran?! Gak ada, Nis! Gak ada!” Hafid berucap dengan tegas dan lantang. Aniska menunduk. Hatinya membenarkan apa yang sudah menjadi keputusan ayahnya. Dia pun sadar, semua yang dikatakan ayahnya adalah benar. Bahkan sakit hatinya masih terasa ketika mendengar pengakuan perempuan yang mengaku tengah mengandung anak dari suaminya. Hafid langsung meminta pengacaranya bergerak cepat untuk menggugat cerai Arlan yang masih terbaring tak berdaya. Hafid merasa ditusuk dari belakang oleh orang yang teramat sangat disayanginya itu. Bahkan setiap kesalahan kec

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 44

    Di tengah keraguan hatinya. Narendra melajukan mobilnya bukan menuju ke arah rumah, melainkan menuju ke kediaman Abi Firdaus dan Umi Zubaidah. Dia hendak bertanya beberapa hal terkait Azizah. Bagaimanapun dia telah memintanya langsung pada kedua orang tuanya. Apa jadinya jika tiba-tiba dia memilih FIka tanpa mengetahui seperti apa kondisi sebenarnya perempuan yang awalnya diharap bisa menjadi istrinya itu.Mobil yang dikendarai Narendra akhirnya tiba di kediaman Umi dan Abi. Dirinya disambut baik dan dipersilakan seperti biasa. Tak banyak basa-basi yang terjadi. Narendra mengungkapkan pertanyaan seputar penolakan Azizah padanya.“Apakah dia sudah memiliki calon lain yang u sesuai keinginannya, Umi, Abi?” tanya Narendra.“Setahu Umi sih belum, Pak Rendra. Dia masih butuh waktu untuk menyembuhkan trauma. Namun Iza tak mau terikat dengan siapapun saat ini dan entah sampai kapanpun dia tak memberikan kepastian pada Umi,” tukasnya. “Apakah saya boleh tahu seperti apa kriteria calon suami

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 43

    “Saya adalah orang yang tak mudah jatuh cinta. Bukan pemilih, sih. Hanya saja memang belum menemukan yang tepat selama perjalanan hidup saya. Namun melihat kecerdasan dan kepribadian Bapak, hati saya yakin jika Bapak adalah sosok yang selama ini hati saya cari. Saya yakin bisa menjadi imam untuk saya dan karena saya tahu jika Bapak pun belum memiliki pendamping, pada kesempatan ini, jika kiranya kesempatan itu terbuka untuk saya. Saya akan mencoba menjadi yang terbaik untuk Bapak.” Akhirnya kalimat yang sudah dia rangkai sejak kemarin dan dibaca berulang-ulang itu tersampaikan. Ada perasaan lega pada hati Fika. Dia menatap Narendra yang tampak cukup terkejut mendengar penuturannya. “Maaf kalau saya lancang, Pak Rendra!” Fika mengangguk sopan dan mengulas senyum. Meskipun degub jantung berpacu dan wajahnya sudah berubah menjadi merah merona. Namun dia tetap bisa menguasai diri. “Ahm, sorry-sorry kalau saya buat Bu Fika gak nyaman.” Narendra tersenyum untuk mengurai suasana yang ter

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 42

    Erna dan Erda sudah berada di depan kediaman megah milik Airlangga. Meskipun ada rasa was-was di hatinya. Dia pun sadar seburuk apa perlakuannya pada Ines di masa lampau. Namun dorongan kuat yang muncul itu akhirnya membuat keduanya bertekad untuk meminta maaf. Harus menunggu sekitar satu jam, karena tuan rumah sedang keluar. Erda dan Erna duduk di teras sambil duduk di sofa minimalis yang ada di sana. Mobil mewah milik Airlangga memasuki gerbang, pada saat itulah Erda dan Erna bisa tersenyum. Dia menatap Ines yang tampil anggung dengan gamis dan kerudung menjuntai lebar. Airlangga turun dan menenteng plastic berisi belanjaan.“Selamat siang, Pak Langga!” Erda menganggukkan kepala. “Siang! Ada apa ya cari saya?” Airlangga menatap Erda heran. “Masuk dulu, yuk! Gak baik ngobrol di luar!” Ines membuka anak kunci dan mendorong daun pintu. Ketiga orang itu mengikuti ajakan Ines dan tak banyak berbasa-basi lagi. Ines mempersilakan tamunya duduk di sofa yang ada di ruang tengah. Sementa

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 41

    Fika memohon izin untuk duduk pada kursi kosong yang ada di depan Narendra. Meskipun mendapati sikap yang datar seperti biasa. Namun bagi Fika tak apa, berada dalam satu ruangan bersama dengan lelaki itu sudah membuatnya bahgaia. Namun karena dirinya pun memang harus bersikap professional. Fika menjelaskan terkait punishment untuk Erda dan Gugun yang sudah dia sampaikan. Dikarenakan Airlangga tak masuk, maka semua urusan yang harusnya dilaporkan pada Airlangga akan disampaikan pada Narendra. “Ok makasih, Bu Fika!” “Sama-sama, Pak Rendra.” Sesingkat itulah kalimat yang mengakhiri perbincangan mereka terkait kasus Arlan yang melibatkan dua kakak iparnya. Fika tersenyum lalu berjalan meninggalkan ruangan. Dia kembali ke mejanya dan mempelajari hal-hal lainnya yang nantinya akan menjadi tanggung jawabnya secara penuh. Di lain tempat, Aniska tengah terisak di kamarnya. Dia tak henti meratapi nasib suaminya yang dia dengar dari dokter tentang kemungkinan kondisi terburuknya, juga tenta

DMCA.com Protection Status