"Apa aku salah masuk kamar?" gumam Anin bertanya-tanya. " Jika salah masuk harusnya kartu itu tidak akan berfungsi kan?" lanjutnya."Kamu sudah datang," sapa sebuah suara.Anin memutar tubuhnya menghadap ke arah sumber suara, terlihat Evan keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arahnya. "Apa-apaan kamu mas, tadi Veronica bilang kamu sakit. Tapi sepertinya kamu baik-baik saja," ucap Anin kesal."Maaf aku melakukannya karena ingin bersamamu." Evan berkata sambil memeluk erat pinggang istrinya. "Tapi aku khawatir, tau gak!" Anin berkata dengan geram sambil memukul dada suaminya. "Kamu tidak akan datang jika aku hanya bilang ingin menghabisi waktu bersamamu disini. Iya kan?"Anin diam tidak menjawab, dalam hatinya dia membernarkan ucapan suaminya. Untuk apa juga mereka menghabiskan waktu berduaan di hotel saat anak-anak mereka tidak dibawa serta. "Temani aku disini, hanya ada kita berdua. Dua puluh empat jam saja," pinta Evan pada istrinya."Tapi bagaimana anak-anak mas, mereka tidak
"Mas, aku harus mempersiapkan diri," ucap Anin dengan nafas terengah-engah. Evan terus melumat bibirnya tanpa memberikan kesempatan kepadanya untuk bernafas. "Mempersiapkan diri bagaimana?" tanya Evan dengan suara tertahan."Aku harus ke kamar mandi dan ...."Lagi-lagi Anin tidak menyelesaikan kalimatnya karena Evan menautkan bibir mereka kembali. "Aku tetap menyukainya meskipun kamu bau asem sekalipun," Evan berkata sambil menelusupkan kepalanya di leher Anin. Menghirup aroma wangi yang menguar dari sana."Kamu sudah mandi di rumah dan juga sudah wangi. Untuk apa lagi kamu ke kamar mandi, hemmm?""Aaww mas, sakit!" pekik Anin antar berteriak dan tertawa.Pasalnya Evan menghisap kemudian mengigit bahunya."Aku gemas, kamu selalu saja punya alasan untuk menjauhiku.""Aku tidak menjauhimu mas," sela Anin membela diri."Benarkah?" "Aaww, !" pekik Anin lagi saat Evan melakukan hal yang sama pada belahan dadanya. "Aku ingin kamu memekik sambil menyebut namaku." Evan berkata sambil men
" Tapi apa?" tanya Evan terus menuntut."Tapi aku tidak mau, aku tidak bisa melakukan disini!" Anin berkata sambil mendorong tubuh suaminya hingga tercebur kebelakang.Anin segera keluar dari kolam tersebut dan menaikkan lagi reselting bajunya yang sudah turun hingga bagian perut lalu berlari masuk ke dalam kamar hotel. Evan semakin gemas dan tertantang oleh penolakan istrinya. Dia segera ikutan keluar dari kolam dan menyusul Anin yang dia yakini sudah masuk ke kamar mandi. Anin membilas tubuhnya di bawah shower, menikmati kucuran air hangat yang keluar darinya. Tak menunggu lama, Evan juga masuk dan menyusul Anin. Tanpa banyak bicara, dia langsung memeluk Anin dari belakang. "Mas!" Anin tersentak kaget. Dia asyik menikmati kucuran air sambil memejamkan mata hingga tidak menyadari suaminya sudah menyusulnya."Kenapa sih kaget? masa kamu tidak berpikir jika hal seperti ini akan terjadi." Evan berkata dengan tangan bergerilya kemana-mana."Lagi?" tanya Anin memastikan."Kubilang aku i
Anin terbangun dengan hidung yang terasa tersumbat. Tenggorokannya sedikit sakit, sepertinya dia benar-benar akan Flu. Semalam dia tidur dalam keadaan rambut belum kering sempurna, dan juga tidak meminum teh hangat yang sudah dibuat oleh Evan. Dia lebih memilih untuk segera tidur dan terbuai mimpi, badannya yang terasa lelah membuatnya segera terlelap begitu kepalanya menyentuh bantal."Morning sayang ...." ucap Evan.Laki-laki itu juga terbangun dan hendak mencium istrinya tapi segera di tahan oleh Anin dengan kedua tangannya."Kenapa?" tanya Evan."Sepertinya aku mau flu, nanti kamu ketularan." Anin berkata sambil menarik nafasnya yang tersumbat."Kamu sakit, demam?" tanya Evan. Di pegangnya kening istrinya. "Ayo ke dokter," lanjutnya berkata."Enggak perlu mas. Cukup minum obat flu saja, nanti kita mampir ke apotek sebelum pulang. Sekalian beli masker, aku takut anak-anak akan tertular.""Ini pasti karena semalam," sahut Evan dengan nada bersalah. "Sudahlah ... Tidak apa-apa, uda
Hari ini adalah hari dimana peresmian daycare yang digagas Anin, Aaira dan Meysha. Mereka mengadakan semacam grand opening di tempat itu. Sebelum benar-benar membukanya, mereka sudah terlebih dahulu menyebarkan undangan lewat brosur atau online. Mereka sengaja memilih waktu di hari Minggu karena hari itulah para orang tua sedang tidak bekerja. Fokus mereka memang menarik hari orang tua agar dengan senang hati menitipkan anak-anak mereka di tempat itu.Dalam acara tersebut mereka menjelaskan bagaimana konsep dan fasilitas dari daycare tersebut. Orang tua yang sudah datang boleh langsung mendaftar jika berminat, namun jika tidak berminat pun tidak masalah. Mereka bertiga benar-benar mengelola tempat penitipan anak itu dengan profesional. Meysha yang sarjana ekonomi itu akan berperan sebagai bagian keuangan, mengurusi segala hal yang berhubungan dengan masalah uang masuk dan keluar disana. Sedangkan Aaira yang sudah terbiasa dengan masalah karyawan di kantornya dulu, berperan untuk mer
"Jadi Taman Balita ini menyediakan tempat untuk menyimpan Asip jika memang putra-putri mama masih meminum ASI secara eksklusif. Untuk anak-anak usia Balita, kami ada kelas mengaji dan belajar ilmu agama juga. Kami menerima anak-anak dari mulai usia tiga bulan hingga empat tahun. Seluruh ruangan disini dilengkapi dengan Pendingin ruangan dan ruangan yang ramah anak. Selain itu pengasuh di tempat kami juga orang-orang yang sudah berpengalaman," papar Anin panjang lebar.Anin sedang duduk di ruangannya sambil menerima tamu, seorang ibu yang berniat menitipkan anaknya di tempat tersebut. Wanita yang masih muda, mungkin seumuran dengan Anin itu manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari Anin. Dari mimiknya dia terlihat tertarik dengan tempat itu. "Kalau hari Sabtu Minggu apakah tempat ini buka juga?" tanya Wanita yang mengenalkan diri dengan nama Tania itu. "Untuk hari Sabtu buka hingga jam tiga siang mam, kalau hari Minggu libur. Kita menyesuaikan dengan dengan jadwal para working m
"Ai, kenapa kamu masih sibuk bekerja padahal sudah di rumah?" Kevin berkata sambil meraih tablet milik Aaira dari gengamannya.Pasalnya wanita itu masih saja sibuk dengan benda pipih itu meskipun dia sedang berada di atas ranjang. Tempat dimana seharusnya suami istri tidur bersama."Sebentar lagi, Vin." Aaira hendak meraih kembali tablet dari tangan suaminya, namun Kevin tidak memberikan malah menaruhnya di meja yang ada di sampingnya. "Berhentilah berkerja jika di rumah. Kulihat kamu bahkan lebih sibuk dari saat bekerja di kantor papa. Itu usaha milikmu sendiri, bukankah kamu seharusnya bekerja lebih santai?" "Mana ada begitu?" sanggah Aaira. "Apa kamu lihat papa bersantai-santai dalam menjalankan perusahaannya?" lanjut Aaira bertanya. Kevin menarik nafas panjang, dia sebenarnya enggan berdebat dengan istrinya. Namun melihat wanita dihadapannya terus saja sibuk dengan pekerjaannya membuatnya jengah juga. "Kamu tahu, aku sudah berusaha berubah demi dirimu, demi anak kita. Aku menj
Perasaan Anin tiba-tiba saja tidak enak, wanita itu mundur perlahan-lahan untuk menghindari suaminya."Mas, kita tidak bisa melakukannya disini," ucap Anin sambil terus berjalan mundur. "Siapa bilang tidak bisa?" sahut Evan. Laki-laki itu dengan santainya tetap mendekati istrinya. "Kamu bilang kita akan pergi keluar, ayo kita pergi sekarang. Kamu mau kemana? ke restoran, ke bioskop atau ke hotel?" ucap Anin menawarkan. "Aku tidak tertarik lagi pergi kemanapun, aku tertarik disini karena ada kamu."Tubuh mereka sudah berhimpitan karena Anin tidak punya tempat lagi untuk mundur, tubuhnya udah berbenturan dengan tembok penggalang."Mas ayo kita pulang," ucap Anin tertahan."Kita akan pulang setelah selesai dengan urusan kita," jawab Evan. Laki-laki itu memeluk pinggang istrinya dan menariknya hingga tubuh mereka semakin tidak berjarak. Hangat nafas Evan terasa menyapu wajah Anin, wanita itu hendak mengatakan sesuatu kembali namun bibir Evan sudah terlebih dahulu melumat bibirnya. M