Fara tersadar ia sedang berada di ranjang dengan tubuh tak mengenakan apapun dan Steven tergeletak di sampingnya dengan keadaan yang sama."Apa yang terjadi?" gumamnya mencoba mengingat apa yang terjadi.Steven mendengar suara lirih Fara di sampingnya. Ia membuka matanya dengan cepat."Fara?"Ia sangat kaget, bisa-bisanya dia membayangkan Fara ada di ranjangnya."Ini mimpi kan?" Fara mulai kalut dan air matanya menggenang. Ia menatap bagian tubuhnya dan melihat ada bercak merah di ranjang."Fara, kenapa kau ada di sini?" Steven sama kalutnya. Jantungnya mulai berdetak tak karuan. Ingatannya akan mimpi yang sangat panas dengan Fara membuatnya semakin kalut."Apa yang telah kita lalukan Stev?" Fara menangis , dia tidak menyalahkan Steven karena dia yang mengajak sahabatnya itu ke club."Fara, tenang dulu, jangan panik." Steven beranjak pelan dan memunguti bunya sambil mengenakannya dengan cepat."Bagaimana bisa aku tenang Steven. Kita telah melakukannya tanpa sadar." Fara terus terisak
“Bagaimana keadaannya, dok?” Mikel menatap sang dokter dengan tatapan khawatir.“Dia kehilangan kesadarannya saat mandi, sepertinya dia kebanyakan pikiran.” Sang dokter menatap Mikel dengan dahi mengernyit. Lalu ia menuliskan resep dengan cepat.“Kenapa dia belum sadar, dok?” tanyanya tak peduli dengan tatapan curiga sang dokter tersebut padanya.Sang dokter menghela nafas, lelaki itu dokter keluarganya jadi sudah sangat tahu dengan sikap Mikel. “Sebentar lagi dia akan sadar jangan khawatir,” jawab dokter tersebut dengan senyum tipis.Mikel mengangguk dan menerima resep dokter tersebut, lalu mengantar sang dokter ke parkiran.Setelah melihat mobil sang dokter berlalu, Mikel merogoh sakunya dan menghubungi seseorang dengan suara datar. Setelah selesai ia kembali berjalan menuju kamar Fara.“Bi, masakkan bubur untuk Fara!”“Baik, Tuan.”Mikel berjalan dengan sedikit lebih cepat. Setelah sampai ke kamar Fara, ia kembali duduk di sisi ranjang Fara sambil menggenggam lengan Fara yang lemas
“Dad, kenapa membawa Fara ke sini?” Fara merasa tidak nyaman dengan tatapan Mikel. Jantungnya berdegup kencang. Perasaannya semakin tidak karuan. Seandainya Mikel terlahir bukan sebagai ayah angkatnya dia akan menghambur ke pelukan lelaki itu.“Ah, daddy membawamu ke sini agar oma tidak memarahimu. Pergilah ke kamar dan jangan lupa minum obatmu!” jawab Mikel setelah tersadar dari lamunannya.Fara menghela nafas lega. Hampir saja ia salah sangka pada tatapan Mikel. Tanpa menjawab ia pun keluar dari ruangan Mikel.Mikel terduduk di kursi kerjanya sambil menguras wajahnya kasar.“Argh!” erangnya tertahan.Ia benar-benar merasa frustasi. Ia menatap lembaran kertas di meja kerjanya dengan tatapan tidak berminat untuk menyentuhnya.Ia pun memilih keluar kembali dari ruang kerjanya dan menyambar kunci mobil.“Mikel, mau ke mana?” Sarah menyapa Mikel yang duduk bersama sang ibu di ruang tamu.Mikel memutar bola matanya malas. “Ma, Mikel keluar sebentar menemui Samuel.”“Sayang, sekalian antar
Fara menatap Mikel yang terus bekerja dan mengabaikannya dengan sengaja. Ia mencabikkan bibirnya karena kesal. Ia tidak suka didiami.“Dad!”Mikel menghentikan pekerjaannya. Ia menahan senyum karena tahu Fara kesal karena ia diami. “Hmm,”“Jika daddy terus mendiamiku seperti ini. Aku akan menghubungi Steven!” ancamnya.Raut wajah Mikel berubah keras dan penuh amarah. Ia menatap Fara sejenak lalu ia berdiri menghampiri putrinya itu.“Ulang lagi!”Fara sedikit gelagapan ketika Mikel mendekatinya. Wajahnya pucat pasi. Jantungnya berdetak hebat. “Dad,” cicitnya.Mikel seperti kehilangan kesadarannya. Ia terus mendekatkan wajahnya ke wajah Fara. Tangannya terangkat dan merapikan rambut Fara yang menutupi garis wajahnya. “Kamu mengancam daddymu, hmm?” Mata Mikel menatap manik Fara tajam dengan suara yang serak dan berat.Fara menggeleng, ia semakin kelagapan karena melihat binar Mikel yang berbeda kali ini. “Dad!” hanya itu yang bisa keluar dari mulut Fara. Ia tidak tahu apa yang ada di kep
“Kau menemui anak itu?” Mikel menatap Fara yang mendatangi ruang kerjanya.Fara menatap sang daddy dengan lekat. “Daddy, Fara ingin dengar langsung dari daddy. Apa benar daddy yang melakukan itu pada Steven?”Mikel menghela nafas kasar. Ia meletakkan penanya dengan sedikit kasar. ”Anak itu benar-benar sudah meracuni pikiranmu Fara. Daddy percaya kamu sudah cukup dewasa menyikapi masalah ini.” Mikel berdiri dari kursinya dan mendekati Fara yang sedang berdiri di depan meja kerjanya.Fara terdiam. Matanya menatap lekat manik Mikel, dia melihat tidak ada sesal di sana. “Fara berharap daddy tidak menyakiti orang yang Fara cintai!” ucapnya dengan sedikit keras. Tangannya terkepal, menandakan ia mencoba untuk terlihat baik-baik saja.Mikel mengernyitkan dahinya. Kemudian memiringkan kepalanya mencoba mencerna perkataan Fara. “Cinta?” Mikel berharap dia salah dengar.“Ya, Fara mencintai Steven dad!” ulangnya dengan segenap keberanian yang tersisa.Lutut Mikel rasanya lemas, ia tak menyangka
“Apa aku salah lihat?” Samuel menatap Fara heran setelah duduk di sampingnya.“Wanita itu benar-benar menjijikkan!” umpat Fara menatap jalanan di depannya dengan tatapan datar.Samuel menggeleng pelan sambil ia melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata. “Kamu pulang jam berapa?”“Kak, apa pekerjaanmu tidak banyak? Daddy keterlaluan menjadikanmu sopir,” ujar Fara ketus.“Aku lebih suka mengantar-jemput kamu daripada harus menyelesaikan pekerjaan yang sangat menguras pikiran di kantor,” akunya dengan senyum mengembang.“Nanti agak sedikit lama, kak.”“Hmm, nanti tinggal hubungi saja, ya.”Fara mengangguk setuju tanpa mengeluarkan sepatah katapun lagi. Bayangan senyum kemenangan Sarah melekat dikepalanya. Ia sangat membenci wanita itu, terutama hari ini. Entah kenapa ia sangat jengkel ketika Mikel meladeni Sarah.Fara menggeleng pelan. Tidak mungkin! pekiknya dalam hati. Ia tidak mungkin cemburu pada wanita itu. Dia seharusnya senang Mikel menemukan wanita yang bisa mengisi hatinya yan
Mikel sedang mengunjungi club yang sudah lama tidak ia datangi. Ia menegak minuman tanpa pikir panjang.“Tuan, apa kabar? Sudah lama tidak ke sini!” ucap seorang wanita dengan senyum memikat.Mikel menatap sekilas wanita itu, lalu ia mendengus berat. Seolah ia sedang menanggung beban yang tak bisa ia pikul. “Apa kau sibuk malam ini?”Wanita itu menggeleng cepat, ia sangat paham Mikel. Dia tidak meminta Mikel menginap terang-terangan, karena dia tahu Mikel tidak suka itu. “Aku akan mengosongkan jadwalku malam ini kalau Tuan menginginkanku,” ucapnya dengan senyum mengembang.“Hmm, aku butuh kamu malam ini.”Mikel kemudian berdiri dan langsung keluar club yang diikuti oleh wanita itu. Di dalam mobil Mikel enggan mengeluarkan sepatah katapun, ia memilih diam. Begitu juga dengan wanita berpakaian sexy itu dia juga tak mengucapkan sepatah katapun.Mikel menyukainya karena wanita itu sangat peka dan tahu kalau Mikel tidak suka banyak bicara.Setelah sampai, di sebuah hotel. Mikel membuka jas
"Apa yang terjadi?" Mikel melihat Fara menatapnya dengan mata yang memerah serta bawah mata yang bengkak."Daddy lembur?" jawabnya dengan suara datar dan penuh penekanan."Hmm, kenapa kamu belum siap-siap? Itu mata kenapa?" Mikel tidak bisa mengabaikan keadaan Fara yang terlihat berantakan."Kenapa ponsel daddy tidak bisa di hubungi?" Ia melihat Mikel dengan tajam.Mikel menghela nafas kasar. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. "Bi!" teriaknya dengan suara menggelegar."Ia Tuan," jawab salah satu pelayan di rumah dengan jalan cepat."Kalian kemana saja! Kenapa tidak tahu kalau nona Fara sedang sakit!" Matanya melotot kepada wanita di depannya itu."Maaf, Tuan...""Daddy!" Fara membentak Mikel karena tidka suka melihat para pelayan kena imbasnya."Kenapa? Mereka tidka melakukan pekerjaan mereka dengan benar. Kenapa saat kau membutuhkan mereka, dimana mereka?" jawab Mikel dengan suara masih keras."Daddy, aku bukan sakit. Tapi gak bisa tidur karena daddy belum pulang. Fara pikir daddy ke
Lampu-lampu jalan menyala satu per satu, menciptakan bayangan panjang di sepanjang kafe kecil tempat Sarah duduk dengan anggun di pojokan, mengenakan kacamata hitam.Ia sedang menunggu seseorang.Dan saat lelaki itu masuk deberpakaian rapi, senyum ramah, aura tenang, Sarah segera tahu bahwa mangsanya telah datang dengan suka rela.“Steven,” panggil Sarah lembut, menyeringai saat pemuda itu duduk di hadapannya.Steven menatapnya waspada. “Kenapa kamu memintaku datang?”“Langsung ke inti, ya?” Sarah menatap cangkir kopinya sebelum menatap Steven lagi dengan mata penuh muslihat. “Aku ingin bicara tentang Farra dan Mikel.”Wajah Steven yang awalnya tenang berubah sedikit kaku.Sarah tersenyum puas. “Kamu tahu, bukan? Mereka akan menikah. Mikel menyembunyikannya dari semua orang. Tapi aku punya mata dan telinga di mana-mana.”Steven menggenggam tangannya di bawah meja. Ia t
Meriam duduk di beranda samping mansion, secangkir teh di tangannya, mata tajamnya menatap taman yang masih basah oleh embun pagi. Tapi bukan taman itu yang memenuhi pikirannya.Melainkan nama itu. Farra. Dan lebih dari itu ‘pernikahan.’Ia baru mendengar kabar itu pagi ini. Dari Samuel, yang terlalu terbiasa melihat kemarahan Mikel hingga tidak lagi bisa berbohong di hadapan wanita yang melahirkan pria itu.“Pernikahan?” bisik Meriam tadi pagi, tatapannya menusuk. “Tanpa restuku?”Samuel hanya menunduk, tahu batasannya.Dan kini, saat aroma teh menguar di udara, Meriam masih mencoba memahami, bagaimana mungkin putranya yang selama ini tak tersentuh, menjadi sebegitu terikat pada gadis itu."Menjijikkan," suara lain menyela.Meriam menoleh pelan. Sarah berdiri di ujung beranda, mengenakan dress merah muda pastel yang terlalu manis untuk niat yang begitu pahit.“Sarah,” ucap Meriam
Langkah Farra terhenti di ambang pintu kamar.Pintunya tinggi, ukiran gelap khas Eropa, dan begitu terbuka, wangi maskulin langsung menyeruak menyambut indra penciumannya, paduan kayu cendana, kulit, dan aroma sabun Mikel yang mulai ia kenali.Kamar itu luas. Terlalu luas untuk satu orang. Dengan jendela kaca besar menghadap taman belakang, langit-langit tinggi, rak buku dari kayu mahoni, dan pencahayaan lampu gantung yang temaram. Tempat tidur king size di tengah ruangan itu tampak seperti panggung megah untuk drama yang belum dituliskan.Farra memeluk dirinya sendiri. Ia merasa kecil.“Kenapa diam?” Suara berat Mikel terdengar dari belakang, sebelum lengan pria itu melingkar lembut di pinggangnya. “Tidak suka kamarku?”“Bukan begitu,” Farra menoleh, menatap mata pria itu. “Aku hanya tidak pernah membayangkan akan berdiri di sini. Di kamar ini. Denganmu.”Mikel menyentuh pipinya. “Aku ti
Farra menggeliat pelan. Selimut masih membungkus tubuhnya sampai dada, tapi kulitnya merinding begitu angin pagi menyusup lewat celah jendela yang belum tertutup sempurna. Ia menoleh ke samping, dan napasnya langsung tercekat.Mikel masih terlelap. Wajahnya damai. Ada sisa lelah di sana, tapi juga ada sesuatu yang membuat dada Farra terasa sesak, keintiman yang tak bisa dibatalkan.“Sudah bangun?” suara berat itu menyapa, membuat Farra panik dan buru-buru menarik selimutnya lebih erat.“Kamu pura-pura tidur?” tanya Farra, menunduk, malu setengah mati.Mikel berbalik menatapnya, wajahnya serius namun tenang. “Nggak tega buka mata duluan. Aku takut kamu bakal lari.”“Aku masih tidak menyangka telh melakukan hal bodoh ini,” jawabnya dengan pelan hampir seprti berbisik.“Tapi kamu nggak bisa lari dariku, Farra.” Suaranya berat.Farra menahan napas. Matanya menatap langit-langit k
Mikel duduk di sofa, menarik napas lega dan sekarang ia merasa ada angin segar yang menyelimuti rumahnya. Tanpa kehadiran sang ibu, semuanya menjadi lebih ringan.Mikel melirik ke arah Farra yang duduk di sampingnya. “Akhirnya, kita bebas…” kata Mikel dengan suara rendah, namun penuh dengan arti, saat ia berjalan mendekat.Tangannya menyentuh pelan pundak Farra, membuat gadis itu sedikit terkejut dan menoleh cepat.“Kita tidak bisa melakukan ini, dad,” ucapnya pelan dan takut.“Aku bukan lagi dadymu Fara, panggila Mike, kalau tidak kau akan mendapatkan hukuman yang setimpal,” ancamnya di telinga Farra membuat gadis itu merona.“Baiklah, aku akan belajar menyebutkannya. Tapi untuk sekarang rasanya sangat aneh,” aku Farra.“Aneh? Tapi kenapa kau menerima sentuhanku waktu itu, Farra?” lanjut Mike menggoda Farra.Farra tiba-tiba berdiri dan melepaskan rangkulan Mike. &ldqu
Farra terbangun perlahan, merasakan kehangatan yang aneh menyelimuti tubuhnya. Suara detak jantungnya sendiri masih terdengar jelas di telinganya, tapi ada satu suara lain yang lebih dominan, suara napas Mike yang berat di lehernya. Perlahan, ia membuka mata, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang menyelinap melalui celah tirai kamar.“Astaga, apa yang sudah aku lakukan?” pekiknya dalam hati walau ia menemukan kehangatan pagi ini.Mike masih memeluknya dengan erat, begitu erat seolah tak ada ruang di antara mereka. Farra merasa dadanya sesak, bukan karena ketidaknyamanan fisik, melainkan karena perasaan yang mulai bercampur aduk.Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, pelan-pelan, agar tidak membangunkan Mike. Tetapi saat tubuhnya bergerak sedikit, pelukan Mike justru semakin erat."Jangan pergi," suara Mike terdengar pelan, hampir seperti bisikan, dengan sedikit getaran yang membuat Farra terdiam.Farra menahan napas. Jantungnya
Fara kelagapan dan mendorong dada Mikel yang terus memainkan bibirnya dengan lahap. Tangannya terus mendorong dada Mikel karena sudah tidak bisa bernafas.Mikel melepaskan pagutannya dan menatap Fara dengan lekat. “Fara, mulai saat ini aku memutuskan hubungan kita sebagai ayah dan anak angkat!” ucapnya dengan penuh percaya diri.Fara menatap Mikel dengan sendu, matanya memanas. Ia tidak tahu apakah dia senang atau sedih. Tapi ia sungguh tidak bisa mengerti apa yang dia rasakan saat ini.Mikel mengangguk pelan. “Memang ini pasti membuatmu bingung. Tapi aku sudah tidak bisa lagi Fara!” ucapnya meyakinkan Fara.“Bagaimana ini? Kenapa seperti ini?” Fara bergumam sambil menepis air matanya yang terus mengalir. Belum hilang rasa ketakutannya akibat penculikan itu, kini ia dihantui rasa bingung.Mikel menangkup wajah Fara dan menghapus air mata gadis itu dengan jarinya.“Maaf ya sudah membuatmu bingung. Sek
Seperti yang diharapkan Sarah, Mikel mengatur pernikahan mereka. Ia tidak ingin Fara berlama-lama di sekap oleh Sarah.Di ruangan pengantin, Sarah terlihat sangat bahagia. Ia menatap wajahnya yang cantik itu di pantulan cermin.“Wah, nona Sarah sungguh memukau,” puji para perias dan staf acara.“Terimakasih,” jawabnya dengan tulus.Krek!Pintu kamar ganti terbuka dan terlihat Mikel masih berlum rapi.“Ah, sayang. Kamu kenapa belum mengenakan dasinya?” Sarah tiba-tiba menghentikan tangan perias yang merapikan rambutnya dan ia berjalan menghampiri Mikel.“Bisa tinggalkan kami berdua?” Mikel menatap perias dan petugas di ruangan itu.Mereka mengangguk dengan senyum penuh makna.“Kenapa? Kamu sudah tidak sabar ingin bersamaku, hmm?” Sarah mengelus dada bidang Mikel dengan lembut.Mikel menepis tangan Sarah dan menatap wanita itu dengan tajam. “Dimana Fara?”Sarah yang awalnya manis berubah menjadi datar. “Akh, kenapa selalu ada gadis sialan itu sih! Ini ari bahagia kita,” ucapnya dengan k
“Ma, kalau perlu apa-apa panggil bibi ya,” ucap Mikel sambil menyelimuti sang ibu.“Akh, serasa sakitku hilang sebagian!” ucap Maria sambil menghela nafas lega.Mikel tersenyum, lalu ia keluar dari kamar sang ibu.“Kamu masih di sini?” Ia melihat Samuel masih duduk di ruang tamu.“Apa kau akan terus-terusan seperti ini?” Samuel menatap Mikel lekat. Wajah itu semakin tirus dan bulu-bulu di wajahnya bertumbuhan tidak terurus.Mikel tersenyum kecut. “Aku hanya bisa menikmati sisa hidupku dengan damai Sem, jangan membuatnya semakin rumit.”Sem menghela nafas berat, lalu ia berdiri. “Kamu sungguh menyerah, akh! Aku sungguh kehilangan dirimu yang dulu, Bos!” ucapnya dengan nada kecewa.Mikel hanya dia, ia tidak peduli dengan apa yang dikatakan Sem, yang ia tahu Fara baik-baik saja itu sudah cukup baginya.Di tempat lain ternyata Fara tidak sebaik apa yang dipikirkan Mikel. Dia terduduk di lantai sambil bersandar di ranjang kecilnya. Air matanya menetes. Ya, dia sangat merindukan Mikel dan i