Share

ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD
ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD
Penulis: Ariesa Yudistira

Lulusan SD

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-03 17:52:30

"Makanya, cari menantu itu wanita yang sama-sama dari kampung, jadi tahu adab dan sopan santun. Lah itu menantumu, sudah gak bisa masak, gak bisa bantu beres-beres, kerjaannya dandan melulu. Masih mending kaya. Lah dia, tahunya cuma numpang hidup. Mana maksa suaminya untuk membiayai kuliah dia pula."

Aku yang sudah berpakaian rapi, urung melangkah keluar rumah ketika mendengar suara Bu Tria, tetangga dekat kami. Bisa kulihat dari kaca jendela, jika dia sedang berbincang dengan Ibu mertuaku di halaman rumah, dan dengan beberapa orang yang lain.

"Betul itu Bu Fatmah. Mantu saya jam segini sudah masak, beres-beres rumah, sudah nyuci, dan sekarang sedang momong anaknya. Makanya jam segini bisa bantu Bu Fatmah ngupas jagung," sahut tetangga yang lain.

"Lagian itu si Hanan itu cuma lulusan SD, ngapain juga mau-maunya banting tulang demi pendidikan istrinya. Perempuan itu kodratnya di dapur sama kasur," tambah Bu Tria lagi.

Ibu mertuaku terlihat tersenyum getir, dan sesekali menarik napas panjang. Mungkin dia bosan karena hampir setiap hari para tetangga kami mengucapkan kata-kata yang sama padanya. Tentang aku, menantunya yang dari kota.

Aku merapikan kembali pakaianku, lalu berjalan ke luar rumah seolah tak mendengar apapun. Para tetangga itu seketika pura-pura kembali melakukan pekerjaan mereka saat melihatku.

"Buk, Hasna berangkat dulu," ucapku sambil mengulurkan tangan dengan badan membungkuk di depan mertuaku.

Ibu mertuaku itu mengulurkan tangan, dan aku menyambutnya, namun dia sudah menariknya kembali sebelum sempat aku menciumnya. Meskipun hatiku sakit, aku sudah terbiasa dengan hal itu. Mungkin karena ucapan para tetangga juga sudah mulai melukai hatinya.

Bukan sekali dua kali ibu mertua dan suamiku bertengkar karena masalah pendidikanku. Aku berulang kali tak sengaja mendengarnya, meskipun ibu mertua tak pernah terang-terangan melarang aku kuliah.

"Mas yakin bisa membiayai kuliahku sampai lulus?" tanyaku pada Mas Hanan waktu itu.

"Insya Allah bisa, Dek. Mas kan sudah janji pada orang tuamu? Mas akan bekerja keras untuk itu. Jadi jangan khawatir," jawabnya.

"Tapi Ibuk ...."

"Masalah Ibuk serahkan saja ke Mas. Kamu fokus saja belajar. Pokoknya ibuk mau berkata apapun, jangan didengarkan, jangan dibantah juga, ya?"

Aku membuang napas ketika mengingat itu semua, lalu kembali berdiri dan melanjutkan langkah menuju arah rumah Kakak ipar yang tak jauh dari sana. Masih terdengar para tetangga itu melanjutkan ucapannya, ketika aku mulai berjalan menjauh.

"Tuh, kan, sok-sokan kuliah segala. Seharusnya dia membantu mertuanya mengupas jagung. Dasar mantu tak tahu diri."

"Iya, jangan diam saja dong, Bu Fatmah.

Aku tak mendengar ibu mertuaku menyahut, sampai aku benar-benar jauh dari mereka. Aku tak mau memikirkan apa yang mereka ucapkan, karena memang sudah terlalu terbiasa. Aku terus saja berjalan hingga sampai di jalan besar, di mana rumah Abang suamiku ada di sana. Aku harus berpamitan pada suamiku sebelum berangkat kuliah pagi ini.

Pagi-pagi sekali Mas Hanan--suamiku, sudah berangkat ke sana untuk bekerja. Dia yang seorang tukang bangunan, dimintai tolong oleh Kakak lelakinya itu untuk membangun toko sembako di depan rumah. Aku dengar, usahanya di kota tengah sukses, jadi sebagian uangnya dipakai untuk membangun toko di kampung.

"Kalau gak bisa bantu pakai duit, pakai tenagamu dong, Nan!"

Lagi-lagi langkahku terhenti, ketika mendengar suara Bang Ferry, Kakak suamiku. Terlihat dia sedang memarahi Mas Hanan.

"Ibu dan Dewi saja kemarin membantuku, rela memberikan tabungan mereka. Masa kamu bantu aku membangun ini, minta upah, sih?" Bang Ferry tampak berkacak pinggang di depan adiknya.

"Tapi, Bang, ini sudah dua Minggu. Istriku juga butuh makan," jawab Mas Hanan dengan wajah memelas. "Bukannya Abang janji akan memberiku upah separuh dari upah umum? Tolonglah, Bang. Aku juga butuh."

"Halah! Kamu aja yang sok-sokan pakai membiayai kuliah istrimu segala! Giliran membantu Abangmu, kamu perhitungan! Dia itu orang lain, mau saja kamu diperalat sama dia," ucap Bang Ferry lagi.

"Jangan bawa-bawa istri saya, Bang. Dia ...."

"Sudahlah, nih!" Bang Ferry melempar sejumlah uang ke wajah Mas Hanan.

Aku yang melihatnya langsung mempercepat langkah, lalu mendekat ke arah mereka. Sakit hatiku ketika Mas Hanan terlihat memunguti uang yang berserakan di tanah.

"Astaghfirullah, Bang Ferry! Tega sekali melempar uang ke wajah Mas Hanan, adikmu sendiri!" ucapku sambil memasang badan di depan Mas Hanan.

"Jangan ikut campur kamu, Hasna!" jawab Bang Ferry sambil melotot padaku. "Ini urusan keluarga kami!"

"Tapi aku juga tidak terima kalau Bang Ferry menghina suamiku!" sahutku tak mau kalah.

"Dek, sudahlah, Dek." Mas Hanan mengelus pundakku. "Adek mau berangkat kuliah kan? Nanti terlambat."

Aku menoleh ke arah Mas Hanan dengan pandangan protes.

"Kenapa Mas Hanan diam saja diperlakukan seperti ini?"

"Kamu salah paham, Dek. Bang Ferry tidak bermaksud begitu," jawab Mas Hanan, sambil menepuk pelan pundakku.

"Tapi, Mas ...."

"Mas kan juga butuh kerja, sekalian juga membantu saudara sendiri. Benar kata Bang Ferry, Mas gak bisa bantu materi, jadi hanya bisa bantu tenaga," ucap Mas Hanan lagi.

"Ada apa sih, ribut-ribut?"

Aku dan Mas Hanan menoleh. Terlihat Mbak Ratri, istri Bang Ferry keluar dari dalam rumah sambil membawa sepiring nasi dan segelas air putih.

"Ini sarapan kamu, Hanan. Hari ini kamu lembur lagi, kan?" Wanita berambut panjang dengan make up tebal itu meletakkan nasi di tangannya ke atas meja kecil di sana.

Hatiku berdesir perih karena cuma ada nasi dengan lauk ikan asin dan sedikit sambal, yang Mbak Ratri siapkan untuk suamiku.

"Sarapan untuk Mas Hanan cuma itu, Mbak?" tanyaku kemudian sambil menatap ke arahnya.

"Suamimu kan memang suka ikan asin, Hasna. Yang penting nasinya banyak, dia sudah punya banyak tenaga. Memangnya kenapa?" Mbak Ratri membalas tatapanku dengan tajam.

"Sayurnya mana, Mbak?" tanyaku lagi.

"Belum matang. Kalau mau masakin sendiri untuk suamimu, kalau bisa!" jawab Mbak Ratri lagi dengan bibir mencibir.

"Benar itu, Hasna!" sahut Bang Ferry. "Kalau kamu tak terima, suruh suamimu mencari kerjaan di tempat lain! Kita lihat, bisa apa dia!"

"Dek, sudah, itu saja Mas juga sudah cukup, kok." Mas Hanan menarik tanganku, mengajakku menjauh dari mereka.

"Ini, untuk ongkos kamu, ya?" Dia mengulurkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan padaku. "Maaf, cuma bisa ngasih segini. Cepat berangkat, nanti terlambat."

Aku menerima uang itu dengan hati yang amat perih. Apalagi ketika melihat senyum tulus pria sederhana yang amat sangat kucintai itu. Dia selama ini sudah banyak sekali berkorban jiwa dan raga untukku, untuk membuktikan pada orang tuaku jika dia sanggup memenuhi janjinya.

"Maafkan aku ya, Mas?" ucapku sambil meraih tangannya dan menciumnya.

"Kenapa minta maaf Dek? Sudah sana berangkat. Mas mau lanjut kerja," jawab Mas Hanan sambil berjalan kembali ke rumah Bang Ferry.

Aku masih menatap ke arah Mas Hanan yang mengambil cangkul, lalu dengan lincah mengayunkannya untuk mencampur adonan semen. Terlihat Bang Ferry menunjuk-nunjuk ke arahnya, memerintahnya ini itu.

Tunggulah sebentar lagi, Mas. Begitu lulus skripsi, semua aset milikku akan dikembalikan oleh orang tuaku. Saat itulah, kita balas mulut orang-orang yang sudah menghina dan merendahkanmu!

Bab terkait

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Ujian

    "Kamu yakin, ingin menikah dengan pria itu, Hasna?" tanya Mama waktu itu, ketika aku mengutarakan keinginanku pada kedua orang tuaku, agar mereka merestui hubunganku dengan Mas Hanan."Ma, kalau bukan karena Mas Hanan, mungkin waktu itu Hasna sudah ma-ti tenggelam," jawabku, meyakinkan Mama.Ya, aku pertama kali mengenal Mas Hanan saat KKN di kampungnya waktu itu. Aku dan beberapa orang temanku dengan lancangnya berenang di sungai besar yang berada di sisi kampung, tanpa tahu ternyata aliran arusnya sangat deras.Tentu saja, aku yang tidak terlalu pandai berenang seketika terseret arus. Syukurlah, saat itu Tuhan mengirimkan sosok malaikat penyelamat. Mas Hanan dengan gagahnya melompat ke dalam sungai untuk menyelamatkanku.Seketika itu aku jatuh cinta ... pada pandangan pertama. Sejak saat itu aku terus mencari tahu tentang dirinya. Dia hanya lulusan sekolah dasar, dan bekerja sebagai tukang bangunan. Dia bukan tidak bisa sekolah tinggi karena tak pintar, tapi karena memang tidak mamp

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-03
  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Tidak Adil

    "Hanan, beras habis!"Baru saja aku dan Mas Hanan sampai di rumah, kami sudah disambut oleh Ibu yang berdiri di depan pintu sambil melipat kedua tangan di dada."Ah iya, maaf, Buk," jawab Mas Hanan sambil merogoh sakunya.Dia mengulurkan selembar uang lima puluh ribuan pada ibu."Loh, kok cuma segini, Hanan? Mana cukup?""Maaf, Buk. Bang Ferry belum memberikan semua upah Hanan," jawab Mas Hanan lagi."Halah, jangan bohong kamu, Hanan! Ferry baru kesini, kok, ngambil jagung. Dia bilang dia bayar kamu! Kamunya saja yang kerjanya ogah-ogahan!""Astaghfirullah, Buk!" Aku akhirnya ikut menjawab karena tidak tahan melihat Mas Hanan dimaki-maki."Hasna lihat sendiri kok, Bang Ferry sebenarnya gak mau memberi Mas Hanan upah. Dia bahkan melempar uang ke wajah Mas Hanan, Buk!" ucapku kemudian."Ferry tidak mungkin melakukan itu, Hasna. Kamu jangan asal bicara," sahut Ibu tak percaya."Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, Buk. Lagipula Mas Hanan kan anak ibuk juga. Kenapa ibu justru hanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-03
  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Isi Hati

    "Ibuk mau menjual sawah peninggalan Bapak?" Mas Hanan mengulang pertanyaannya, sembari berjalan mendekat ke arah ibunya."Abangmu butuh uang untuk tambah membeli mobil, Hanan," jawab Ibu sambil membalas tatapan Mas Hanan."Tapi bukannya Bang Ferry sudah punya usaha yang maju? Kenapa harus menjual sawah, Buk?""Justru karena usaha Mas Ferry sedang berkembang pesat, makanya kami butuh mobil, Hanan," sahut Mbak Ratri."Lagipula kamu kenapa harus ikut campur sih, Hanan! Aku juga punya hak atas sawah itu," sambung Bang Ferry."Masalahnya, dulu Bapak melarang kita untuk menjualnya, Bang," ucap Mas Hanan lagi. "Bang Ferry ingat, kan?""Bapak sudah tidak ada, dan aku butuh uang," sahut Bang Ferry. "Pikirkan yang hidup, jangan yang sudah ma-ti!""Astaghfirullah, Bang!"Hatiku ikut sakit mendengar ucapan mereka pada Mas Hanan, tapi aku berusaha sebisa mungkin untuk tetap diam. Bukan ranah untukku bicara, apalagi tentang tanah warisan."Sudahlah, Hanan. Abangmu benar. Lagipula uangnya bukan untu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-03
  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Bantuan Mama

    "Untuk apa uang itu, Hasna?" tanya Mama seraya mengerutkan kening.Segera aku ceritakan semua yang telah terjadi. Tentang Bang Ferry yang merayu ibu untuk menjual sawah demi membeli mobil, juga perlakuan mereka terhadap Mas Hanan selama ini."Aku benar-benar tidak percaya, jika mereka sanggup melakukan hal itu pada Mas Hanan. Bahkan Mas Hanan jauh lebih rendah dari anak pungut, Ma," ucapku menggebu-gebu setelah selesai bercerita.Mama terlihat membuang napas panjang. Wajahnya ikut terlihat sedih."Kasihan sekali menantu Mama ...," ucapnya lirih."Karena itulah, Ma, aku ingin sawah itu jadi milik Mas Hanan lagi. Mama tolong Hasna, ya? Hasna janji akan mengembalikan uang Mama setelah tabungan Hasna dikembalikan Papa," ucapku lagi sambil memegang tangan Mama."Tapi Hasna ... kalau kamu melakukan itu, kamu sama saja membuat Hanan mengingkari janjinya pada Papamu," jawab Mama.Aku membulatkan mata mendengar ucapan Mama. "Mungkin Papamu tidak tahu tentang hal itu. Tapi apakah orang sejujur

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-03
  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Impian

    Wanita bernama Nikmah itu masih berdiri di depan pintu, menatap ke arah kami dengan pandangan aneh. Rambutnya panjang bergelombang dibiarkan tergerai, dengan japit kecil di sebelah atas telinga kirinya. Wajahnya cantik dan kalem, pantas aku dengar kekasih Mas Hanan dulu terkenal sebagai kembang desa.Sayang, riasan wajahnya agak berlebihan, dan pakaian yang dia kenakan sedikit memaksakan diri. Dia memakai gaun pendek seatas lutut, dan memperlihatkan kakinya yang jenjang. Tapi dilihat dari bahasa tubuhnya, dia terlihat kurang nyaman. Kenapa dia memakai pakaian yang dia sendiri tak nyaman dengannya?"Maaf, apa Bu Fatmah ada?"Pertanyaan Nikmah seketika membuatku tersentak karena tak sadar aku sudah memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Jangan-jangan dia tidak nyaman karena aku terlalu jelas memperhatikannya. Aku seketika melirik ke arah Mas Hanan yang sepertinya mengalihkan pandangannya dari Nikmah. Entah karena salah tingkah, atau tak enak karena aku ada di sana."Ibu s

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-09
  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Pekerjaan baru

    "Dek, sudah siap berangkat?" Mas Hanan terlihat tersenyum seraya menatap ke arahku.Hari ini wajah Mas Hanan yang rupawan itu terlihat cerah dan bersemangat. Dia juga terlihat gagah dengan kemeja warna abu-abu yang dipakainya. Mas Hanan jarang sekali berpakaian rapi seperti itu, karena dia hanya punya dua buah kemeja saja, dan itupun kami beli saat hari raya tahun lalu."Iya, Mas. Adek sudah siap," jawabku sambil menautkan tas jinjingku ke pundak."Jilbab Adek miring." Mas Hanan membenarkan ujung jilbab di kepalaku, lalu menatapku lekat. "Maaf ya, Dek, belum bisa membelikanmu baju dan jilbab yang bagus. Mas janji, jika nanti diterima bekerja, uangnya semua untuk Adek belanja."Aku membalas tatapan Mas Hanan, seraya tersenyum getir. Tidak, Mas, seharusnya aku yang minta maaf karena sudah menjadi beban selama setahun ini, ucapku dalam hati."Bismillah ya, Dek. Semoga lancar ujiannya, dan lulus dengan nilai bagus," ucap Mas Hanan lagi."Iya, Mas. Bismillah.""Ayo berangkat, Dek," ucap Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-09
  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Kelulusan

    "Selamat, Hasna. Kamu lulus dengan nilai memuaskan."Kedua mataku membola mendengar ucapan dosen pembimbing di depanku. Hampir dua jam aku melakukan tanya jawab, dan berakhir dengan senyum manis Pak Dosen yang biasanya galak itu."I-ini benar, Pak?" tanyaku lagi dengan perasaan hampir tak percaya."Benar, Hasna. Saya dengar setelah menikah kamu tinggal di kampung. Tak kusangka hasil penelitianmu luar biasa," ucap pria bertubuh tambun dan berkaca mata itu. "Sekali lagi selamat.""Terima kasih, Pak," jawabku penuh keharuan, seraya menjabat tangan Pak Dosen.Aku keluar dari ruang sidang itu dengan hati berbunga, tak sabar ingin menyampaikan kabar gembira ini pada Mas Hanan. Tapi lebih dulu, aku ingin mengabarkan Mama dan Papa tentang hal ini. Segera aku mengambil ponsel dari dalam tas, lalu menelpon Mama."Halo, assalamualaikum, Hasna." Terdengar suara Mama mengangkat telepon."Waalaikumussalam, Mama!" Aku seakan ingin berteriak sekencang-kencangnya saat mendengar suara Mama."Kedengaran

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-09
  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Bukti

    "Tinggal dengan Bang Ferry?""Iya! Senang kan, kamu?" Ibu menatap Mas Hanan tajam. "Sekarang sudah tidak ada lagi yang mengganggu kebahagiaanmu dan istrimu!""Buk, kenapa bicara seperti itu, Buk?" Wajah Mas Hanan terlihat begitu sedih mendengar ucapan ibunya."Sudahlah, Hanan! Ibuk mau tinggal bersama kami, ya terserah dia, dong. Kamu urus saja istri manjamu itu!" sahut Bang Ferry."Betul itu, Hanan! Lagipula ini keinginan Ibuk sendiri, kami gak maksa! Ibuk sudah gak betah tinggal bersama kalian," sambung Mbak Ratri.Ibu terlihat sudah selesai memasukkan semua pakaiannya ke dalam tas besar, lalu Bang Ferry mengangkatnya menuju mobil. Mbak Ratri juga membawa beberapa barang dan memasukkannya ke mobil mereka."Ayo berangkat, Buk," ucap Bang Ferry kemudian.Ibuk mengangguk, lalu berjalan menuju mobil, sebelum Mas Hanan menghentikan ibu lagi."Tunggu dulu, Buk. Hanan mau menyampaikan kabar gembira pada Ibuk," ucapnya. "Hasna lulus skripsi, Buk. Sebentar lagi wisuda. Mantu Ibuk sudah jadi

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-09

Bab terbaru

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Akhir

    "Ibuk sakit?" Aku seketika membulatkan mata.Memang aku ingin sekali mengetahui keadaan Ibuk setelah pingsan waktu itu. Tapi Mas Hanan selalu menghindar setiap aku berbicara tentang Ibuk. Orang pendiam seperti Mas Hanan, sekali hatinya tergores dalam, mungkin akan sulit sekali menyembuhkan luka itu."Iya, Hasna. Tolong, minta Hanan untuk menengoknya di saat-saat terakhirnya," ucap Bang Ferry lagi.Aku terdiam sejenak, bingung apa yang harus aku lakukan."Tapi Mas Hanan baru berangkat kerja, Bang," jawabku kemudian. "Biar saya yang pergi untuk menjenguk Ibuk dulu, ya?""Iya, Hasna, iya. Ibuk pasti senang sekali kamu mau menjenguknya, Hasna," jawab Bang Ferry lagi."Sebentar, saya pamit dulu ke Mama," ucapku lagi sambil masuk ke dalam rumah.Terlihat Mama dan Bu Miranti menata makanan di atas meja makan sambil berbincang. Mereka berdua tampak sangat akrab, membuat siapapun yang melihatnya terasa adem di hati. Syukurlah, rupanya Bu Miranti benar-benar sudah sembuh."Ayo Hasna, kita sarap

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Syukur

    "Bu ... Ibu sudah sembuh?" Air mataku kembali mengalir dengan derasnya."Ya Allah, Mas Hanan pasti bahagia sekali Ibu sudah sembuh." Aku berhambur ke pelukan Ibu mertuaku itu. Menangis sekencang-kencangnya. Aku seperti ingin mencurahkan semua perasaanku di depannya."Hasna ...." Bu Miranti menatapku lagi, begitu aku melepaskan pelukanku. Terlihat tangannya terangkat, lalu mengusap pipiku."Kenapa menangis?" tanyanya, dengan nada suara yang masih terdengar sangat datar. "Hanan menyakitimu?"Aku seketika menggelengkan kepala kencang."Tidak, Bu. Mas Hanan tidak pernah menyakiti Hasna," jawabku kemudian sembari mengukir senyum.Bu Miranti menggerakkan kepalanya, menatap ke sekeliling. "Hanan ... di mana?" tanyanya kemudian."Ada di rumah, Bu. Ayo kita Hasna bawa Ibu ke Mas Hanan," ucapku kemudian, seraya menarik tangannya, membantunya berdiri.Aku menggandeng tangan Bu Miranti dan berjalan kembali ke rumah. Dari jauh, terlihat Mas Hanan masih berbincang dengan Nikmah, dan Nikmah terliha

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Rumah

    "Syukurlah, hari ini kita bisa membawa Nyonya Miranti pulang." Mama tersenyum seraya menyiapkan beberapa buah pakaian dan memasukkannya dalam koper."Mama sudah menyiapkan perawat khusus untuknya, dan kabarnya, kondisinya sekarang sudah jauh lebih baik," lanjut Mama lagi."Maaf ya, Ma, selama ini kami sudah merepotkan Mama terus," ucapku kemudian."Bicara apa kamu, Hasna? Kamu ini kan anak Mama, Hanan juga. Jangan pernah bilang sudah merepotkan!" sahut Mama sambil menyentil hidungku.Aku tersenyum, dan untuk ke sekian kalinya bersyukur karena memiliki orang tua yang bisa diandalkan. Rumah kami sudah selesai dibangun, bersamaan dengan kabar baik yang disampaikan oleh dokter, bahwa kondisi Nyonya Miranti sudah jauh lebih baik. Ini semua berkat Mas Hanan yang begitu sabar dan telaten berbicara pada Sang Ibu setiap harinya.Aku melirik ke arah ponsel yang sejak tadi menyala, dan menyiarkan berita-berita terkini. Terpampang jelas tulisan-tulisan yang menjadi caption dalam berita-berita ter

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Syarat

    "Syarat?" Aku menatap ke arah Nikmah, yang juga menatapku dengan pandangan serius. Untuk sesaat pikiranku seketika dipenuhi prasangka buruk. Apapun syarat yang Nikmah inginkan, pasti ada hubungannya dengan Mas Hanan."Jangan dengarkan dia, Hasna." Mama tiba-tiba memegang pundakku. "Kita pasti bisa mencari semua bukti itu sendiri, tanpa harus mengorbankan apapun.""Tapi bukti yang saya punya sudah pasti akan bisa menjebloskan Pak Baskoro ke penjara, Tante," sahut Nikmah lagi."Meskipun begitu, saya yakin syarat yang kamu ajukan pasti di luar nalar," jawab Mama seraya menatap tajam pada Nikmah. "Lagipula, jika bukti yang kamu miliki memang begitu kuat, kenapa kamu tidak melaporkan sendiri pada polisi?""Saya tidak punya keberanian dan kuasa, juga tidak punya kebebasan," jawab Nikmah lagi."Lalu sekarang kamu memanfaatkan kami untuk bisa bebas, dan kembali menggoda menantu saya?" Ucapan Mama semakin tajam."Saya tidak sepicik itu, Tante. Ijinkan saya bicara berdua saja dengan Mbak Hasna.

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Bukti

    "Ma, tidak bisakah kita membawa Bu Miranti pergi dari sini? Kita bawa pulang, kita rawat dia di rumah," ucapku pada Mama, karena tak kuasa melihat Mas Hanan yang menangis memeluk ibunya.Mama terlihat menarik napas panjang, lalu menatapku."Tidak bisa semudah itu, Sayang," jawabnya kemudian. "Karena itulah pertama kita harus membuktikan dulu jika Hanan adalah pewaris sah keluarga Bramantio, jadi Hanan punya hak untuk membawa ibunya."Aku terdiam, seraya menatap ke arah Mas Hanan lagi. Mas Hanan perlahan melepas pelukannya pada sang ibu, dan Bu Miranti terlihat memegang pipi Mas Hanan dengan kedua tangannya."Mas Satriyo kenapa menangis?" tanyanya sambil menatap wajah Mas Hanan dengan pandangan bingung. "Apa Mas Satriyo terluka? Apakah sakit?"Mas Hanan menggelengkan kepalanya pelan. Bu Miranti cepat-cepat mengusap air mata di pipi Mas Hanan."Jangan menangis, Mas. Jangan menangis. Kita balas orang-orang jahat itu. Kita balas orang-orang yang sudah melukai kita." Bu Miranti memeluk Mas

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Pewaris

    "Penjahat! Pembunuh!" Bu Miranti terus berteriak sambil menunjuk-nunjuk ke arah Pak Baskoro."Ibuk! Ibuk!" Mas Hanan berusaha memegangi tubuh Bu Miranti yang terus meronta dan berteriak histeris."Pembunuh!" Bu Miranti mencoba untuk menyerang Pak Baskoro, tapi Mas Hanan terus memegangi tubuh ibunya."Tenang, Bu, tenang," ucap Pak Baskoro sambil mengangkat kedua tangannya.Akhirnya beberapa orang petugas masuk, mungkin karena mendengar keributan. Mereka memegangi tubuh Bu Miranti, lalu memaksanya untuk duduk di atas tempat tidur. Seorang petugas menyuntikkan sesuatu pada lengannya. Bu Miranti yang tadinya meronta-ronta perlahan mulai melemas, lalu akhirnya tertidur.Aku memegangi dada, miris melihat nasib yang menimpa Bu Miranti. Begitupun dengan Mas Hanan, yang terlihat menatap ibunya dengan raut wajah antara takut, kasihan, dan juga sedih."Mohon maaf, sebenarnya pasien jarang sekali mengamuk. Tapi memang terkadang dia akan seperti ini saat teringat masa lalunya," ucap salah satu pet

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Ibu

    "Mas Hanan?"Mas Hanan masih menatapku dan Mama bergantian, dengan pandangan yang sulit diartikan. Dengan badan sedikit gemetar aku mendekat ke arahnya. Sungguh, aku takut dia akan marah padaku."Mas Hanan sejak kapan di sini?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan."Sejak tadi, Dek," jawabnya. "Mas dengar semuanya."Aku seketika gugup bukan main."Mas Hanan ... tidak marah pada kami, kan?" tanyaku kemudian, menatap ke arahnya takut-takut.Mas Hanan terlihat terdiam sesaat, lalu menggeleng. Dia kemudian menatapku lekat."Untuk apa Mas marah, Dek?""Kami mencari tahu tentang keluarga Mas Hanan tanpa ijin dari Mas Hanan," jawabku lirih.Mas Hanan terdiam lagi. Dia sepertinya sedang mencoba menata hatinya. Setelah menarik napas panjang, dia menatapku kembali."Mungkin memang sudah saatnya Mas tahu, Dek. Mas juga tidak mungkin menghindar terus, tidak mungkin tidak ingin tahu. Sudah saatnya Mas siap menerima semua kenyataannya," jawab Mas Hanan kemudian. Masih ada getar pada ucapannya.

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Luka

    Mata Mbak Ratri seperti hampir copot saat mendengar ucapanku."Jangan sembarang bicara kamu, Hasna!" teriaknya kemudian, tak terima.Aku tidak mundur hanya karena gertakan Mbak Ratri. Dia memang harus tahu yang sebenarnya, agar mulut besarnya itu bungkam."Memang kenyataannya begitu kok, Mbak," ucapku. "Kami bertemu dengan Bang Ferry di kota, dan ternyata dia memang tukang parkir!""Kamu itu semakin kurang ajar, ya?" Mbak Ratri masih belum bisa percaya ucapanku. "Mentang-mentang sudah di atas, berani sekali bicara fitnah!""Kami mengatakan yang sebenarnya, Mbak!" ucapku lagi. "Kalau tidak percaya, tanya Mas Hanan!"Mbak Ratri seketika melotot ke arah Mas Hanan."Yang dikatakan Hasna benar, Mbak. Kami bertemu Bang Ferry, dan ternyata memang Bang Ferry hanya tukang parkir di depan toko besar," jawab Mas Hanan."Bohong kamu, Hanan! Sekarang kamu sudah pintar menipu sejak menikah dengan Hasna!" teriak Mbak Ratri lagi."Ada apa sih ini ribut-ribut?" Tiba-tiba Ibu keluar dari dalam rumah, m

  • ISTRI SARJANA SUAMI LULUSAN SD   Pujian

    "Loh, Pak Hanan sudah datang." Pak Wahid, anak buah Mama yang selama ini ditugaskan sementara untuk mengurus sawah dan pekerja, terlihat menyambut kami. "Sudah hampir selesai Pak.""Iya, terima kasih, Pak Wahid," jawabku.Aku dan Mas Hanan masih berdiri di tempat kami, seraya mendengarkan para pekerja itu berbincang. Tampaknya mereka belum menyadari kehadiran kami."Ini dulu bukannya sawah milik Bu Fatmah? Sekarang kenapa malah Bu Fatmah jadi pekerja?" tanya salah satu ibu itu pada Ibuk."Namanya juga bantu anak usaha, Bu. Kalau nanti semakin sukses, kan saya juga yang enak," jawab Ibu."Memangnya si Ferry usaha apa sih, Bu Fatmah? Kok sampai harus jual sawah sama rumah buat modal?""Dia punya toko besar di kota, Bu. Maklum lah, tiap usaha pasti modalnya besar. Apalagi di kota. Nanti kalau sudah makin sukses, modalnya pasti balik berkali-lipat." Ibu terlihat sangat bangga."Tapi kabarnya Hanan sekarang juga sudah sukses loh, Bu Fatmah. Rumahnya saja sekarang direnovasi, jadi bagus ban

DMCA.com Protection Status