MASUKA BUKU INI KE DAFTAR BUKU BACAAN KALIAN YA
"Biasanya sebelum jam enam pagi,Nyonya sudah pergi, Dan, sebelum jam dua belas malam barulah Nyonya akan kembali!" jawab si kepala pelayan. "Apakah dalam keadaan mabuk?" tanya Anthony lagi. "Tidak ... tidak pernah!" jawab si kepala pelayan lagi. Anthony mengangguk. "Sebenarnya dia sedang melakukan apa, mengapa pergi pagi-pagi sekali dan pulang larut malam!" pikirnya. Anthony mengambil ponselnya dan menghubungi asisten Lee. "Cari tahu di mana Dave Smith!" pada saat ini, di Grup Huang, Alicia langsung saja membereskan berkas kerjanya, ketika melihat waktu sudah menunjukan jam tiga sore. Pada Jam empat sore nanti dia harus melakukan latihan di studio milik Will Grifin. Baru saja sampai di studio Will tiba-tiba menyodorkan sebuah sepatu berhak tinggi di depan wajah Alicia. "Apa ini?" tanya Alicia sembari menurunkan tangan Will yang ada di depan wajah. "Hari ini kau berjalan memakai sepatu ini!" ujar Will sambil memberikan senyuman jahilnya. "Wah, yang benar saja. Model asli saja m
Alicia langsung menerabas, ingin segera masuk ke dalam mobilnya. Tapi, salah satu dari pria berjas hitam itu malah mendorong Alicia, dan membawanya agar masuk ke dalam mobil yang akan membawanya pergi ke suatu tempat. Supir yang telah menunggu sedari tadi, langsung saja masuk begitu Alicia sudah duduk di kursi belakang. "Kalian sedang menculik aku ya!" hardik marah Alicia sambil berusaha membuka pintu mobil, tapi percuma saja pintunya tidak akan bisa terbuka. Alicia mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Will, tapi ponselnya malah diambil oleh pria berjas hitam yang duduk di sampingnya. pria itu berkata, "Nyonya, sebaiknya duduk tenang-tenang saja!" "Brengsek!" ujar Alicia dalam hati. Pada akhirnya mereka pun tiba di Bandara. "Mengapa kalian membawaku ke sini?" tanya Alicia dengan sedikit panik. "Lepaskan aku! kalian ini tuli ya?" hardik Alicia kepada para pria yang membawanya. Alicia melihat di depan mereka ada pesawat Jet, Hatinya bertambah panik dan mulai menendang-nenda
"Tadi kau baru saja bilang, Anthony mau pindah sekolah lagi!" jawab Alicia sambil bertelak pinggang. "I-iya ..." jawab Anthony terbata. "Kau pikir emosionalnya tidak akan terguncang jika sedikit-sedikit dia harus ikut maumu yang seperti ini!" ujar marah Alcia yang memahami Lionel dari sisi psikologis putranya itu. "Apalagi dia memiliki masalah piskologi dalam berbicara. Dia tidak bisu, hanya saja tidak bisa berbicara kepada semua orang! Apa kau tidak pernah memikirkan tentang hal ini!" imbuh Alicia lagi. Alicia baru saja mengetahu jika putranya itu sedang berusaha berbicara dengan teman-temannya. Mendengar Lionel bercerita seperti itu, hati Alicia tentu saja merasa senang, Dan, menganggap keputusan Anthony memasukan putra mereka ke Asrama adalah sudah sangat tepat. "Tidak, aku tidak setuju!" imbuh Alicia lagi sambil bersedekap. "Meski jika aku melarangmu untuk mengunjunginya?" tanya Anthony. Wajah Alicia terkejut bercampur raut panik. Menghela napas lalu berkata. "Tidak apa .
Alicia meletakan sepatu sengketa yang tadi baru saja dia pakai, "Uang ..." ujarnya terdiam sesaat. lalu berkata lagi, "uang, ya tentu saja aku suka uang!" "Satu sen bagimu mungkin terlihat sangat tidak berarti, tetapi itu adalah benih kecil yang menjadi sumber keberuntungan," ujar Alicia lagi. "Untuk menjadi kaya, kamu harus menghasilkan uang saat kamu sedang tidur," Anthony membalas perkataan Alicia. "Uang tanpa kecerdasan finansial adalah uang yang akan segera habis, emat uang, dan uang akan menyelamatkanmu," ujar Alicia lagi lalu langsung mengalihkan wajahnya dari Anthony. Fakta sederhana yang sulit dipelajari adalah bahwa waktu untuk menghemat uang adalah ketika kau memilikinya. Dan, pada saat ini, Alicia tidak memiliki uang yang bisa dia tabung. Memikirkan tentang hal ini dia pun teringat Will. "Di mana ponselku?" tanya Alicia kepada Anthony. "Kau menyimpannya bukan? Ayo kembalikan kepadaku!" pinta Alicia. "Jika ingin menelpon, ini pakai saja punyaku!" ujar Anthony. Alici
Wajah Anna memerah, dia tidak tahu menahu tentang ini, Mendengar ini hatinya pun merasa bahagia,. Dia merasa Anthony benar-benar mencintainya, apa pun yang terjadi, dalam kondisi apa pun pasti pria itu akan memenuhi permintaannya. "Kapan kau akan menikah dengan Anthony. Paman akan dengan senang hati membantu!" ujar Joseph Hwang. "Apa paman memiliki sebuah cara!" tanya Anna. "Tentu saja ada! jawab Joseph, seraya berkata lagi, "Selama nanti kau bisa menjadikan Anthony sebagai satu-satunya investor untuk kita dan hanya untuk keluarga Hwang kita, maka akan selalu ada cara!" "Jika begitu, aku menantikan usaha Paman untuk itu!" imbuh Anna lagi. "Kau tenang saja, hasil baik akan menghampirimu!" janji Joseph Hwang. "jika begitu aku akan sangat menantikannya!" ujar Anna. Joseph Hwang membuka laci meja kerjanya, lalu megambil sebuah cek. "Ini cukup untuk-mu berlibur keliling ke beberapa negara!" "Terima kasih Paman, karena sudah menjaga diriku dengan baik!" ujar Anna seraya mengambil c
Alicia langsung saja menyemburkan nasi yang sedang dikunyahnya tepat ke wajah Tuan Han. Dia pun berdiri seraya berkata, "Masalah besar apa?" Nenek Ang terheran dan langsung mengambil serbet lalu membersihkan wajah Tuan Han. Sementara itu, Alicia langsung meletakan mangkuk dan sumpitnya. Dia memilih menerima panggilan dari Tuan Feng di luar toko, agar tidak membuat panik yang lainnya. "Katakan dengan jelas, ada masalah besar apa?" tanya Alicia lagi. "Beberapa Vendor yang menyuplai barang material kita, menyatakan tidak akan megirim lagi. Karena ada pemborong besar yang mau membayar lebih mahal, jika bersedia memasok kepada mereka!" "Oh, ya ampun ada apalagi ini!" ujar Alicia dengan sedikit nada yang terdengar frustasi. Alicia langsung teringat jika di acara hari ini, ada keluarga Hwang yang menghadiri. "Apa ini ulah mereka!" pikir Alicia yang melihat jika semua ini terlalu kebetulan. Alicia langsung berkata kepada Tuan Feng, " Kita cari Vendor lain! Aku akan segera ke kantor!" D
Alicia membuatkan segelas coklat hangat untuk Tuan Feng, pada saat ini mereka hanya bisa berdiri terdiam memandangi pemandangan dari lantai dua, gedung Grup Huang. "Bagaimana jika kita menggadaikan gedung ini kepada Bank!" Saran Tuan Feng. Alicia menyesap minumannya, hal yang paling tidak dia inginkan adalah menggadaikan gedung ini. Mencoba berpikir realistis pada akhirnya dia menyerah kepada keadaan. "Diatur saja!" ujar Alicia lalu pergi ke toilet. Di dalam toilet dia pun mulai menangis terisak. "Ma, maafkan aku!" gumam Alicia dengan sedikit gemetaran. Sementara itu di grup Smith, Asisiten Lee masuk ke dalam ruangan Anthony dan berkata, "Tuan, tidak ada catatan tentang siapa pacar Nyonya dulu!" Anthony semakin bingung, mengapa jejak digital istrinya ini seperti hantu. Ada orangnya tapi tidak ada jejak digitalnya satu pun. dia merasa seperti ada yang sedang menutupi latar belakang kisah istrinya itu. "Aku ingin selidiki lagi, tak peduli berapa lama waktu untuk menemukan infor
Hari sudah menjelang pagi, Alicia masih terbuai nyenyak di ranjangnya. Alicia tiba-tiba langsung terbangun duduk. "Aku tidak salah dengar kan?" Alicia turun dari ranjang, daun telingangya baru saja menangkap suara Lionel memanggil-manggilnya. "Mama.""Sayang ... sayang!" panggil Alicia juga sambil berlari. Pintu terbuka, Alicia melihat Lionel berdiri di depan pintu. Dia langsung saja berlari dan memeluk Lionel sambil berputar-putar. "Mama Rindu sekali!" ujarnya sembari menciumi wajah putranya itu. "Apa kalian sudah makan?" tanya Alicia kepada Lionel dan Anthony yang menggelengkan kepala berbarengan. "Ayo, kita pergi ke dapur. Mama akan memasakan makanan kesukaanmu!" ujar Alicia lagi. Anthony mengikuti Alicia yang melangkah ke dapur sambil menggendong Lionel dengan sedikit melakukan gerakan berdansa. Pada saat ini, hati Anthony terasa begitu tenang. Laci-laci kecil dan besar yang ada dihatinya seperti sedang terisi satu persatu semenjak kehadiran Alicia di dalam hidupnya. Pada sa
Charles dan Jean Smith sudah dipastikan akan mendekam lama di penjara, Sementara, Anthony dan Alicia sudah bersiap untuk pulang keesokan harinya. Sebelum pulang Alicia mengajak Lionel untuk tidak satu kamar dengannya dan juga Anthony. Alicia merasa rindu masa masa ketika membacakan dongeng untuk putranya itu. "Kali ini mau baca dongeng apa?" tanya Anthony seraya meletakan buku kisah 1001 dongen di atas ranjang. "Biarkan Lionel yang memilihnya?" imbuh Alicia sembari menyodorkan buku itu kepada putranya. "Ini saja, Bocah dan penyihir!" ujar Lionel menunjuk kepada salah satu judul cerita. Anthony pun mulai membacakan ceritu itu. "seorang anak tersesat di dalam hutan dan menemukan rumah 'kue' milik penyihir jahat. tak disangka si bocah itu malah dijadikan budak yang setiap hari diberi makan yang banyak agar tubunya menjadi gemuk berisi, Dengan tujuan untuk disantap oleh penyihir itu. Si bocah yang tadi berbadan kurus pun telah berubah menjadi bocah gendut yang terlihat gempal
"ini pasti salah, ini adalah sebuah kesalahnan. kalian tidak bisa membawanya pergi. Apa kalian tidak tahu kami ini keluarga apa?" imbuh Maya Li panjang lebar, Di sana ada Sean Li, tentu saja para polisi itu mengabaikan kata-kata Maya Li. Dan, terus membawa Patrick Li dengan tangan terborgol, Merasa tidak bisa menahan penangkapan Papanya, Maya Li langsung menghampiri Sean yang sedang bersandar berdiri di meja kerja Papapnya itu. "Kau... apa kau sengaja melakukan ini? Karena marah, karena keluarga kita mendesak agar kita segera menikah?" sangka marah Maya Li. "Siapa yang menabur maka dia harus menuai!" jawab Sean seraya melangkah pergi, "Tunggu dulu apa maksudmu itu, katakan kepadaku membunuh, siapa yang dibunuh!" imbuh Maya Li lagi dengan nada yang semakin kacau. Sean tidak mau menjawab, membiarkan Maya Li dengan kegalauan dan kemarahannya. Dixon yang sedari tadi mengikuti hanya terdiam saja. Barulah ketika masuk ke dalam mobil dia besuara, "Apa kau benar-benar sudah mengambi
"Ini demi kebaikannya!" jawab Sean. Olivia menaikan satu alisnya seraya berpikir, "Pria ini pernuh dengan teka-teki!" "Apa ada hal yang membahayakan?" tanya Olivia penasaran. "Bisa ya bisa juga tidak!" jawab Sean berteka teki lagi. "Ish!" ujar Olivia seraya merengut dan pergi ke dapur untuk membantu Nenek Han memasak. Sean hanya tersenyum saja, entah mengapa semakin Olivia kesal, hatinya semakin terasa manis, seperti permen tanghulu buah apel yang ditambah siram gula. Ponsel Sean berdering lagi, "Foto-foto sudah ada, apakah mau hari ini?" tanya Dixon. Sean mengintip ke dapur lalu berkata, "Ya, hari ini saja!" Sean menutup sambungan ponselnya, sekali lagi dia menatapi Olivia yang sepertinya sedang merajuk. Melihat wajah merajuk Olivia, hati Sean pun merasa semakin gemas. "Sebentar lagi, sebentar lagi kau tidak akan bisa lari dari pelukanku!" imbuh pelan Sean sambil tertawa kecil dan membiarkan 'kejutan indahnya' itu bersibuk bersama dengan Nenek Han di dapur. Pada saat ini Di
"Aku baik-baik saja!" imbuh Alicia. Flavia melihat wajah Nyonya Smith memucat, dia langsung saja mengambil tangan Alicia dan mulai mengecek denyut nadinya. Wajahnya terlihat serius, namuan beberapa detik kemudian berubah menjadi tenang. Flavia menatap wajah Alicia dan berkata, "Sebaikanya Nyonya duduk dulu, sebentar lagi polisi akan datang!" Alicia mengaguk, Lionel pun ikut duduk di sisi Alicia. Sementara si agen menelpon kantor pusatnya, mencari informasi tentang apa yang baru saja terjadi. "Maksudmu, itu Tuan Hamilton?" tanya staff kantor pusat si agen itu. "Mana aku tahu!" jawba si agen itu. "Yang aku dengar dia memang gila, dia selalu mengancam jika area peternakan yang ada di sekitar rumah itu dihidupkan lagi, maka dia akan mengusir si pemiliki baru. Tidak aku sangka dia benar-benar melakukannya!" jelas si staff penjualan yang ada di kantor pusat. "Apa kau ini bodoh, mengapa tidak memberitahuku tentang hal sepenting ini!" Hardik marah si agen itu sambil menutup ponse
"Wanita hamil memang sebaikanya ada yang menemani!" jawab singkat Anthony karena tidak ingin membuat Alicia khawatir. "Ma, aku lapar..." pinta tiba-tiba Anthony kepada Mama mertuanya itu. "Ah iya, harusnya makan malam sudah siap, Mama akan memeriksa ke dapur. Kalian tunggulah di ruang makan!" imbuh Nyonya Yin. Pada saat ini di ruang makan, Leticia sedang memeriksa menu makanan yang akan disediakan. "Ini terbuat dari apa? tanya Leticia. "Campuran coklat dan kacang almond!" jawab si pelayan. "Singkirkan!" imbuhnya, seraya berkata lagi, "Tuan Anthony alergi pada kacang almond!" Alicia yang baru saja masuk mendengar hal ini. Lalu dia menoleh kepada suaminya itu, "Apakah benar kau alergi kacang almond!" Anthony mengangguk seraya menarik kursi untuk istrinya itu. Mendengar jika memang Anthony alergi dengan kacang almond, maka Alicia pun tidak berkeberatan menu itu disingkirkan. "Apa kau memiliki alergi lain, sayang!" tanya Alicia kepada Anthony. "Tidak hanya itu saja!" jawab Leticia
Lionel langsung saja bersedekap tangan, "Apa Papa cemburu?" Anthony tertawa kecil, sedikit tidak percaya, baru saja sebentar berpisah, siapa sangka putranya itu malah sudah semakin fasih berbicara, menyudutkan orang. "Papa lebih tampan darimu, jadi untuk apa cemburu!" balas kata Anthony kepada Lionel. "Papa Cemburu, Karena papa bukan pria satu-satunya untuk Mama!" imbuh Lionel. "Hah! lucu sekali!" imbuh Anthony yang semakin tertawa. Alicia mencubit lengan Anthony, "Jangan halangi aku untuk memeluk cium putraku!" imbuh Alicia seraya berkata lagi, "Sayang! Mama sangat merindukanmu, apa tidak mau memeluk Mama?" Lionel melemparkan senyuman kemenangan kepada Papa-nya, melihat itu, Anthony semakin tidak percaya jika Lionel sudah pandai memprovokasi orang. "Sejak kapan bocah itu menjadi pandai berargumentasi.." Melihat Alicia ingin menggendong Lionel, lagi=lagi Anthony menghalangi. "Sayang ingat kau sedang hamil!" Alicia pun tertawa, "Aku terlalu senang bertemu dengan putraku yang i
Asisten Li langsung memberikan daftar riwayat hidup Nenek Han kepada Sean. pria itu, membuka dan membacanya sekilas, lalu memberikan berkas itu kepada Dixon. "Orangnya ada di dalam!" imbuhnya seraya membawa kedua tamunya ke atas. Dixon membaca berkas-berkas itu dengan cermat tapi cepat. Begitu pintu lift terbuka dia memasukan berkas itu ke dalam amplopnya. "Apa sudah dapat benang merahnya?" tanya Sean. Dixon mengangguk, seraya ikut masuk ke dalam unit apartemen Sean. Pada saat ini Nenek Han dan Olivia sedang duduk di sofa, Olivia langsung berdiri mendekati Sean. "Ada apa ini?" tanyanya sambil berbisik. "Kami perlu bicara dengan Nenek Han!" jawab Sean. Dixon pun mulai duduk di depan Nenek Han dan mulai mengajak wanita tua itu berkenalan. Setelah sedikit berbasa-basi, Dixon pun langsung bertanya, "Apa dulu pernah bekerja di Grup Smith?" "Eum.... Grup Smith. Ya tentu saja pernah!" jawab Nenek Han. "Pada saat itu mengapa berhenti?" tanya Dixon lagi. "Seingatku setelah kematian Tuan
"Dasar jalang!" hardik Meng Qi lagi yang langsung ingin menampar wajah Olivia. Tapi, terhenti karena Sean menahan tangan wanita itu. Sean menghempaskan tangan Meng Qi, lalu menarik Olivia ke sisinya dan merangkulnya. "Tanganmu terlalu kotor untuk menyentuh wanitaku!" "Hah! bukankah kau adalah calon tunangan Maya Li!" imbuh Meng Qi. Sean tersenyum sarkas, "Seingatku... aku tidak pernah bilang 'iya' kepadanya," ujarnya sembari membawa Olivia keluar dari hotel. "Kau mau ke mana? Aku antar!" imbuh Sean dengan nada sedikit tercekat berbalut emosi marah. Olivia menangkap perubahan suasana hati Sean yang tadinya senang, sekarang malah nampak menjadi murung. "Apa kau baik-baik saja?" Sean tidak menjawab, dia langsung membukakan pintu mobilnya untuk Olivia, lalu masuk duduk ke kursi kemudi dan mulai melajukannya, Penghinaan yang Meng Qi lakukan tadi mengingatkan dia pada sosok ibunya yang sering di hardik seperti itu, semua karena ibu adalah selir dari Tuan Li. Olivia melirik kepada
Sean terbatuk mendengar pertanyaan Olivia, "Dicium mendadak siapa yang tidak terkejut!" imbuhnya seraya menarik pinggul ramping Olivia, "Apa ingin meneruskannya di dalam?" goda Sean pada gadis itu. "Sembarangan, apa mau dipecut oleh kakek Li!" Jawab Olivia sembari memukul dada Sean. Olivia melepaskan pelukan Sean seraya menoleh ke kamar yang tadi baru dimasuki oleh Meng Qi dan Direktur Fang, "Apa mereka berselingkuh!" gumam pelan Olivia. "Siapa?" tanya Sean. Olivia menoleh kepada Sean, ingin bercerita namun urung. "Bukan urusanmu!" ujar ketusnya. "Apa mau mencari tahu?" tanya Sean seraya berkata lagi, "Aku bisa membantumu!" "Benarkah?" tanya Olivia sembari memicingkan mata. "Pria sejati tidak pernah ingkar janji!" imbuh Sean lagi. "Hish..." imbuh olivia seraya berkata lagi. "Ada ada cara?" "Apa ada hadiahnya?" imbuh Sean."Hah! Benar-benar pria yang perhitungan," kata Olivia. "Sepakat tidak?" tanya Sean. "Ok!" jawab Olivia pada akhirnya. "Besok kita sarapan bersama di sin