BARA POV
Aku enggan menjawab pertanyaan istriku yang hari ini mendadak sangat cerewet dan terlalu banyak bertanya.
Meski pada akhirnya aku harus mengalah dan mengabulkan keinginan Rindu untuk ikut bersamaku menemui Ragil yang telah berhasil aku tekan untuk berhenti mendekati istriku.
Rahasia masa lalu mamanya sudah berada dalam genggamanku. Tentang kegiatannya dulu yang pernah terlibat dalam kegiatan prostitusi kelas atas, di mana wanita bernama Mala itu adalah seorang mucikari.
Wanita itu pernah menyediakan seorang gadis untukku, saat aku belum mengenal Islam dan memperturutkan hawa nafsuku.
Sementara image yang selama ini ditampilkan Ragil adalah sosok yang religius, berpendidikan juga pria yang memiliki wawasan luas yang aku tahu itu juga yang membuat istriku tertarik untuk berlama-lama ngobrol dengan pria itu, semua itu sangat berbanding terbalik dengan pekerjaan haram yang d
RINDU POVUntuk pertama kalinya Mas Bara mengajakku bersilaturahmi ke rumah papa kandungnya. Seorang pria bersahaja meski memiliki kekayaan yang luar biasa.Rumah luas itu cukup ramai dengan suara dengungan anak-anak mengaji di siang hari ini.Ketika kami mulai menginjakkan kaki di rumah megah itu di paviliun depan dekat taman luas, sekilas aku melihat wanita anggun bergamis lebar sedang membantu mengajar mengaji. Dialah istri dari papa mertuaku yang aku panggil dengan sebutan Mama Alya.Saat melihat kami, Mama Alya meninggalkan kegiatannya sejenak untuk langsung menghampiri kami.“Assalamualaikum,” ucapku memberi salam.Mama Alya langsung menjawab sembari mengulas senyumnya lebar.“Ayo, masuk, aku seneng sekali kalian mau mampir ke sini. Kebetulan tadi aku masak sayur asam agak banyak, kalian mau kan makan siang di sini
“Ada apa Mas?” tanyaku bingung saat melihat tatapan Mas Bara yang tampak ganjil.Mas Bara malah menarik nafas panjang lalu malah meraih sebelah tanganku untuk ia genggam dengan erat.“Rin, apa kamu mencintaiku?”Aku tergeragap resah saat mendengar pertanyaannya. Tatapannya yang lurus malah membuat jantungku berdebar resah.Pertanyaannya malah menjadi sulit untuk aku jawab karena aku merasa tak perlu untuk menjawab itu, faktanya sejak awal aku sudah menyerahkan diriku padanya. Tapi mendengarnya bertanya entah mengapa aku merasa menjadi sangat dihargai.“Aku ingin memastikan segalanya bahwa kamu tak pernah merasa tertekan saat menjalani pernikahan denganku.”Aku masih dia sembari membalas tatapannya. Buku di tanganku telah sepenuhnya aku abaikan.“Aku akan berusaha untuk membahagiakan
“Katakan padaku di mana letak ketidakadilannya?” tukas Oma Meylani kian tegas.Sikap Oma Meylani yang mulai terunggah kelugasannya membuat Mami Sally ikut menegaskan tatapannya.“Kenapa sekarang Mama malah mendukung Richard dengan pilihannya sementara dulu Mama begitu menentang pilihanku hingga Mama memaksaku dengan berbagai cara sampai akhirnya aku benar-benar melepaskan apa yang selama ini sudah aku perjuangkan?”Ucapan Mami Sally mulai aku telaah hingga aku bisa menyimpulkan kalau saat ini wanita yang sudah menghadirkan suamiku ke dunia itu sedang mengulik tentang kisahnya dulu bersama Papa Dahlan, tentang pernikahan mereka yang telah kandas karena Mami Sally telah memilih untuk bersama Rommy Huang.Aku yakin keputusan Mami Sally itu juga atas andil dari Mami Meylani meski aku belum bisa memastikan segalanya.“Situasinya jelas sangat berbeda,&rdqu
“Memangnya siapa yang harus aku temui?”Mas Bara bertanya dengan nada yang juga tak kalah tegasnya.“Mantan mertua kamu yang kemarin kamu sendiri menunda pertemuan itu karena kamu lebih memilih untuk menjemput istri kedua kamu ini,” sahut Mami Sally dengan nada sarkas.Mas Bara yang sudah mulai menyantap sarapannya, malah mengedikkan bahu jengah.“Urusan di antara kami sudah selesai dan dia sudah membuat keputusan dengan tetap mengambil semua modal mereka yang sudah mereka tanam, tapi kalian tak usah khawatir aku sudah mendapatkan tiga orang investor baru yang pontensial yang sudah mengucurkan suntikan modal baru yang lebih dari signifikan hingga langkah mantan mertuaku itu tidak akan berarti apapun.”Mas Bara menanggapi dengan tegas ucapan maminya.“Mereka membatalkan untuk menarik modalnya,” sahu
Aku dan Oma menunggu Mami Sally sembari minum teh yang sudah dihidangkan oleh salah seorang pelayan.Aku masih saja belum mampu menghilangkan keresahanku bila mengingat ekspresi wajah Mami Sally yang tadi terlihat sangat tegas.Sampai akhirnya sosok yang kami tunggu muncul dan seperti yang aku duga, wajahnya menampilkan gurat serius dan dingin.Wanita cantik itu ikut duduk di sofa ruang baca seperti yang sudah aku lakukan bersama Oma Meylani.“Kamu mau teh juga, Sal?” tawar Oma dengan tenang.Mami Sally berkedik pelan sembari memindai pada sosok Oma Meylani yang sudah mulai meletakkan cangkir tehnya.“Aku sedang ingin berbicara dengan gadis ini.”“Apa salahnya aku ikut mendengar,” tegas Oma Meylani tak mau kalah.Mami Sally mendesah jengah.“
“Jadi Oma menerimaku karena memang ingin menahan Mas Bara agar tetap berada di dalam keluarga ini?”Oma Meylani sedikit terkejut saat mendengar pertanyaanku. Tapi kemudian dia mulai memandangku dengan penuh arti.“Aku tahu kamu tentunya akan menganggap aku sama sekali tak tulus untuk menerimamu, tapi percayalah apa yang aku katakan tadi pada Sally harus lebih bisa kamu telaah dengan lebih dalam.”“Kalau begitu ceritakan padaku bagaimana perjuangan Mas Bara selama ini untuk bisa diakui oleh keluarganya sendiri?”Oma Meylani malah diam tak langsung menjawab. Bahkan dia mulai menarik pandangannya dari wajahku untuk dilemparkan ke arah lain. Tatapannya mulai terlihat menerawang.“Aku tahu aku memang salah karena tak bisa menerima Richard sejak awal. Aku masih dikukung amarahku karena dulu Sally pernah meninggalkan rumah demi lel
“Mas Bara, ada apa ini?”Saat mendengar suaraku Mas Bara langsung menoleh. Ketika mendapati penampilanku yang tanpa sadar keluar kamar dengan hanya mengenakan lingerie tipis, Mas Bara langsung bangkit dan mendorongku masuk kembali ke dalam kamar.Dia mengabaikan adik tirinya yang sempat dia buat tak berdaya setelah menghujaninya dengan pukulan dan tendangan.“Sayang, jangan sembarangan keluar kamar dengan penampilan kamu yang seperti ini.”Aku langsung merutuki diriku sendiri. Aku sedikit lupa kalau saat ini kamu tak lagi tinggal di rumah kami sendiri tapi di rumah orang tua Mas Bara, bahkan juga dengan keberadaan adik tiri Mas Bara yang bisa setiap saat berkeliaran di dalam rumah.“Maaf Mas, aku soalnya baru terbangun ....”“Mulai besok kamu juga harus mengunci pintu kamar.”Aku tanpa sadar
Saat melihat wajah Raymond yang sarkas memandang ke arah kami, Mas Bara mendengkus geram.Sementara aku memilih memalingkan muka enggan untuk menatap ke arahnya. Pria itu selalu tampak sinis kepada Mas Bara, kebenciannya begitu ketara untuk aku baca.“Sayang sebaiknya kamu masuk ke dalam,” bisik Mas Bara.Aku mengangguk cepat tapi sebelum membalikkan badan aku salami dulu tangannya dan kukecup punggung tangannya, kebiasaan yang selama ini aku lakukan saat mengantarnya untuk berangkat bekerja.Aku bisa merasakan jika adik tiri suamiku terus memperhatikan dengan tatapan lekat.Tapi aku memilih untuk mengabaikan semuanya dan segera masuk ke dalam rumah, meski hatiku dijangkiti rasa ingin tahu tentang apa yang diperbincangkan suamiku dengan adik tirinya selepas kepergianku.Setelah melepas kepergian Mas Bara aku memutuskan untuk berdiam diri di ruang
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira