“Terus gimana caranya kamu bantu Neneng, Rin?”
Dania masih saja terlihat meragukan aku.Aku mengabaikan keraguan Dania dengan memberikan perhatian penuh pada Neneng yang masih saja tersedu.“Aku benar-benar akan membantu kamu Neng, tapi aku harap kamu memenuhi syarat dariku.”Neneng dan Dania kembali memandangku lugas penuh rasa ingin tahu.“Memangnya apa syaratnya?” Neneng mulai bertanya.Aku menarik nafas sesaat.Sejenak aku masih merasa ragu tapi aku benar-benar tak bisa membiarkan sahabatku mengalami kesusahan.“Aku sangat berharap kalian tidak membocorkan tentang pertolongan yang aku berikan ini.”Aku mulai memindai wajah Neneng dan Dania bergantian, sebagai isyarat tentang keseriusanku saat ini.“Jangan sampai ada yang tahu kalau aku memberikan bantuan buat Neneng. Dan a“Sebenarnya Mas Bara berada di mana sekarang, dan kenapa dia semakin jarang pulang menengokku?”Aku mengunggah pertanyaanku dengan menegaskan rasa khawatirku yang kini tak bisa aku tutupi lagi.Sudah hampir dua bulan Mas Bara tak pernah lagi singgah meski dia masih menyempatkan diri untuk menghubungiku, tapi tak setiap saat juga aku bisa mengetahui kabarnya dengan mudah. Karena terlampau sering Mas Bara mengabaikan panggilanku, bahkan itu sampai berhari-hari.“Katakan padaku sebenarnya apa kesibukan suamiku sekarang?”Aku kembali mendesak Rina yang sekarang malah mengulas senyumnya itu.“Tentu saja Tuan Richard sibuk dengan bisnisnya.”Aku masih enggan untuk bisa menerimanya.“Mbak, jangan terlalu banyak memendam prasangka, Tuan Richard tidak akan pernah meninggalkan Mbak Rindu sampa
Aku merutuki kebodohanku berkali-kali kenapa aku menyimpan obat itu di dalam tasku dan kenapa aku tak mencaritahu tentang pil apa itu sejak awal?.Kalau aku tahu jika obat pemberian Mas Bara selama ini adalah pil KB aku tak akan sembarangan menaruhnya di dalam tasku yang bahkan aku bawa ke kampus itu.Keadaan ini akan sangat mempersullitku kalau sampai Giska memperturutkan rasa curiganya dan terus memancingku untuk mengungkapkan status diriku.Aku kian merasa tak nyaman ketika melihat tatapan Ridho yang sangat lain padaku, terlebih aku sempat melihatnya berbicara serius dengan Giska.Aku tak tahu apa yang sedang mereka pikirkan saat ini tentang diriku. Tapi yang jelas perasaanku sudah menjadi sangat tidak enak saat ini.Di tengah segala kekalutanku mendadak aku mendapatkan kabar tentang kepulangan suamiku.Telah berminggu-minggu kami tak saling
Aku terperangah saat Mas Bara menyodorkan sekoper uang padaku.“Bulan ini aku berikan kamu tunai saja, karena kebetulan aku membawanya.”Mas Bara berucap dengan terlalu santai saat memberikan uang dengan jumlah terlalu besar itu.Untuk ke sekian kalinya Mas Bara menggelontorkan hartanya untukku.Dia membuatku hidup berkelimpahan, mengentaskan aku beserta keluargaku dari kemiskinan yang dulu pernah membelenggu hidup kami.Harusnya aku bisa merasa bahagia dan beruntung tapi dengan segala rahasianya dan sikapnya yang misterius aku tak lagi merasakan ketenangan.Sekarang tatapanku memindai sangat lekat pada sosok suamiku yang sekarang sudah mulai menutup pintu brankas setelah memasukkan uang dari dalam kopor.Melihat penampilan Mas Bara yang rapi dengan rambutnya yang terlihat klimis, aku memendam gusar. 
“Jawab saja pertanyaanku Rin, aku harap kamu bisa menjawabnya dengan jujur.”Aku bisa merasakan kalau Pak Ragil sepertinya sudah kehilangan kesabaran. Kecurigaannya semakin tak bisa dia kendalikan.Sementara sekarang aku hanya bisa diam terperangah di depannya karena terlalu kaget saat mendengar pertanyaannya yang sangat tak aku duga ini.Aku menjadi bertanya-tanya dari mana Pak Ragil tahu tentang uang 100 juta yang aku berikan pada Neneng itu.“Dari mana Bapak tahu tentang hal itu?”Aku malah melontarkan pertanyaan bodoh yang membuat apa yang sebenarnya harus aku rahasiakan menjadi terkuak.“Jadi benar kamu memberikan uang sebanyak itu pada Neneng,” ucap Pak Ragil membuat kesimpulan sendiri dengan sangat mudah.“Aku harap tadi hanya aku yang mendengar saat Neneng mengungkapkan apa yang suda
“Katakan saja apa yang kamu minta Rin.” Pak Ragil kembali memindaiku dengan wajahnya yang masih saja menegaskan sebuah keseriusan. Pria muda yang hampir satu setengah tahun ini menjadi dosenku itu, benar-benar ingin mengorek habis tentang kehidupan pribadiku, sesuatu yang selama ini selalu mati-matian aku sembunyikan bahkan dari teman-teman dekatku sendiri. Walau Pak Ragil terkesan sangat mendesak dan menyudutkan aku tapi aku bisa merasakan kalau di dalam hatinya yang terdalam dia masih menyimpan sebuah perhatian, sebuah celah yang harus aku manfaatkan sebaik mungkin agar aku tetap bisa merahasiakan pernikahanku bersama Mas Bara di kampus ini, setidaknya sampai aku bisa menyelesaikan kuliahku di tempat ini. “Kalau memohon pada Bapak untuk merahasiakan statusku, apa Bapak akan bersedia?” Aku memohon dengan begitu terang dengan nada pengharapan yang juga lugas.
“Selain bakso dan takaran sambal yang aku suka, katakan apalagi yang Bapak tahu tentang aku?”Aku mulai memancing pria berambut lurus itu yang sekarang masih saja menelisikku dengan tatapannya yang lekat.“Apa kamu sedang mengujiku?”Aku mengedikkan bahu sembari mengulas senyuman agar kecanggungan yang mendadak menguasaiku tidak terlalu menjadi ketara.“Aku hanya ingin tahu saja.”“Kalau aku katakan aku tahu apapun tentang kamu apa kamu akan percaya?”Aku tersenyum lebih lebar.“Aku tak menyangka kalau selama ini Bapak sudah menjadi seorang stalker untuk memata-mataiku.”“Terserah kamu menganggapku seperti apa, tapi yang jelas sejak awal kamu begitu istimewa hingga selalu memercikkan rasa penasaran di hatiku yang membuatku selalu ingin mencaritahu tenta
{“Alasan yang lain apa maksud kamu Rin?”}Aku malah tak bisa menjawab ketika ibu mulai melontarkan pertanyaan.Aku memilih untuk tak menjawab apapun. Sebisa mungkin aku harus menutupi apa yang terjadi pada rumah tanggaku saat ini. Aku tak mau masalahku membebani ibu, setelah apa yang sudah ibu lewati selama ini, bahkan aku yakin luka kehilangan bapak masih belum sepenuhnya ibuku hilangkan. Jadi aku merasa tak seharusnya aku memberinya luka baru dengan kacaunya pernikahanku saat ini.{“Bukan Bu, barangkali karena Ibu juga nggak mau meninggalkan Laras dan cucu-cucu Ibu karena mereka masih membutuhkan perhatian Ibu juga.”}{“Iya kamu benar, mereka selalu membutuhkan ibu, Rin.”}Aku bisa rasakan kalau sekarang tatapan ibu kembali terlihat sangat lekat.{“Kamu baik-baik ya di sana, sering-sering ngasih kabar sama Ibu, semo
Sekarang kami semua terperangah ketika Giska menunjukkan foto Pak Ragil sedang berpelukan dengan seorang pria yang wajahnya tersamarkan hingga kami tak bisa melihatnya dengan jelas.Dari sudut yang diambil membuat foto itu memberikan kesan yang ambigu yang membuat kami bisa mengambil kesimpulan yang bisa saja salah.“Apa benar ini Pak Ragil?!” Anjar terlihat tak percaya.Setelah itu riuh pertanyaan mulai terlontar dari mulut teman-temanku yang lain.Ketika aku melirik pada Giska, wanita itu mengulas segaris senyuman yang terlihat seperti garis kemenangan yang lugas.Melihatnya seperti itu, aku malah tak bisa meyakini berita yang ditiupkan oleh Giska saat ini. Rasanya memang sangat sulit dipercaya kalau Pak Ragil adalah sosok yang memiliki orientasi menyimpang.Meski namanya memiliki kemiripan dengan sosok influencer yang dengan tegas menyatakan se
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira