Sekarang kami semua terperangah ketika Giska menunjukkan foto Pak Ragil sedang berpelukan dengan seorang pria yang wajahnya tersamarkan hingga kami tak bisa melihatnya dengan jelas.
Dari sudut yang diambil membuat foto itu memberikan kesan yang ambigu yang membuat kami bisa mengambil kesimpulan yang bisa saja salah.
“Apa benar ini Pak Ragil?!” Anjar terlihat tak percaya.
Setelah itu riuh pertanyaan mulai terlontar dari mulut teman-temanku yang lain.
Ketika aku melirik pada Giska, wanita itu mengulas segaris senyuman yang terlihat seperti garis kemenangan yang lugas.
Melihatnya seperti itu, aku malah tak bisa meyakini berita yang ditiupkan oleh Giska saat ini. Rasanya memang sangat sulit dipercaya kalau Pak Ragil adalah sosok yang memiliki orientasi menyimpang.
Meski namanya memiliki kemiripan dengan sosok influencer yang dengan tegas menyatakan se
“Apa benar kalau Pak Ragil itu sudah berubah orientasi?”Aku melontarkan tanyaku dengan lugas, dengan tatapan yang menyiratkan rasa ingin tahu.Nyatanya pertanyaanku malah ditanggapi dengan kekehan panjang dari Pak Ragil, yang bahkan sempat tersedak saat akan menyeruput espressonya.Aku mengernyit jengah saat melihat responnya.“Sepertinya kamu sudah termakan isu itu, apakah karena aku memiliki nama yang sama seperti influencer banci itu, kalian bisa menuduhku ikut berubah orientasi?”Aku terdiam mulai merutuki pertanyaan bodohku tadi.Tapi Pak Ragil malah memindaiku semakin lekat.“Apa kamu ingin aku membuktikannya?”Tatapannya yang terlalu lekat itu terkesan ambigu yang membuatku langsung melengos canggung.Namun Pak Ragil malah kian menjadi tergelak.&
“Apa kamu tidak akan memberiku kado?”Saat mendengar permintaannya aku kembali dibuatnya kaget. Pak Ragil sangat terang-terangan meminta sebuah kado padaku.“Bapak ingin kado?” Aku balik bertanya.Pria itu tersenyum lalu mengangguk.“Apa Bapak tidak berpikir kalau semua yang aku miliki adalah pemberian dari suamiku, orang yang selalu Bapak anggap akan memberikan aku kesengsaraan?”“Aku belum mengatakan padamu kado apa yang aku inginkan Rin.”Aku memandangnya jengah.“Kalau begitu kado apa yang Bapak inginkan?” Aku bertanya dengan lugas.Pria itu terlihat menautkan alisnya tampak berpikir untuk beberapa saat.“Aku menginginkan cukup dua permintaan saja.”Ganti aku yang mengernyitkan dahi saat mendengar ucap
Saat mendengar pertanyaanku Mas Bara membalas tatapanku dengan lebih lekat.“Kenapa kamu berpikir jika aku akan meninggalkan kamu?”Aku mendesah pelan dan memalingkan wajahku. Rasanya menjadi sangat sulit bagiku untuk menentang tatapan suamiku yang setajam itu.“Apa kamu sudah tidak mempercayaiku Rin?”Aku termangu, menjadi semakin ragu karena nyatanya Mas Bara selalu saja akan mengulangi kalimat yang sama, bahkan awal kami menikah dia selalu menegaskan padaku untuk selalu mempercayainya.Kini saat kalimat itu kembali diucapkan berulang-ulang aku malah memendam curiga yang kian sulit untuk aku hempaskan.“Aku sekarang malah berpikir kalau kamu yang akan pergi meninggalkan aku.”Aku terkejut saat mendengar ucapan Mas Bara, yang membuat kedua mataku membulat ke arahnya.Tapi Mas Bara
Masih sulit bagiku untuk memejamkan mata, meski seluruh tubuhku terasa letih. Kekuatan Mas Bara sejak dulu selalu sulit aku imbangi, yang sekarang masih menyisakan nyeri di inti tubuhku.Rasa takutku yang membuatku terus terjaga dan ingin tetap bertahan di dalam pelukannya.Aku tak mau melepaskan tangannya yang aku pertahankan untuk terkalung di punggungku.Sudah terlampau sering Mas Bara pergi saat aku terlelap. Itu benar-benar tak aku inginkan saat ini.Sampai kemudian Mas Bara menyadari tentang diriku yang belum juga jatuh terlelap.“Kamu belum tidur?” tanya Mas Bara sembari mulai membuka matanya setelah aku sempat melihatnya memejamkan mata dengan damai.Aku mendongak untuk menikmati wajah tampannya.“Aku belum ingin tidur,” jawabku datar.“Mata kamu sudah terlihat menggantung, kamu p
Aku terperangah saat mendengar ucapannya.“Mas, akan mengantar aku ke kampus?”“Iya, sudah hampir dua tahun kamu kuliah di kampus itu tapi aku belum tahu apapun tentang tempat itu. Aku sangat ingin tahu bagaimana pergaulan kamu di sana.”Aku mengernyit gusar, benar-benar tak bisa menerka apa sebenarnya tujuan Mas Bara mendadak ingin mengantarku ke kampus.Keinginan Mas Bara jelas akan membawa kesulitan untukku.“Untuk apa Mas ingin melihat kampusku?” tanyaku gugup.“Apa aku kurang jelas mengatakannya padamu? Aku ingin tahu bagaimana pergaulan kamu, sekaligus aku ingin berkenalan dengan teman-teman kamu kalau perlu.”Aku menegernyit gusar.Mas Bara terlihat sangat serius dengan keinginannya yang membuatku benar-benar merasa tersudut.Sangat tidak mung
"Katakan padaku apa yang Bapak ketahui tentang suamiku?”Aku bertanya penuh rasa ingin tahu.Tapi Pak Ragil malah memindaiku dengan lekat.“Banyak hal yang sudah aku tahu tentang suami kamu, termasuk tentang hubungannya dengan keluarga Huang yang kaya raya itu.”Saat mendengar Pak Ragil menyebut tentang nama keluarga yang sebelumnya cukup familiar di telingaku itu aku mulai menyergap pria berkacamata itu dengan tatapan lekat.“Apa suamimu pernah mengatakan sama kamu kalau dia adalah anak pertama dari keluarga Huang yang memimpin sebuah konglomerasi besar di negeri ini?”Aku terperangah ketika mendengar pengungkapannya.“Dari mana Bapak tahu semua ini?”“Jadi dia belum menceritakan apapun padamu?”Aku mencebik jengah.&ldquo
“Rin, kamu kenapa? Dari tadi kok aku lihat suntuk banget, apa ada masalah?” tanya Dania saat kami sedang menghabiskan waktu di kantin.“Padahal kamu itu lagi cantik-cantiknya pakai baju baru, dan tas bagus yang keliatan asli itu,” celetuk Neneng menambahkan.Aku menatap datar ke arah kedua sahabatku yang selama ini sering menghabiskan waktu bersamaku. Bahkan Neneng sekarang mulai mengulik tentang outfit yang saat ini aku pakai yang mereka kira hanyalah barang palsu semata.Apa yang baru saja aku dengar dari Pak Ragil benar-benar sangat mempengaruhiku hingga aku menjadi tak bisa menampilkan sikap wajar sebagaimana biasanya.“Cerita Rin, sama kita kalau kamu ada masalah,” imbuh Neneng kali ini dengan nada yang lebih serius, “kamu sudah banyak menolong aku selama ini Rin, jadi aku pasti akan bantu kamu kalau kamu ada masalah.”
Aku sama sekali tak menyangka kalau kakak satu tingkatku yang akhir-akhir ini selalu menghindariku, mendadak ada bersama Giska dan menyatakan keinginannya untuk mengantarku.Memang belakangan ini aku melihat kalau Giska menjadi sangat dekat dengan pria yang memiliki kulit bersih itu.Aku berpikir jika antara mereka berdua pasti ada hubungan istimewa yang kurasa tak perlu aku tanyakan detailnya.Karena itu aku membiarkan Ridho ikut bersama kami menuju hotel bintang lima di kota ini demi menemui seorang kenalan Giska yang berniat untuk menjadi donatur bagi kegiatan sosial yang kami jalankan saat ini.Sesampainya di lobi hotel aku melihat seorang pria berpenampilan rapi dengan gayanya yang trendy dan jangan lupakan juga dengan segala outfit mewah yang disandang di sekujur tubuhnya, tampak menunggu dengan duduk di sebuah sofa dari bahan terbaik yang salah satu sudut lobi hotel. 
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira